Seperti apa yang telah Marvel perintahkan, keesokan paginya, Clark mendatangi kantor polisi dan menyerahkan diri. Ia mengaku bahwa dirinya lah yang telah menyakiti Grace. Mengancamnya. Canlas tidak sepenuhnya memercayai pengakuan Clark. Menurutnya terlalu ganjal. Namun, Rinrada yang sudah dipenuhi emosi setelah mengetahui bahwa pemuda itu yang telah menculik Grace dan memberikan luka, langsung memberikan tamparan keras di pipi pemuda itu.
"Karena aku menyukai Grace."Itulah jawaban Clark setelah ditanya apa alasannya melakukan hal tersebut kepada Grace. Awalnya, Grace juga kaget kenapa tiba-tiba Clark mengakui kejahatan yang tidak ia perbuat sama sekali. Namun setelahnya, pikiran Grace langsung tertuju kepada Marvel. Pasti pria itu yang telah mengatur ini semua. Benar-benar licik. Dan sayangnya, Grace tidak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti alur permainan yang dibuat oleh Marvel. Alhasil, Grace memilih untuk membenarkan pengakuan Clark. Namun, dia meminta kepada kepoliLampu menyorot ke arah perempuan itu, membuat orang-orang mengalihkan atensi kepada Grace."Grace Rania Mirza, calon istriku," umum Marvel dengan suara jelas dan tegas.Grace memaksa senyumnya kala beberapa pasang mata meneliti dirinya. Berikutnya, gemuruh tepuk tangan terdengar. Mimpi apa gue sampe dikasih tepuk tangan sama Bapak Wali Kota. Pas masih di Indo, jangankan dapet tepuk tangan dari bupati, mau ketemu Pak Lurah buat minta tanda tangan Surat Keterangan Tidak Mampu aja susahnya minta ampun. Beberapa saat kemudian, Marvel menambahkan dengan intonasi penuh penekanan."Jika ada yang berani menyentuhnya sedikit saja, akan langsung kuhancurkan, siapa pun orangnya."Marvel menyudahi pembicaraannya dan segera turun untuk menuju tempatnya semula, tepuk tangan kembali mengiringinya. Begitu acara formal selesai, acara berganti menjadi lebih santai. Semua orang menikmati minuman serta makanan yang disajikan. Ada beberapa yang berbincang-bincang sebagai formalitas b
Orang itu mengawasi seorang wanita yang baru saja keluar dari sebuah kelab malam. Lalu kakinya melangkah mengikuti wanita itu dari belakang. Langkahnya pelan tapi pasti, berusaha untuk tetap menjaga jarak hingga keduanya sampai pada gang yang sepi. Wanita itu, Celistin, terlihat kacau sekali. Ia depresi karena tiba-tiba saja ayahnya ditangkap sebab terjerat kasus korupsi. Kini keluarganya hancur. Ibunya jatuh sakit. Hartanya ludes hanya tersisa rumah yang sebentar lagi akan dijual untuk biaya sehari-hari. Dan teman-temannya, kini malah menjauhinya. Orang itu mendekati Celistin. Menghadang jalannya, membuat Celistin berhenti, lalu mendongak melihat orang itu."Sedang ada banyak masalah?" tanya orang itu."Kau siapa?" Celistin bertanya balik dengan suara serak."Aku bisa membantumu mengatasi semua masalahmu," ujar orang itu."Ha?""Aku bisa membuatmu melupakan semua masalahmu, Cel.""Aku tidak paham.""Ikut denganku, nanti kau akan paham apa maksudku
Buru-buru dia menutupnya kembali lalu melangkah lebar keluar dari rumah untuk menyusul Sulverio, hendak mengembalikan barang pria itu yang tidak sengaja tertinggal."Tuan?" panggilnya mengedarkan pandangan ke sekeliling.Namun, Sulverio sudah menghilang. Perasaannya kembali tidak enak. Sulverio kenapa? Akan pergi ke mana dia? Kenapa berpamitan kepada Tsia yang bukan siapa-siapa bagi pria itu? Dan, kalung di dalam kotak itu, sepertinya akan diberikan kepada seseorang yang spesial bagi Sulverio. Tapi yang jelas, bukan dirinya. Bukan Tsia. Tsia yakin itu. Karena, tidak mungkin, orang dari kalangan atas seperti Sulverio menjatuhkan hati kepada perempuan jelata seperti dirinya.***Sulverio memasuki sebuah bangunan dengan langkah lebar untuk segera menemui seseorang. Suasana di sekitar bangunan tersebut sepi, sunyi, hanya suara ketukan sepatu milik Sulverio serta gonggongan beberapa anjing liar yang terdengar. Ketika sudah sampai, dka berhenti, menjatuhkan pandangan k
Napas Grace memburu. Aliran darahnya mengalir dengan cepat menuju ke seluruh tubuh. Amarahnya sudah berada di ubun-ubun ingin meledak. Dia menatap Canlas dengan nyalang. Menggenggam pisaunya dengan kuat, lalu berlari mendekati Canlas hendak menusukkan pisau tersebut."AH!" teriak Grace antara marah dan putus asa, kemudian menusukkan ujung pisaunya ke perut Canlas.Jleb.Sama-sama terdiam sejenak. Dada Grace naik-turun. Matanya memerah dan berair. Bundanya, tidak mungkin meninggal, Canlas menggenggam tangan Grace yang masih memegangi pisau yang tertancap di perutnya, lalu pria itu menggerakkan tangan Grace supaya pisau itu tercabut. Luka di perut Canlas tidak terlalu dalam karena pisau yang Grace gunakan berukuran kecil. Grace meringis karena Canlas menggenggam tangannya terlampau kuat hingga pisaunya terjatuh ke lantai. Genggamannya seperti akan meremukkan tulang pergelangan tangannya."Padahal aku sudah sangat baik kepadamu selama ini, tapi kenapa kau tega menus
Air mata Rinrada yang semula berkumpul di pelupuk matanya kini jatuh semua. Rinrada terisak."Maafin Bunda." Dia sesenggukan seraya menutup mulutnya dengan satu telapak tangan."Maafin Bunda, Grace. Maafin Bunda ... Bunda emang gak berguna."Grace geleng-geleng."Enggak, Bun."Dia akhirnya ikut memecahkan tangisnya."Bunda gak salah ... justru Grace yang harusnya minta maaf karena selama ini beranggapan buruk ke Mama. Maaf--maafin Grace ..." Grace tergugu lalu menciumi telapak tangan Rinrada dengan air mata yang terus berderai.Rinrada juga masih terisak. Dia semakin sesenggukan."Apa Ayah juga tahu, Bun?"Rinrada mengangguk lemah."Dari awal," balasnya pelan."Kenapa Ayah ..." Grace terisak hingga kalimatnya putus."Kenapa Ayah gak pernah cerita ke aku?""Bunda yang minta.""Jadi, alasan Bunda sama Ayah gak cerita, gara-gara penyakit Bunda?""Enggak ..." lirih Rinrada. Ia terlihat jauh lebih sedih dari sebel
Tidak tahan, Marvel melirik tajam ke arah mereka berdua dan berucap dengan suara berat."What the f*ck are you two looking at?""Heh, dinotice, dong!" seru wanita berambut pendek sambil menabok bahu wanita di sebelahnya."YES, MISTER!" balas wanita berambut sepinggang seraya mesem kegirangan.Kening Marvel terlipat, tapi dia tidak mau ambil pusing itu semua. Dia membalikkan tubuhnya yang hendak kembali masuk ke rumah. Berbarengan dengan itu, Grace keluar lengkap dengan baju polo dan celana training. Rambutnya dia kuncir kuda memperlihatkan lehernya yang mulus menggoda.'Kamu mengundangku untuk membuat tanda merah di sana, ya?' Marvel menggigit bibir bagian dalamnya tanpa melepas pandangan dari leher Grace."Sayang!" teriak suara berisik itu lagi.Grace mengalihkan atensi kepada dua wanita yang tadi sempat mengganggu aktivitas Marvel."Siapa?" tanya wanita rambut pendek sambil menunjuk-nunjuk pada Marvel dengan malu."Temennya bokap lo, ya
Di tempatnya, Marvel hanya memerhatikan dalam diam. Meskipun tidak paham sepenuhnya apa yang dibicarakan oleh mereka semua, tapi Marvel tidak sebodoh itu untuk mengetahui apa yang tengah terjadi. Wanita itu, Ox Niel, pastilah dalang di balik keributan ini. Mata Marvel menatap lurus pada Ox Niel, lalu teredarkan kepada semua warga, dia menandai muka semua orang yang telah mencela Grace. Dia pastikan, mereka semua tidak akan hidup dengan tenang setelah ini. Beraninya mereka membuat Grace bersedih seperti ini. Beraninya mereka mengusik dan menyakiti hati perempuannya. Marvel tidak akan tinggal diam.'Ox, kau benar-benar mengundang malaikat maut untuk segera mencabut nyawamu, ya? Oke, tunggulah, aku akan segera datang untuk menghukummu.'****"Padahal bukan mau belah duren karena udah pernah dibelah, tapi kok tetep deg-degan, ya?" monolog Grace lalu menggigiti ujung bantal. Merasa gemas.Pipinya yang tertimpa cahaya lampu kamar bersinar dan memunculkan semburat merah
"Sayang.""Hum, ya?" balas Grace malu-malu."I wanna see it, touch it, squeeze it, bite it, and k*ss it." Marvel berkata seraya menjatuhkan pandangan pada kedua bukit kembar Grace yang masih tertutupi oleh bra."May I?" izinnya memasang wajah innocent yang sangat tidak cocok dengan sifatnya yang serupa iblis.Angel face, devil thoughts."My body is yours," balas Grace."Only your body?""And my heart."Marvel mengukir senyum puas, lalu selanjutnya pria itu segera melancarkan aksinya. Setelah puas bermain pada tubuh bagian atas Grace, kini Marvel berganti untuk bermain di bawah."It's so wet," komentar Marvel mendongak melihat wajah Grace.Grace memalingkan muka."Jangan menggodaku."Marvel mendengus geli, sebelum akhirnya ia mulai bermain di bawah sana, membuat Grace memejam dan mendongak sambil menahan desahannya."Jangan ditahan, keluarkan saja, aku ingin mendengarnya.""Haa ... nanti ... Abangku dengar," balas
"Sekarang buka gerbangnya, kalian bisa memastikannya saat aku sudah pergi," ujar Nantsu menatap sinis pada pengawal.Pengawal itu berpikir keras, mungkin saja itu benar. Nantsu adalah salah satu orang kepercayaan tuannya, jadi tidak mungkin dia berbohong."Baiklah, tetapi cepatlah kembali!" pengawal kemudian membuka gerbangnya.Tanpa mengacuhkan pengawal tersebut, Nantsu kemudian mengemudikan mobilnya dengan sangat kencang. Nantsu tersenyum puas dan sangat lega, karena semua rencananya berjalan dengan lancar. Sesekali dia melihat ke belakang dan melihat Grace yang masih tidak sadarkan diri di sana."Sebentar lagi Sayang, sebentar lagi!" Nantsu berujar dengan smirknya yang licik.2 jam lamanya Nantsu mengemudikan mobilnya, dia ha
Kemudian dia segera mencari kamar Marvel, dan ketika dia membuka pintu kamarnya dia tersenyum senang melihat Grace di sana. Akhirnya tujuannya akan tercapai yaitu merebut Grace dari Marvel dan membawanya pergi. Nantsu masuk dan menutup pintunya kembali. Terlihat seorang gadis sedang terlelap tidur di atas ranjang.'Oh, jika saja aku sedang tidak terburu-buru, akan aku pastikan kita akan bercinta saat ini juga,' batin Nantsu melongo menatap keindahan tubuh Grace meskipun dari belakang.Nantsu berjalan mendekat ke arah Grace dan duduk di sampingnya. Perlahan Nantsu membelai lembut pipi Grace membuat Grace terganggu dan mengerjap membuka matanya. Seketika Grace membuka matanya lebar dan menjauhi Nantsu."Apa yang kau lakukan?! Bagaimana bisa kau sampai di sini?! Untuk apa kau kemari?!!" bentak Nantsu merasa terkejut akan keberadaan Nantsu di kamar Marvel."Waktu kita tidak lama, pergilah bersamaku
"Ah tidak, aku akan menerimanya. Tapi aku tidak akan memakainya, bagaimana jika tergores, bagaimana jika hilang dan bagaimana jika kalung ini diambil orang. Aku akan menyimpannya, dan akan aku pakai lain kali di acara penting saja," lanjut Grace merasa sayang dengan kalung itu."Terserah padamu saja!" Marvel kembali memasukkan kalung itu pada kotak beludru itu dan menyerahkannya pada Grace.Grace menerima kotak itu dan menatap mata Marvel begitu dalam. Lalu dengan tiba-tiba dia berdiri dan meraih tengkuk Marvel Menciumnya dengan penuh kelembutan, memainkan lidah Marvel dan menyesapnya dalam. Marvel terkejut tetapi sangat menikmati ciuman ini, dia terkejut dengan ciuman Grace. Rasanya masih tidak percaya jika saat ini Grace sedang menciumnya. Grace melepas ciumannya dengan nafas yang masih tersenggal-senggal dan dengan cepat dia berlari ke kamar mandi menahan malu. Grace merutuki kebodohannya sendiri yang dengan tiba-tiba mencium Marvel.
Grace hanya diam dan kembali mengeratkan selimut untuk menutupi tubuhnya. Marvel berdiri dari duduknya dan mengambil sebuah buket bunga dan kotak beludru biru yang cukup mewah. Entah apa isinya tetapi Grace bisa menebak bahwa isinya pasti sebuah kalung atau perhiasan lainnya."Pilihlah salah satu, ini hadiah untukmu!" Marvel menyodorkan buket bunga sederhana di tangan kanannya yang menurut Grace itu benar-benar payah, karena bunga itu cukup berantakan dan dapat Grace tebak jika bunga itu dipetik dari kebun belakang, sementara kotak beludru biru di tangan kirinya."Hadiah? Untuk apa?" Grace menatap Davian bingung. Hari ini bukan hari ulang tahunnya lalu mengapa Marvel repot memberinya hadiah, Grace menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Untuk semalam."Grace yang semula menunduk kemudian menatap mata Davian. Ingatannya kembali kepada kejadian semalam, saat dirinya dengan paksa harus mengulum junior Marvel. Oh, sun
Marvel berjalan memasuki mobilnya dan berlalu pergi ke kantor meninggalkan mansion mewahnya. Setelah melihat mobil Marvel pergi, Grace bergegas masuk. Grace mulai menjalankan semua aktivitas paginya, tanpa tahu seseorang sedang mengawasinya dari jauh. Hari berlalu begitu cepat, jam menunjukkan pukul 7 malam. Dan benar saja, Marvel mengirimkan seseorang untuk meriasnya. Grace bingung dibuatnya, pasalnya dia tidak tahu alasan dibalik ini. Dia hanya bisa Grace semua perintah Marvel. Satu jam kemudian Grace sudah siap. Grace berdiri di depan cermin dan memandangi dirinya, dia menelan ludahnya sendiri.'Ke mana dia akan mengajakku pergi, mengapa aku harus memakai gaun terbuka seperti ini,' batin Grace menghela napasnya.Grace berjengit kaget ketika tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. Marvel memeluk erat Grace dari belakang dan mendaratkan ciuman di leher jenjang Grace, kemudian menumpukkan dagunya di bahu Grace.
Jeol berhenti di tepi jalan yang sepi setelah tadi usai kebut-kebutan di jalanan. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri dan berulang kali menghantam kemudinya dengan keningnya."Bego lo Jeol! Gila! Sinting!" maki Jeol pada dirinya sendiri."Dia Grace, istri Marvel, sahabat lo!" teriaknya yang tentu di tujukanpada dirinya sendiri."Jeol gila!" Lagi, Jeol kembali menghantam kemudi dengan keningnya sendiri."Kak ... jangan nyakitin diri sendiri." Sebuah suara halus, lembut dan begitu ia kenali membuat Jeol cepat-cepat mengangkat kepalanya, menatap kursi di sebelahnya yang semula kosong namun kini sudah terisi dengan objek kegilaannya tadi. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri guna menghilangkan sosok Grace di sampingnya."Pergi Grace! Pergi!" teriak Jeol frustasi.Setelah bermenit-menit kemudian, baru Jeol berani membuka mata, di tatapnya kursi sebelahnya yang kini telah kosong seperti semula. Jeol lelah, ia menyandarkan punggung dan kepalan
la kembali ikut tertawa begitu melihat Bryan dikerjai oleh ayahnya, tawa kosong, tawa yang diam-diam di penuhi rasa iri hingga membuat matanya di isi buliran air yang siap jatuh kapan saja. Marvel yang sedari tadi memperhatikan istrinya, kini sedikit bergerak merapatkan kursinya agar lebih dekat pada istrinya. la genggam jemari Grace yang di letakkan di paha lalu membawanya ke pahanya sendiri. Begitu Grace mengalihkan tatapan ke arahnya, Marvel makin mengeratkan genggaman tangannya, ia berikan tatapan seteduh mungkin, sehangat yang ia bisa untuk menyalurkan rasa hangat pada istrinya. Grace tersenyum kecil, matanya yang sedikit memerah jadi menyipit kala bibirnya tertarik ke atas. "Mau nambah?" tanya Grace sebisa mungkin meredam rasa sesaknya. Marvel menggeleng, ia malah meletakkan sendoknya dan beralih mengusap pelan pipi Grace. "I'm here," bisik Marvel pelan, Grace mengangguk dengan mata memerahnya yang cepat-cepat ia usap dengan gerakan seolah mengusap hidungnya.
"Terus nanti kalau mogok lagi, Bapak gimana?" tanya Grace. "Gini ajalah, kebetulan di depan sana sekitaran beberapa meter lagi ada pom bensin. Bapak berhenti di situ, nanti saya carikan tukang bengkel yang bisa jemput Bapak," ucap Jeol pada Pak Didit. Grace kali ini setuju, Pak Didit pun mengiyakan. Sebelum menaiki mobil Jeol, Grace berjalan menuju mobilnya terlebih dahulu guna mengambil tasnya. Setelah segala macam barang bawaannya sudah di tangannya, Grace menghampiri Jeol dan Pak Didit yang masih menunggu. "Bapak duluan Pak, biar kita ngiringin di belakang," ucap Grace sebelum masuk ke dalam mobil Jeol. Setelah mobil Pak Didit melaju, barulah Jeol juga ikut melajukan mobilnya tepat di belakang mobil Pak Didit. Sementara Jeol sibuk menyetir, Grace sendiri sibuk mengistirahatkan badan. "Capek, ya?" tanya Jeol yang diangguki Grace. "Aku boleh numpang tidur nggak, Kak?" tanya Grace dengan suara lelah dan bercampur ngantuk. Jeol menoleh kearah Graxe
"Ya biarin," jawab Grace tak acuh.Marvel hanya tersenyum kecil, ia tahu Grace hanya ingin dirinya istirahat, tapi ya mau bagaimana lagi, pekerjaannya masih ada sedikit lagi, dan ia pun baru selesai makan. Dengan Grace masih berada di gendongan depannya, Marvel kembali menuju sofa tempatnya bekerja tadi, ia duduk di sana dengan Grace yang juga ikut duduk di pangkuannya. Marvel mulai kembali bekerja, sementara Grace hanya bisa cemberut karena Marvel kembali berkutat pada laptopnya.Merasakan gerakan abstrak jemari Grace di punggungnya, Marvel membujuk, "sebentar ya, ini dikit lagi selesai."Setelahnya, ia kembali fokus pada laptopnya. Dua keluarga besar kini sudah berkumpul memenuhi meja makan Marvel, para orang tua sedang asik berbincang sambil menunggu masakan siap di sajikan. Sementara Bryan dan Gio asik berdebat mengenai ajang badminton yang memang sedang diadakan di Korea. Marvel? Marvel ya Marvel, ia hanya akan bersuara ketika di tanya, atau bahkan hanya mengangg