"Aish! Bisa-bisanya seorang gadis cantik kurang dandan. Biar Wei ajari. Besok kita shopping yuk?"
Dan masih banyak lagi. Grace yang sangat cerewet di rumahnya, tak ada apa-apanya jika dibandingkan adik sepupu kekasihnya ini. Di tengah mengalirnya cerita Wei tentang dunia permodelannya, suara pintu diketuk seakan menyelamatkan Grace."Mom memanggil kalian. Ke paviliun."Ternyata Alexier yang mengetuk pintu."Okay!" Wei menjawab.Kedua gadis itu kini duduk di bangku paviliun. Sudah ada Noza, Deven, juga Alexier di sana. Ditemani teh herbal dari bunga chamomile yang berkhasiat menenangkan, tentu akan mendamaikan hati. Grace mengamati tempat itu. Berbentuk lingkaran dengan tiang-tiang tanpa dinding dan beratap langit. Tapi, sepertinya ada penutup otomatis. Dari bentuk ujung tiang di sana yang aneh? Sofa di sini melingkari meja kaca berbentuk lingkaran pula. Sungguh indah dihias tanaman rambat dan bunga mawar yang baru kuncup. Grace berusaha berpikir terbuka. TidMarvel mengangguk."Aku ke kampus kamu terus karena menyelidiki Joayo.""Kakak?" Wei berceletuk.Marvel menatap adiknya."Kakak menyelidikinya saat memastikan kematian Dokter Saem bukanlah kecelakaan biasa.""Apa Joayo yang membunuhnya?" tanya Noza.Marvel mengangguk."But, why?" sahut Alexier.Marvel menghela napas."Dokter Saem mendengar percakapan Joayo saat membicarakan Wei. Joayo menginginkan Wei hanya untuk mendapatkan saham D Group.""Oh my God!" Noza menutup mulutnya.Wei mengangguk samar. Sorot matanya mendadak sayu. Dia mengambil sepotong bauernomelette lagi dan memakannya tanpa melirik yang lain."Ngomong-ngomong, apa tindakan yang akan Daddy ambil?" tanya Alexier.Deven menatap Wei."Pembatalan pernikahan itu sudah cukup merugikan mereka. Apa lagi yang kau inginkan?""Marvel tidak akan melepasnya. Dia berurusan denganku," sahut Marvel.Alexier menyelami bola mata kakaknya yang tajam. Dia bera
"Tapi, kamu senang?"Ragu-ragu Grace mengangguk."Itu orgasme, baby."Kedua mata beriris hitam itu membelalak. Dia memaling cepat. Grace terkekeh melihat gadisnya merasa malu. Setelah gadis itu tenang, Marvel menggerakkan pinggulnya lagi."Kamu mau apa?""Mencari pelepasanku."Grace hendak mendorong kekasihnya, tapi tangan itu lebih dulu digenggam kekasihnya. Dia langsung mendapatkan serangan kecupan bertubi-tubi. Hal itu, membuat Grace kembali terangsang. Mereka melolong nikmat. Di teras belakang, Wei menatap sang ibu yang asyik menyulam. Ada ayah dan kakaknya juga di sana."Mom?""Ya?" Noza menjawab tanpa mengalihkan fokusnya."Mereka tidak keluar sejak selesai sarapan.""Jangan diganggu! Nanti kalau lapar juga keluar cari makanan," sahut Alexier."Tapi, ini sudah mau jam makan malam, Kak. Apa mereka tidak lapar?""Kan mereka sudah saling memakan.""Alexier!" tutur Noza memperingati.Alexier tergelak keras sedan
Noza muncul dengan kursi rodanya."Kamu mencariku, Suamiku?"Deven tersenyum lebar."Ah. Kalau kau memanggil begitu, rasanya aku kembali muda.""Lanjut, Dad!" celetuk Wei.Grace terkikik melihat kelakuan mereka. Saat semua sajian matang, ia dan chef membawanya ke meja makan. Marvel menarik kursi Grace dan gadis itu duduk di sana."Oh ya. Karena Kak Marvel sekarang sudah aktif di perusahaan, Daddy akan mengajak Mommy keliling dunia. Rasanya sudah sangat lama kita tidak jalan-jalan 'kan, Sayang?""Padahal ulang tahun pernikahan kalian kemarin juga ke Maldives. Lagaknya nggak pernah kemana-mana." Wei menyahut."Ya! Terserah Daddy dong. Perusahaan itu sekarang sudah menjadi tanggung jawab kakakmu. Lihatlah Daddy sudah tua begini disuruh kerja," celetuk Deven dengan nada memelas."Ya ya, Dad. Marvel yang kerja. Liburan saja sana!" kata Marvel. Pria itu mulai mencomoti salad sayurnya.Deven tersenyum lebar. Selepas sarapan bersama, kini Gr
Priyasha Genita, teman Grace mendudukkan kembali Jiya yang hendak bangkit dan menyerang Grace. Wanita berambut cokelat terang berbalut loose jeans dan blouse beledu itu menarik napas panjang untuk meredam emosinya. Ia memicing pada Grace dan temannya. Seutas senyum kembali ia sungging."Okay. Kau menang di situ. Tapi, kau tidak lebih mengenal Marvel dariku. Apa kesukaannya, apa yang tidak disukainya. Dari semua itu yang terpenting, masa lalunya."Jiya menyeringai melihat pupil Grace yang melebar."Aku yakin kau tak tahu apa-apa tentangnya. Haha!"Gra e tersenyum."Bahkan meski aku tidak mengenalnya, Marvel bersedia mentunangkanku dan memberikan peluang besar untuk mengenalnya. Apalagi Mommy dan Daddy selalu membantuku merasa nyaman di sana. Mereka bahkan mengandalkanku memasak apa yang mereka makan dan selalu memuji masakanku."Jiya mengetatkan rahangnya. Gadis itu memelotot. Ia silangkan kakinya."Apa kau tahu Marvel masih mencintai temannya?" Jiy
"Sayang. Kamu sudah makan?" tanya Noza begitu dirinya memasuki rumah.Grace menoleh pada calon adik ibu mertuanya."Iya, Mom. Aku tadi ke restoran dengan teman kampus."Noza mengangguk."Marvel ke luar negeri 5 hari. Gak apa-apa, ya?"Grace tersenyum lebar."Tentu saja gak apa-apa, Mom."'Kurang ajar, gak pamit secara langsung,' batin Grace."Aku ke kamar dulu, Mom.""Iya. Istirahatlah! Jangan terlalu lelah."Grace mengangguk. Kakinya melangkah menuju kamar. Tubuhnya sangat lelah hari ini. Dengan segera dia berlari ke walk in closet dan pergi mandi. Tak butuh waktu lama dia selesai dengan ritualnya. Wanita itu mengeringkan rambut basahnya dengan hairdryer. Grace menoleh saat ponselnya menyala.[Kamu habis pesta dengan teman-teman? Kenapa tagihan kartu kreditnya banyak sekali di restoran cepat saji? -Hubby]Grace mendengus dan memutar bola matanya. Ia lemparkan ponselnya kembali di atas ranjang. Tidak ada sang pacarnya membu
"Jangan salahkan aku ikut mengurusi keluargamu jika kau tidak membiarkan istriku damai!" ancam Marvel. Matanya menyipit, menusuk bola mata Jiya.Jiya menelan ludahnya."Kau itu cantik, Jiya. Banyak pria yang memujamu terlepas dari status sosialmu. Jadi, jangan jadikan ini sebagai pencoreng reputasimu," kata Marvel, kemudian berlalu.Tak lupa telah dia selipkan berlembar-lembar uang di bawah piring macaron pesanan Jiya. Jiya menghentakkan kaki begitu Marvel berlalu. Dadanya naik-turun dengan tajam. Dia mencebik keras sambil mengepalkan kedua tangannya."Jika bukan karena reputasi keluargaku, aku tidak sudi melakukan ini! Merendahkan harga diriku di depan pria itu. Menjijikkan! Jika terus begini, bagaimana bisa aku mendapatkan pria yang kucintai? Dia semakin yakin jika aku tergila-gila dengan Marvel. Kurang ajar wanita itu membuatku begini," gumam Jiya pada diri sendiri.Setelah menemui Jiya, Marvel kembali ke kantor. Dia menuju restoran dan memesan roti isi.
Grace mengulum senyum. Dia pun membalik badan, mendongak menatap wajah tampan sang kekasih. Tangan lentiknya merambat naik dan menari-nari di dada bidang itu."Dad ..."Grace menggigit bibirnya."Apa aku buat kamu candu?"Satu alis Marvel terangkat."Aku penasaran. Terkadang, aku berpikir kalau kamu sangat tergila-gila, tapi terkadang, aku seperti tak sedap dipandang.""Siapa yang mengatakan itu?"Grace menatap bola mata di atas sana."Bukannya saat ini, kamu memang gak senang dengan aku? Sudah 2 Minggu ..."Marvel menggeram. Jemari lentik itu terus mengusiknya. Apalagi nada sensual yang muncul dari bibir memabukkan itu. Ah! Marvel tak tahu apa ia bisa menahannya lebih lama."Kamu gak menyentuh aku."Marvel menelan ludah saat tangan itu mengelus senjatanya."Lalu?"Grace menghentikan gerakan tangannya."Ah! Sepertinya kamu memang tid–umhh!"Marvel membanting kekasihnya ke atas ranjang. Tangannya begitu cepat mengungkung tubuh mungil sang
Marvel menatap punggung kekasihnya sembari menghela napas panjang.'Labil kali,' batinnya.***Gadis berambut kecokelatan itu duduk di tepi ranjangnya. Napas panjang ia keluarkan dari hidung. Pusing sekali kepalanya. Hidupnya penuh drama. Baru 2 hari yang lalu ayah dan ibunya pergi dinas ke luar kota. Uthamie menjatuhkan tubuhnya di ranjang, menatap langit-langit sembari menerka. Akan seperti apakah hidupnya nanti? Di usianya yang sudah 30 tahun, seharusnya dia telah menikah dengan pujaan hatinya."Mama ... Papa ... aku capek dengan semua ini," rintihnya. Cairan bening mengalir dari kedua sudut matanya yang tertutup.BRAK!Uthamie tersentak saat pintu kamarnya dibuka dengan kasar. Seketika itu dia mengambil duduk, menatap pelakunya. Susah payah dia menelan salivanya melihat wanita di sana."Ma–""Kenapa kulihat Marvelku masih bermesraan dengan gadis ingusan itu, hah?!"Uthamie menggigil dibuatnya."Kau itu becus tidak, sih?!"
"Sekarang buka gerbangnya, kalian bisa memastikannya saat aku sudah pergi," ujar Nantsu menatap sinis pada pengawal.Pengawal itu berpikir keras, mungkin saja itu benar. Nantsu adalah salah satu orang kepercayaan tuannya, jadi tidak mungkin dia berbohong."Baiklah, tetapi cepatlah kembali!" pengawal kemudian membuka gerbangnya.Tanpa mengacuhkan pengawal tersebut, Nantsu kemudian mengemudikan mobilnya dengan sangat kencang. Nantsu tersenyum puas dan sangat lega, karena semua rencananya berjalan dengan lancar. Sesekali dia melihat ke belakang dan melihat Grace yang masih tidak sadarkan diri di sana."Sebentar lagi Sayang, sebentar lagi!" Nantsu berujar dengan smirknya yang licik.2 jam lamanya Nantsu mengemudikan mobilnya, dia ha
Kemudian dia segera mencari kamar Marvel, dan ketika dia membuka pintu kamarnya dia tersenyum senang melihat Grace di sana. Akhirnya tujuannya akan tercapai yaitu merebut Grace dari Marvel dan membawanya pergi. Nantsu masuk dan menutup pintunya kembali. Terlihat seorang gadis sedang terlelap tidur di atas ranjang.'Oh, jika saja aku sedang tidak terburu-buru, akan aku pastikan kita akan bercinta saat ini juga,' batin Nantsu melongo menatap keindahan tubuh Grace meskipun dari belakang.Nantsu berjalan mendekat ke arah Grace dan duduk di sampingnya. Perlahan Nantsu membelai lembut pipi Grace membuat Grace terganggu dan mengerjap membuka matanya. Seketika Grace membuka matanya lebar dan menjauhi Nantsu."Apa yang kau lakukan?! Bagaimana bisa kau sampai di sini?! Untuk apa kau kemari?!!" bentak Nantsu merasa terkejut akan keberadaan Nantsu di kamar Marvel."Waktu kita tidak lama, pergilah bersamaku
"Ah tidak, aku akan menerimanya. Tapi aku tidak akan memakainya, bagaimana jika tergores, bagaimana jika hilang dan bagaimana jika kalung ini diambil orang. Aku akan menyimpannya, dan akan aku pakai lain kali di acara penting saja," lanjut Grace merasa sayang dengan kalung itu."Terserah padamu saja!" Marvel kembali memasukkan kalung itu pada kotak beludru itu dan menyerahkannya pada Grace.Grace menerima kotak itu dan menatap mata Marvel begitu dalam. Lalu dengan tiba-tiba dia berdiri dan meraih tengkuk Marvel Menciumnya dengan penuh kelembutan, memainkan lidah Marvel dan menyesapnya dalam. Marvel terkejut tetapi sangat menikmati ciuman ini, dia terkejut dengan ciuman Grace. Rasanya masih tidak percaya jika saat ini Grace sedang menciumnya. Grace melepas ciumannya dengan nafas yang masih tersenggal-senggal dan dengan cepat dia berlari ke kamar mandi menahan malu. Grace merutuki kebodohannya sendiri yang dengan tiba-tiba mencium Marvel.
Grace hanya diam dan kembali mengeratkan selimut untuk menutupi tubuhnya. Marvel berdiri dari duduknya dan mengambil sebuah buket bunga dan kotak beludru biru yang cukup mewah. Entah apa isinya tetapi Grace bisa menebak bahwa isinya pasti sebuah kalung atau perhiasan lainnya."Pilihlah salah satu, ini hadiah untukmu!" Marvel menyodorkan buket bunga sederhana di tangan kanannya yang menurut Grace itu benar-benar payah, karena bunga itu cukup berantakan dan dapat Grace tebak jika bunga itu dipetik dari kebun belakang, sementara kotak beludru biru di tangan kirinya."Hadiah? Untuk apa?" Grace menatap Davian bingung. Hari ini bukan hari ulang tahunnya lalu mengapa Marvel repot memberinya hadiah, Grace menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Untuk semalam."Grace yang semula menunduk kemudian menatap mata Davian. Ingatannya kembali kepada kejadian semalam, saat dirinya dengan paksa harus mengulum junior Marvel. Oh, sun
Marvel berjalan memasuki mobilnya dan berlalu pergi ke kantor meninggalkan mansion mewahnya. Setelah melihat mobil Marvel pergi, Grace bergegas masuk. Grace mulai menjalankan semua aktivitas paginya, tanpa tahu seseorang sedang mengawasinya dari jauh. Hari berlalu begitu cepat, jam menunjukkan pukul 7 malam. Dan benar saja, Marvel mengirimkan seseorang untuk meriasnya. Grace bingung dibuatnya, pasalnya dia tidak tahu alasan dibalik ini. Dia hanya bisa Grace semua perintah Marvel. Satu jam kemudian Grace sudah siap. Grace berdiri di depan cermin dan memandangi dirinya, dia menelan ludahnya sendiri.'Ke mana dia akan mengajakku pergi, mengapa aku harus memakai gaun terbuka seperti ini,' batin Grace menghela napasnya.Grace berjengit kaget ketika tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. Marvel memeluk erat Grace dari belakang dan mendaratkan ciuman di leher jenjang Grace, kemudian menumpukkan dagunya di bahu Grace.
Jeol berhenti di tepi jalan yang sepi setelah tadi usai kebut-kebutan di jalanan. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri dan berulang kali menghantam kemudinya dengan keningnya."Bego lo Jeol! Gila! Sinting!" maki Jeol pada dirinya sendiri."Dia Grace, istri Marvel, sahabat lo!" teriaknya yang tentu di tujukanpada dirinya sendiri."Jeol gila!" Lagi, Jeol kembali menghantam kemudi dengan keningnya sendiri."Kak ... jangan nyakitin diri sendiri." Sebuah suara halus, lembut dan begitu ia kenali membuat Jeol cepat-cepat mengangkat kepalanya, menatap kursi di sebelahnya yang semula kosong namun kini sudah terisi dengan objek kegilaannya tadi. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri guna menghilangkan sosok Grace di sampingnya."Pergi Grace! Pergi!" teriak Jeol frustasi.Setelah bermenit-menit kemudian, baru Jeol berani membuka mata, di tatapnya kursi sebelahnya yang kini telah kosong seperti semula. Jeol lelah, ia menyandarkan punggung dan kepalan
la kembali ikut tertawa begitu melihat Bryan dikerjai oleh ayahnya, tawa kosong, tawa yang diam-diam di penuhi rasa iri hingga membuat matanya di isi buliran air yang siap jatuh kapan saja. Marvel yang sedari tadi memperhatikan istrinya, kini sedikit bergerak merapatkan kursinya agar lebih dekat pada istrinya. la genggam jemari Grace yang di letakkan di paha lalu membawanya ke pahanya sendiri. Begitu Grace mengalihkan tatapan ke arahnya, Marvel makin mengeratkan genggaman tangannya, ia berikan tatapan seteduh mungkin, sehangat yang ia bisa untuk menyalurkan rasa hangat pada istrinya. Grace tersenyum kecil, matanya yang sedikit memerah jadi menyipit kala bibirnya tertarik ke atas. "Mau nambah?" tanya Grace sebisa mungkin meredam rasa sesaknya. Marvel menggeleng, ia malah meletakkan sendoknya dan beralih mengusap pelan pipi Grace. "I'm here," bisik Marvel pelan, Grace mengangguk dengan mata memerahnya yang cepat-cepat ia usap dengan gerakan seolah mengusap hidungnya.
"Terus nanti kalau mogok lagi, Bapak gimana?" tanya Grace. "Gini ajalah, kebetulan di depan sana sekitaran beberapa meter lagi ada pom bensin. Bapak berhenti di situ, nanti saya carikan tukang bengkel yang bisa jemput Bapak," ucap Jeol pada Pak Didit. Grace kali ini setuju, Pak Didit pun mengiyakan. Sebelum menaiki mobil Jeol, Grace berjalan menuju mobilnya terlebih dahulu guna mengambil tasnya. Setelah segala macam barang bawaannya sudah di tangannya, Grace menghampiri Jeol dan Pak Didit yang masih menunggu. "Bapak duluan Pak, biar kita ngiringin di belakang," ucap Grace sebelum masuk ke dalam mobil Jeol. Setelah mobil Pak Didit melaju, barulah Jeol juga ikut melajukan mobilnya tepat di belakang mobil Pak Didit. Sementara Jeol sibuk menyetir, Grace sendiri sibuk mengistirahatkan badan. "Capek, ya?" tanya Jeol yang diangguki Grace. "Aku boleh numpang tidur nggak, Kak?" tanya Grace dengan suara lelah dan bercampur ngantuk. Jeol menoleh kearah Graxe
"Ya biarin," jawab Grace tak acuh.Marvel hanya tersenyum kecil, ia tahu Grace hanya ingin dirinya istirahat, tapi ya mau bagaimana lagi, pekerjaannya masih ada sedikit lagi, dan ia pun baru selesai makan. Dengan Grace masih berada di gendongan depannya, Marvel kembali menuju sofa tempatnya bekerja tadi, ia duduk di sana dengan Grace yang juga ikut duduk di pangkuannya. Marvel mulai kembali bekerja, sementara Grace hanya bisa cemberut karena Marvel kembali berkutat pada laptopnya.Merasakan gerakan abstrak jemari Grace di punggungnya, Marvel membujuk, "sebentar ya, ini dikit lagi selesai."Setelahnya, ia kembali fokus pada laptopnya. Dua keluarga besar kini sudah berkumpul memenuhi meja makan Marvel, para orang tua sedang asik berbincang sambil menunggu masakan siap di sajikan. Sementara Bryan dan Gio asik berdebat mengenai ajang badminton yang memang sedang diadakan di Korea. Marvel? Marvel ya Marvel, ia hanya akan bersuara ketika di tanya, atau bahkan hanya mengangg