Canna berjungkit terkesiap saat melihat Axe yang tiba-tiba muncul di belakangnya, "Ehm, sejak kapan guru datang?""Sejak kamu terus melamun sambil mengumpat. Apa ada yang mengganggumu?"Ekor mata Canna berusaha menghindar dari Axe, "Ehm, tidak ada. Dan jika ada, memangnya apa yang akan dilakukan oleh guru?" Dia mulai menunjukkan ekspresi penasaran."Mungkin aku akan memberinya sedikit pelajaran.""Pelajaran apa yang guru maksud? Apakah guru akan memberinya pelajaran alchemist?" seloroh Canna dengan tersenyum kecil.Axe menyeringai, "Sepertinya pelajaran yang akan sulit untuk dilupakan." Masih berdiri di belakang Canna, Axe sedikit mencondongkan tubuh dan mendekatkan bibir untuk berbisik lirih di telinganya, "Sebenarnya, aku sangat pandai dalam memotong."Senyuman yang sejak awal melekat di bibir Canna perlahan berubah menjadi senyuman pias. Anehnya, tubuhnya tiba-tiba merinding karena hawa dingin yang entah darimana datangnya.Dilirikkan ekor matanya ke belakang dan melihat wajah Axe
Joanne yang menikmati waktu santainya dengan membaca novel di tempat tidur, harus gagal fokus saat melihat Canna yang sejak tadi tersenyum-senyum sendiri, "Apa sih yang sedang kamu lakukan?"Canna sontak menutupi wajahnya dengan bantal dilengkapi bibirnya yang masih berkedut, "Tidak ada yang kulakukan," katanya sambil mengulum senyum."Lalu ada apa dengan ekspresi menakutkan itu? Apa kamu habis memenangkan lotre?" Pandangan Joanne kembali fokus kepada bukunya. Diam-diam tubuhnya bergidik ngeri karena melihat senyuman Canna yang tidak berhenti."Kamu tahu sendiri keberuntunganku dalam bermain lotre tidak bisa diandalkan.""Lalu? Kamu biasanya memang sedikit gila, tetapi kali ini sepertinya jadi lebih gila," seloroh Joanne dengan ekspresi lempeng sebelum mendapat lemparan bantal dari Canna, "akh!" ringisnya lalu balik melempar bantal itu lagi.Canna mendesah dan menatap kosong langit-langit kamarnya yang tidak estetik. Perkataan Joanne tentang 'wanita gila' kembali mengingatkannya kepad
Puluhan murid yang berada di Desa Kacang tidak pernah menyangka akan dihadapkan dengan situasi mencekam seperti ini. Sekumpulan prajurit tiba-tiba muncul dan mengelilingi desa, tepat setelah Canna terjatuh dengan kepala berlumuran darah.Beberapa jam sebelum kejadian mengejutkan itu, seorang murid berteriak histeris saat menemukan Canna terbaring tak sadarkan diri di samping sebuah nisan dengan kepala bercucuran darah.Axe mendengar jeritan itu dan segera berlari ke tempat kejadian. Wajah yang biasanya dingin dan tanpa ekspresi langsung mencerminkan kekhawatiran dan kemarahan.Dengan hati-hati, tangannya yang besar mengangkat tubuh Canna, membawa gadis itu ke tempat yang lebih aman.Ketika Canna berada dalam pelukannya, Axe merasa ada sesuatu yang lemah terlontar dari bibir gadis itu, "Dia ... gadis berambut pirang itu berlari," gumamnya sebelum akhirnya benar-benar kehilangan kesadaran.Berkat itu, puluhan murid perempuan dengan rambut pirang keemasan kini dipaksa untuk menjalani pem
Kelopak mata Canna terbuka hingga mengungkapkan bulu matanya yang lentik. Mengedarkan pandangan, dia mendapati dirinya berada di sebuah rumah klasik yang sederhana. Namun, ini bukanlah kamar asrama Hoover. Apakah dia berada di rumah salah satu penduduk Desa Kacang?"Kamu sudah bangun?" kata Felix sambil membawa makanan dan meletakkannya di atas nakas. "Jangan banyak bergerak, karena lukamu baru diobati.""Terima kasih sudah mengobatiku, Felix.""Bukan aku yang mengobatimu, tetapi Guru Axe. Seperti saat kejadian sebelumnya." Felix membicarakan tentang kejadian racun di Trapple Park dan saat itu Axe juga yang mengobati Canna. "Tapi mengapa kejadian buruk selalu menimpa kamu? Aku khawatir setiap kali," tambahnya sambil menghela nafas."Maaf, aku juga tidak menginginkannya," ujar Canna dengan lesu. "Tapi seseorang memukulku dari belakang. Meskipun tidak seberapa terlihat jelas, aku yakin dia adalah seorang gadis berambut pirang keemasan. Aku benar-benar tidak berbohong. Sungguh!" imbuhnya
Ellie membawa keranjang buah sambil berjalan menyusuri hutan. Pada sore hari seperti ini, Felix biasanya berlatih pedang di dekat danau, dan Ellie berniat menemuinya.Tepat seperti yang diduga, Felix terlihat begitu serius berlatih hingga keringatnya bercucuran. Gerakannya begitu lihai dalam mengayunkan pedang, disertai mana sihirnya yang kuat membuat aura-nya yang hangat seketika berubah menjadi seperti aura berbahaya.Ellie yang melihat itu semua di balik pohon, tiba-tiba pipinya bersemu merah karena menurutnya Felix terlihat begitu menarik.Felix yang menyadari keberadaan Ellie lantas menghentikan gerakannya dan meletakkan pedangnya, "Apa kamu akan terus bersembunyi di situ?"Ellie terkesiap dan merasa malu. Dengan langkah ragu, dia mendekati Felix dan berusaha mengurangi jarak di antara mereka. "Maaf, aku tahu aku mengganggumu saat latihan. Aku hanya ingin memberimu ini," ucapnya seraya menyodorkan keranjang berisi buah-buahan segar."Sudah kubilang aku tidak membutuhkan sesuatu s
🔞 Mature content. Bijaklah dalam membaca!__"Aku ingin sekali memasukkannya ke dalam mulutmu, tapi aku yakin itu akan merusak wajah cantik yang menggemaskan ini. Jadi, bagaimana jawabanmu?" Sambil melafalkan kata-kata vulgar itu, Axe meraih pergelangan Canna dan membiarkannya memegang kejantanannya. Terkejut dengan ketebalan yang tidak bisa dipegang dengan satu tangan, Canna mencoba menarik tangannya keluar dari dalam celananya, tetapi itu sia-sia. "Ke mana perginya keberanianmu tadi? Kamu yang melemparkan dirimu padaku, jika kamu lupa." Mata biru keabu-abuan Axe berkilat menggoda sambil menahan tubuh Canna untuk tidak bergerak. Mulanya, Canna memang hanya berniat menggodanya, tetapi kini dia justru terjebak dan tidak bisa lepas dari genggamannya. Dia sering mendengar dirinya disebut 'wanita gila', tetapi tampaknya Axe bukanlah tandingannya. Pria itu lebih gila daripada siapapun."Tapi, aku tidak tahu bagaimana cara melakukannya." Canna bergumam pelan dan berpura-pura bersikap te
'Aku, merasa mengantuk,' pikir Canna dengan pandangan kosong.Seperti biasa, Canna berjalan di kampus akademi seperti itik yang kesepian, dikucilkan dari kelompok dan dunia sekitarnya.Saat melangkah, dia tidak bisa menguap karena menjaga citranya sebagai wanita antagonis yang elegan. Sebagai gantinya, dia menggigit bibir hingga air matanya keluar.Langkahnya menuju kelas terasa berat, matanya yang merah seperti kelilipan. Namun, dia tak bisa mengabaikan pemandangan yang terjadi di belakang gedung sihir. Di sana, suasana menjadi serius.Troy, didampingi oleh pengikut-pengikutnya, sedang bersenang-senang dengan menyiksa Dimitri. Bajingan gendut itu bahkan tidak menyadari kehadiran Canna di belakang mereka. Mereka sibuk mengejek Dimitri, sementara Canna menyaksikan semuanya dengan dingin."Hei, Tolol! Katakan berapa 12x7, huh?""...."Dimitri hanya menunduk, kacamata tebalnya nyaris terjatuh dari hidungnya."Bukankah selama ini kamu selalu mencari muka di hadapan para guru? Sekarang kat
Toko Roti Gustave adalah satu-satunya toko di Pusat Schwerin yang terkenal dengan kualitas adonan terbaik. Mereka sering memuji-muji roti serta kue keringnya yang lezat.Setiap hari, lusinan pelanggan yang mengantri menghiasi toko ini. Termasuk, Canna dan Felix yang sedang duduk di meja, menunggu hidangan yang baru saja mereka pesan di tengah kerumunan pengunjung setia.Gustave dengan gesit mengambil hidangan-hidangan yang baru saja matang dari panggangan, meletakkannya dengan cermat di atas nampan, dan kemudian berjalan dengan langkah pasti menuju meja yang ditempati oleh Canna dan Felix."Baklava, sebuah karya seni roti berlapis yang membawa cita rasa yang hangat telah siap," ucap Gustave sambil merasa puas dengan hasil kerjanya, "Tidak hanya itu, pancake lemon manis juga telah kusiapkan khusus untuk Lady yang manis ini." Dengan sentuhan penuh keanggunan, Gustave meletakkan hidangan-hidangan itu di depan Felix dan Canna.Namun, tak hanya itu yang membuat momen ini istimewa. Gustave
Kegiatan yang paling dinantikan oleh para murid akhir-akhir ini adalah pesta kelulusan tahunan. Pesta ini bukan sekadar perayaan, tetapi juga kesempatan untuk memamerkan kemewahan dan prestise mereka. Para murid telah diberi cuti dan diperbolehkan kembali ke kediaman masing-masing untuk mempersiapkan diri menjelang pesta.Di kediaman mereka, semuanya sibuk menyiapkan diri dengan penuh antusias. Mereka memilih gaun dan setelan jas yang paling sesuai dengan selera masing-masing. Persiapan untuk pesta kelulusan menjadi sebuah ritual istimewa yang mereka lakukan untuk terlihat sempurna.Namun, di tengah keramaian ini, Canna justru sedang bersantai sambil menikmati segelas jus apel yang disiapkan oleh Emma. Beberapa hari terakhir, ia kembali ke kediaman Duke William, dan ternyata, ia merasa nyaman berada di rumah."Lady, ada yang mengirimkan ini untuk Anda," kata Emma sambil membawa sebuah surat dan sebuah kotak hadiah besar.Canna mengangkat alisnya ketika melihat Emma membawa barang-bara
Toko Roti Gustave adalah satu-satunya toko di Pusat Schwerin yang terkenal dengan kualitas adonan terbaik. Mereka sering memuji-muji roti serta kue keringnya yang lezat.Setiap hari, lusinan pelanggan yang mengantri menghiasi toko ini. Termasuk, Canna dan Felix yang sedang duduk di meja, menunggu hidangan yang baru saja mereka pesan di tengah kerumunan pengunjung setia.Gustave dengan gesit mengambil hidangan-hidangan yang baru saja matang dari panggangan, meletakkannya dengan cermat di atas nampan, dan kemudian berjalan dengan langkah pasti menuju meja yang ditempati oleh Canna dan Felix."Baklava, sebuah karya seni roti berlapis yang membawa cita rasa yang hangat telah siap," ucap Gustave sambil merasa puas dengan hasil kerjanya, "Tidak hanya itu, pancake lemon manis juga telah kusiapkan khusus untuk Lady yang manis ini." Dengan sentuhan penuh keanggunan, Gustave meletakkan hidangan-hidangan itu di depan Felix dan Canna.Namun, tak hanya itu yang membuat momen ini istimewa. Gustave
'Aku, merasa mengantuk,' pikir Canna dengan pandangan kosong.Seperti biasa, Canna berjalan di kampus akademi seperti itik yang kesepian, dikucilkan dari kelompok dan dunia sekitarnya.Saat melangkah, dia tidak bisa menguap karena menjaga citranya sebagai wanita antagonis yang elegan. Sebagai gantinya, dia menggigit bibir hingga air matanya keluar.Langkahnya menuju kelas terasa berat, matanya yang merah seperti kelilipan. Namun, dia tak bisa mengabaikan pemandangan yang terjadi di belakang gedung sihir. Di sana, suasana menjadi serius.Troy, didampingi oleh pengikut-pengikutnya, sedang bersenang-senang dengan menyiksa Dimitri. Bajingan gendut itu bahkan tidak menyadari kehadiran Canna di belakang mereka. Mereka sibuk mengejek Dimitri, sementara Canna menyaksikan semuanya dengan dingin."Hei, Tolol! Katakan berapa 12x7, huh?""...."Dimitri hanya menunduk, kacamata tebalnya nyaris terjatuh dari hidungnya."Bukankah selama ini kamu selalu mencari muka di hadapan para guru? Sekarang kat
🔞 Mature content. Bijaklah dalam membaca!__"Aku ingin sekali memasukkannya ke dalam mulutmu, tapi aku yakin itu akan merusak wajah cantik yang menggemaskan ini. Jadi, bagaimana jawabanmu?" Sambil melafalkan kata-kata vulgar itu, Axe meraih pergelangan Canna dan membiarkannya memegang kejantanannya. Terkejut dengan ketebalan yang tidak bisa dipegang dengan satu tangan, Canna mencoba menarik tangannya keluar dari dalam celananya, tetapi itu sia-sia. "Ke mana perginya keberanianmu tadi? Kamu yang melemparkan dirimu padaku, jika kamu lupa." Mata biru keabu-abuan Axe berkilat menggoda sambil menahan tubuh Canna untuk tidak bergerak. Mulanya, Canna memang hanya berniat menggodanya, tetapi kini dia justru terjebak dan tidak bisa lepas dari genggamannya. Dia sering mendengar dirinya disebut 'wanita gila', tetapi tampaknya Axe bukanlah tandingannya. Pria itu lebih gila daripada siapapun."Tapi, aku tidak tahu bagaimana cara melakukannya." Canna bergumam pelan dan berpura-pura bersikap te
Ellie membawa keranjang buah sambil berjalan menyusuri hutan. Pada sore hari seperti ini, Felix biasanya berlatih pedang di dekat danau, dan Ellie berniat menemuinya.Tepat seperti yang diduga, Felix terlihat begitu serius berlatih hingga keringatnya bercucuran. Gerakannya begitu lihai dalam mengayunkan pedang, disertai mana sihirnya yang kuat membuat aura-nya yang hangat seketika berubah menjadi seperti aura berbahaya.Ellie yang melihat itu semua di balik pohon, tiba-tiba pipinya bersemu merah karena menurutnya Felix terlihat begitu menarik.Felix yang menyadari keberadaan Ellie lantas menghentikan gerakannya dan meletakkan pedangnya, "Apa kamu akan terus bersembunyi di situ?"Ellie terkesiap dan merasa malu. Dengan langkah ragu, dia mendekati Felix dan berusaha mengurangi jarak di antara mereka. "Maaf, aku tahu aku mengganggumu saat latihan. Aku hanya ingin memberimu ini," ucapnya seraya menyodorkan keranjang berisi buah-buahan segar."Sudah kubilang aku tidak membutuhkan sesuatu s
Kelopak mata Canna terbuka hingga mengungkapkan bulu matanya yang lentik. Mengedarkan pandangan, dia mendapati dirinya berada di sebuah rumah klasik yang sederhana. Namun, ini bukanlah kamar asrama Hoover. Apakah dia berada di rumah salah satu penduduk Desa Kacang?"Kamu sudah bangun?" kata Felix sambil membawa makanan dan meletakkannya di atas nakas. "Jangan banyak bergerak, karena lukamu baru diobati.""Terima kasih sudah mengobatiku, Felix.""Bukan aku yang mengobatimu, tetapi Guru Axe. Seperti saat kejadian sebelumnya." Felix membicarakan tentang kejadian racun di Trapple Park dan saat itu Axe juga yang mengobati Canna. "Tapi mengapa kejadian buruk selalu menimpa kamu? Aku khawatir setiap kali," tambahnya sambil menghela nafas."Maaf, aku juga tidak menginginkannya," ujar Canna dengan lesu. "Tapi seseorang memukulku dari belakang. Meskipun tidak seberapa terlihat jelas, aku yakin dia adalah seorang gadis berambut pirang keemasan. Aku benar-benar tidak berbohong. Sungguh!" imbuhnya
Puluhan murid yang berada di Desa Kacang tidak pernah menyangka akan dihadapkan dengan situasi mencekam seperti ini. Sekumpulan prajurit tiba-tiba muncul dan mengelilingi desa, tepat setelah Canna terjatuh dengan kepala berlumuran darah.Beberapa jam sebelum kejadian mengejutkan itu, seorang murid berteriak histeris saat menemukan Canna terbaring tak sadarkan diri di samping sebuah nisan dengan kepala bercucuran darah.Axe mendengar jeritan itu dan segera berlari ke tempat kejadian. Wajah yang biasanya dingin dan tanpa ekspresi langsung mencerminkan kekhawatiran dan kemarahan.Dengan hati-hati, tangannya yang besar mengangkat tubuh Canna, membawa gadis itu ke tempat yang lebih aman.Ketika Canna berada dalam pelukannya, Axe merasa ada sesuatu yang lemah terlontar dari bibir gadis itu, "Dia ... gadis berambut pirang itu berlari," gumamnya sebelum akhirnya benar-benar kehilangan kesadaran.Berkat itu, puluhan murid perempuan dengan rambut pirang keemasan kini dipaksa untuk menjalani pem
Joanne yang menikmati waktu santainya dengan membaca novel di tempat tidur, harus gagal fokus saat melihat Canna yang sejak tadi tersenyum-senyum sendiri, "Apa sih yang sedang kamu lakukan?"Canna sontak menutupi wajahnya dengan bantal dilengkapi bibirnya yang masih berkedut, "Tidak ada yang kulakukan," katanya sambil mengulum senyum."Lalu ada apa dengan ekspresi menakutkan itu? Apa kamu habis memenangkan lotre?" Pandangan Joanne kembali fokus kepada bukunya. Diam-diam tubuhnya bergidik ngeri karena melihat senyuman Canna yang tidak berhenti."Kamu tahu sendiri keberuntunganku dalam bermain lotre tidak bisa diandalkan.""Lalu? Kamu biasanya memang sedikit gila, tetapi kali ini sepertinya jadi lebih gila," seloroh Joanne dengan ekspresi lempeng sebelum mendapat lemparan bantal dari Canna, "akh!" ringisnya lalu balik melempar bantal itu lagi.Canna mendesah dan menatap kosong langit-langit kamarnya yang tidak estetik. Perkataan Joanne tentang 'wanita gila' kembali mengingatkannya kepad
Canna berjungkit terkesiap saat melihat Axe yang tiba-tiba muncul di belakangnya, "Ehm, sejak kapan guru datang?""Sejak kamu terus melamun sambil mengumpat. Apa ada yang mengganggumu?"Ekor mata Canna berusaha menghindar dari Axe, "Ehm, tidak ada. Dan jika ada, memangnya apa yang akan dilakukan oleh guru?" Dia mulai menunjukkan ekspresi penasaran."Mungkin aku akan memberinya sedikit pelajaran.""Pelajaran apa yang guru maksud? Apakah guru akan memberinya pelajaran alchemist?" seloroh Canna dengan tersenyum kecil.Axe menyeringai, "Sepertinya pelajaran yang akan sulit untuk dilupakan." Masih berdiri di belakang Canna, Axe sedikit mencondongkan tubuh dan mendekatkan bibir untuk berbisik lirih di telinganya, "Sebenarnya, aku sangat pandai dalam memotong."Senyuman yang sejak awal melekat di bibir Canna perlahan berubah menjadi senyuman pias. Anehnya, tubuhnya tiba-tiba merinding karena hawa dingin yang entah darimana datangnya.Dilirikkan ekor matanya ke belakang dan melihat wajah Axe