***Menyeret Yerinsa ikut serta bergeser, membuat wajah gadis itu tertekuk. "Akan lebih baik kalau aku dibiarkan mati kelaparan," katanya enteng.Gerakan Luga ingin mencapai tombol interkom terhenti, menatap tajam gadis itu yang tidak berani menatap langsung matanya."Selain tidak boleh keluar ataupun pergi dari sini, kamu juga tidak bisa mati meninggalkanku," ujar Luga rendah.Yerinsa diam hingga Luga berhasil menekan tombol interkom di dinding. "Bawakan sup hangat dan coklat panas," katanya memerintah."Baik, Tuan." Sahutan terdengar sedetik kemudian, lalu alat dimatikan."Kenapa tidak lepaskan aku saja," gumam Yerinsa mencebik."Tidak." Luga berujar datar."Maksudku lepas pelukanmu," ralat Yerinsa kembali mendengkus, merasa tidak nyaman tubuh begitu menempel pada Luga."Dan membiarkanmu mencoba kabur lagi? Tidak akan." tanya Luga sengit.Yerinsa memilih diam dengan wajah teramat datar, melirik tajam laki-laki itu yang sekali lagi hanya menarik sudut bibir tidak terpengaruh ketidaks
***Rasa lapar di perut sudah tidak bisa ditahan lagi, Yerinsa mengerang dan akhirnya membuka mata dengan enggan. Mengerjab berkali-kali untuk melihat jam dinding di sekat antara set sofa dan kasur, jam bulat itu menunjukkan pukul sebelas siang.Yerinsa mendengkus sambil bangkit duduk, mengusap wajah dan menyugar rambut kusut ke belakang. Menguap sambil mengucek mata, sejenak melamun di posisi masih mengantuk.Karena kejadian malam tadi, dia jadi sulit tidur hingga ke tahap insomnia. Obrolan dengan Luga tadi malam berputar, tentang keadaan keluarganya yang di ambang kehancuran sejak sang kepala keluarga terbaring di rumah sakit.Setidaknya tidak mati.Selain itu, Luga juga tadi malam berkata akan pergi pagi ini, berarti sekarang hanya ada Yerinsa di mansion, bersama para pelayan tentunya.Bagaimana jika setelah sarapan Yerinsa mencoba melihat keluar, lagi?Senyum Yerinsa terbit saat memikirkan itu, menyibak selimut tergesa-gesa untuk turun dari kasur. Baru selangkah akan ke kamar mand
***Yerinsa mendengarkan tanpa respon, selama di sini memang sudah diperhatikan penuh oleh para pelayan. Tapi secara acak yang masuk ke kamarnya, kadang pelayan tua sulit diajak berkomunikasi, kadang pelayan muda begitu pemalu diajak bicara.Chang Mei dan Ruan Ruan adalah yang paling bisa diandalkan karena mengerti dan cukup fasih berbahasa Inggris. Lagipula, selama ini sangat sedikit interaksi Yerinsa dengan para pelayan, lebih sering tidur, bangun hanya untuk makan dan ke kamar mandi, itupun terkadang sambil setengah tidur berjalan."Tuan Muda juga menyuruh kami untuk mengembalikan berat badan Anda selama dia tidak ada," tambah Chang Mei hati-hati, selesai menyisir rapi rambut Yerinsa, tidak juga mendapat balasan."Nona, air mandi sudah siap." Ruan Ruan keluar dari kamar mandi, mendekati Yerinsa dan Chang Mei lagi.Dua pelayan itu membantu Yerinsa bangkit berdiri, menuntun memasuki kamar mandi tanpa berkata apapun. Ruangan tidak benar-benar sunyi karena ada gemerincing rantai beradu
***Tatapan dingin dari sepasang mata amber menggetarkan Anastasya yang sejak awal sudah gemetar ketakutan, ditambah suhu dingin di musim dingin membuat seluruh tulang dan sendi bergemeletuk.Tidak ...Yang lebih mengerikan dari dua hal itu malam ini bukan itu, melainkan kubangan cairan merah di kaki Anastasya yang bersimpuh selemah agar-agar, kedua lengan ditahan dua orang pria agar tidak bisa bergerak memberontak.Mata hitam gadis itu bergetar hebat melihat sosok ayah dan ibunya teronggok tidak bernyawa di lantai, dengan darah terus mengalir keluar dari lubang yang tercipta di perut dan jantung akibat tembakan timah panas.Tidak hanya dua orang itu, tapi juga sejumlah orang yang bekerja di kediaman Claymond, tewas tanpa menyisakan satu nyawa pun, selain Anastasya sendiri sebagai target terakhir."Apa ... apa yang sebenarnya Anda inginkan?!" Anastasya tersedak oleh tangisan yang sudah pecah sejak melihat orangtuanya melawan anak buah pria penjarah ini.Anastasya bahkan tidak bisa unt
***Satu minggu setelah pengakuan Anastasya itu, Margareth memang langsung mengatakan keterangan pada penyidik tentang yang Anastasya lihat. Tapi, penyidik butuh bukti, bukan hanya kesaksian mulut, jadi kata-kata Anastasya tidak bisa dipercayai sepenuhnya.Yang mengejutkan, satu minggu selanjutnya usai pengakuan Anastasya ke kantor polisi, lebih tepatnya hari ini, keluarga Claymond ditemukan tewas di kediaman mereka tanpa menyisakan satu orangpun.Kecuali, pelayan yang tidak bekerja bermalam di rumah itu, hanya beberapa orang, itupun tidak bisa membantu penyelidikan polisi karena minim informasi.Untuk saat ini pihak kepolisian akan mengusut tuntas kasus ini, dan sejumlah petugas masih menyisir tempat kejadian untuk mencari bukti.Berita kematian bahkan disiarkan dalam berita, meski dugaan sementara adalah pembunuhan berencana, tapi belum ada tersangka yang disebut.Kenapa ini terjadi tiba-tiba?Di saat Anastasya cukup dibutuhkan."Ibu, apa yang harus kita lakukan?" tanya Gabriella re
***Satu bulan ...Waktu benar-benar berlalu satu bulan Yerinsa lewati di mansion mewah itu, lebih tepatnya beraktifitas hanya di dalam kamar tidur, dan semua keperluan dilayani sangat baik oleh Chang Mei dan Ruan Ruan.Namun, justru itulah yang membuat Yerinsa frustasi, sudah terbiasa hidup bebas selama ini, melakukan yang diinginkan, jadi sangat tidak terima dikurung dengan pergerakan terbatas seperti ini.Hari demi hari dilalui dalam kamar, makan, tidur, mandi, buang air, dan melamun secara membosankan. Setumpuk salju tebal sudah tercipta di luar, seharian Yerinsa hanya menonton bulir-bulir putih itu berjatuhan dari langit."Bukankah ini musim salju pertamaku di dunia ini?" monolog Yerinsa sambil menyentuh kaca jendela yang berembun.Begitu diingat-ingat kembali, Yerinsa datang ke dunia ini saat akhir musim panas, mendekati musim semi, mungkin baru sekitar enam bulan lebih dia hidup sebagai Yerinsa hingga saat ini.Selama di sini, diam-diam Yerinsa masih terus mencoba melepaskan b
***Pertanyaan bingung Yerinsa terbungkam sebelum sempat keluar, bibir tipis dengan polesan lipbalm setiap sebelum tidur itu disapu habis Luga dalam ciuman dalam. Bisa Luga rasakan tubuh itu menegang kaku, terlambat mencerna keadaan karena keterkejutan.Yerinsa membolakan mata seakan itu bisa meloncat dari rongganya, meremas kedua pundak Luga menahan dorongan begitu kuat yang membuat kepala termundur. Belum pernah berciuman sebelum ini menyulut gelenyar asing merambat ke seluruh tubuhnya."Manis sekali," bisik Luga setelah memisahkan tautan bibir dengan seuntai saliva di ujung.Mengusap bibir berkilau di tengah keremangan cahaya, Luga tersenyum sebelum kembali menyesap benda kenyal terasa manis itu.Tengkuk ditahan dengan satu tangan, sementara satu tangan lain melingkari pinggang. Belum sempat bernapas lega, pernapasan Yerinsa disumbat kembali hingga butuh sedikit usaha untuk meminta ruang."Tung- ... umm ... tunggu-" erang Yerinsa protes, mendorong pelan dada Luga untuk melepaskan d
***Setuju dengan apa yang Luga katakan bukan berarti Yerinsa juga menerima sepenuhnya tinggal satu rumah dengan laki-laki itu selamanya. Yerinsa hanya harus di sini sampai keluarganya stabil dan bisa baik-baik saja, entah sampai kapan itu."Kenapa aku harus memakai ini? Kami hanya akan sarapan, kan?" tanya Yerinsa mengernyit terganggu dengan semua perintilan pakaian yang disiapkan Ruan Ruan."Tuan Muda yang menyuruh kami mempersiapkan Anda seperti ini," jawab Chang Mei yang mengikatkan kawat seperti tudung saji ke pinggang ramping Yerinsa."Ini merepotkan dan hanya membuang waktu," komentar Yerinsa yang berdiri memperhatikan dua pelayan itu membantu mengenakan sebuah dress rumit.Sebenarnya tidak terlalu rumit, hanya saja Yerinsa masih mengantuk dan malas bangun pagi untuk berdandan sebelum sarapan bersama Luga di lantai bawah."Tuan sangat memperhatikan hal-hal terkecil tentang Anda, Nona, tolong jangan membuatnya marah," kata Chang Mei agak berkerut dahi."Baiklah, baik. Aku tidak
***"Vie, tenanglah," bisik Luga kesulitan menahan lonjakan tenaga gadis itu."Sakit! Sakiitt! Sakiitt!" Yerinsa tidak menahan jeritan untuk mengeluarkan segala keluhan yang hanya bisa diwakili satu jenis kata itu saja.Memeluk erat gadis yang menggeliat seperti cacing kepanasan, Luga tidak mengatakan apapun selain membantu menekan kepala itu ke dadanya, juga membiarkan kemeja kusut direnggut Yerinsa.Bercak kemerahan timbul di kemeja, Luga mendesis rendah merasakan luka jahitan pasti terbuka kembali karena tersikut lengan Yerinsa, membuat kain kasa ikut bernoda darah."Gerald!" teriak Luga ke arah pintu masuk.Hanya butuh satu detik untuk seorang pria masuk terburu-buru. "Saya, Tuan Muda," sahutnya."Bantu aku," kata Luga sambil mengeluarkan sebuah botol kecil dan suntikan dari saku celana.Pria bernama Gerald mendekati tempat tidur, membantu memindah isi cairan dari botol ke dalam suntikan, lalu menyerahkan kembali pada Luga, membiarkan sang tuan muda menyuntik sendiri.Tubuh Yerins
***Abrady menegang di posisi memangku Yerinsa, merasakan moncong dingin revolver menyentuh tepat di pelipis sama seperti sebelumnya dialami Luga. Selain itu, tanpa diduga sederet pria kekar bersenjata yang sebelumnya mengancam Luga, kini malah berpaling mengancam Abrady.Pertemuan mengharukan yang diimpikan akan berakhir indah nyatanya tidak semulus yang dibayangkan. Rencana diam-diam memang sudah disusun sebelum keberangkatan, membayar sejumlah penembak jitu sebagai pelindung dan bisa digunakan mengancam.Namun, siapa menyangka Luga tau satu langkah di depan Abrady."Kupikir manusia, ternyata memang serangga yang tidak memiliki akal," desis Luga dengan sorot mata kelewat dingin."Apa yang sudah kamu lakukan pada orang-orangku?" tanya Abrady geram.Seringai Luga tersungging lebar. "Sejak kapan mereka orang-orangmu?" tanyanya mengejek."AYAH!" teriak Gabriella saat situasi dua pria itu mendadak terbalik.Margareth menangis melihat sang suami berada di bawah target ancaman Luga sekaran
***"Luga!" pekik Yerinsa kencang melihat Luga ambruk di tanah dengan memegang satu kaki.Tubuh Yerinsa gemetar, menatap sang ayah yang baru saja memberikan perintah menembak. Bagaimana bisa ayahnya memerintahkan hal sekejam itu dilakukan pada Luga, bahkan tanpa pembicaraan apapun di antara mereka."Yerin, jangan ke mana-mana! Tetap di sini!" Margareth menyusul berteriak saat Yerinsa benar-benar akan turun dari kursinya."Lepaskan aku, Bu. Ayah melukai Luga," pinta Yerinsa tanpa sadar mata sudah berkaca-kaca."Dia pantas mendapatkannya, Yerin. Bahkan harusnya lebih dari itu," sentak Gabriella, menarik kasar Yerinsa agar kembali duduk.Yerinsa menoleh tercengang. "Apa maksudmu dia pantas mendapatkan itu? Kamu mendukung Ayah melakukan kejahatan?" tanyanya tidak percaya."Sayang, percayalah pada Ayahmu, dia ingin kita semua kembali, seperti dulu lagi, mengertilah," ujar Margareth lembut mengusap pipi basah Yerinsa."Tapi, tidak perlu dengan hal keterlaluan seperti ini, Bu. Jangan melukai
***Kerinduan yang terpendam selama berbulan-bulan membuncah di mata biru itu, segera pandangan Yerinsa buram akibat berkaca-kaca. Bahagia menggelegak dari lubuk hati begitu melihat sosok Gabriella, Margareth, lalu disusul Arbady turun dari helikopter dibantu beberapa orang berpakaian hitam tebal seperti jaket boomber.Mereka benar-benar di sini, melihatnya, bertatapan dengannya penuh rindu, dalam jarak yang hanya terpaut lebih dari sepuluh meter.Satu langkah pertama Yerinsa ambil saat helikopter dimatikan dan udara sekitar menjadi tenang, lupa bahwa tadi berlari bersama Luga hingga tautan tangan itu terlepas untuk menyongsong menyambut keluarga tercinta.Luga menatap tangan sendiri yang menggantung di udara, kehangatan kecil dari tangan lembut menghilang perlahan. Menatap punggung sempit bak peri yang berlari menuju gerbang kehidupan alam bebas, tangan Luga mendadak terkepal."Ibu," lirih Yerinsa dengan setetes linangan air mata jatuh di pipi, menatap sang ibu yang juga mendekat."A
***Yerinsa mengangguk sambil menerima jabat tangan itu, bangkit berdiri di atas kekuatan kaki sendiri. Aroma musk yang familiar di hidung Yerinsa sekarang tercium dari tubuh Luga bersama campuran wangi mint dari sabun mandi."Ayo turun sekarang," ajak Yerinsa saat tangan sudah digenggam erat.Baru saja akan melangkah lebih dulu memimpin jalan ke arah pintu keluar, niatnya tidak bisa terlaksana karena kaki Luga masih terpaku kuat di lantai, tidak bergeser saat ditarik."Ada apa?" tanya Yerinsa heran, menoleh menatap Luga yang masih diam."Morning kiss, kamu belum memberikannya," kata Luga dengan dahi berkerut samar."A- ... Oh," gumam Yerinsa gugup, masih ada dua pelayan selain mereka di kamar ini, jadi mendadak canggung oleh kalimat Luga yang diucapkan tanpa malu.Luga melirik Chang Mei dan Ruan Ruan yang menjadi sumber kegugupan Yerinsa. Dengan gerakan bola mata saja sudah cukup membuat mereka mengerti dan merundukkan tubuh."K-Kalau begitu kami permisi, Nona, Tuan." Chang Mei berka
***Hari yang dinanti Yerinsa selama dua hari belakangan, tidak, lebih tepatnya tujuh bulan ini, akhirnya tiba. Bangun pagi dengan semangat empat-lima bahkan sebelum Chang Mei dan Ruan Ruan membangunkan.Saat dua pelayan itu memasuki kamar, Yerinsa sudah berendam di air hangat dalam bathup. Bersenandung kecil sambil memainkan busa sabun yang menggunung di permukaan air hingga wangi semerbak memenuhi kamar mandi.Jadi, setelah Yerinsa keluar kamar mandi, Lolita dress hitam beserta seluruh aksesoris dari atas kepala hingga ujung kaki sudah disiapkan Ruan Ruan, sementara Chang Mei menunggui di depan pintu ruang ganti."Anda sangat senang, Nona," komentar Chang Mei sambil membantu mengeringkan sisa bulir air di wajah dan leher Yerinsa."Tentu, hari ini akhirnya aku dijemput keluargaku," balas Yerinsa lebih bersemangat dari hari biasanya.Dua pelayan yang membantu Yerinsa mengenakan pakaian itu saling tatap sejenak, ada sepintas keresahan di sorot mata mereka sebelum menatap Yerinsa dengan
***Untuk sementara Luga hanya diam membalas senyum itu dengan tatapan tenang, tak lama ikut tersenyum dan mengangguk sebelum menarik kepala Yerinsa untuk jatuh ke dalam pelukan."Aku tau," kata Luga singkat.Sesaat Yerinsa berkerut dahi, balasan Luga bukankah sedikit tidak nyambung?Tapi, tidak masalah, selagi laki-laki itu tidak tersinggung, Yerinsa aman.Luga menatap dinding dengan pandangan kelewat tajam seakan ingin melubangi menggunakan laser dari mata, sesaat kemudian menyeringai sinis sebelum menutup mata dan mengecup puncak kepala gadis dalam pelukan."Aku tidak khawatir dibenci siapapun," ujar Luga sambil mengurai pelukan."Ya. Ya. Tuan tidak takut apapun. Aku tau, bahkan kalau seluruh dunia membencimu, kamu tidak akan khawatir," cibir Yerinsa sambil bersandar di sofa dan mengayunkan kaki.Luga terkekeh rendah, mengusak puncak rambut gadis itu. "Kecuali kebencianmu," ujarnya.Yerinsa melirik dengan bersidekap di dada, "jangan mencoba menggoda, kamu sangat tidak cocok."Kekeh
***Lolita dress biru muda lembut dengan renda di ujung rok dan berlengan panjang, hari ini dikenakan Yerinsa. Panjang hanya mencapai lutut, dan bagian lengan berwarna putih.Jepit rambut burung bangau dari permata disematkan ke sisi telinga sebelah kiri Yerinsa, sementara sejumlah kecil rambut di sisi kanan dikepang menjuntai hingga ujung.Suara jatuhnya belenggu menghantam lantai membuat Yerinsa mendesah lega tanpa sadar, saat ini duduk di pangkuan Luga yang baru saja melepas rantai di kaki hingga terasa lebih ringan."Lebih nyaman?" tanya Luga sambil mengelus bekas kemerahan di pergelangan kaki itu yang selama dua bulan ini menyandang pengekang.Yerinsa mengangguk. "Ini jadi lebih ringan," jawabnya.Chang Mei datang dari ruang ganti membawa sepasang high heels jenis ankle straps tidak terlalu tinggi, haknya hanya sekitar lima senti berwarna biru muda senada dress, dan kaus kaki putih transparan berenda.Berlutut di kaki Yerinsa, pelayan itu memasangkan kaus kaki sebelum sepatu, den
***Siapa yang tidak akan terkejut jika mendapati jari dimasukkan ke mulut seseorang seakan itu sebuah lolipop.Luga tertawa pelan. "Sudah kubilang untuk memelukku," katanya sambil merebahkan diri kembali.Kening di antara alis Yerinsa bertaut sebal sebelum menjatuhkan diri dalam pelukan Luga, meletakkan kepala di atas dada bidang itu dan membiarkan laki-laki itu mengusap pundaknya.Kamar menjadi hening saat keduanya tidak ada yang membuka mulut untuk bicara, Luga menikmati waktu nyaman mereka, sementara Yerinsa setengah melamun.Apa yang Luga urus selama pergi dua bulan ini?"Vie," panggil Luga memecah keheningan, yang dibalas dengan gumaman samar."Kalau aku ... mempertemukanmu dengan keluargamu, apa kamu senang?" tanya Luga dengan suara rendah seakan ragu.Yerinsa mengerjab, kemudian mengangkat pandangan untuk menatap Luga yang rupanya hanya menatap lurus ke atas lampu di langit-langit."Tentu saja. Apa kamu akan melakukan itu? Kamu akan mengembalikanku? Kapan?" Pertanyaan Yerinsa