"Nggak tahu, aku pengen soalnya." Marvel berucap dengan raut wajah polos.
Grace terkekeh melihatnya, "Kakak itu salah makan palingan. Sekarang masih mual?" tanya Grace lembut, tangannya menatarambut depan Marvel yang tak lagi rapi."Nggak pas deket sama kamu, tadi padahal nahan banget biar nggak muntah.""Ya udah, nanti aku ambilin obat. Sekarang, mandi sana," titah Grace lembut."Mandiin," bujuk Grace dengan wajah melasnya."No-no, aku udah mandi, nanti basah lagi." Grace menggeleng, ia berdiri, melepas paksa pelukan Marvel dan berjalan ke arah lemari.Marvel merengut, dengan lemas ia berdiri tegak, dengan langkah loyo ia menuju kamar mandinya. Mendengar suara pintu di tutup, Grace terkikik sendiri. la membuka lemari bagian bawah, dengan sebelah tangan ia mencari pakaian dalam Marvel karena tangannya yang sebelah lagi memegang pakaian yang akan Marvel pakai.Huek! Huek!Grace menoleh kaget kearah kamar mandi, Marvel muntah? Dengan berlaMarvel mengusap tengkuknya mendengar kefrustasian Grace, "jadi, boleh nggak?" Marvel bertanya penuh harap.Grace menghela napas berulang kali, "nggak! Lagian buat apa penthouse? Aku nggak suka Kakak beli apa-apa yang nggak digunain dan ujung-ujungnya dianggurin," final Grace, Marvel tertunduk kecewa."Kan bisa kita sewain Yang," bujuk Marvel tetep kekeuh.Grace menggeleng, "eng-gak," tekannya penuh peringatan.Marvel benar-benar ingin memiliki penthouse tersebut, benar-benar ingin. Dan dalam diamnya kini, Marvel tengah melafalkan kata maaf berulang kali untuk istrinya. Untuk kali ini saja, Marvel berbohong pada Grace. Sedari di kantor dia memang sudah menyusun rencana, jika nanti Grace melarang, maka Marvel akan diam-diam membelinya."Udah, sekarang minum jamunya." Grace mengambilkan jamu yang sedari tadi di diamkan, ia memberikannya pada Marvel.Marvel menerimanya, meminum jamu tersebut dengan cepat hingga tandas. la bahkan menahan napas agar tak
Grace hanya bisa geleng kepala, serius deh, suaminya itu tampilannya sudah keren lagaknya bos-bos besar mafia. Tapi sekalinya didekati, bau parfumnya feminim sekali."Terserah Kakak lah, awas tangannya." Grace menepis pelan tangan Marvel dari resleting celana bahan hitam tersebut. la jongkok, mulaibberusaha menaikkan resleting celana yang memang sulit untuk dinaikkan."Ganti aja deh Kak, celananya." Grace mendongak, mulai kesal karenabresletingnya nyangkut."Nggak mau Sayang, ayo dong, pasti bisa!" Marvel menyemangati, Grace mendengkus mendengarnya.Dengan geram dan penuh tenaga Grace kembali menarik resletingbcelana Marvel. Dan tahu ujungnya apa? Resleting celana itu rusak, terlepas bebas dari tempatnya."Yang ..." Marvel memandang Grace dengan wajah kagetnya.Grace mendengkus, "dahlah, emang waktunya diasingkan ini celana," gerutu Grace yang kembali berdiri tegak."Tapi-tapi-""Sttt." Kalimat Marvel, Grace berhenti dengan cara meletakkan t
"Gio!" panggil Marvel setelah di bukakan pagar oleh satpam rumah Gio.Gio mendongak, game di ponselnya ia pause begitu mendengar Marvel memanggilnya."Kenapa Bang?" Gio berjalan menghampiri Marvel."Buah belimbing itu kamu jual nggak?" tanya Marvel bermaksud membeli buahan yang tertanam di pekarangan rumah.Jeol menggeleng, "nggak, tapi kalau Abang mau ambil aja, nggak usah pakai beli-beli."Marvel mengangguk, Gio bertanya, "Abang mau? Kalau mau aku suruh Pak Burhan buat ngambilin.""Hum, saya mau. Nggak usah banyak-banyak," ucap Marvel dengan anggukan kepalanya."Pak Burhan!" Gio memanggil, satpam rumah Gio yang bernama Pak Burhan itu menghampiri."Kenapa Den?""Tolong ambilin buah belimbing buat Bang Marvel," pinta Gio yang langsung diangguki Burhan."Mangganya yang muda Pak," ucap Marvel.la ingat tadi Jeol membelikannya buah mangga yang sudah matang."Siap!" Pak Burhan memberikan hormat, langsung menjalankan perintah da
Marvel telentang, matanya yang masih sayu menatap Grace lekat, "kan aku yang kerja, Sayang," ucap Marvel beralih merapat pada Grace dan memeluk pinggangnya.Grace cemberut, ya, ya, ya, Marvel itu tiap malam ya kerja, kerja yang membuatnya ikut lelah. Grace melepaskan pelukan Marvel secara paksa, ia berdiri, menatap balik Marvel yang memandanginya tak rela."Kalau sampai aku keluar kamar mandi dan Kakak belum juga bangun dari kasur, awas aja deket-deket aku," ancam Grace sebelum melenggang pergi menuju kamar mandi untuk menyiapkan air mandi Marvel.Marvel langsung melotot, dengan gerakan kaget ia mendudukkan diri, "serem banget ancamannya," lirih Marvel masih setengah mengantuk.Baru saja menurunkan kaki, netra Marvel teralih fokuskan oleh ponsel Grace yang berdering di atas nakas. Mengambil ponsel tersebut, Marvel membaca nama pengirim pesan yang tertera.Eragon?Alis Marvel mengerut, ia tak mengenali nama ini. Di bukanya chat yang menggantung di laya
"Ini kenapa, Sayang?" tanya Marvel tanpa menjauhkan posisinya, ibu jarinya menyentuh goresan kecil berwarna merah tersebut dengan pelan."Hah? Apa?" Grace bingung, ia ikut meraba tempat di mana Marvel memegangnya lalu berkaca dengan kamera di ponselnya.Grace mengernyit, ia baru menyadari jika di bawah matanya terdapat goresan seperti ini"Nggak tahu," jawab Grace masih sibuk memperhatikan goresan kecil tersebut."Masa nggak tahu?" heran Marvel.Grace teringat, "oh! Ini kayaknya kena gantungan tas Nana deh, soalnya aku tadi sempet rebahin kepala pakai tas Nana buat alasnya. Terus, karena kaget dosen masuk, aku cepet-cepet bangun, sempet ngerasa perih tapi lupa buat ngecek," jawab Grace yang membuat Marvel berdecak."Lain kali jangan ceroboh, bisa 'kan? Suka banget sih bikin khawatir. Mana di dekat mata lagi, untung nggak kena matanya," omel Marvel sambil mengelusi luka kecil Grace yang tak seberapa. Di tiupnya goresan kecil tersebut lalu di labuhkanny
Grace paling suka bersantai di taman samping kolam renang yang baru-baru ini di buat, dilengkapi dengan ayunan gantung dan lampu-lampu indah, suasana malam benar-benar terasa jauh lebih indah. Di tambah lagi berbagai macam cemilan sambil membaca buku, apalagi suasana hening yang mendamaikan, rasanya benar-benar sempurna. Dan lebih sempurna lagi saat ia mendapati Marvel datang menghampirinya. "Aku cari di mana-mana ternyata di sini," ucap Marvel dengan langkah besar menghampiri istrinya. Grace menutup bukunya dengan ibu jari yang menyelinap di antara lembaran buku yang ia baca. "Baru pulang?" tanya Grace dengan pandangan menatap suaminya yang masih mengenakan kantornya. Marvel mencium kening Grace sebentar sebelum menjawab pertanyaan istrinya, "iya, tadi mampir dulu ke rumah Pak Fomba." Dahi Graxe mengerut, "ngapain?" tanyanya bingung, ia tambah bingung lagi saat Bara mengangkatnya dari ayunan dan menurunkannya. Marvel mengambil alih posisi membaringkan
"Kakak lagi ngidam atau apa, sih?" tanya Grace frustasi, kalimat itu keluar begitu saja dari mulutnya tanpa pikir panjang.Hening, setelah mengeluarkan kalimat tersebut Grace tiba-tiba saja terdiam begitu pula Marvel. Keduanya membisu, saling menyelami pikiran masing-masing dengan saling bertatapan. Keduanya sama-sama mulai mengingat keanehan-keanehan yang terjadi beberapa Minggu terakhir. Sama-sama mencari kepingan ingatan di mana Marvel yang suka tiba-tiba mual, tiba-tiba meminta ini itu, lalu Nara yang sering kelelahan berlebihan, mengantuk berlebihan dan sebagainya."Kak ..." panggil Grace pelan, setelah tadi hampir tiga menit sama-sama terdiam.Marvel memandang Grace dengan tatapan yang sulit di jabarkan, menanti kalimat berikutnya dari istrinya."Aku udah telat tiga mingguan," ucap Grace pelan, lirih dan penuh ketegangan.Tanpa tunggu semenit dua menit, setelah mendengar kalimat Grace, Marvel langsung saja turun dari ranjang. Meninggalkan Grace yang te
Ada ketakutan yang ia rasakan begitu dirinya bertanya hal tersebut pada istrinya. Pelan-pelan Grace menghentikan sesenggukannya, setelah sedikit mereda, Grace kemudian menggeleng."U-udah siap, tap-tapi ..." Grace berhenti bicara hanya untuk menormalkan napasnya."Tapi apa, hum?" Marvel dengan sabar menunggu, perasaannya lega begitu mendengar istrinya membantah pertanyaannya."Tap-tapi, aku belum berkesempatan lagi buat dititipkan di ..." Grace kembali menangis begitu menyelesaikan kalimatnya.Marvel tertawa, air matanya ikut jatuh dan ia cepat-cepat menghapusnya. Kenapa istrinya begitu menggemaskan sih, di saat-saat seperti ini. Marvel sempat dilanda ketakutan tadi itu, dan ternyata tangis yang membuat Marvel ketar-ketir sendiri hanya karena hal itu."Kakak langsung ke kantor?" tanya Grace di sela langkahnya.Marvel tak langsung menjawab, ia melihat jam yang melingkar di tangannya terlebih dahulu. Sudah pukul sebelas, Marvel rasa membawa Grace mencar
"Sekarang buka gerbangnya, kalian bisa memastikannya saat aku sudah pergi," ujar Nantsu menatap sinis pada pengawal.Pengawal itu berpikir keras, mungkin saja itu benar. Nantsu adalah salah satu orang kepercayaan tuannya, jadi tidak mungkin dia berbohong."Baiklah, tetapi cepatlah kembali!" pengawal kemudian membuka gerbangnya.Tanpa mengacuhkan pengawal tersebut, Nantsu kemudian mengemudikan mobilnya dengan sangat kencang. Nantsu tersenyum puas dan sangat lega, karena semua rencananya berjalan dengan lancar. Sesekali dia melihat ke belakang dan melihat Grace yang masih tidak sadarkan diri di sana."Sebentar lagi Sayang, sebentar lagi!" Nantsu berujar dengan smirknya yang licik.2 jam lamanya Nantsu mengemudikan mobilnya, dia ha
Kemudian dia segera mencari kamar Marvel, dan ketika dia membuka pintu kamarnya dia tersenyum senang melihat Grace di sana. Akhirnya tujuannya akan tercapai yaitu merebut Grace dari Marvel dan membawanya pergi. Nantsu masuk dan menutup pintunya kembali. Terlihat seorang gadis sedang terlelap tidur di atas ranjang.'Oh, jika saja aku sedang tidak terburu-buru, akan aku pastikan kita akan bercinta saat ini juga,' batin Nantsu melongo menatap keindahan tubuh Grace meskipun dari belakang.Nantsu berjalan mendekat ke arah Grace dan duduk di sampingnya. Perlahan Nantsu membelai lembut pipi Grace membuat Grace terganggu dan mengerjap membuka matanya. Seketika Grace membuka matanya lebar dan menjauhi Nantsu."Apa yang kau lakukan?! Bagaimana bisa kau sampai di sini?! Untuk apa kau kemari?!!" bentak Nantsu merasa terkejut akan keberadaan Nantsu di kamar Marvel."Waktu kita tidak lama, pergilah bersamaku
"Ah tidak, aku akan menerimanya. Tapi aku tidak akan memakainya, bagaimana jika tergores, bagaimana jika hilang dan bagaimana jika kalung ini diambil orang. Aku akan menyimpannya, dan akan aku pakai lain kali di acara penting saja," lanjut Grace merasa sayang dengan kalung itu."Terserah padamu saja!" Marvel kembali memasukkan kalung itu pada kotak beludru itu dan menyerahkannya pada Grace.Grace menerima kotak itu dan menatap mata Marvel begitu dalam. Lalu dengan tiba-tiba dia berdiri dan meraih tengkuk Marvel Menciumnya dengan penuh kelembutan, memainkan lidah Marvel dan menyesapnya dalam. Marvel terkejut tetapi sangat menikmati ciuman ini, dia terkejut dengan ciuman Grace. Rasanya masih tidak percaya jika saat ini Grace sedang menciumnya. Grace melepas ciumannya dengan nafas yang masih tersenggal-senggal dan dengan cepat dia berlari ke kamar mandi menahan malu. Grace merutuki kebodohannya sendiri yang dengan tiba-tiba mencium Marvel.
Grace hanya diam dan kembali mengeratkan selimut untuk menutupi tubuhnya. Marvel berdiri dari duduknya dan mengambil sebuah buket bunga dan kotak beludru biru yang cukup mewah. Entah apa isinya tetapi Grace bisa menebak bahwa isinya pasti sebuah kalung atau perhiasan lainnya."Pilihlah salah satu, ini hadiah untukmu!" Marvel menyodorkan buket bunga sederhana di tangan kanannya yang menurut Grace itu benar-benar payah, karena bunga itu cukup berantakan dan dapat Grace tebak jika bunga itu dipetik dari kebun belakang, sementara kotak beludru biru di tangan kirinya."Hadiah? Untuk apa?" Grace menatap Davian bingung. Hari ini bukan hari ulang tahunnya lalu mengapa Marvel repot memberinya hadiah, Grace menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Untuk semalam."Grace yang semula menunduk kemudian menatap mata Davian. Ingatannya kembali kepada kejadian semalam, saat dirinya dengan paksa harus mengulum junior Marvel. Oh, sun
Marvel berjalan memasuki mobilnya dan berlalu pergi ke kantor meninggalkan mansion mewahnya. Setelah melihat mobil Marvel pergi, Grace bergegas masuk. Grace mulai menjalankan semua aktivitas paginya, tanpa tahu seseorang sedang mengawasinya dari jauh. Hari berlalu begitu cepat, jam menunjukkan pukul 7 malam. Dan benar saja, Marvel mengirimkan seseorang untuk meriasnya. Grace bingung dibuatnya, pasalnya dia tidak tahu alasan dibalik ini. Dia hanya bisa Grace semua perintah Marvel. Satu jam kemudian Grace sudah siap. Grace berdiri di depan cermin dan memandangi dirinya, dia menelan ludahnya sendiri.'Ke mana dia akan mengajakku pergi, mengapa aku harus memakai gaun terbuka seperti ini,' batin Grace menghela napasnya.Grace berjengit kaget ketika tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. Marvel memeluk erat Grace dari belakang dan mendaratkan ciuman di leher jenjang Grace, kemudian menumpukkan dagunya di bahu Grace.
Jeol berhenti di tepi jalan yang sepi setelah tadi usai kebut-kebutan di jalanan. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri dan berulang kali menghantam kemudinya dengan keningnya."Bego lo Jeol! Gila! Sinting!" maki Jeol pada dirinya sendiri."Dia Grace, istri Marvel, sahabat lo!" teriaknya yang tentu di tujukanpada dirinya sendiri."Jeol gila!" Lagi, Jeol kembali menghantam kemudi dengan keningnya sendiri."Kak ... jangan nyakitin diri sendiri." Sebuah suara halus, lembut dan begitu ia kenali membuat Jeol cepat-cepat mengangkat kepalanya, menatap kursi di sebelahnya yang semula kosong namun kini sudah terisi dengan objek kegilaannya tadi. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri guna menghilangkan sosok Grace di sampingnya."Pergi Grace! Pergi!" teriak Jeol frustasi.Setelah bermenit-menit kemudian, baru Jeol berani membuka mata, di tatapnya kursi sebelahnya yang kini telah kosong seperti semula. Jeol lelah, ia menyandarkan punggung dan kepalan
la kembali ikut tertawa begitu melihat Bryan dikerjai oleh ayahnya, tawa kosong, tawa yang diam-diam di penuhi rasa iri hingga membuat matanya di isi buliran air yang siap jatuh kapan saja. Marvel yang sedari tadi memperhatikan istrinya, kini sedikit bergerak merapatkan kursinya agar lebih dekat pada istrinya. la genggam jemari Grace yang di letakkan di paha lalu membawanya ke pahanya sendiri. Begitu Grace mengalihkan tatapan ke arahnya, Marvel makin mengeratkan genggaman tangannya, ia berikan tatapan seteduh mungkin, sehangat yang ia bisa untuk menyalurkan rasa hangat pada istrinya. Grace tersenyum kecil, matanya yang sedikit memerah jadi menyipit kala bibirnya tertarik ke atas. "Mau nambah?" tanya Grace sebisa mungkin meredam rasa sesaknya. Marvel menggeleng, ia malah meletakkan sendoknya dan beralih mengusap pelan pipi Grace. "I'm here," bisik Marvel pelan, Grace mengangguk dengan mata memerahnya yang cepat-cepat ia usap dengan gerakan seolah mengusap hidungnya.
"Terus nanti kalau mogok lagi, Bapak gimana?" tanya Grace. "Gini ajalah, kebetulan di depan sana sekitaran beberapa meter lagi ada pom bensin. Bapak berhenti di situ, nanti saya carikan tukang bengkel yang bisa jemput Bapak," ucap Jeol pada Pak Didit. Grace kali ini setuju, Pak Didit pun mengiyakan. Sebelum menaiki mobil Jeol, Grace berjalan menuju mobilnya terlebih dahulu guna mengambil tasnya. Setelah segala macam barang bawaannya sudah di tangannya, Grace menghampiri Jeol dan Pak Didit yang masih menunggu. "Bapak duluan Pak, biar kita ngiringin di belakang," ucap Grace sebelum masuk ke dalam mobil Jeol. Setelah mobil Pak Didit melaju, barulah Jeol juga ikut melajukan mobilnya tepat di belakang mobil Pak Didit. Sementara Jeol sibuk menyetir, Grace sendiri sibuk mengistirahatkan badan. "Capek, ya?" tanya Jeol yang diangguki Grace. "Aku boleh numpang tidur nggak, Kak?" tanya Grace dengan suara lelah dan bercampur ngantuk. Jeol menoleh kearah Graxe
"Ya biarin," jawab Grace tak acuh.Marvel hanya tersenyum kecil, ia tahu Grace hanya ingin dirinya istirahat, tapi ya mau bagaimana lagi, pekerjaannya masih ada sedikit lagi, dan ia pun baru selesai makan. Dengan Grace masih berada di gendongan depannya, Marvel kembali menuju sofa tempatnya bekerja tadi, ia duduk di sana dengan Grace yang juga ikut duduk di pangkuannya. Marvel mulai kembali bekerja, sementara Grace hanya bisa cemberut karena Marvel kembali berkutat pada laptopnya.Merasakan gerakan abstrak jemari Grace di punggungnya, Marvel membujuk, "sebentar ya, ini dikit lagi selesai."Setelahnya, ia kembali fokus pada laptopnya. Dua keluarga besar kini sudah berkumpul memenuhi meja makan Marvel, para orang tua sedang asik berbincang sambil menunggu masakan siap di sajikan. Sementara Bryan dan Gio asik berdebat mengenai ajang badminton yang memang sedang diadakan di Korea. Marvel? Marvel ya Marvel, ia hanya akan bersuara ketika di tanya, atau bahkan hanya mengangg