Sejak kecil, Liora selalu merindukan sesuatu yang dinamakan kehangatan. Sangat lucu jika dia dikucilkan hanya karena memiliki penampilan paling menonjol dari anak panti asuhan yang lain.Setelah keluar dari panti, dia berhasil mendapat beasiswa di sekolah terbaik di London, sehingga dipertemukan dengan Eva. Dia masih mengingat saat-saat Eva mengulurkan tangan untuk mengajaknya ke kantin bersama. Itu adalah momen dia memiliki teman untuk pertama kalinya.Meskipun berbagai masalah terus datang silih berganti seolah-olah tak ada habisnya, Eva selalu ada di sisinya. Bahkan, saat detik terakhirnya di dalam mobil sebelum terjadi tabrakan pun Eva juga bersamanya. Mungkin, jika Eva tidak ada, dia benar-benar akan menjadi definisi dari kesendirian hingga akhir yang mengenaskan.Dan, saat Liora pertama kali membuka mata di dunia ini, dia langsung menyadari bahwa dirinya adalah sang tokoh antagonis, Cannaria Swan, wanita jahat yang dibenci oleh semua orang. Di sisi lain, Ellie Phillies, tokoh ut
Setelah satu pekan Canna tidak sadarkan diri, ada banyak perubahan yang terjadi. Felix tidak seperti biasanya. Dia berubah dingin kepada Ellie dan Joanne seolah-olah menghindar dan tidak ingin lagi berbicara dengan mereka.Tanpa disadari, tali pertemanan mereka telah putus sejak kejadian di Trapple Park. Sebelumnya, ketiganya juga sempat menjalani pemeriksaan oleh komite disiplin akademi, tetapi tidak satu pun dari mereka yang terbukti bersalah.Racun itu sungguh merepotkan karena terbuat dari sihir hitam yang bisa menguap dan menghilangkan jejak. Sampai detik ini, kasus itu belum menemukan titik terang dan menggantung hingga menyisakan kecurigaan dan tanda tanya besar untuk mereka bertiga.Di sisi lain, Ellie yang merasa bersalah dan disudutkan memilih untuk pindah kamar dan bergabung di kamar Millie. Dia telah menjadi salah satu bagian dari anggota Mariposa.Ya, kini yang ada di sisi Canna hanyalah Joanne. Gadis bergaya tomboi dan berambut pendek itu sedang duduk di kursi kecil yang
Axe membawa Canna ke ruangannya dan meninggalkannya di atas sofa. Entah apa yang dilakukan olehnya hingga membuat Canna menunggu cukup lama. Apakah dia sedang menyiapkan obat?"Masih ada waktu untuk kembali ke asmaramu. Apa kamu mau makan siang dulu?" Axe bersandar di pintu saat melihat Canna yang kebosanan menunggu."Apa?""Aku membuatnya sendiri. Jadi kamu hanya perlu memakannya."Canna mengerutkan kening dan merenungkan apa yang dikatakan Axe. Apakah selama dia menunggu, guru itu justru sedang memasak alih-alih meracik obat? Tidak, lebih anehnya lagi, guru itu yang memasak sendiri?"Bukankah tadi guru bilang akan meresepkan sesuatu untuk pemulihanku?""Resepnya adalah makanan. Obat yang kubuat untukmu sudah sempurna dan tidak perlu terapi lanjutan."Canna menggigit bibir saat melihat Axe yang membuat jawaban begitu tak tahu malu dengan wajahnya yang tanpa ekspresi.Sejak awal, saat Axe kebetulan berjalan melewati tangga, dia melihat Canna yang sedang dalam kesulitan saat dikepung o
Pelajaran herbologi yang dibawakan Mrs. Dorothy dengan praktik di rumah kaca baru saja dimulai. Dia membagi kelompok yang terdiri dari dua murid untuk meneliti senyawa tumbuhan yang berguna sebagai ramuan sihir.Ini adalah hari pertama Canna kembali ke kelas setelah tragedi racun yang hampir merenggut nyawanya. Padahal, misi penyelamatan takdir masa depan Cannaria masih belum berhasil sepenuhnya, tetapi sangat konyol jika dia sudah game over sebelum episode pertama dalam cerita asli dimulai.Duduk di bangku penelitian berbentuk memanjang, Canna mengamati akar elderberry bersama Joanne yang merupakan teman satu kelompoknya. Joanne berusaha mengambil akar dari botol kaca menggunakan pinset."Canna, bagaimana kabarmu? Apa kamu sudah benar-benar pulih?" Millie yang duduk di seberang Canna tiba-tiba memulai pembicaraan. Dia satu kelompok dengan Ellie yang sudah pasti sedang duduk di sampingnya.Canna menahan napas secara refleks saat mendengar pertanyaan yang dia yakini bukanlah bentuk dar
Canna menciprati wajahnya dengan air dingin agar kesadarannya kembali sepenuhnya. Karena pelajaran Axe dimulai siang hari, bisa-bisanya dia tertidur di kamar asrama ketika pelajaran sudah dimulai. Dipastikan dia sudah terlambat. Entah ke mana Joanne berada, dia berjanji akan memarahinya karena tidak membangunkannya. Tega sekali dia.Setelah membasuh wajah, Canna berjalan dengan langkah lebar menuju ruang laboratorium. Ekspresinya begitu tegang seolah akan bertempur di medan perang. Pertempuran ini adalah pertempurannya dengan Axe, mengingat ini adalah pertama kalinya mereka bertemu setelah ciuman bergairah yang mereka lakukan di ruang makan.Mengingat hal itu, Canna tanpa sadar memegang bibirnya, saat masih sibuk berjalan. Wajahnya sontak menjadi merah semerah gunung merapi aktif. Well, butuh beberapa hari untuk menenangkan diri dari ingatan itu sebelum wajahnya menegang kembali, seperti saat ini."Canna!" Joanne berdesis saat melihat Canna mengintip di jendela.Canna lantas mengendap
Canna mengambil kaca spesimen dan peti kayu berisi lusinan ulat beracun dengan berhati-hati. Dia tidak mau mati konyol hanya karena terkena sehelai bulu ulat. Harga dirinya sebagai tokoh antagonis di dunia ini seolah sudah digadaikan.Setelah sampai di depan meja Axe, dia meletakkan semua yang dibawa dengan senyuman secerah matahari, meskipun faktanya tersembunyi awan hitam dan petir menggelegar. Dia berusaha keras menahan kekesalan di balik wajahnya yang tersenyum.Tepat saat dia berbalik dan berniat kembali ke tempat duduk, suara berat Axe kembali mendistorsinya."Tetap diam di tempatmu. Aku tidak pernah menyuruhmu untuk pergi," kata Axe datar tanpa menoleh ke arah Canna. Pusat atensinya tertuju kepada sarung tangan yang sedang dia kenakan. "Bagikan ulat-ulat ini pada masing-masing botol kaca spesimen milik teman-temanmu,” imbuhnya dengan pandangan yang tetap tidak repot-repot melihat ke arah Canna.Canna menggeram rendah dengan tubuh gemetar. Demi apapun, ini adalah pertama kalinya
Canna mengangkat kedua alis dan kembali menoleh ke depan. Dia tidak tahan berlama-lama melihat ke belakang karena pemandangan dada bidang Axe yang berada tepat di depan matanya. Itu membuatnya berdebar.Bahkan, debaran itu masih terasa hanya karena wangi maskulin dari perpaduan citrus dan wood yang menguar dari tubuh Axe. Begitu memabukkan, hingga dia harus memohon kepada jantungnya untuk bekerjasama."Sebagai guru, aku mengingatkan untuk tidak mudah bertendensi pada keindahan.""A-aku tidak begitu." Canna berkilah masih dengan pandangan lurus ke depan."Hmph." Axe berdeham dan terlihat jelas jika dia meragukannya."Sungguh, aku tidak begitu. Kenapa guru sok tahu?" Canna mulai sewot meskipun tubuhnya tetap mematung karena jarak mereka yang begitu dekat. Mungkin jika dia bergerak punggungnya akan bersentuhan dengan dada bidang itu.Axe tersenyum tipis dan berkata dengan tenang, "Kamu pernah bilang jika keindahan visual adalah yang utama. Entah berapa kali kamu menekankan tentang poin k
"Aku mendapatkan ijinnya!" Deborah berseru dengan wajah berbinar cerah. Beberapa menit yang lalu, Mrs. Dorothy telah memberikan ijin untuk keluar dari gerbang Hoover dan pergi ke alun-alun kota. Alasannya, dia berkata ingin membeli beberapa keperluan demi persiapan tugas Alchemis—menuju Air Terjun Menari. Namun, faktanya dia hanya ingin nongkrong cantik bersama anggota Mariposa."Bagus!" Mariana yang berdiri di depan lemari sudah bersiap-siap memilih gaun, "Ehm, Millie, menurutmu aku harus memakai yang warna ungu atau hijau?"Millie menatap kedua gaun yang ada di masing-masing tangan Mariana dengan wajah datar, "Ungu. Kamu terlihat seperti bayam berjalan jika memakai yang satunya," jawabnya lempeng hingga membuat Mariana mendelik seketika."Apa?" Mariana meninggikan suara dengan wajah mengetat. Meskipun rambutnya berwarna hijau berkilau, bisa-bisanya dia disamakan dengan bayam berjalan. "Apa kamu tidak tahu jika warna hijau dari rambutku ini alami dan langka? Ini adalah rambut kebang