"Aku mendapatkan ijinnya!" Deborah berseru dengan wajah berbinar cerah. Beberapa menit yang lalu, Mrs. Dorothy telah memberikan ijin untuk keluar dari gerbang Hoover dan pergi ke alun-alun kota. Alasannya, dia berkata ingin membeli beberapa keperluan demi persiapan tugas Alchemis—menuju Air Terjun Menari. Namun, faktanya dia hanya ingin nongkrong cantik bersama anggota Mariposa."Bagus!" Mariana yang berdiri di depan lemari sudah bersiap-siap memilih gaun, "Ehm, Millie, menurutmu aku harus memakai yang warna ungu atau hijau?"Millie menatap kedua gaun yang ada di masing-masing tangan Mariana dengan wajah datar, "Ungu. Kamu terlihat seperti bayam berjalan jika memakai yang satunya," jawabnya lempeng hingga membuat Mariana mendelik seketika."Apa?" Mariana meninggikan suara dengan wajah mengetat. Meskipun rambutnya berwarna hijau berkilau, bisa-bisanya dia disamakan dengan bayam berjalan. "Apa kamu tidak tahu jika warna hijau dari rambutku ini alami dan langka? Ini adalah rambut kebang
Setelah beberapa hari mengikuti pelajaran, kelompok tugas Alchemis telah diputuskan. Canna mendapat kelompok bersama Felix, Joanne, dan Dimitri.Di sisi lain, Felix sudah kembali ke akademi setelah luka di betisnya membaik. Pemuda tampan itu menunjukkan ekspresi seperti biasa, ramah dan dipenuhi kehangatan tanpa membicarakan luka yang dia sembunyikan.Mereka berempat kini menaiki mobil klasik menuju Prada, desa terpencil yang berjarak beberapa ratus mil dari Hoover yang mana terletak Air Terjun Menari. Dinamakan begitu karena bunyi dering musikal yang terdengar saat pancaran airnya terjun membentur kolam perunggu di bawah sana.Setelah sampai tidak jauh dari air terjun, mereka bergegas turun dari mobil.Canna mendongak dan melihat langit bersih serta awan jingga yang bergerak. Udara sore di sekitar terasa begitu segar sehingga membuatnya menghirup napas dalam-dalam. Dia tidak menyangka, jika keluar dari gerbang Hoover bisa membuatnya se-damai ini."Bagaimana jika kita mulai mencari?"
Para alchemis yang ada di rumah lelang kontan berdengung kaget. Mereka tidak menyangka akan mendengar penawaran fantastis hanya untuk seonggok rumput.Pun Canna yang melebarkan mata lengkap dengan mulut menganga. Menoleh ke belakang, dia mencoba memendarkan pandangan untuk melihat siapa gerangan seseorang yang berani menawar rumput seharga 200 keping koin emas.Di sofa merah, terlihat pria misterius berjubah hitam dengan penutup kepala yang duduk dengan elegan. Meskipun wajahnya tidak seberapa terlihat, dia memancarkan aura yang tidak biasa. Apakah itu yang dinamakan kharisma?Namun, mengapa dia berjubah hitam sementara yang lainnya berjubah hijau botol? Apakah karena dia seorang tamu terhormat yang duduk di sofa merah?"Berani-beraninya dia menggagalkan rencana kita untuk membawa pulang rumput emas. Ayo, Felix, jangan mau kalah!" Canna berkata serius sambil menyenggol lengan Felix."300 emas!" Felix kembali membuka suara.Senyuman Canna seketika mengembang bersamaan dengan dagu mulus
Canna mengerutkan kening saat mendengar suara yang begitu familiar. Suara dalam dan rendah, yang terkesan tidak acuh dan bermalas-malasan. Itu adalah suara terseksi yang pernah dia dengar. Mirip seperti suara ...."Axe?" Canna sontak melebarkan mata.Tersenyum menyeringai, Axe membuka tudung jubahnya sehingga wajahnya yang rupawan terlihat sempurna."Bagaimana dengan suara yang kudengar tadi?" Canna membicarakan tentang suara Axe yang berbeda saat di acara pelelangan."Aku menggunakan sihir pengubah suara."Kening Canna semakin berkerut, "Apa guru senang telah bermain-main denganku? Karena guru uangku jadi melayang begitu saja. Haish! Dasar penipu!" Canna melampiaskan kekesalan dengan wajah cemberutnya yang lucu.Axe terkekeh, "Bukankah kamu juga melakukannya? Kamu melakukan penipuan dengan sihir ilusimu jika kamu lupa."Canna terdiam, tanpa membalasnya. Meskipun menyebalkan, ucapan pria itu memang seringkali benar. "Hah! Karena guru tampan, maka akan kumaafkan." Canna bergumam renda
"... Felix, jujur aku sangat lelah." Ellie berkata lirih dengan kepala menunduk. Wajah cantik yang biasanya bersinar cerah kini terlihat gelap dan suram. Dia duduk di ruang investigasi bersama Felix dan Joanne.Ya, mereka bertiga masih saja menjalani proses penyelidikan. Meskipun sudah lima belas hari berlalu sejak kedatangan Perdana Menteri yang membuat kegemparan di Hoover, belum juga ditemukan titik terang."Kelelahanmu tidak ada urusannya denganku." Felix menjawab datar, tanpa ekspresi.Mendengar jawaban dingin yang selalu keluar dari mulut Felix, air mata mulai menetes di pipi merah Ellie. Dadanya terasa sesak dan nyeri. Di mana Felix yang selalu hangat kepadanya? Kini, hanya ada tembok besar di antara mereka."Mengapa kita semua menjadi seperti ini? Mengapa kita harus saling mencurigai satu sama lain?" Tersirat keputusasaan dari riak-riak mata Ellie. Dia sungguh tidak suka dengan hubungan mereka yang sebelumnya hangat berubah menjadi dingin seperti sekarang."Karena belum ditemu
Canna berjungkit terkesiap saat melihat Axe yang tiba-tiba muncul di belakangnya, "Ehm, sejak kapan guru datang?""Sejak kamu terus melamun sambil mengumpat. Apa ada yang mengganggumu?"Ekor mata Canna berusaha menghindar dari Axe, "Ehm, tidak ada. Dan jika ada, memangnya apa yang akan dilakukan oleh guru?" Dia mulai menunjukkan ekspresi penasaran."Mungkin aku akan memberinya sedikit pelajaran.""Pelajaran apa yang guru maksud? Apakah guru akan memberinya pelajaran alchemist?" seloroh Canna dengan tersenyum kecil.Axe menyeringai, "Sepertinya pelajaran yang akan sulit untuk dilupakan." Masih berdiri di belakang Canna, Axe sedikit mencondongkan tubuh dan mendekatkan bibir untuk berbisik lirih di telinganya, "Sebenarnya, aku sangat pandai dalam memotong."Senyuman yang sejak awal melekat di bibir Canna perlahan berubah menjadi senyuman pias. Anehnya, tubuhnya tiba-tiba merinding karena hawa dingin yang entah darimana datangnya.Dilirikkan ekor matanya ke belakang dan melihat wajah Axe
Joanne yang menikmati waktu santainya dengan membaca novel di tempat tidur, harus gagal fokus saat melihat Canna yang sejak tadi tersenyum-senyum sendiri, "Apa sih yang sedang kamu lakukan?"Canna sontak menutupi wajahnya dengan bantal dilengkapi bibirnya yang masih berkedut, "Tidak ada yang kulakukan," katanya sambil mengulum senyum."Lalu ada apa dengan ekspresi menakutkan itu? Apa kamu habis memenangkan lotre?" Pandangan Joanne kembali fokus kepada bukunya. Diam-diam tubuhnya bergidik ngeri karena melihat senyuman Canna yang tidak berhenti."Kamu tahu sendiri keberuntunganku dalam bermain lotre tidak bisa diandalkan.""Lalu? Kamu biasanya memang sedikit gila, tetapi kali ini sepertinya jadi lebih gila," seloroh Joanne dengan ekspresi lempeng sebelum mendapat lemparan bantal dari Canna, "akh!" ringisnya lalu balik melempar bantal itu lagi.Canna mendesah dan menatap kosong langit-langit kamarnya yang tidak estetik. Perkataan Joanne tentang 'wanita gila' kembali mengingatkannya kepad
Puluhan murid yang berada di Desa Kacang tidak pernah menyangka akan dihadapkan dengan situasi mencekam seperti ini. Sekumpulan prajurit tiba-tiba muncul dan mengelilingi desa, tepat setelah Canna terjatuh dengan kepala berlumuran darah.Beberapa jam sebelum kejadian mengejutkan itu, seorang murid berteriak histeris saat menemukan Canna terbaring tak sadarkan diri di samping sebuah nisan dengan kepala bercucuran darah.Axe mendengar jeritan itu dan segera berlari ke tempat kejadian. Wajah yang biasanya dingin dan tanpa ekspresi langsung mencerminkan kekhawatiran dan kemarahan.Dengan hati-hati, tangannya yang besar mengangkat tubuh Canna, membawa gadis itu ke tempat yang lebih aman.Ketika Canna berada dalam pelukannya, Axe merasa ada sesuatu yang lemah terlontar dari bibir gadis itu, "Dia ... gadis berambut pirang itu berlari," gumamnya sebelum akhirnya benar-benar kehilangan kesadaran.Berkat itu, puluhan murid perempuan dengan rambut pirang keemasan kini dipaksa untuk menjalani pem