Marvel menatap punggung kekasihnya sembari menghela napas panjang.
'Labil kali,' batinnya.***Gadis berambut kecokelatan itu duduk di tepi ranjangnya. Napas panjang ia keluarkan dari hidung. Pusing sekali kepalanya. Hidupnya penuh drama. Baru 2 hari yang lalu ayah dan ibunya pergi dinas ke luar kota. Uthamie menjatuhkan tubuhnya di ranjang, menatap langit-langit sembari menerka. Akan seperti apakah hidupnya nanti? Di usianya yang sudah 30 tahun, seharusnya dia telah menikah dengan pujaan hatinya."Mama ... Papa ... aku capek dengan semua ini," rintihnya. Cairan bening mengalir dari kedua sudut matanya yang tertutup.BRAK!Uthamie tersentak saat pintu kamarnya dibuka dengan kasar. Seketika itu dia mengambil duduk, menatap pelakunya. Susah payah dia menelan salivanya melihat wanita di sana."Ma–""Kenapa kulihat Marvelku masih bermesraan dengan gadis ingusan itu, hah?!"Uthamie menggigil dibuatnya."Kau itu becus tidak, sih?!""Ah! Saya mesti menemui manajer personalia dulu. Nanti saya menyusul."Grace pun berjalan sendiri ke ruangan kekasihnya. Dia tarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. Gagang pintu itu pun dia genggam dan mendorong pintunya."Berjanjilah padaku!" Suara kekasihnya itu sampai di telinga Grace.Ia mengangkat wajahnya saat memastikan langkahnya benar melewati pintu. Namun, apa yang dilihatnya?PYARR!!Eratan tangan Grace terlepas. Bekal makanan itu jatuh. Termos kaca yang ikut dia bungkus bersama tempat makan itu menimbulkan suara gaduh. Mereka hancur kocar-kacir di bawah sana. Aliran air segera meluruh melewati pipinya saat dirinya menyaksikan kekasihnya mengecup wanita lain. Hatinya bagai disayat-sayat sebuah pisau tumpul dengan membabi-buta. Saat pria itu menoleh padanya, tatapan mereka bertemu. Grace dapat melihat shock di bola mata beriris cokelat gelap itu. Namun, sebelum pria itu melangkah, Grace sudah berlari keluar dari ruangan itu."Non&nd
PYAARR!!"AAA!!"Grace ditarik keluar dari jendela mobil."Lepas! LEPAS!!""LEPASKAN GRACE!!" pekik Kenzo yang sudah berlutut.Darah bersimbah di mana-mana. Mukanya bonyok, perutnya sobek, dan mungkin beberapa tulangnya patah. Grace shock melihat keadaan Kenzo."Ken?! KENZO!!"Pria yang menyeretnya tadi langsung membungkam mulut Grace. Ia membawa gadis itu masuk ke dalam mobil hitam. Grace berusaha menoleh ke belakang sambil mengerahkan seluruh tenaganya untuk melawan.PLAKK!!Sakit. Panas. Perih. Grace menangis sesenggukkan sambil memegangi pipinya. Tamparan itu sangat keras sampai ia hanya mendengar semuanya berdengung di telinganya. Grace masih berusaha menoleh ke belakang. Dia lihat Kenzo ditendang hingga tergeletak tak berdaya di atas aspal. Para pria itu pun memasuki mobil abu-abu dan mengikuti mobil yang membawanya. Kenzo tidak bisa berkutik lagi. Dia tak mampu melawan sedikitpun. Tubuhnya belum benar-benar pulih dari koma. Tapi, a
Grace meringkuk, melindungi perutnya."Kurang ajar ... KURANG AJAR KAU!! Kau bosan hidup, hah?"BUGH!Joayo kembali menendang punggung Grace. Rambutnya kembali dijambak, lalu kepalanya dibenturkan ke lantai. Pria gila itu kembali menendanginya."Bangun! BANGUN!!"Joayo menarik tubuh Grace agar bangun, lalu menyeretnya ke kamar mandi. Dia lempar tubuh ringkih wanita itu di bawah shower. Air panas dia guyurkan. Grace tetap meringkuk, menjaga perutnya. Setelah air panas, Joayo menggantinya menjadi air dingin. Dia juga membentur-benturkan kepala Arabella ke dinding kamar mandi."Sudah menyerah? Kau takut sekarang, hah?!"Grace menatap bola mata Joayo, lalu mengeluarkan smirk."PELACUR!!"Joayo kembali menyeretnya ke kamar dan melemparkannya ke lantai. Kaki pria itu menginjak kepala Grace, menendang punggungnya. Dia benar-benar marah atas sikap Grace."Dari tadi kau terus meringkuk. Apa kau melindungi perutmu? Sesuatu di dalam sana, hah?!
Marvel menunduk, menatap wajah kekasihnya yang menunjukkan raut penuh luka."Secepatnya. Maka dari itu, kamu harus cepat sembuh. Okay?"Grace mengangguk. Pria itu pun mengelus rambut dan punggungnya. Begitu terdengar dengkuran halus dan pundak naik turun teratur, Marvel melepaskan napas panjang nan beratnya. Keningnya mengernyit. Apa ini efeknya? Sejauh ini dia seperti orang normal. Tapi, bisa sehisteris ini dalam sekejab. Apa hal seperti ini akan terulang lagi di kemudian hari? Pikiran Marvel terus berlarian. Dia tatap wajah damai kekasihnya. Jempol besarnya mengelus pipi tirus berkulit pucat itu."Grace, Sayang. Cepatlah sembuh, hum? Aku mencintaimu."Marvel mengecup kening wanitanya sembari memejamkan kedua matanya.***Deru suara AC itu menjadi satu-satunya melodi yang mengiringi keheningan dua makhluk Tuhan berbeda gender itu. Wanita berbalut jas putih itu menelan ludah. Sedangkan pria berjaket kulit itu menunduk, keningnya mengerut."Dia tida
Hari ini, Marvel akan mengantar sang istri check-up ke rumah sakit. Pasangan itu membawa pernak-pernik yang harus dibawa termasuk hasil pemeriksaan terakhir kali. Setelahnya, mereka pun melaju menuju gedung yang berbau medis itu. Grace menghela napas panjang. Marvel yang menyadarinya segera menggenggam tangan sang kekasih. Grace tersenyum padanya. Begitu sampai di rumah sakit, Grace menjalani segala check. Setelah tekanan darah, suhu tubuh dan lain sebagainya dinyatakan normal, kini Grace berbaring di ranjang dengan baju khusus. Marvel berada di sampingnya sembari mengelus tangannya."Aku akan baik-baik saja," tukas wanita itu.Marvel mengangguk, lalu mengecup kening kekasihnya. Mereka pun pergi ke ruangan yang lain. Ranjang itu kemudian melaju membawa Grace memasuki sebuah tabung besar. Marvel melangkah, menuju komputer yang menampilkan gambar rumit. Dokter itu mengajak Grace berbicara lewat intercom. Sesekali Grace tertawa karena pertanyaan random dokter. Sekitar 30 meni
Grace menggeleng. Priyasha memanggil dan memberikan bangku di sampingnya. Marvel pun menggandeng kekasihnya untuk duduk di sana. Namu, wanita itu terus mencengkeram lengan Marvel dengan erat."Kamu jangan pergi," lirihnya."Aku tunggu sampai dosennya datang."Grace menggeleng."Aku ada rapat hari ini, Sayang. Jika ada apa-apa, bilang penanggung jawabmu atau langsung pada Vladyniel. Okay?"Grace terpaksa mengangguk.Beberapa menit Marvel menemani sang kekasihnya hingga dosen wanita itu masuk ke kelas. Pria itu lantas menjelaskan keadaan kekasihnya sebelum melenggang pergi. Priyasha segera meraih tangan Grace yang akan bergetar. Ia berikan senyum lembut sehingga Grace sedikit tenang."Iya. Saya juga dengar dari suami saya kalau Grace habis dirawat lama, ya?"Grace hanya mengangguk samar."Bahkan saya dengar kamu koma?"Semua orang menatap Grace serentak."Jangan menatap Grace seperti itu!" tukas Priyasha begitu cekatan saat menget
Azlan meraih botol air mineral dan meneguknya. Tenggorokannya sampai kering karena gelakan tawanya yang meledak. Vladyniel mengantre botol air minum Azlan. Sekretaris pribadi Marvel itu mengusap buliran air di sudut matanya."Kocak sekali Nona Grace. Terniat. Bagaimana bisa? Astaga!" tuturnya masih dengan tawa."Sudah puas tertawanya?""Memangnya Anda bertengkar apa sih, Sir? Sampai Nyonya rela membawa boneka pausnya dan memasukkan ke dalam tas hanya untuk menjadi pembatas." Vladyniel menyahut."Berisik!"Tawa kedua pria itu kembali meledak. Hampir tiga jam akhirnya mereka sampai di kediaman Ellezor. Mereka disambut dengan senyum lebar. Ternyata kedua orang tua Grace juga adik-adiknya ikut berkumpul. Grace langsung memeluk mereka satu per satu diikuti Marvel."Pakai kamarnya Uncle Roxas, ya?" tutur Ellezor."Azlan dan Vladyniel ke kamar satunya.""Baik, Nyonya," tutur Azlan dan Vladyniel serempak."Grace tata baju dulu ya, Nek?"Elle
Marvel menatap jarinya dengan mata yang enggan terbuka. Kemudian dia berikan jarinya kepada sang wanita untuk diurus. Dia kembali memejamkan mata. Grace tertawa kecil. Setelah sedikit berpikir, akhirnya ia memilih plester motif hati dililiti di jari kekasihnya."Cepat sembuh, My Prince. Meski hanya luka gores sedikit, kamu gak boleh sakit," tutur Grace.Perempuan mengembalikan kotak itu di tempatnya, lalu berbaring di ranjang. Dia sedikit tersentak saat tiba-tiba prianya bergulir dan memeluknya erat. Bahkan kepala pria itu mengendus-endus wajahnya."Sayang ... i love you."Grace mengamati wajah kekasihnya yang tak sadar itu. Bahkan saat mengatakannya, entah di mana jiwa Marvel. Sebenarnya Grace bahagia kekasihnya menggumamkan dirinya bahkan saat tidur. Bukankah itu pertanda jika Marvel memang memikirkannya saja? Tapi ....***Kebahagiaan yang dirasakannya tiada tara. Semua orang yang disayanginya baik-baik saja. Apalagi kesehatan sang istri yang terus m
"Sekarang buka gerbangnya, kalian bisa memastikannya saat aku sudah pergi," ujar Nantsu menatap sinis pada pengawal.Pengawal itu berpikir keras, mungkin saja itu benar. Nantsu adalah salah satu orang kepercayaan tuannya, jadi tidak mungkin dia berbohong."Baiklah, tetapi cepatlah kembali!" pengawal kemudian membuka gerbangnya.Tanpa mengacuhkan pengawal tersebut, Nantsu kemudian mengemudikan mobilnya dengan sangat kencang. Nantsu tersenyum puas dan sangat lega, karena semua rencananya berjalan dengan lancar. Sesekali dia melihat ke belakang dan melihat Grace yang masih tidak sadarkan diri di sana."Sebentar lagi Sayang, sebentar lagi!" Nantsu berujar dengan smirknya yang licik.2 jam lamanya Nantsu mengemudikan mobilnya, dia ha
Kemudian dia segera mencari kamar Marvel, dan ketika dia membuka pintu kamarnya dia tersenyum senang melihat Grace di sana. Akhirnya tujuannya akan tercapai yaitu merebut Grace dari Marvel dan membawanya pergi. Nantsu masuk dan menutup pintunya kembali. Terlihat seorang gadis sedang terlelap tidur di atas ranjang.'Oh, jika saja aku sedang tidak terburu-buru, akan aku pastikan kita akan bercinta saat ini juga,' batin Nantsu melongo menatap keindahan tubuh Grace meskipun dari belakang.Nantsu berjalan mendekat ke arah Grace dan duduk di sampingnya. Perlahan Nantsu membelai lembut pipi Grace membuat Grace terganggu dan mengerjap membuka matanya. Seketika Grace membuka matanya lebar dan menjauhi Nantsu."Apa yang kau lakukan?! Bagaimana bisa kau sampai di sini?! Untuk apa kau kemari?!!" bentak Nantsu merasa terkejut akan keberadaan Nantsu di kamar Marvel."Waktu kita tidak lama, pergilah bersamaku
"Ah tidak, aku akan menerimanya. Tapi aku tidak akan memakainya, bagaimana jika tergores, bagaimana jika hilang dan bagaimana jika kalung ini diambil orang. Aku akan menyimpannya, dan akan aku pakai lain kali di acara penting saja," lanjut Grace merasa sayang dengan kalung itu."Terserah padamu saja!" Marvel kembali memasukkan kalung itu pada kotak beludru itu dan menyerahkannya pada Grace.Grace menerima kotak itu dan menatap mata Marvel begitu dalam. Lalu dengan tiba-tiba dia berdiri dan meraih tengkuk Marvel Menciumnya dengan penuh kelembutan, memainkan lidah Marvel dan menyesapnya dalam. Marvel terkejut tetapi sangat menikmati ciuman ini, dia terkejut dengan ciuman Grace. Rasanya masih tidak percaya jika saat ini Grace sedang menciumnya. Grace melepas ciumannya dengan nafas yang masih tersenggal-senggal dan dengan cepat dia berlari ke kamar mandi menahan malu. Grace merutuki kebodohannya sendiri yang dengan tiba-tiba mencium Marvel.
Grace hanya diam dan kembali mengeratkan selimut untuk menutupi tubuhnya. Marvel berdiri dari duduknya dan mengambil sebuah buket bunga dan kotak beludru biru yang cukup mewah. Entah apa isinya tetapi Grace bisa menebak bahwa isinya pasti sebuah kalung atau perhiasan lainnya."Pilihlah salah satu, ini hadiah untukmu!" Marvel menyodorkan buket bunga sederhana di tangan kanannya yang menurut Grace itu benar-benar payah, karena bunga itu cukup berantakan dan dapat Grace tebak jika bunga itu dipetik dari kebun belakang, sementara kotak beludru biru di tangan kirinya."Hadiah? Untuk apa?" Grace menatap Davian bingung. Hari ini bukan hari ulang tahunnya lalu mengapa Marvel repot memberinya hadiah, Grace menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Untuk semalam."Grace yang semula menunduk kemudian menatap mata Davian. Ingatannya kembali kepada kejadian semalam, saat dirinya dengan paksa harus mengulum junior Marvel. Oh, sun
Marvel berjalan memasuki mobilnya dan berlalu pergi ke kantor meninggalkan mansion mewahnya. Setelah melihat mobil Marvel pergi, Grace bergegas masuk. Grace mulai menjalankan semua aktivitas paginya, tanpa tahu seseorang sedang mengawasinya dari jauh. Hari berlalu begitu cepat, jam menunjukkan pukul 7 malam. Dan benar saja, Marvel mengirimkan seseorang untuk meriasnya. Grace bingung dibuatnya, pasalnya dia tidak tahu alasan dibalik ini. Dia hanya bisa Grace semua perintah Marvel. Satu jam kemudian Grace sudah siap. Grace berdiri di depan cermin dan memandangi dirinya, dia menelan ludahnya sendiri.'Ke mana dia akan mengajakku pergi, mengapa aku harus memakai gaun terbuka seperti ini,' batin Grace menghela napasnya.Grace berjengit kaget ketika tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. Marvel memeluk erat Grace dari belakang dan mendaratkan ciuman di leher jenjang Grace, kemudian menumpukkan dagunya di bahu Grace.
Jeol berhenti di tepi jalan yang sepi setelah tadi usai kebut-kebutan di jalanan. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri dan berulang kali menghantam kemudinya dengan keningnya."Bego lo Jeol! Gila! Sinting!" maki Jeol pada dirinya sendiri."Dia Grace, istri Marvel, sahabat lo!" teriaknya yang tentu di tujukanpada dirinya sendiri."Jeol gila!" Lagi, Jeol kembali menghantam kemudi dengan keningnya sendiri."Kak ... jangan nyakitin diri sendiri." Sebuah suara halus, lembut dan begitu ia kenali membuat Jeol cepat-cepat mengangkat kepalanya, menatap kursi di sebelahnya yang semula kosong namun kini sudah terisi dengan objek kegilaannya tadi. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri guna menghilangkan sosok Grace di sampingnya."Pergi Grace! Pergi!" teriak Jeol frustasi.Setelah bermenit-menit kemudian, baru Jeol berani membuka mata, di tatapnya kursi sebelahnya yang kini telah kosong seperti semula. Jeol lelah, ia menyandarkan punggung dan kepalan
la kembali ikut tertawa begitu melihat Bryan dikerjai oleh ayahnya, tawa kosong, tawa yang diam-diam di penuhi rasa iri hingga membuat matanya di isi buliran air yang siap jatuh kapan saja. Marvel yang sedari tadi memperhatikan istrinya, kini sedikit bergerak merapatkan kursinya agar lebih dekat pada istrinya. la genggam jemari Grace yang di letakkan di paha lalu membawanya ke pahanya sendiri. Begitu Grace mengalihkan tatapan ke arahnya, Marvel makin mengeratkan genggaman tangannya, ia berikan tatapan seteduh mungkin, sehangat yang ia bisa untuk menyalurkan rasa hangat pada istrinya. Grace tersenyum kecil, matanya yang sedikit memerah jadi menyipit kala bibirnya tertarik ke atas. "Mau nambah?" tanya Grace sebisa mungkin meredam rasa sesaknya. Marvel menggeleng, ia malah meletakkan sendoknya dan beralih mengusap pelan pipi Grace. "I'm here," bisik Marvel pelan, Grace mengangguk dengan mata memerahnya yang cepat-cepat ia usap dengan gerakan seolah mengusap hidungnya.
"Terus nanti kalau mogok lagi, Bapak gimana?" tanya Grace. "Gini ajalah, kebetulan di depan sana sekitaran beberapa meter lagi ada pom bensin. Bapak berhenti di situ, nanti saya carikan tukang bengkel yang bisa jemput Bapak," ucap Jeol pada Pak Didit. Grace kali ini setuju, Pak Didit pun mengiyakan. Sebelum menaiki mobil Jeol, Grace berjalan menuju mobilnya terlebih dahulu guna mengambil tasnya. Setelah segala macam barang bawaannya sudah di tangannya, Grace menghampiri Jeol dan Pak Didit yang masih menunggu. "Bapak duluan Pak, biar kita ngiringin di belakang," ucap Grace sebelum masuk ke dalam mobil Jeol. Setelah mobil Pak Didit melaju, barulah Jeol juga ikut melajukan mobilnya tepat di belakang mobil Pak Didit. Sementara Jeol sibuk menyetir, Grace sendiri sibuk mengistirahatkan badan. "Capek, ya?" tanya Jeol yang diangguki Grace. "Aku boleh numpang tidur nggak, Kak?" tanya Grace dengan suara lelah dan bercampur ngantuk. Jeol menoleh kearah Graxe
"Ya biarin," jawab Grace tak acuh.Marvel hanya tersenyum kecil, ia tahu Grace hanya ingin dirinya istirahat, tapi ya mau bagaimana lagi, pekerjaannya masih ada sedikit lagi, dan ia pun baru selesai makan. Dengan Grace masih berada di gendongan depannya, Marvel kembali menuju sofa tempatnya bekerja tadi, ia duduk di sana dengan Grace yang juga ikut duduk di pangkuannya. Marvel mulai kembali bekerja, sementara Grace hanya bisa cemberut karena Marvel kembali berkutat pada laptopnya.Merasakan gerakan abstrak jemari Grace di punggungnya, Marvel membujuk, "sebentar ya, ini dikit lagi selesai."Setelahnya, ia kembali fokus pada laptopnya. Dua keluarga besar kini sudah berkumpul memenuhi meja makan Marvel, para orang tua sedang asik berbincang sambil menunggu masakan siap di sajikan. Sementara Bryan dan Gio asik berdebat mengenai ajang badminton yang memang sedang diadakan di Korea. Marvel? Marvel ya Marvel, ia hanya akan bersuara ketika di tanya, atau bahkan hanya mengangg