Setelah satu pekan Canna tidak sadarkan diri, ada banyak perubahan yang terjadi. Felix tidak seperti biasanya. Dia berubah dingin kepada Ellie dan Joanne seolah-olah menghindar dan tidak ingin lagi berbicara dengan mereka.Tanpa disadari, tali pertemanan mereka telah putus sejak kejadian di Trapple Park. Sebelumnya, ketiganya juga sempat menjalani pemeriksaan oleh komite disiplin akademi, tetapi tidak satu pun dari mereka yang terbukti bersalah.Racun itu sungguh merepotkan karena terbuat dari sihir hitam yang bisa menguap dan menghilangkan jejak. Sampai detik ini, kasus itu belum menemukan titik terang dan menggantung hingga menyisakan kecurigaan dan tanda tanya besar untuk mereka bertiga.Di sisi lain, Ellie yang merasa bersalah dan disudutkan memilih untuk pindah kamar dan bergabung di kamar Millie. Dia telah menjadi salah satu bagian dari anggota Mariposa.Ya, kini yang ada di sisi Canna hanyalah Joanne. Gadis bergaya tomboi dan berambut pendek itu sedang duduk di kursi kecil yang
Axe membawa Canna ke ruangannya dan meninggalkannya di atas sofa. Entah apa yang dilakukan olehnya hingga membuat Canna menunggu cukup lama. Apakah dia sedang menyiapkan obat?"Masih ada waktu untuk kembali ke asmaramu. Apa kamu mau makan siang dulu?" Axe bersandar di pintu saat melihat Canna yang kebosanan menunggu."Apa?""Aku membuatnya sendiri. Jadi kamu hanya perlu memakannya."Canna mengerutkan kening dan merenungkan apa yang dikatakan Axe. Apakah selama dia menunggu, guru itu justru sedang memasak alih-alih meracik obat? Tidak, lebih anehnya lagi, guru itu yang memasak sendiri?"Bukankah tadi guru bilang akan meresepkan sesuatu untuk pemulihanku?""Resepnya adalah makanan. Obat yang kubuat untukmu sudah sempurna dan tidak perlu terapi lanjutan."Canna menggigit bibir saat melihat Axe yang membuat jawaban begitu tak tahu malu dengan wajahnya yang tanpa ekspresi.Sejak awal, saat Axe kebetulan berjalan melewati tangga, dia melihat Canna yang sedang dalam kesulitan saat dikepung o
Pelajaran herbologi yang dibawakan Mrs. Dorothy dengan praktik di rumah kaca baru saja dimulai. Dia membagi kelompok yang terdiri dari dua murid untuk meneliti senyawa tumbuhan yang berguna sebagai ramuan sihir.Ini adalah hari pertama Canna kembali ke kelas setelah tragedi racun yang hampir merenggut nyawanya. Padahal, misi penyelamatan takdir masa depan Cannaria masih belum berhasil sepenuhnya, tetapi sangat konyol jika dia sudah game over sebelum episode pertama dalam cerita asli dimulai.Duduk di bangku penelitian berbentuk memanjang, Canna mengamati akar elderberry bersama Joanne yang merupakan teman satu kelompoknya. Joanne berusaha mengambil akar dari botol kaca menggunakan pinset."Canna, bagaimana kabarmu? Apa kamu sudah benar-benar pulih?" Millie yang duduk di seberang Canna tiba-tiba memulai pembicaraan. Dia satu kelompok dengan Ellie yang sudah pasti sedang duduk di sampingnya.Canna menahan napas secara refleks saat mendengar pertanyaan yang dia yakini bukanlah bentuk dar
Canna menciprati wajahnya dengan air dingin agar kesadarannya kembali sepenuhnya. Karena pelajaran Axe dimulai siang hari, bisa-bisanya dia tertidur di kamar asrama ketika pelajaran sudah dimulai. Dipastikan dia sudah terlambat. Entah ke mana Joanne berada, dia berjanji akan memarahinya karena tidak membangunkannya. Tega sekali dia.Setelah membasuh wajah, Canna berjalan dengan langkah lebar menuju ruang laboratorium. Ekspresinya begitu tegang seolah akan bertempur di medan perang. Pertempuran ini adalah pertempurannya dengan Axe, mengingat ini adalah pertama kalinya mereka bertemu setelah ciuman bergairah yang mereka lakukan di ruang makan.Mengingat hal itu, Canna tanpa sadar memegang bibirnya, saat masih sibuk berjalan. Wajahnya sontak menjadi merah semerah gunung merapi aktif. Well, butuh beberapa hari untuk menenangkan diri dari ingatan itu sebelum wajahnya menegang kembali, seperti saat ini."Canna!" Joanne berdesis saat melihat Canna mengintip di jendela.Canna lantas mengendap
Canna mengambil kaca spesimen dan peti kayu berisi lusinan ulat beracun dengan berhati-hati. Dia tidak mau mati konyol hanya karena terkena sehelai bulu ulat. Harga dirinya sebagai tokoh antagonis di dunia ini seolah sudah digadaikan.Setelah sampai di depan meja Axe, dia meletakkan semua yang dibawa dengan senyuman secerah matahari, meskipun faktanya tersembunyi awan hitam dan petir menggelegar. Dia berusaha keras menahan kekesalan di balik wajahnya yang tersenyum.Tepat saat dia berbalik dan berniat kembali ke tempat duduk, suara berat Axe kembali mendistorsinya."Tetap diam di tempatmu. Aku tidak pernah menyuruhmu untuk pergi," kata Axe datar tanpa menoleh ke arah Canna. Pusat atensinya tertuju kepada sarung tangan yang sedang dia kenakan. "Bagikan ulat-ulat ini pada masing-masing botol kaca spesimen milik teman-temanmu,” imbuhnya dengan pandangan yang tetap tidak repot-repot melihat ke arah Canna.Canna menggeram rendah dengan tubuh gemetar. Demi apapun, ini adalah pertama kalinya
Canna mengangkat kedua alis dan kembali menoleh ke depan. Dia tidak tahan berlama-lama melihat ke belakang karena pemandangan dada bidang Axe yang berada tepat di depan matanya. Itu membuatnya berdebar.Bahkan, debaran itu masih terasa hanya karena wangi maskulin dari perpaduan citrus dan wood yang menguar dari tubuh Axe. Begitu memabukkan, hingga dia harus memohon kepada jantungnya untuk bekerjasama."Sebagai guru, aku mengingatkan untuk tidak mudah bertendensi pada keindahan.""A-aku tidak begitu." Canna berkilah masih dengan pandangan lurus ke depan."Hmph." Axe berdeham dan terlihat jelas jika dia meragukannya."Sungguh, aku tidak begitu. Kenapa guru sok tahu?" Canna mulai sewot meskipun tubuhnya tetap mematung karena jarak mereka yang begitu dekat. Mungkin jika dia bergerak punggungnya akan bersentuhan dengan dada bidang itu.Axe tersenyum tipis dan berkata dengan tenang, "Kamu pernah bilang jika keindahan visual adalah yang utama. Entah berapa kali kamu menekankan tentang poin k
"Aku mendapatkan ijinnya!" Deborah berseru dengan wajah berbinar cerah. Beberapa menit yang lalu, Mrs. Dorothy telah memberikan ijin untuk keluar dari gerbang Hoover dan pergi ke alun-alun kota. Alasannya, dia berkata ingin membeli beberapa keperluan demi persiapan tugas Alchemis—menuju Air Terjun Menari. Namun, faktanya dia hanya ingin nongkrong cantik bersama anggota Mariposa."Bagus!" Mariana yang berdiri di depan lemari sudah bersiap-siap memilih gaun, "Ehm, Millie, menurutmu aku harus memakai yang warna ungu atau hijau?"Millie menatap kedua gaun yang ada di masing-masing tangan Mariana dengan wajah datar, "Ungu. Kamu terlihat seperti bayam berjalan jika memakai yang satunya," jawabnya lempeng hingga membuat Mariana mendelik seketika."Apa?" Mariana meninggikan suara dengan wajah mengetat. Meskipun rambutnya berwarna hijau berkilau, bisa-bisanya dia disamakan dengan bayam berjalan. "Apa kamu tidak tahu jika warna hijau dari rambutku ini alami dan langka? Ini adalah rambut kebang
Setelah beberapa hari mengikuti pelajaran, kelompok tugas Alchemis telah diputuskan. Canna mendapat kelompok bersama Felix, Joanne, dan Dimitri.Di sisi lain, Felix sudah kembali ke akademi setelah luka di betisnya membaik. Pemuda tampan itu menunjukkan ekspresi seperti biasa, ramah dan dipenuhi kehangatan tanpa membicarakan luka yang dia sembunyikan.Mereka berempat kini menaiki mobil klasik menuju Prada, desa terpencil yang berjarak beberapa ratus mil dari Hoover yang mana terletak Air Terjun Menari. Dinamakan begitu karena bunyi dering musikal yang terdengar saat pancaran airnya terjun membentur kolam perunggu di bawah sana.Setelah sampai tidak jauh dari air terjun, mereka bergegas turun dari mobil.Canna mendongak dan melihat langit bersih serta awan jingga yang bergerak. Udara sore di sekitar terasa begitu segar sehingga membuatnya menghirup napas dalam-dalam. Dia tidak menyangka, jika keluar dari gerbang Hoover bisa membuatnya se-damai ini."Bagaimana jika kita mulai mencari?"
'Aku, merasa mengantuk,' pikir Canna dengan pandangan kosong.Seperti biasa, Canna berjalan di kampus akademi seperti itik yang kesepian, dikucilkan dari kelompok dan dunia sekitarnya.Saat melangkah, dia tidak bisa menguap karena menjaga citranya sebagai wanita antagonis yang elegan. Sebagai gantinya, dia menggigit bibir hingga air matanya keluar.Langkahnya menuju kelas terasa berat, matanya yang merah seperti kelilipan. Namun, dia tak bisa mengabaikan pemandangan yang terjadi di belakang gedung sihir. Di sana, suasana menjadi serius.Troy, didampingi oleh pengikut-pengikutnya, sedang bersenang-senang dengan menyiksa Dimitri. Bajingan gendut itu bahkan tidak menyadari kehadiran Canna di belakang mereka. Mereka sibuk mengejek Dimitri, sementara Canna menyaksikan semuanya dengan dingin."Hei, Tolol! Katakan berapa 12x7, huh?""...."Dimitri hanya menunduk, kacamata tebalnya nyaris terjatuh dari hidungnya."Bukankah selama ini kamu selalu mencari muka di hadapan para guru? Sekarang kat
🔞 Mature content. Bijaklah dalam membaca!__"Aku ingin sekali memasukkannya ke dalam mulutmu, tapi aku yakin itu akan merusak wajah cantik yang menggemaskan ini. Jadi, bagaimana jawabanmu?" Sambil melafalkan kata-kata vulgar itu, Axe meraih pergelangan Canna dan membiarkannya memegang kejantanannya. Terkejut dengan ketebalan yang tidak bisa dipegang dengan satu tangan, Canna mencoba menarik tangannya keluar dari dalam celananya, tetapi itu sia-sia. "Ke mana perginya keberanianmu tadi? Kamu yang melemparkan dirimu padaku, jika kamu lupa." Mata biru keabu-abuan Axe berkilat menggoda sambil menahan tubuh Canna untuk tidak bergerak. Mulanya, Canna memang hanya berniat menggodanya, tetapi kini dia justru terjebak dan tidak bisa lepas dari genggamannya. Dia sering mendengar dirinya disebut 'wanita gila', tetapi tampaknya Axe bukanlah tandingannya. Pria itu lebih gila daripada siapapun."Tapi, aku tidak tahu bagaimana cara melakukannya." Canna bergumam pelan dan berpura-pura bersikap te
Ellie membawa keranjang buah sambil berjalan menyusuri hutan. Pada sore hari seperti ini, Felix biasanya berlatih pedang di dekat danau, dan Ellie berniat menemuinya.Tepat seperti yang diduga, Felix terlihat begitu serius berlatih hingga keringatnya bercucuran. Gerakannya begitu lihai dalam mengayunkan pedang, disertai mana sihirnya yang kuat membuat aura-nya yang hangat seketika berubah menjadi seperti aura berbahaya.Ellie yang melihat itu semua di balik pohon, tiba-tiba pipinya bersemu merah karena menurutnya Felix terlihat begitu menarik.Felix yang menyadari keberadaan Ellie lantas menghentikan gerakannya dan meletakkan pedangnya, "Apa kamu akan terus bersembunyi di situ?"Ellie terkesiap dan merasa malu. Dengan langkah ragu, dia mendekati Felix dan berusaha mengurangi jarak di antara mereka. "Maaf, aku tahu aku mengganggumu saat latihan. Aku hanya ingin memberimu ini," ucapnya seraya menyodorkan keranjang berisi buah-buahan segar."Sudah kubilang aku tidak membutuhkan sesuatu s
Kelopak mata Canna terbuka hingga mengungkapkan bulu matanya yang lentik. Mengedarkan pandangan, dia mendapati dirinya berada di sebuah rumah klasik yang sederhana. Namun, ini bukanlah kamar asrama Hoover. Apakah dia berada di rumah salah satu penduduk Desa Kacang?"Kamu sudah bangun?" kata Felix sambil membawa makanan dan meletakkannya di atas nakas. "Jangan banyak bergerak, karena lukamu baru diobati.""Terima kasih sudah mengobatiku, Felix.""Bukan aku yang mengobatimu, tetapi Guru Axe. Seperti saat kejadian sebelumnya." Felix membicarakan tentang kejadian racun di Trapple Park dan saat itu Axe juga yang mengobati Canna. "Tapi mengapa kejadian buruk selalu menimpa kamu? Aku khawatir setiap kali," tambahnya sambil menghela nafas."Maaf, aku juga tidak menginginkannya," ujar Canna dengan lesu. "Tapi seseorang memukulku dari belakang. Meskipun tidak seberapa terlihat jelas, aku yakin dia adalah seorang gadis berambut pirang keemasan. Aku benar-benar tidak berbohong. Sungguh!" imbuhnya
Puluhan murid yang berada di Desa Kacang tidak pernah menyangka akan dihadapkan dengan situasi mencekam seperti ini. Sekumpulan prajurit tiba-tiba muncul dan mengelilingi desa, tepat setelah Canna terjatuh dengan kepala berlumuran darah.Beberapa jam sebelum kejadian mengejutkan itu, seorang murid berteriak histeris saat menemukan Canna terbaring tak sadarkan diri di samping sebuah nisan dengan kepala bercucuran darah.Axe mendengar jeritan itu dan segera berlari ke tempat kejadian. Wajah yang biasanya dingin dan tanpa ekspresi langsung mencerminkan kekhawatiran dan kemarahan.Dengan hati-hati, tangannya yang besar mengangkat tubuh Canna, membawa gadis itu ke tempat yang lebih aman.Ketika Canna berada dalam pelukannya, Axe merasa ada sesuatu yang lemah terlontar dari bibir gadis itu, "Dia ... gadis berambut pirang itu berlari," gumamnya sebelum akhirnya benar-benar kehilangan kesadaran.Berkat itu, puluhan murid perempuan dengan rambut pirang keemasan kini dipaksa untuk menjalani pem
Joanne yang menikmati waktu santainya dengan membaca novel di tempat tidur, harus gagal fokus saat melihat Canna yang sejak tadi tersenyum-senyum sendiri, "Apa sih yang sedang kamu lakukan?"Canna sontak menutupi wajahnya dengan bantal dilengkapi bibirnya yang masih berkedut, "Tidak ada yang kulakukan," katanya sambil mengulum senyum."Lalu ada apa dengan ekspresi menakutkan itu? Apa kamu habis memenangkan lotre?" Pandangan Joanne kembali fokus kepada bukunya. Diam-diam tubuhnya bergidik ngeri karena melihat senyuman Canna yang tidak berhenti."Kamu tahu sendiri keberuntunganku dalam bermain lotre tidak bisa diandalkan.""Lalu? Kamu biasanya memang sedikit gila, tetapi kali ini sepertinya jadi lebih gila," seloroh Joanne dengan ekspresi lempeng sebelum mendapat lemparan bantal dari Canna, "akh!" ringisnya lalu balik melempar bantal itu lagi.Canna mendesah dan menatap kosong langit-langit kamarnya yang tidak estetik. Perkataan Joanne tentang 'wanita gila' kembali mengingatkannya kepad
Canna berjungkit terkesiap saat melihat Axe yang tiba-tiba muncul di belakangnya, "Ehm, sejak kapan guru datang?""Sejak kamu terus melamun sambil mengumpat. Apa ada yang mengganggumu?"Ekor mata Canna berusaha menghindar dari Axe, "Ehm, tidak ada. Dan jika ada, memangnya apa yang akan dilakukan oleh guru?" Dia mulai menunjukkan ekspresi penasaran."Mungkin aku akan memberinya sedikit pelajaran.""Pelajaran apa yang guru maksud? Apakah guru akan memberinya pelajaran alchemist?" seloroh Canna dengan tersenyum kecil.Axe menyeringai, "Sepertinya pelajaran yang akan sulit untuk dilupakan." Masih berdiri di belakang Canna, Axe sedikit mencondongkan tubuh dan mendekatkan bibir untuk berbisik lirih di telinganya, "Sebenarnya, aku sangat pandai dalam memotong."Senyuman yang sejak awal melekat di bibir Canna perlahan berubah menjadi senyuman pias. Anehnya, tubuhnya tiba-tiba merinding karena hawa dingin yang entah darimana datangnya.Dilirikkan ekor matanya ke belakang dan melihat wajah Axe
"... Felix, jujur aku sangat lelah." Ellie berkata lirih dengan kepala menunduk. Wajah cantik yang biasanya bersinar cerah kini terlihat gelap dan suram. Dia duduk di ruang investigasi bersama Felix dan Joanne.Ya, mereka bertiga masih saja menjalani proses penyelidikan. Meskipun sudah lima belas hari berlalu sejak kedatangan Perdana Menteri yang membuat kegemparan di Hoover, belum juga ditemukan titik terang."Kelelahanmu tidak ada urusannya denganku." Felix menjawab datar, tanpa ekspresi.Mendengar jawaban dingin yang selalu keluar dari mulut Felix, air mata mulai menetes di pipi merah Ellie. Dadanya terasa sesak dan nyeri. Di mana Felix yang selalu hangat kepadanya? Kini, hanya ada tembok besar di antara mereka."Mengapa kita semua menjadi seperti ini? Mengapa kita harus saling mencurigai satu sama lain?" Tersirat keputusasaan dari riak-riak mata Ellie. Dia sungguh tidak suka dengan hubungan mereka yang sebelumnya hangat berubah menjadi dingin seperti sekarang."Karena belum ditemu
Canna mengerutkan kening saat mendengar suara yang begitu familiar. Suara dalam dan rendah, yang terkesan tidak acuh dan bermalas-malasan. Itu adalah suara terseksi yang pernah dia dengar. Mirip seperti suara ...."Axe?" Canna sontak melebarkan mata.Tersenyum menyeringai, Axe membuka tudung jubahnya sehingga wajahnya yang rupawan terlihat sempurna."Bagaimana dengan suara yang kudengar tadi?" Canna membicarakan tentang suara Axe yang berbeda saat di acara pelelangan."Aku menggunakan sihir pengubah suara."Kening Canna semakin berkerut, "Apa guru senang telah bermain-main denganku? Karena guru uangku jadi melayang begitu saja. Haish! Dasar penipu!" Canna melampiaskan kekesalan dengan wajah cemberutnya yang lucu.Axe terkekeh, "Bukankah kamu juga melakukannya? Kamu melakukan penipuan dengan sihir ilusimu jika kamu lupa."Canna terdiam, tanpa membalasnya. Meskipun menyebalkan, ucapan pria itu memang seringkali benar. "Hah! Karena guru tampan, maka akan kumaafkan." Canna bergumam renda