Naomi menarik napas panjang dan kesal. Cindy berhasil pergi tanpa diketahui oleh siapa pun. Namun tak butuh waktu lama bagi para reporter termasuk Cindy untuk mengetahui identitas pria yang datang bersama Cindy. Sekalipun Polisi tak mau bicara tapi akhirnya beberapa jam kemudian, diketahui jika Cindy bekerja di Moulson Corporation. Sebuah perusahaan telekomunikasi asing yang masuk ke Indonesia.
“Kok dia gak ngomong kerja di sana ya?” Naomi bergumam pelan. Ia masih belum percaya jika Cindy bekerja di perusahaan besar yang sudah membeli dua bank swasta di Indonesia. Madelo mendekat lalu mengajak Naomi pergi dari kantor polisi.
“Sekarang kita pulang dulu. Kamu lapar gak?” Madelo mengajak Naomi sambil membereskan kameranya. Naomi yang sedikit melamun jadi sedikit terkesiap. Ia menoleh pada Madelo dan mengangguk saja. Dengan cueknya, Madelo meninggalkan Naomi yang mengekorinya ke salah satu mobil. Naomi ikut naik dan bersama Madelo mampir ke salah sa
Cindy masih kebingungan ketika berada di kamar Sebastian yang temaram, hangat dengan dekorasi minimalis modern. Sebastian baru saja masuk ke walk in closet lalu keluar tak berapa lama kemudian.“Ayo!” Sebastian menarik tangan Cindy yang kebingungan ke dalam walk in closet. Mata Cindy terbuka lebih lebar melihat isi ruang ganti yang luar biasa mewah. Melvin mungkin suami yang kaya raya tapi Sebastian jauh lebih kaya dari Melvin. Ruang ganti pakaian memiliki ukuran lebih besar dari kamar tidur Cindy di rumahnya yang sudah terbakar.“Ini ruang ganti buat kita berdua. Lemari kamu ada di sini.” Sebastian membuka salah satu lemari untuk menunjukkan pakaian milik Cindy yang sudah ia persiapkan. Cindy terperangah melihat itu semua. Ia tidak pernah menyangka jika Sebastian sudah mempersiapkan satu ruangan dengan banyaknya pakaian wanita dari berbagai merek terkenal. Tidak ketinggalan aksesoris seperti tas, sepatu sampai hal-hal kecil seperti tali pinggang, syal sampai bando serta jam tangan.“
Cindy langsung membuka mata begitu ada yang memeluknya erat. Wajahnya langsung menoleh dan ujung hidungnya langsung menyentuh sisi wajah Sebastian. Sekali lagi Cindy tercekat dengan tindakan Sebastian padanya. Ia tidak bertindak kasar namun memeluk Cindy dengan lembut. Cindy kembali terjaga dan ingin melepaskan diri.“Bapak sedang apa? Saya ingin tidur,” gumam Sebastian pelan. Sebastian menaikkan pandangannya melihat mata Cindu. Ia mendekatkan hidungnya dan menggesekkannya pada pipi Cindy dengan lembut.“Mas Seb. Panggil aku Mas,” gumamnya berbisik begitu lembut. Tekuk sampai tulang belakang Cindy merasakan desir halus yang menjalar sekaligus rasa panas di seluruh tubuh sampai pangkal paha.“Maksudnya ....”“Aku kangen panggilan kamu yang dulu, Sayang.” Sebastian kembali berbisik. Hangat napas berbau mint di pipi Cindy membuat degup jantung makin tak karuan.“Tolong jangan peluk saya,” pin
“Iya, aku juga kangen sama kamu. Kok kamu gak datang sih? Aku bosan di kamar terus,” ujar Melvin berbicara dalam sambungan telepon. Melvin sedikit menggeser posisi berbaring dengan kaki yang masih tergips tak bisa terlalu digerakkan.“Gak mungkin aku datang lagi, Mas. Aku lihat orang tua kamu mondar-mandir di depan kamar kamu. Aku jadi gak bisa mendekat,” sahut si penelepon. Melvin mendengus pelan dengan kesal.“Ya uda, nanti aja kita ketemu kalau aku sudah keluar dari rumah sakit.”“Kapan kamu pulang? Kamu mau tinggal di mana kalau udah pulang?”“Huh, paling di tempat orang tuaku dulu. Nanti aku cari apartemen baru dulu.”“Kamu gak ngurusin asuransi buat rumah kamu itu?” Melvin mendecap bibirnya lalu sedikit melayangkan pandangan ke atas.“Uda, sedang diurus Papa.”Pembicaraan itu kembali terdiam sampai tiba-tiba pintu kamar terbuka. Buru-buru Melvin
Sebastian menarik napas panjang masih berhadapan dengan Lefrant yang terus memberikannya pendapat pada kenyataan yang terjadi.“Lakukan apa yang kuminta, Lef. Jangan membantah.” Sebastian menggeramkan lagi perintahnya. Lefrant menarik napas seraya mengangguk untuk mengiyakan. Hati Sebastian mulai goyah semenjak bertemu lagi dengan Cindy. Ia seperti membalas kesempatan yang hilang bertahun-tahun sebelumnya.Sebastian lalu berbalik pergi meninggalkan Lefrant yang juga ikut berjalan ke pintu keluar. Ia masih harus menyelesaikan beberapa pekerjaan sekaligus menyusun rencana untuk menjalankan perintah Sebastian.Lefrant lantas mengecek laptopnya lagi lalu mengambil ponsel hendak menghubungi seseorang. Namun matanya memicing serta keningnya mengernyit.“Apa ini?” Lefrant semakin mendekat pada layar laptopnya. Sebuah berita online dari stasiun berita terkemuka menurunkan berita soal Sebastian Arson dan Cindy Andrana Halim yang sedang bera
“Gak kok, Mas. A-aku hanya ketemu dia di kantor aja kok.” Suara Cindy makin kecil saat mengarang alibi pada Melvin. Melvin tidak menanggapi sama sekali.“Ya udah. Kapan kamu mau ke sini? Kayaknya aku pulang hari ini.” Cindy jadi makin membesarkan matanya. Sekarang jadi makin rumit karena Cindy pun tidak seharusnya terjebak di rumah Sebastian.“Aku ... aku akan ke sana, Mas. Sebentar lagi aku ke sana.”“Jangan lama, aku bosan.” Cindy sedikit tersenyum mendengar keluhan Melvin. Mungkin ini kesempatan mereka memperbaiki hubungan.“Iya, Mas. Aku segera ke sana.” Cindy pun mematikan sambungan ponsel tersebut. Ia berbalik lalu berjalan cepat ke walk in closet. Cindy memilih setelan untuk pergi ke kantor. Ia akan beralasan ingin bekerja padahal akan mampir ke rumah sakit.Setelah selesai, Cindy keluar kamar dan hendak berjalan ke ruang makan sebelum akhirnya bertemu dengan Lefrant yang ternyata t
Sebastian mengawasi Cindy yang dengan kamera pengawas yang terdapat nyaris di seluruh penthouse mewah tersebut. Ia menarik napas panjang lalu meneruskan pekerjaan setelah mengecek Cindy.“Jangan sampai dia ke rumah sakit!” Sebastian memesan pada Lefrant sebelum ia pergi. Hari ini Sebastian tidak bisa menemani Cindy yang beristirahat di rumahnya. Tak apa jika Cindy tidak bekerja. Yang penting, sekretarisnya itu menunggunya pulang.“Pak, Nona Cindy ingin pergi ke kantor.” Lefrant melapor pada Sebastian yang sedang dalam perjalanan ke luar kota. Keningnya mengernyit lalu menghela napas panjang. Ia nyaris naik pesawat pribadi yang akan segera lepas landas tapi kakinya berhenti di salah satu anak tangga.“Mau ngapain dia ke kantor? Aku kan sedang gak ada di tempat!” Sebastian membalas dengan ketus.“Saya sudah mengatakan tapi Nona Cindy ingin mengambil beberapa dokumen dan mengerjakannya di rumah. Atau dia bisa menungg
“Kamu gak apa-apa?” Naomi langsung melepaskan pelukan bertanya dengan cepat sebelum ia memeluk lagi. Cindy menarik napas lega berkali-kali lalu tersenyum.“Iya, aku gak apa-apa. Tapi ngapain kamu di sini?” tanya Cindy. Naomi pun melepaskan pelukannya lalu berjalan cepat ke pintu untuk mengunci. Ia berbalik lagi pada Cindy lalu menarik tangannya ke sudut kamar mandi untuk bicara.“Aku cari kamu. Kamu gak pulang dan tiba-tiba malah dipanggil polisi.”i Cindy hanya diam memperhatikan sahabatnya. Naomi terus mencerocos dan akhirnya menanyakan tentang apa yang terjadi.“Sebenarnya apa yang sudah terjadi, Cindy? Kenapa kamu bisa dituduh membakar rumah itu?”Cindy menundukkan pandangannya lalu menatap mata Naomi lagi dengan wajah tertekuk. Ia tidak tahu harus memulai dari mana bercerita tentang kemelut hidupnya.“Aku gak tahu. Mertuaku yang melaporkan. Aku bahkan ga ada di tempat kejadian saat itu. Kan
Meisya langsung mendelik pada Cindy yang baru saja tiba di kamar Melvin. Cindy juga kaget saat melihat mertuanya juga ada di kamar itu.“Dari mana aja kamu? hari gini baru datang!” hardik Meisya pada Cindy yang masih gelagapan tak tahu harus menjawab apa.“Kamu baru datang sekarang, aku nungguin kamu dari tadi!” Melvin jadi ikut-ikutan menghardik. Cindy mendekat lalu tersenyum.“Maaf, Mas. Aku harus ijin ke kantor dulu.” Melvin berbalik lalu mendelik pada Cindy yang berusaha mendekat. Cindy lalu bergeser ingin mendorong kursi roda yang digunakan Melvin.“Biar aku yang bawa kamu keluar, ya?” Cindy menawarkan diri dengan lembut. Melvin tidak menjawab dan hanya mendengus panjang. Cindy pun akhirnya mendorong pelan kursi roda Melvin ke pintu keluar. Melvin sudah boleh pulang dan harus menjalani perawatan jalan dari rumah sakit sampai ia pulih serta bisa berjalan lagi.Meisya dengan sikap galak berjalan me
Tanpa mau pulang ke apartemen mewahnya, Sebastian langsung menuju Moulson begitu ia sampai di Jakarta. Edward sudah menunggu di depan koridor dekat lift. Begitu ia melihat Sebastian, Edward langsung menghampiri.“Pak?”“Mana Cindy?”Sebastian berhenti di depan Edward yang menggeleng dengan wajah tanpa senyuman. Ia melepaskan napas panjang lalu berjalan melewati Edward. Lefrant juga mengikuti Edward yang berjalan setelah Sebastian. mereka sama-sama menuju ruang sekretaris. Tidak ada siapa pun begitu Sebastian masuk. Ia hanya menemukan sepucuk surat dalam amplop di atas meja kerja.Sebastian mengambil surat tersebut lalu membukanya. Wajahnya tampak tegang lalu rahangnya mengeras kala membaca isinya. Sebastian lalu menoleh pada Edward yang ikut masuk.“Kapan dia datang?”“Satu jam yang lalu. Dia langsung pergi setelah memberikan surat itu.” Edward menjawab. Sebastian melepaskan napas berat lalu mengambil ponselnya. Ia mencoba menghubungi nomor Cindi sekali lagi tapi seperti sebelumnya, i
Peter tersenyum kecil melihat Cindy mau duduk dan bicara dengannya. Perjalanan ke Jakarta masih panjang dan Cindy akan kembali pada kehidupannya.“Apa kamu mau makan?” Peter menawarkan sekaligus berbasa-basi. Cindy menggelengkan kepalanya.“Gak, Mas. aku sudah makan.” Peter mengangguk lagi dengan sikap kaku serta saling mengaitkan jemari. Ia tidak tahu harus membicarakan topik apa. sampai Cindy kemudian bicara lebih dulu.“Maafkan aku, Mas.” Peter sedikit terkesiap lalu menoleh pada Cindy. Matanya masih menatap Cindy yang diam melakukan hal yang sama.“Aku sudah membuat kamu terluka dan patah hati. gak seharusnya aku meninggalkan kamu.” Peter semakin tertegun. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain dan saat itu Jasman sedang menatapnya tajam. Jasman tidak bisa mendengar pembicaraan yang terjadi tapi ia tahu jika Peter tidak akan pernah menolak sedikit pun sebuah kesempatan. Peter masih diam tak menjawab. Cindy pun menundukkan pandangannya dan fokus menatap salah satu sudut di depanny
Sepanjang perjalanan panjang menuju Jakarta, Sebastian hanya diam saja. Tidak seperti saat pertama pergi, kali ini Sebastian duduk sendirian. Tiada kehangatan pengantin baru yang pantas dirasakan Sebastian bersama Cindy. Ia bahkan tidak bisa melakukan pernikahan yang sudah direncanakannya dari semenjak di Indonesia.“Pak, sudah waktunya kita transit.” Lefrant memberitahukan pada Sebastian yang masih melamun. Sebastian hanya mengangguk kecil lalu menatap lagi ke arah luar. ia tidak menikmati perjalanan panjang yang sangat melelahkan hati.Sedangkan Lefrant menatap murung pada keadaan Sebastian yang tidak bergerak dari kursinya semenjak beberapa jam lalu. Ia terlihat sangat sedih dan Lefrant tidak tahu harus berbuat seperti apa. ia bahkan tidak tahu caranya bicara pada Sebastian.Lefrant pun membuka room chat dengan Edward di Jakarta. Lefrant sudah menceritakan semuanya. Edward yang sedang mengurus urusan pekerjaan milik Sebastian di Jakarta terpaksa sedikit membagi waktunya untuk memat
Cindy tersenyum saat melihat sosok Kalendra dan Dallas yang sudah lama sekali tidak dilihatnya. Meski tidak bisa mengingat seluruhnya, tetapi Cindy merasa bahagia bertemu kembali dengan dua ponakan yang dulu sempat ia asuh, terutama Dallas.“Aunty pergi ke mana? Aku tidak pernah melihat Aunty lagi,” ujar Kalendra usai melepaskan sedikit pelukannya dari Cindy. Cindy tersenyum lalu membelai pipi Kalendra.“Aunty sedang bersekolah.” Kalendra tersenyum lalu mengangguk. Dallas yang mendekat juga dipeluk Cindy. Cindy bahkan mencium kepala Dallas beberapa kali.“Kamu sudah gede banget!” ucap Cindy dalam bahasa Indonesia. Dallas menyengir.“Aunty bisa bahasa Indonesia?” pekik Dallas menyengir lebar.“Bisa dong, Aunty Cindy kan adik Papa. Tentu saja dia bisa bahasa Indonesia.” Dion menyela dengan senyuman pada Dallas. Dallas kembali memeluk Cindy. Kalendra dan Dallas melepaskan kerinduan mereka pada bibi yang sudah sangat lama tidak mereka temui. Bahkan Dallas sampai melupakan wajah Cindy.Dio
Micheal Arson kini tidak mau lagi kompromi dengan Sebastian soal pernikahannya. Jessica langsung mengadu pada mertuanya itu meminta pertanggung jawabannya. Ia tidak suka jika Sebastian berselingkuh dengan wanita lain sekalipun, pernikahan mereka bukanlah pernikahan yang sesungguhnya.Michael langsung menelepon Sebastian memaksanya untuk segera kembali ke New York. Sebastian yang sedang berada di kamar, rasanya ingin membanting ponsel sekali lagi. ia bahkan belum tidur sama sekali.“Jangan bikin Papa menyeret kamu kemari. Kalau kamu tidak datang, Papa akan benar-benar melakukannya!” Michael mengancam lewat sambungan telepon itu. Sebastian menggeram kesal lalu mematikan panggilan itu begitu saja. Ia sudah tidak lagi memiliki rasa hormat pada ayahnya itu.Sebastian kembali mengurut keningnya. Ia buntu, tak bisa berpikir dengan baik. Tak lama, Lefrant masuk ke kamarnya. Ia baru saja menemui Dion menyerahkan surat-surat milik Cindy.“Kamu dari mana?” hardik Sebastian begitu melihat pengaca
Dion masuk ke kamar Cindy setelah pagi hari. Cindy masih berbaring tengkurap dengan sisa air mata yang mulai mengering di sudut matanya. Dion membiarkan Cindy sendirian semalam agar ia bisa tenang. Pagi ini, mereka akan bicara. perlahan, Dion duduk di sisi ranjang lalu membelai kepala Cindy dengan lembut. mata Cindy pun terbuka perlahan pada Dion yang sedang tersenyum padanya.“Pagi,” sapa Dion dengan senyumannya. Cindy hanya diam dan perlahan bangun. Setelah duduk, Cindy menundukkan wajahnya. Ia tampak kusut karena menangis semalaman. Bahkan pakaiannya belum diganti sama sekali.“Sekarang lebih baik kamu mandi, Mbakmu sudah siapkan air hangat di bathtub. Kamu bisa berendam dan lebih relaks. Setelah segeran, nanti kita sarapan. Setelah itu kamu mau bicara apa pun terserah.” Cindy masih diam menatap Dion yang kemudian mengangguk pelan. Dion pun berdiri hendak keluar kamar. Tangan Cindy tiba-tiba memegang lengannya.“Mas, maafkan aku.” Cindy melirih pelan. Dion melepaskan napas sedikit
“Cindy, Cindy tunggu dulu! Kamu harus mendengar penjelasanku dulu. Hubungan aku dan dia gak seperti yang kamu pikirkan!” pungkas Sebastian membuka jelas masalah yang terjadi. Ia berusaha keras membuat Cindy tidak pergi sama sekali meski sulit. Sebastian tidak mau menyerah. Ia menarik tangan Cindy sebelum ia pergi bersama Dion.“Sudah cukup, Mas. Aku mau pergi!” Cindy membalas dengan menolak Sebastian di depan Dion. Dion belum bicara tapi setidaknya ia sudah mengetahui yang terjadi.“Cindy, kamu gak bisa pergi begitu saja. Kita sudah menikah!”“Gak, aku bukan istri kamu. Bukan aku, tapi perempuan tadi!” sahut Cindy dengan nada tinggi. Seketika Dion membesarkan matanya. Ia mendelik pada Sebastian yang tidak peduli dengan ekspresi kesal Dion. Ternyata Sebastian sudah memiliki istri selain Cindy. Meski masih harus dikonfirmasi tapi hal itulah yang terjadi.Sebastian tidak peduli dan menarik tangan Cindy. Ia panik karena Cindy akan meninggalkannya. Dion yang melihat tidak membiarkan hal te
“Bagaimana dia bisa berubah seperti itu? Aku gak habis pikir!” pungkas Sebastian begitu ia masuk kamar. Sebastian langsung meluapkan rasa kesal dan marahnya pada sikap Cindy pada Lefrant. Lefrant yang mengikuti di belakang menghela napas panjang.“Aku rasa jika Jessica tidak datang, ini tidak akan terjadi.” Lefrant berujar. Sebastian memutar ke belakang dengan pandangan dingin tidak suka meski yang diucapkan Lefrant adalah kenyataan.“Lef, aku gak mau lagi berurusan dengan Jessica!” Sebastian menggeram kesal. Lefrant menggelengkan kepalanya.“Gak bisa. Gak bisa sekarang ....”“Sampai kapan aku baru bisa menceraikan dia? dia sudah membuat semua rencanaku hancur. Sekarang Cindy sudah tahu kalau aku menikah dengan Jessica. Dia pasti gak mau kembali sama aku!” sahut Sebastian dengan suara meninggi penuh kekesalan. Ia menyugar rambutnya dengan gusar lalu melepaskan napas panjang dan meremas rambut. “Aku tahu sekarang posisi kita terjepit ....” Sebastian langsung menunjuk pada Lefrant.“J
“Sayang, tunggu!” Sebastian berhasil menangkap Cindy di depan lift sebelum ia masuk. Cindy tidak mau melihat ke arah Sebastian dan berusaha melepaskan dirinya. Sebastian tidak menyerah. Ia terus memohon bahkan saat beberapa tamu melihatnya.“Dengerin aku dulu, tolong. Dengerin dulu!”“Untuk apa, Mas? kamu sudah terbukti menipuku!” hardik Cindy sembari menangis. Sebastian menggelengkan kepalanya dan mulai kesal.“Ya kamu harusnya gak langsung percaya sama omongan dia!” balas Sebastian meninggikan suaranya.“Tapi dia istri kamu kan?” Sebastian mencebik kesal dan berkacak pinggang. Cindy menoleh dan melihat Lefrant baru datang. Ia langsung berjalan cepat ke arah Lefrant. Entah kenapa dia malah meminta bantuan Lefrant.“Tolong, Pak. Tolong saya!”Kening Lefrant seketika mengernyit. Ia melihat pada Sebastian yang malah kebingungan. Untuk apa Cindy sampai datang pada Lefrant.“Nona?”“Tolong, Pak. Saya gak mau berada di sini.” Cindy jadi makin menangis sesengukan. Sebastian tidak menyukai a