Hira berjalan santai melihat-lihat pemandangan di sekitarnya, saat melihat ke sekeliling ada bagian dalam hatinya yang terasa masih sakit. Luka masa lalu itu masih membekas dalam ingatannya.
Menjadi korban bully di masa lalu menyakitkan bukan hanya fisik tetapi mental yang susah disembuhkan.
“Hira, apa yang kamu pikirkan.” Mona mendekat seakan-akan ia tahu apa yang dipikirkan sang sahabat.
“Tempat ini tidak berubah dari beberapa tahun yang lalu, batu itu masih tetap sama.”
Mona ikut menoleh, keduanya sama-sama diam sejenak, tidak mudah memang bagi seorang Hira melupakan semua yang dialami dimasa lalu. Tempat itu tempat anak-anak orang kaya bertemu. Salah satunya orang tua Hira dan orang tua Adnan, hanya saja di masa lalu Hira jadi korban ketidakadilan dunia ia terkucilkan dari anak-anak anak orang kaya pada umumnya.
“Apa kamu belum bisa melupakannya?” tanya Mona sahabatnya, gadis cantik itu salah satu anggota dari klub kuda tersebut.
“Tidak, aku bahkan ingin membalas perbuatan mereka satu persatu saat ini juga.” Tatapan Hira menyala,
“Kamu yakin Hira …? Kamu tidak takut sama mereka lagi?”
Hira yakin. “Tidak, mari kita balas mereka semua.”
Sebelum membalas orang –orang yang membullynya di masa lalu. Hira ingin uji kemampuan dengan Mona.
“Hira, apa kamu yakin bisa melakukanya?” Mona gelisah takut hal buruk terjadi lagi pada sahabatnya.
“Bisa, Aku pilih kuda hitam itu.” Hira menunjukan seekor kuda hitam yang baru saja dikeluarkan dari kandang sama pelatihnya.
Bola mata Mona memutar sempurna, karena ia tahu Hira dulu sangat takut sama kuda, ia bahkan beberapa kali jatuh saat berlatih kuda di masa lalu.
“Kamu yakin Hira …?” Mona memastikan.
“Iya, ayo kita ganti kostum.”
Kedua sahabat itu meninggalkan acara dan berjalan ke samping gedung di sana ada kandang kuda dan lapangan balap kuda. Hira dan Mona sudah mengenakan seragam helem dan sepatu boot. Penampilan cantik Nyra saat mengenakan paAdnann ketat itu mengundang perhatian rekan-rekan Adnan yang saat itu sedang duduk di pinggir taman.
“Adnan … bukankah itu, Hira?”
Mata para lelaki itu melihat ke arah bawah tepatnya di arena balap. Hira dan Mona sudah mulai memberi aba-aba siap bertanding. Pada hitungan ke tiga kedua sahabat itu membuktikan diri mereka kalau keduanya ahli dalam menunggang kuda. Hira bahkan lebih unggul dari Mona, ia melakukannya dengan sangat sempurna dan profesional.
“Bagaimana kamu melakukannya Hira? Maksudku kapan kamu belajar.” Mona penasaran.
Hira tersenyum tipis, “Aku ingin sekali mengalahkan Maya dan gengnya.”
“ Kamu pasti bisa mengalahkannya, Hira. Apakah kamu lapar?” Mona sengaja mengalihkan pembicaraan, ia tidak ingin Hira berurusan dengan gadis sombong seperti Maya dan gengnya.
“Tapi aku ingin sekarang Mon.”
Gadis berambut panjang itu menatap Hira dengan napas berat, “Aku berharap kamu tidak berurusan dengan dia lagi Hira, dia itu orang yang nekat masih sama seperti dulu, bahkan lebih sombong sekarang.”
“Aku ingin sekarang. Bantu aku melakukan balas dendam,” ujar Hira.
“Jangan lelaki itu, kamu tidak akan bisa mengalahkannya. Aku berharap kamu melawan mereka,” usul Mona.
Mendengar nama Dikto, wajah Mona tiba-tiba gelisah, ia tidak ingin berurusan dengan lelaki sombong itu.
“Kenapa … kamu masih tidak yakin denganku? Apa perlu aku mengalahkanmu sekali lagi?” tanya Hira menggoda sang sahabat.
“Iya, aku ingin menantangmu sekali lagi,” tantang Mona
Mereka berdua tidak menyadari semua orang menonton keduanya dari atas. Aksi Hira menunggang kuda terdengar juga pada orang-orang, mereka keluar dari ruangan lalu melihat aksi Mona dan Hira. Kali ini mereka menggunakan busur panah sebagai acuannya. Panah pertama Hira masih kalah Mona tersenyum dengan kedipan meledek, putaran kedua Hira mengimbangi sang sahabat yang jago dalam memanah. Putaran ketiga keduanya sama-sama mencapai target dan memperoleh nilai skor yang sama. Hira tertawa lepas sembari memacu kuda hitam yang ditunggangi. Mona merasa tertantang ia melepaskan panah ketiga karena buru-buru sasarannya tidak tepat. Hal itu memicu tawa keras dari Hira, karena ia tahu Mona salah satu atlet pemanah terbaik. Mereka berdua tidak sadar menjadi tontonan banyak orang salah satunya sang ibunda yang menatap putrinya dengan perasaan haru sekaligus bangga. Di Masa lalu Rena melihat dengan jelas bagaimana Hira trauma melihat kuda.
“Hira …? Jago sekarang tante,” puji Dinar sembari mengusap punggung tangan wanita berkacamata tersebut.
“Selain cantik, dia juga baik dan karirnya bagus,” puji seorang wanita sosialita teman Ibunya Hira dan teman Gita Maminya Adnan. Pujian kagum dari semua orang yang melihat aksi Hira sukses membuat Maya kepanasan dari dulu sampai sekarang sikapnya masih saja tidak ingin orang lain lebih hebat darinya. Gadis jahat itu berjalan ke arah lapangan menghampiri Hira dan Mona.
“Oh, jadi kamu Hira … kok kamu tidak mengenalkan dirimu. Jadi sekarang kamu sudah berubah? Bukan anak penakut dan anak manja lagi?”
Mona tidak ingin sang sahabat dapat masalah, ia menghampiri Maya dan mencoba mendinginkan suasana. Hira terlihat tenang walau Maya memprokasinya.
“Maya, apa-apan sih kamu,” hardik Mona.
“Oh, Mona … sang atlet panah kita. Sayang sekali SEA Games kemarin kamu hanya dapat perunggu dan kalah dari pemanah baru. Apa hanya itu kemampuanmu? Pantas saja kamu kalah dari gadis manja ini,” hinanya dengan bibir dimajukan.
Mona tampak geram, urat-urat lehernya saling bertarikan, aliran daranya seakan Hirak ke atas kepala dan siap menumpahkan luapan amarah. Namun, Hira yang sudah terlatih menahan kesabaran menghampiri sang sahabat dan membantu mendinginkan hatinya yang kepalang sudah mendidih. Lalu ia membisikkan sesuatu pada Mona .
“Jangan khawatir kita akan bungkam mulut lebarnya,” bisik Hira santai.
Mona tersenyum penuh arti, lalu ia mendekati Maya dan berkata dengan santai. “Memangnya kamu bisa mengalahkan, Hira?”
“Kamu menantang gue?” Wanita jahat itu tertantang.
Mona mengibaskan rambut panjang dengan gaya meledek, “bukan aku tapi Hira. Katakan saja kalau kamu takut.”
“Siapa yang takut? Ayo. Aku akan buat kamu menangis ketakutan seperti enam tahun yang lalu.”
“Baiklah, bila perlu kamu bisa mengajak Adnan pujaan hatimu,” ucap Hira lagi,
“Aku berharap kamu mengingat apa yang kamu alami di tempat ini,” ucapnya lagi dia sengaja merusak mental Hira.
“Aku selalu mengingatnya setiap saat dalam hidupku Maya. Bahkan aku tidak pernah melupakan wajahmu,” balas Hira dengan tenang.
‘Kenapa dia bisa setenang itu?’ Maya terusik dengan sikap santai yang ditunjukkan Hira.
Maya seketika tersentak kaget melihat tatapan tajam dari Hira saat ia mengatakan kalimat itu. Tidak ingin merasa kalah Maya menyetujui. Maya salah satu orang yang ikut melakukannya di masa lalu, bahkan wanita penjahat utamanya. Mendengar Hira dan Maya akan bertanding semua orang kaget, bahkan teman-teman Maya bersorak riuh, mereka mengagung-agungkan nama Maya.
“Apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba mereka berdua bertanding?” Rena ibunda Hira sangat khawatir.
“Jangan khawatir Bun, Hira kita bukan gadis lemah seperti dulu lagi,” ucap Leo sang kakak, ia berdiri di pembatas pagar lapangan perlombaan. Maya si gadis jahat sudah berganti paAdnanan dengan kostum ala pembalap kuda. Berjalan ke lapangan dengan percaya diri. Namanya riuh di panggil di tengah lapangan. Adnan berdiri dengan wajah tegang tidak jauh dari area balap.
“Menurut kamu siapa yang menang?” tanya teman Adnan yang berdiri di sampingnya.
“Tidak tau,” sahutnya acuh, tapi tatapan matanya tegang.
Hira sudah lama menunggu kesempatan ini. Sebelum pertandingan dimulai Hira membisikkan sesuatu pada kuda yang akan ditunggangi Maya. Benar saja saat putaran panah pertama Hira menang sasaran tepat. Namun Maya yang terlihat percaya diri malah meleset. Ia kesal dan memukul punggung kudanya dengan kasar, kuda hitam yang ditunggangi Maya melompat seperti kesetanan, ia berusaha menjatuhkan Maya dari tubuhnya. Gadis jahat itupun jatuh dengan kepala mendarat ke tanah. Bukan hanya itu ia bahkan menyerang Maya dengan tendangan bahkan dan menginjak kaki kanannya. Hira terdiam menatap Maya dengan tatapan tajam.
‘Aku harap itu sepadan dengan yang kamu lakukan padaku’ ucapnya dalam hati.
Bersambung
Di masa lalu Hira korban bully dari teman sekolahnya, salah satunya Maya dan gengnya.Dulu kuda hitam itu yang dipaksa Maya untuk menyakiti Hira saat mereka latihan. Wanita itu menyuntikkan sesuatu ke tubuh kuda itu saat Hira menungganginya tiba-tiba ia berlari dan menjatuhkan Hira.Hira masih menatap dengan tatapan sinis. Bayangan masa lalu itu pun melintas di benaknya.“Tolong aku, tolong,” ucap Hira saat kuda itu terus mendekatinya seakan-akan ia adalah kuda betina.“Kawin saja sama kudanya,” ledek Maya dan teman-temannya, bukannya menolong dia bahkan mendorong Hira ke arah kudah jantan yang sedang horni tersebut. Setelah menjadi dokter Hira akhirnya menemukan obat yang disuntikkan Maya pada kuda jantan itu obat perangsang hewan.‘Apa aku juga harus melakukan itu padamu agar kamu kawin sama kuda?’ Hira masih terdiam.**Enam tahun lalu“Tante yang memintaku memberikan padamu.” Seorang anak perempuan menyodorkan kotak bekal pada anak laki-laki. Pemuda itu menatapnya dengan tata
Enam tahun kemudian akhirnya Hirara lulus dari sekolah kedokteran. Ia memberanikan diri untuk pulang ke rumah orang tuanya. Butuh waktu bertahun-tahun untuk Hira mengumpulkan kekuatan agar bisa pulang ke rumah orang tuanya. Bertetangga dengan lelaki yang ikut membullinya menyebabkan dirinya enggan pulang ke rumah.Angin malam berbisik lembut, menyampaikan cerita kelam di balik senyuman Hira yang cantik. Di antara bunga-bunga masa lalu yang pernah mekar, tumbuhlah duri-duri pahit dari cinta pertamanya, Hira. Rumah mereka yang dulu menjadi saksi bisu kebersamaan mereka saat masih kecil sampai remaja, kini menyimpan cerita pahit yang membakar jiwa Hira.Cinta pertama bukan hanya membangun kenangan manis, tetapi juga menjadi medan pertempuran bagi hati yang hancur. Adnan yang dulu begitu lekat dengan nama Hira, kini mengenangnya dengan rasa benci yang mendalam. Dulu, kedua keluarga mereka bersahabat, dan rumah Adnan adalah tempat perlindungan bagi Hira. Namun, seiring berjalannya waktu, k
Hira masih di lapangan balap kuda, menyaksikan bagaimana kuda itu menyerang Maya. Apa yang dia lihat sekarang sama halnya dengan dirinya enam tahun yang lalu. Hanya saja hari itu Hira tidak memberi suntikan pada kuda hitam.Maya terluka kuda itu bahkan meremukkan tulang betisnya.“Hira, ayo kita pergi dari sini, sebenarnya aku ingin lebih dari ini. Aku tadinya berharap kuda itu menyerangnya sama seperti yang dilakukan dulu padamu,” ujar Mona.Hira, membuang jarum suntik di tangannya, "ternyata aku tidak bisa jahat sama seperti dia. " Kenapa tidak melakukan saja Hira, kalau kamu takut biar aku saja tadi yang melakukannya,” cerca Mona.Mengingat kejahatan yang dilakukan Maya di masa lalu Mona ingin rasanya melakukan hal yang sama. Namun, Hira berpikir lagi kalau saja ia melakukan itu juga apa bedanya dia dengan Maya."Aku tidak ingin seperti dia. " Hira melepaskan helmIa menatap ke samping ternyata Adnan menatapnya dengan tatapan yang menyelidiki, ia juga mengingat kejadian naas yang
Hari berganti minggu dan minggu berganti bulan.Rasa penasaran Adnan berubah jadi kemarahan setelah Hira mengabaikannya, terus menerus. Adnan melakukan berbagai cara untuk mendekati Hira, tapi seribu cara untuk Hira untuk menghindari Adnan. Bagi dokter cantik itu, antara dirinya dan Adnan tidak ada apa-apa, hanya sebatas tetangga. Masa lalu biarlah masa lalu ia akan menjalani hidupnya dengan baik dan melupakan masa lalu. Tetapi tidak demikian untuk Adnan, ia masih berpikir kalau Hira masih masih mencintainya sama seperti dulu. Gadis yang ia pikir akan mengejarnya justru mengabaikannya dan terus menghindar. Bahkan nomor Adnan diblokir sama Hira.“Tidak ada satupun gadis di dunia ini yang menolak pesonaku Hira. Kamu akan jadi milikku bagaimanapun caranya, camkan itu!” Adnan melempar ponselnya ke atas ranjang.Melihat postingan Dikto membagikan fotonya denganHira. Adnan berpikir kalau Hira sengaja membuatnya marah. Padahal tujuan Hirabukan seperti itu ia hanya ingin menunjuk
Masuk Perangkap Penjahat.Apa yang dilakukan Adnan tidak lantas membuat Hira tunduk ataupun berubah. Ia melepaskan cincin yang pakaikan Adnan dan menyimpannya ke dalam laci. Ia tetap saja menghindar dan menghiraukan lelaki tersebut.Hari itu Adnan menemuinya di rumah sakit.Melihat Adnan datang sorot mata Hira sinis, “ada apa datang ke sini? Aku sedang bekerja Adnan. Apa tidak bisa berhenti menggangguku?”Adnan melirik jari-jari Hira tidak memakai cincin pemberiannya, lelaki itu hanya tersenyum kecil, ia jadi ragu dengan kata-kata sesumbar yang pernah diucapkan. Ia pernah berkata kalau Hira akan mengejarnya sama seperti dulu, tetapi sekarang ia mulai meragukan kata-katanya sendiri.“Aku ingin bicara hal yang penting denganmu, tapi jangan di sini.”Tidak ingin membuat masalah di dalam rumah sakit Hira membawa Adnan bicara di taman rumah sakit.“Tadi mau bicara apa?” tanya Hira.“Waktu itu aku sudah memperingatkanmu supaya jangan ikut acara sosial yang diadakan rumah sakit. Ada bahaya
Setelah mendengar suara tembakan Adnan mengendap-endap dan masuk ke sana. Saat ia tiba ia melihat pemandangan yang trr tidak biasa, para dokter dijadikan objek mainan sama kepala penjahat tersebut.Hirara ketakutan tetapi otaknya masih bisa bekerja, ia membuka bolpoin dan menuangkan tinta pena ke tangannya lalu mengoleskannya ke wajahnya rambut dan pakaiannya. Dengan begitu ia beberapa kali dilewati karena wajahnya terlihat kotor.“Aku belum puas,” keluh lelaki tua tersebut saat melihat dokter muda yang digilir itu pingsan, boa penjahat itu tidak merasakan kepuasan. Anak buahnya berjalan ke arah HiraDitengah ketakutannya Hira memohon agar dikirim penolong, ternyata permohonan kecilnya di dengar. Tiba-tiba seseorang muncul menyelamatkannya hidupnya.“Biar saya yang melakukannya,” ucap seseorang, tubuh Hirara bergetar bahkan untuk menoleh yang punya suara ia tidak punya kekuatan lagi. Adnan berjalan melepaskan jubah dokter dan melepaskan pakaian satu persatu, tubuh kekarnya dan t
Hira tidak punya tenaga lagi untuk berdebat, bahkan tidak punya harga diri lagi di depan laki-laki yang sudah merenggut mahkotanya. Hira berpikir sudah perempuan bekas pakai Adnan, lelaki yang sangat ia benci dalam hidupnya.Setelah keduanya berganti pakaian, Hira dan Adnan melanjutkan perjalanan untuk menemukan perkampungan yang bisa menolong mereka berdua. Kini, wanita cantik itu tidak banyak bicara lebih banyak menangis dengan diam, tubuh dan harga diri yang dijaga selama ini hilang begitu saja, tapi menyesal tidak ada gunanya.“Kita istirahat disini dulu, aku akan cari makanan untuk kita.” Adnan meletakkan tas ransel bawaannya di atas batu di dekat sungai.Hira juga meletakkan tas bawaannya. Adnan menggunakan pisau operasi milik dr, Sinta sebagai ujung tombak untuk mendapatkan ikan.Beruntung Alam berpihak pada keduanya, Adnan mendapatkan beberapa ikan besar untuk mengganjal perut. Dalam ransel ia juga menemukan korek dan menggunakan alkohol untuk menyalakan api. Suasana begit
Di sisi lain.Polisi akhirnya berhasil menemukan tempat persembunyian para penjahat yang menjebak para dokter. Sayangnya bos penjahat itu melarikan diri melalui terowongan bawah tanah.Sejumlah dokter yang ditawan berhasil diselamatkan, penggerebekan itu menjadi berita besar karena melibatkan sejumlah dokter dari salah satu rumah sakit besar. Keluarga Hira histeris saat mendengar kabar beberapa dokter ditemukan tewas.“Hira! Hira.” Bunda Hira menangis histeris, ketika tidak menemukan Hira diantara dokter yang dirawat.“Bunda tenanglah, Hira pasti selamat.” Leo membujuk sang Ibunda agar tenang.Ia baru ingat kalau tadi pagi Adnan bertanya tentang kegiatan bakti sosial yang diselenggarakan dari rumah sakit. Lelaki yang berprofesi sebagai pengacara itu , buru-buru menelepon Adnan kan tetapi ponsel Adnan tidak aktif. Hira anak yang beruntung sebab kedua kakak laki-lakinya saat perhatian padanya, saat Hira dikabarkan hilang mereka semua melakukan cara untuk menemukan sang adik. Leo mem