Pukul 22:49. Mereka akhirnya sampai di hotel setelah menyelesaikan kejutan makan malam di atas kapal pesiar. Hotel yang akan mereka tempati sekarang, berbeda dengan hotel sebelumnya. Dari segi jarak, hotel ini lebih dekat dengan lokasi Menara Eiffel.
"Marvel, itu teleponnya tidak diangkat?" tanya Grace saat menyadari Marvel sengaja mengabaikan ponselnya yang sedang berdering.Posisi mereka saat ini sedang berada di dalam lift menuju lantai paling atas-tempat kamar hotel mereka berada. Marvel lantas mengambil ponselnya yang tersimpan di saku celana. Panggilan iturupanya berasal dari Lester. Namun, alih-alih mengangkat, Marvel justru menekan tombol reject. Timing-nya sangat tidak pas. Alhasil ia pun kembali memasukkan ponselnya, tapi, di waktu nyaris bersamaan, ponsel Marvel kembali berdering. Dan itu masih dari orang yang sama, Lester."Angkat saja, Marvel. Siapa tahu penting," suruh Grace, tak lama kemudian pintu lift terbuka."Apa tidak apa-apa?" tanya MarSumpah demi Tuhan, Grace seperti bukan gadis polos dan menggemaskan yang selama ini Marvel kenal."Kamu tahu kan apa yang kamu pakai sekarang?" Marvel balik bertanya, ingin memastikan.Dengan lugunya, Graxe mengangguk."Tahu. Ini namanya baju haram. Katanya kalau mau gitu-gituan harus pakai baju haram."Marvel memejamkan matanya sebentar, lalu kembali bertanya, "kamu dapat itu dari mana?""Rahasia hehehe," jawab Grace sambil cengengesan, sementara Marvel kini mati-matian menahan sesuatu yang tengah memberontak di bawah sana."Apa aku kelihatan haram gara-gara pakai baju haram?" Grace mengerutkan dahinya penasaran.Baiklah, baju haram yang Grace maksud di sini adalah lingerie. Gadis itu kini sedang memakai lingerie berbahan satin warna hitam dipadu dengan renda-renda warna krem yang menyatu dengan kulit putihnya. Kain kurang bahan itu membuat lekuk tubuhnya yang indah terlihat begitu jelas."Cantik sekali," ucap Marvel dengan suara lirih, namun
"Hentikan aku jika nanti terasa terlalu sulit bagimu. Aku tidak akan memaksamu. Aku ngin kita sama-sama menikmatinya," ujar Marvel sembari menyisihkan helaian rambut yang menutupi wajah cantik gadisnya."Aku akan baik-baik saja ..." Grace menggantungkan kalimatnya untuk menangkup wajah Marvel, "karena aku juga menginginkannya."Grace kembali melumat lembut bibir Marvel, lalu memejamkan matanya lagi untuk menikmati manisnya pertukaran benang-benang saliva dengan suara decak kecupan manja yang menggema ke seluruh penjuru kamar hotel tempat mereka berada. Marvel yang tang tinggal diam, tangannya kini kembali bergerilya di payudara Grace. Meremasnya, memilin-milin puti*gnya, dan kemudian melakukan sesuatu yang nakal dengan menarik put*ng itu hingga membuat Grace refleks merapatkan kakinya karena merasakan sensasi luar biasa di area bawah perutnya. Lantas Marvel pun melepas pagutan mereka setelah merasa napasnya mulai memburu. Ia memberi jeda sebentar untuk mengambil napas, b
Tangan Marvel tak tinggal diam dengan meremas payudara*ya, memainkan puti*gnya. Membuatnya kian menggelinjang dengan va*ina yang terus berdenyut-denyut."Jangan ditahan, aku ingin mendengarkan desahanmu," ujar Marvel selagi menjauhkan tangan Grace yang membungkam mulutnya sendiri.la lantas bergerak semakin liar, memompa liang va*ina yang hangat itu dengan hentakan kuat dan semakin cepat. Lidahnya kini bergerilya di pusat payu*ara Grace. Menghisapnya. Menjilatnya. Oliv kian menggila. Marvel tersenyum di sela-sela permainannya."Mar-vel ... s-se-ahh ..." Grace kesusahan menyelesaikan kalimatnya, "sepertinya aku mau keluar.""Ah, aku belum, Grace. Tunggu aku. Kita keluar bersama-sama." Marvel terus memompa."Aku tidak bisa menunggu lagi," ucap Grace sambil menggelengkan kepalanya. Pun tak berselang lama, Grace mendapatkan org*smenya lebih dulu. Marvel nampak sedikit kecewa."Kamu di rumah saja, kalau mau keluar hubungi saya," pesan Marvelpada Grac
'Masih muda gini, kenapa di panggil Nyonya, sih?' batin Gracemenggerutu."Makasih Pak." Grace tersenyum sopan. Pak Barca segera pergi untuk melanjutkan pekerjaannya."Selamat siang lbu, mari saya antar keruangan Pak Marvel." Maraa keluar dari meja resepsionisnya."Ah, siang juga Mbak. Makasih," ucap Grace sopan.Mereka berdua berjalan memasuki lift, Maraa memencet angka limabelas. Artinya letak ruangan Grace di lantai lima belas. Maraa tersenyum ramah ke arah Grace yang juga di balas senyum tak kalah ramah. Tak ada perbincangan selama di dalam lift, itu karena Maraa yang terlalu canggung dan tak berani, juga karena Grace yang memang tak bisa memulai obrolan duluan."Mari Bu." Setelah keluar dari lift, Maraa menuntun Grace menuju salah satu di antara dua ruangan di lantai tersebut."Ini ruangan Pak Marvel, Bu, kalau begitu saya permisi dulu," pamit Maraa dengan senyum sopannya.Grace tersenyum, "makasih," ucapnya yang diangguki oleh Mara
"Ada apa?" tanya Marvel mencoba menebalkan muka dari rasamalunya karena tertangkap basah berbuat mesum di kantor.Meski Grace istrinya, tetap saja ini adalah kantor, tempat bekerja bukan untuk bermesraan. Tapi ya mau bagaimana lagi, Marvel tak bisa menahan, dan untung entah buntung, Jeol datang menghentikan aksinya.Jeol tergagap, "itu, anu---gue--eh, maksudnya saya maumengantar dokumen ini, Pak." Jeol berjalan mendekati Marvel,memberikan dokumen yang hampir saja jatuh tadi itu."Ya, terima kasih. Silahkan keluar," ucap Marvel tak berani memandang Jeol.Grace berjalan membawa dua piring roti bakarnya, ia meletakkan satu piring tersebut di hadapan Marvel dengan hati-hati. Lalu satunya lagi untuknya, Grace dengan pelan mendudukkan dirinya di kursi yang jauh dari Marvel."Grace."Baru Grace duduk, Marvel sudah memanggilnya, membuat Grace menoleh cepat kearah laki-laki menyeramkan tapi tampan yang tengah menatapnya. Grace meneguk liur be
***Kini di meja makan hanya ada keheningan, Grace bersyukur kali ini ia tidak di paksa Marvel duduk di pangkuannya. Nara sangat bersyukur, jika tidak ada Marvel mungkin ia sudah sujud syukur berkali-kali."Makan yang benar Grace, atau mau saya suapi?" tanya Marvel datar,sedari tadi Grace hanya mengaduk-aduk makanannya.Grace langsung menggeleng kuat, memasukkan sesendok penuh nasi putih kedalam mulutnya hingga menggelembung. Makin terlihat lucu dan menggemaskan karena pipinya yang memang sudah tembem. Marvel memalingkan wajah, menahan bibirnya yang berkedut, ia melanjutkan makannya sambil sekali-kali memperhatikan Grace. la sungguh risih dengan tatapan Marvel yang selalu kepadanya. Matanya yang tajam membuat Grace tak berani menatap, apalagi jika mengingat kelakuan Marvel yang seperti punya dua kepribadian. Grace rasanya ingin menangis sekarang, apalagi ketika melihat Marvel yang sudah selesai makan dan bahkan kini berjalan kearahnya. Mata Grace memanas, sunggu
"Itu Bang, nganterin nasi uduk. Kalau gitu gue balik." Gio berlalu, diangguki oleh Marvel."Makasih nasi uduknya," ucap Grace sedikit agak keras. Gio berbalik, mengangguk dengan senyuman yang di balas dengusan tak suka oleh Marvel."Masuk," ucap Marvel datar dan tegas sambil membuka pintu tanpa melepaskan rangkulannya. Setibanya di dalam, Marvel bahkan masih saja merangkul pinggangnya, Grace menekuk wajah."Kak, aku mau naruh ini," ucap Grace sambil menunjukkan piring nasi uduknya."Ya taruh," jawab laki-laki itu cuek.Grace menghela napas, "tangan Kakak awas dulu." Baru setelah Grace mengatakan hal itu Bara melepas rangkulannya.Laki-laki itu melenggang pergi ke lantai atas dengan wajah datar yang begitu kentara. Grace mengerutkan kening, perasaan dia tak melakukan kesalahan apapun, tapi kenapa Marvel terlihat kesal. Apapun alasan Marvel kesal, semoga Grace tak terkena imbas dengan berakhir di mutilasi Marvel."Saya mau mandi, siapin baju saya," u
"Masuk angin sembilan bulan itu maksudnya gimana, ya?" cicit Grace hampir tak terdengar.Mendengar pertanyaan polos Grace membuat Marvel langsung kembali membuka matanya. Padahal dulu dia pernah merasakan beberapa kali, tapi kenapa pikirannya kembali polos. Dia pura-pura poloskah? Bibirnya berkedut, ini istrinya yang memang terlalu polos atau otaknya yang bermasalah, sih? Bisa-bisanya ia berfikiran bahwa otak Grace bermasalah. Sedangkan perempuan itu saat masih kuliah selalu bisa menembus IPK 4 di kelas. Marvel mengeratkan pelukannya, membuat Grace merasa sedikit sesak dan sulit menelan air liurnya."Hamil," jawab Marvel berbisik tepat di telinga Grace.Grace melotot, bulu kuduknya berdiri, antara kaget mendengar arti dari masuk angin sembilan bulan dan juga sensasi napas Marvel yang membelai daun telinganya."Kamu sudah siap hamil anak saya lagi?" tanya Marvel dengan suararendahnya.Ha-hamil lagi?Grace spontan langsung menggeleng, ini jujur dari
"Sekarang buka gerbangnya, kalian bisa memastikannya saat aku sudah pergi," ujar Nantsu menatap sinis pada pengawal.Pengawal itu berpikir keras, mungkin saja itu benar. Nantsu adalah salah satu orang kepercayaan tuannya, jadi tidak mungkin dia berbohong."Baiklah, tetapi cepatlah kembali!" pengawal kemudian membuka gerbangnya.Tanpa mengacuhkan pengawal tersebut, Nantsu kemudian mengemudikan mobilnya dengan sangat kencang. Nantsu tersenyum puas dan sangat lega, karena semua rencananya berjalan dengan lancar. Sesekali dia melihat ke belakang dan melihat Grace yang masih tidak sadarkan diri di sana."Sebentar lagi Sayang, sebentar lagi!" Nantsu berujar dengan smirknya yang licik.2 jam lamanya Nantsu mengemudikan mobilnya, dia ha
Kemudian dia segera mencari kamar Marvel, dan ketika dia membuka pintu kamarnya dia tersenyum senang melihat Grace di sana. Akhirnya tujuannya akan tercapai yaitu merebut Grace dari Marvel dan membawanya pergi. Nantsu masuk dan menutup pintunya kembali. Terlihat seorang gadis sedang terlelap tidur di atas ranjang.'Oh, jika saja aku sedang tidak terburu-buru, akan aku pastikan kita akan bercinta saat ini juga,' batin Nantsu melongo menatap keindahan tubuh Grace meskipun dari belakang.Nantsu berjalan mendekat ke arah Grace dan duduk di sampingnya. Perlahan Nantsu membelai lembut pipi Grace membuat Grace terganggu dan mengerjap membuka matanya. Seketika Grace membuka matanya lebar dan menjauhi Nantsu."Apa yang kau lakukan?! Bagaimana bisa kau sampai di sini?! Untuk apa kau kemari?!!" bentak Nantsu merasa terkejut akan keberadaan Nantsu di kamar Marvel."Waktu kita tidak lama, pergilah bersamaku
"Ah tidak, aku akan menerimanya. Tapi aku tidak akan memakainya, bagaimana jika tergores, bagaimana jika hilang dan bagaimana jika kalung ini diambil orang. Aku akan menyimpannya, dan akan aku pakai lain kali di acara penting saja," lanjut Grace merasa sayang dengan kalung itu."Terserah padamu saja!" Marvel kembali memasukkan kalung itu pada kotak beludru itu dan menyerahkannya pada Grace.Grace menerima kotak itu dan menatap mata Marvel begitu dalam. Lalu dengan tiba-tiba dia berdiri dan meraih tengkuk Marvel Menciumnya dengan penuh kelembutan, memainkan lidah Marvel dan menyesapnya dalam. Marvel terkejut tetapi sangat menikmati ciuman ini, dia terkejut dengan ciuman Grace. Rasanya masih tidak percaya jika saat ini Grace sedang menciumnya. Grace melepas ciumannya dengan nafas yang masih tersenggal-senggal dan dengan cepat dia berlari ke kamar mandi menahan malu. Grace merutuki kebodohannya sendiri yang dengan tiba-tiba mencium Marvel.
Grace hanya diam dan kembali mengeratkan selimut untuk menutupi tubuhnya. Marvel berdiri dari duduknya dan mengambil sebuah buket bunga dan kotak beludru biru yang cukup mewah. Entah apa isinya tetapi Grace bisa menebak bahwa isinya pasti sebuah kalung atau perhiasan lainnya."Pilihlah salah satu, ini hadiah untukmu!" Marvel menyodorkan buket bunga sederhana di tangan kanannya yang menurut Grace itu benar-benar payah, karena bunga itu cukup berantakan dan dapat Grace tebak jika bunga itu dipetik dari kebun belakang, sementara kotak beludru biru di tangan kirinya."Hadiah? Untuk apa?" Grace menatap Davian bingung. Hari ini bukan hari ulang tahunnya lalu mengapa Marvel repot memberinya hadiah, Grace menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Untuk semalam."Grace yang semula menunduk kemudian menatap mata Davian. Ingatannya kembali kepada kejadian semalam, saat dirinya dengan paksa harus mengulum junior Marvel. Oh, sun
Marvel berjalan memasuki mobilnya dan berlalu pergi ke kantor meninggalkan mansion mewahnya. Setelah melihat mobil Marvel pergi, Grace bergegas masuk. Grace mulai menjalankan semua aktivitas paginya, tanpa tahu seseorang sedang mengawasinya dari jauh. Hari berlalu begitu cepat, jam menunjukkan pukul 7 malam. Dan benar saja, Marvel mengirimkan seseorang untuk meriasnya. Grace bingung dibuatnya, pasalnya dia tidak tahu alasan dibalik ini. Dia hanya bisa Grace semua perintah Marvel. Satu jam kemudian Grace sudah siap. Grace berdiri di depan cermin dan memandangi dirinya, dia menelan ludahnya sendiri.'Ke mana dia akan mengajakku pergi, mengapa aku harus memakai gaun terbuka seperti ini,' batin Grace menghela napasnya.Grace berjengit kaget ketika tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. Marvel memeluk erat Grace dari belakang dan mendaratkan ciuman di leher jenjang Grace, kemudian menumpukkan dagunya di bahu Grace.
Jeol berhenti di tepi jalan yang sepi setelah tadi usai kebut-kebutan di jalanan. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri dan berulang kali menghantam kemudinya dengan keningnya."Bego lo Jeol! Gila! Sinting!" maki Jeol pada dirinya sendiri."Dia Grace, istri Marvel, sahabat lo!" teriaknya yang tentu di tujukanpada dirinya sendiri."Jeol gila!" Lagi, Jeol kembali menghantam kemudi dengan keningnya sendiri."Kak ... jangan nyakitin diri sendiri." Sebuah suara halus, lembut dan begitu ia kenali membuat Jeol cepat-cepat mengangkat kepalanya, menatap kursi di sebelahnya yang semula kosong namun kini sudah terisi dengan objek kegilaannya tadi. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri guna menghilangkan sosok Grace di sampingnya."Pergi Grace! Pergi!" teriak Jeol frustasi.Setelah bermenit-menit kemudian, baru Jeol berani membuka mata, di tatapnya kursi sebelahnya yang kini telah kosong seperti semula. Jeol lelah, ia menyandarkan punggung dan kepalan
la kembali ikut tertawa begitu melihat Bryan dikerjai oleh ayahnya, tawa kosong, tawa yang diam-diam di penuhi rasa iri hingga membuat matanya di isi buliran air yang siap jatuh kapan saja. Marvel yang sedari tadi memperhatikan istrinya, kini sedikit bergerak merapatkan kursinya agar lebih dekat pada istrinya. la genggam jemari Grace yang di letakkan di paha lalu membawanya ke pahanya sendiri. Begitu Grace mengalihkan tatapan ke arahnya, Marvel makin mengeratkan genggaman tangannya, ia berikan tatapan seteduh mungkin, sehangat yang ia bisa untuk menyalurkan rasa hangat pada istrinya. Grace tersenyum kecil, matanya yang sedikit memerah jadi menyipit kala bibirnya tertarik ke atas. "Mau nambah?" tanya Grace sebisa mungkin meredam rasa sesaknya. Marvel menggeleng, ia malah meletakkan sendoknya dan beralih mengusap pelan pipi Grace. "I'm here," bisik Marvel pelan, Grace mengangguk dengan mata memerahnya yang cepat-cepat ia usap dengan gerakan seolah mengusap hidungnya.
"Terus nanti kalau mogok lagi, Bapak gimana?" tanya Grace. "Gini ajalah, kebetulan di depan sana sekitaran beberapa meter lagi ada pom bensin. Bapak berhenti di situ, nanti saya carikan tukang bengkel yang bisa jemput Bapak," ucap Jeol pada Pak Didit. Grace kali ini setuju, Pak Didit pun mengiyakan. Sebelum menaiki mobil Jeol, Grace berjalan menuju mobilnya terlebih dahulu guna mengambil tasnya. Setelah segala macam barang bawaannya sudah di tangannya, Grace menghampiri Jeol dan Pak Didit yang masih menunggu. "Bapak duluan Pak, biar kita ngiringin di belakang," ucap Grace sebelum masuk ke dalam mobil Jeol. Setelah mobil Pak Didit melaju, barulah Jeol juga ikut melajukan mobilnya tepat di belakang mobil Pak Didit. Sementara Jeol sibuk menyetir, Grace sendiri sibuk mengistirahatkan badan. "Capek, ya?" tanya Jeol yang diangguki Grace. "Aku boleh numpang tidur nggak, Kak?" tanya Grace dengan suara lelah dan bercampur ngantuk. Jeol menoleh kearah Graxe
"Ya biarin," jawab Grace tak acuh.Marvel hanya tersenyum kecil, ia tahu Grace hanya ingin dirinya istirahat, tapi ya mau bagaimana lagi, pekerjaannya masih ada sedikit lagi, dan ia pun baru selesai makan. Dengan Grace masih berada di gendongan depannya, Marvel kembali menuju sofa tempatnya bekerja tadi, ia duduk di sana dengan Grace yang juga ikut duduk di pangkuannya. Marvel mulai kembali bekerja, sementara Grace hanya bisa cemberut karena Marvel kembali berkutat pada laptopnya.Merasakan gerakan abstrak jemari Grace di punggungnya, Marvel membujuk, "sebentar ya, ini dikit lagi selesai."Setelahnya, ia kembali fokus pada laptopnya. Dua keluarga besar kini sudah berkumpul memenuhi meja makan Marvel, para orang tua sedang asik berbincang sambil menunggu masakan siap di sajikan. Sementara Bryan dan Gio asik berdebat mengenai ajang badminton yang memang sedang diadakan di Korea. Marvel? Marvel ya Marvel, ia hanya akan bersuara ketika di tanya, atau bahkan hanya mengangg