Marvel telentang, matanya yang masih sayu menatap Grace lekat, "kan aku yang kerja, Sayang," ucap Marvel beralih merapat pada Grace dan memeluk pinggangnya.
Grace cemberut, ya, ya, ya, Marvel itu tiap malam ya kerja, kerja yang membuatnya ikut lelah. Grace melepaskan pelukan Marvel secara paksa, ia berdiri, menatap balik Marvel yang memandanginya tak rela."Kalau sampai aku keluar kamar mandi dan Kakak belum juga bangun dari kasur, awas aja deket-deket aku," ancam Grace sebelum melenggang pergi menuju kamar mandi untuk menyiapkan air mandi Marvel.Marvel langsung melotot, dengan gerakan kaget ia mendudukkan diri, "serem banget ancamannya," lirih Marvel masih setengah mengantuk.Baru saja menurunkan kaki, netra Marvel teralih fokuskan oleh ponsel Grace yang berdering di atas nakas. Mengambil ponsel tersebut, Marvel membaca nama pengirim pesan yang tertera.
Eragon?Alis Marvel mengerut, ia tak mengenali nama ini. Di bukanya chat yang menggantung di laya"Ini kenapa, Sayang?" tanya Marvel tanpa menjauhkan posisinya, ibu jarinya menyentuh goresan kecil berwarna merah tersebut dengan pelan."Hah? Apa?" Grace bingung, ia ikut meraba tempat di mana Marvel memegangnya lalu berkaca dengan kamera di ponselnya.Grace mengernyit, ia baru menyadari jika di bawah matanya terdapat goresan seperti ini"Nggak tahu," jawab Grace masih sibuk memperhatikan goresan kecil tersebut."Masa nggak tahu?" heran Marvel.Grace teringat, "oh! Ini kayaknya kena gantungan tas Nana deh, soalnya aku tadi sempet rebahin kepala pakai tas Nana buat alasnya. Terus, karena kaget dosen masuk, aku cepet-cepet bangun, sempet ngerasa perih tapi lupa buat ngecek," jawab Grace yang membuat Marvel berdecak."Lain kali jangan ceroboh, bisa 'kan? Suka banget sih bikin khawatir. Mana di dekat mata lagi, untung nggak kena matanya," omel Marvel sambil mengelusi luka kecil Grace yang tak seberapa. Di tiupnya goresan kecil tersebut lalu di labuhkanny
Grace paling suka bersantai di taman samping kolam renang yang baru-baru ini di buat, dilengkapi dengan ayunan gantung dan lampu-lampu indah, suasana malam benar-benar terasa jauh lebih indah. Di tambah lagi berbagai macam cemilan sambil membaca buku, apalagi suasana hening yang mendamaikan, rasanya benar-benar sempurna. Dan lebih sempurna lagi saat ia mendapati Marvel datang menghampirinya. "Aku cari di mana-mana ternyata di sini," ucap Marvel dengan langkah besar menghampiri istrinya. Grace menutup bukunya dengan ibu jari yang menyelinap di antara lembaran buku yang ia baca. "Baru pulang?" tanya Grace dengan pandangan menatap suaminya yang masih mengenakan kantornya. Marvel mencium kening Grace sebentar sebelum menjawab pertanyaan istrinya, "iya, tadi mampir dulu ke rumah Pak Fomba." Dahi Graxe mengerut, "ngapain?" tanyanya bingung, ia tambah bingung lagi saat Bara mengangkatnya dari ayunan dan menurunkannya. Marvel mengambil alih posisi membaringkan
"Kakak lagi ngidam atau apa, sih?" tanya Grace frustasi, kalimat itu keluar begitu saja dari mulutnya tanpa pikir panjang.Hening, setelah mengeluarkan kalimat tersebut Grace tiba-tiba saja terdiam begitu pula Marvel. Keduanya membisu, saling menyelami pikiran masing-masing dengan saling bertatapan. Keduanya sama-sama mulai mengingat keanehan-keanehan yang terjadi beberapa Minggu terakhir. Sama-sama mencari kepingan ingatan di mana Marvel yang suka tiba-tiba mual, tiba-tiba meminta ini itu, lalu Nara yang sering kelelahan berlebihan, mengantuk berlebihan dan sebagainya."Kak ..." panggil Grace pelan, setelah tadi hampir tiga menit sama-sama terdiam.Marvel memandang Grace dengan tatapan yang sulit di jabarkan, menanti kalimat berikutnya dari istrinya."Aku udah telat tiga mingguan," ucap Grace pelan, lirih dan penuh ketegangan.Tanpa tunggu semenit dua menit, setelah mendengar kalimat Grace, Marvel langsung saja turun dari ranjang. Meninggalkan Grace yang te
Ada ketakutan yang ia rasakan begitu dirinya bertanya hal tersebut pada istrinya. Pelan-pelan Grace menghentikan sesenggukannya, setelah sedikit mereda, Grace kemudian menggeleng."U-udah siap, tap-tapi ..." Grace berhenti bicara hanya untuk menormalkan napasnya."Tapi apa, hum?" Marvel dengan sabar menunggu, perasaannya lega begitu mendengar istrinya membantah pertanyaannya."Tap-tapi, aku belum berkesempatan lagi buat dititipkan di ..." Grace kembali menangis begitu menyelesaikan kalimatnya.Marvel tertawa, air matanya ikut jatuh dan ia cepat-cepat menghapusnya. Kenapa istrinya begitu menggemaskan sih, di saat-saat seperti ini. Marvel sempat dilanda ketakutan tadi itu, dan ternyata tangis yang membuat Marvel ketar-ketir sendiri hanya karena hal itu."Kakak langsung ke kantor?" tanya Grace di sela langkahnya.Marvel tak langsung menjawab, ia melihat jam yang melingkar di tangannya terlebih dahulu. Sudah pukul sebelas, Marvel rasa membawa Grace mencar
Marvel terkekeh, kali ini ia memiringkan kepala agar bisa mencium pipi Grace yang semakin bulat. Belum apa-apa saja pipi Grace sudah makin gede, bagaimana jika nanti ia hamil besar, Marvel makin tak sabar ingin menggigiti pipi istrinya yang akan semakin melar."Ya udah, tidur.""Mau dinyanyiin tapi ..." Grace kembali bergumam."Tumben?" heran Marvel dengan alis mengerut."Mau aja." Mendengar jawaban Grace yang setengah mengantuk itu, Marvel hanya bisa tersenyum kecil."Kiss dulu, baru di nyanyiin." Marvel mengeluarkan syarat, Grace yang memang sudah mengantuk berat hanya bisa membuka matanya kecil.Sedikit menjauhkan kepalanya dari dada suaminya, Grace mendongak dengan mata setengah terbuka yang begitu di paksa. Grace memegang rahang Marvel, memberikan satu kecupan manis di bibir suaminya lalu kembali memejamkan mata. Marvel yang terlanjur gemas, balik menangkup kedua pipi istrinya, dilabuhkannya kecupan berkali-kali baru terakhir mencium kedua mata Gra
"Ya biarin," jawab Grace tak acuh.Marvel hanya tersenyum kecil, ia tahu Grace hanya ingin dirinya istirahat, tapi ya mau bagaimana lagi, pekerjaannya masih ada sedikit lagi, dan ia pun baru selesai makan. Dengan Grace masih berada di gendongan depannya, Marvel kembali menuju sofa tempatnya bekerja tadi, ia duduk di sana dengan Grace yang juga ikut duduk di pangkuannya. Marvel mulai kembali bekerja, sementara Grace hanya bisa cemberut karena Marvel kembali berkutat pada laptopnya.Merasakan gerakan abstrak jemari Grace di punggungnya, Marvel membujuk, "sebentar ya, ini dikit lagi selesai."Setelahnya, ia kembali fokus pada laptopnya. Dua keluarga besar kini sudah berkumpul memenuhi meja makan Marvel, para orang tua sedang asik berbincang sambil menunggu masakan siap di sajikan. Sementara Bryan dan Gio asik berdebat mengenai ajang badminton yang memang sedang diadakan di Korea. Marvel? Marvel ya Marvel, ia hanya akan bersuara ketika di tanya, atau bahkan hanya mengangg
"Terus nanti kalau mogok lagi, Bapak gimana?" tanya Grace. "Gini ajalah, kebetulan di depan sana sekitaran beberapa meter lagi ada pom bensin. Bapak berhenti di situ, nanti saya carikan tukang bengkel yang bisa jemput Bapak," ucap Jeol pada Pak Didit. Grace kali ini setuju, Pak Didit pun mengiyakan. Sebelum menaiki mobil Jeol, Grace berjalan menuju mobilnya terlebih dahulu guna mengambil tasnya. Setelah segala macam barang bawaannya sudah di tangannya, Grace menghampiri Jeol dan Pak Didit yang masih menunggu. "Bapak duluan Pak, biar kita ngiringin di belakang," ucap Grace sebelum masuk ke dalam mobil Jeol. Setelah mobil Pak Didit melaju, barulah Jeol juga ikut melajukan mobilnya tepat di belakang mobil Pak Didit. Sementara Jeol sibuk menyetir, Grace sendiri sibuk mengistirahatkan badan. "Capek, ya?" tanya Jeol yang diangguki Grace. "Aku boleh numpang tidur nggak, Kak?" tanya Grace dengan suara lelah dan bercampur ngantuk. Jeol menoleh kearah Graxe
la kembali ikut tertawa begitu melihat Bryan dikerjai oleh ayahnya, tawa kosong, tawa yang diam-diam di penuhi rasa iri hingga membuat matanya di isi buliran air yang siap jatuh kapan saja. Marvel yang sedari tadi memperhatikan istrinya, kini sedikit bergerak merapatkan kursinya agar lebih dekat pada istrinya. la genggam jemari Grace yang di letakkan di paha lalu membawanya ke pahanya sendiri. Begitu Grace mengalihkan tatapan ke arahnya, Marvel makin mengeratkan genggaman tangannya, ia berikan tatapan seteduh mungkin, sehangat yang ia bisa untuk menyalurkan rasa hangat pada istrinya. Grace tersenyum kecil, matanya yang sedikit memerah jadi menyipit kala bibirnya tertarik ke atas. "Mau nambah?" tanya Grace sebisa mungkin meredam rasa sesaknya. Marvel menggeleng, ia malah meletakkan sendoknya dan beralih mengusap pelan pipi Grace. "I'm here," bisik Marvel pelan, Grace mengangguk dengan mata memerahnya yang cepat-cepat ia usap dengan gerakan seolah mengusap hidungnya.