Deana menatap pria itu lebih dalam. Apakah ini Raven? Tidak ada yang bisa dipastikan, tetapi instingnya mengatakan bahwa pria ini bukanlah orang biasa. Dia tahu lebih banyak daripada yang terlihat."Kalau begitu, siapa kau sebenarnya?" Deana akhirnya memberanikan diri untuk bertanya, tetap menjaga sikap penuh tipu daya.Pria itu menyandarkan tubuhnya sedikit ke belakang, memandangi Deana seolah sedang menimbang apakah dia bisa dipercaya."Kau tahu, di tempat seperti ini, orang-orang hanya menunjukkan apa yang mereka ingin kau lihat. Tapi aku bukan salah satu dari mereka. Aku bukan bagian dari permainan yang kau mainkan.""Permainan?"Deana mengerutkan kening, mencoba menggali lebih dalam dari kata-kata samar itu."Kau sepertinya tahu banyak tentangku."Pria itu meneguk minumannya sebelum menjawab."Aku tahu kau tidak hanya sekadar wanita penghibur di pesta-pesta ini. Ada lebih banyak yang tersembunyi di balik mata cantikmu, bukan?"Deana merasakan jantungnya berdegup kencang. Pria ini
Malam itu, Deana dipanggil oleh Bastian untuk menemani makan malam di ruang pribadinya.Di tengah meja panjang yang mewah, dengan lilin yang menyala redup, Bastian duduk dengan postur tenang namun penuh kuasa.Matanya yang tajam menyapu Deana ketika dia masuk ke ruangan."Kau tampak cantik malam ini," puji Bastian dengan senyum tipis.Deana hanya tersenyum sebagai balasan, mencoba menenangkan degup jantungnya yang berdegup kencang.Dia tahu, makan malam ini bukan hanya sekadar acara sosial. Setiap pertemuan dengan Bastian selalu memiliki motif tersembunyi."Kau sepertinya sedang banyak pikiran,"Bastian membuka percakapan, sembari menyendokkan makanan ke piringnya. "Ada sesuatu yang ingin kau bicarakan, Dee?"Deana menyadari bahwa Bastian memperhatikannya lebih intens malam ini.Semua gerak-geriknya, cara dia berbicara, bahkan ekspresi wajahnya—semuanya dipantau.Bastian bukan orang bodoh, dan dia tak akan membiarkan siapa pun di sekitarnya menyimpan rahasia."Aku hanya memikirkan beb
Keesokan paginya, Deana terbangun dengan perasaan tidak tenang. Ancaman Bastian semalam masih terngiang jelas di pikirannya.Dia tahu, sudah tidak ada lagi ruang untuk kesalahan. Waktu untuk bertindak semakin mendesak, namun langkah yang harus ia ambil begitu berbahaya.Setelah sarapan yang terasa mencekam bersama Bastian, Deana mengambil kesempatan untuk keluar dari mansion dengan alasan menemui kenalan bisnis.Namun sebenarnya, ia berencana bertemu William di lokasi yang sudah mereka sepakati. Tempat pertemuan mereka adalah kafe kecil yang terpencil di pinggiran kota, tempat yang cukup aman untuk berbicara tanpa khawatir diawasi oleh mata-mata Bastian.Saat Deana masuk ke kafe, ia melihat William sudah duduk di pojok ruangan, mengaduk kopi dengan tenang, meskipun wajahnya menunjukkan keprihatinan. Deana berjalan cepat menuju meja, tanpa membuang waktu.“Kau datang cepat,” katanya pelan saat ia duduk.William mengangkat kepalanya, menatap Deana dengan tajam.“Aku khawatir denganmu. B
Bastian berdiri dari kursinya, berjalan perlahan mendekati Deana. Tatapannya semakin tajam.“Sekarang aku hanya ingin tahu satu hal, Dee. Apakah kau masih bisa dipercaya, atau kau sudah menjadi pengkhianat?”Kata ‘pengkhianat’ itu menggema di kepala Deana, membuatnya merasakan kengerian yang mendalam. Jika Bastian benar-benar percaya bahwa dia mengkhianatinya, maka tak ada yang bisa menyelamatkannya dari amarah pria itu.Bastian berhenti di depan Deana, matanya menatap tajam ke dalam matanya.“Katakan padaku, Dee. Apa yang sebenarnya kau inginkan?”Deana mencoba menenangkan dirinya sebelum menjawab,“Aku hanya ingin bersamamu, Bastian. Aku tidak punya niat lain selain membantumu.”Bastian mengangguk perlahan, namun tatapannya tetap dingin.“Kau harus ingat, Dee, tidak ada yang bisa membohongiku. Aku akan memberimu satu kesempatan lagi. Jika aku menemukan bukti bahwa kau telah berbohong padaku, maka tidak akan ada tempat di dunia ini yang cukup aman untukmu.”Deana merasa tubuhnya lema
Malam itu, Deana berdiri di depan cermin dengan mengenakan gaun hitam panjang yang elegan, namun dengan rasa cemas yang menggelayuti hatinya. Dia tahu ini bukan hanya sekadar acara amal, ini adalah ujian bagi kesetiaannya.Pintu kamar diketuk lagi, kali ini pelayan mengantarkan Raya yang telah tiba untuk menjemputnya. Wanita itu tampak sempurna dalam balutan gaun merah yang mencolok, kecantikannya yang tajam disertai aura dingin dan berbahaya."Sudah siap?" tanya Raya dengan senyum sinis di wajahnya, menatap Deana dari atas ke bawah.Deana tersenyum lemah. "Ya, aku siap."Mereka berdua keluar dari mansion menuju mobil mewah yang sudah menunggu di luar. Selama perjalanan menuju acara amal, keheningan yang tidak nyaman melingkupi mereka.Raya sesekali menatap Deana dengan tatapan yang tidak bisa diprediksi, membuatnya semakin merasa seperti berada di bawah pengawasan ketat.Setibanya di gedung besar tempat acara amal berlangsung, Deana dan Raya segera menarik perhatian.Banyak orang pen
Keesokan harinya, Deana menyelinap keluar dari mansion Bastian dengan hati-hati. Setiap langkah yang ia ambil terasa penuh ketegangan, takut jika seseorang mengikuti atau mengawasi.Ia tahu bahwa Bastian dan Raya memiliki mata-mata di mana-mana, tapi kali ini, Deana tidak peduli. Ia harus bertemu William.Mereka bertemu di sebuah kafe kecil yang terletak jauh dari pusat kota. William sudah menunggu di sudut ruangan, duduk dengan tenang sambil memegang secangkir kopi.Saat melihat Deana masuk, ia mengangkat pandangan dan mengangguk pelan.“Kau datang tepat waktu,” katanya tanpa basa-basi.Deana duduk di hadapannya dengan ekspresi tegang.“Apa yang ingin kau katakan? Situasi ini semakin berbahaya.”William mengamati wajahnya, seolah mencoba membaca pikirannya sebelum akhirnya berkata,“Aku telah menemukan sesuatu tentang Bastian. Sesuatu yang mungkin bisa mengubah semuanya.”Deana merasa
Deana menatap ponselnya yang mati, merasakan hawa dingin menyusupi setiap pori tubuhnya. Ancaman itu nyata, dan sekarang dia tahu bahwa waktu yang ia miliki semakin menipis.Mereka tahu. Bastian, Raya, dan siapa pun di balik sindikat itu telah menyadari bahwa ia bukan hanya sekadar Lady Dee, pelacur yang mereka kira mudah diatur.Namun, meski ancaman itu terasa menakutkan, Deana tahu dia tidak bisa mundur. Jika dia menyerah sekarang, bukan hanya dirinya yang hancur, tapi banyak nyawa akan terus terjebak dalam kejahatan Bastian.Dia harus bergerak cepat, lebih cepat dari sebelumnya, sebelum mereka menutup seluruh jalur kaburnya.Malam itu, Deana mencoba bersikap setenang mungkin di hadapan Bastian. Dia tahu setiap gerak-geriknya bisa diawasi.Bahkan, kemungkinan besar Bastian sendiri telah memasang perangkap, menunggu satu kesalahan kecil yang bisa mengungkap jati dirinya.Bastian sedang duduk di ruang kerjanya ketika Deana masuk dengan membawa secangkir teh, seperti biasa.Namun, malam
Dengan jari yang gemetar, ia mengetik pesan singkat."Aku akan menjebak Raya. Siapkan semuanya."Pesan terkirim. Ini adalah pertaruhan terbesar dalam hidupnya, dan dia tahu jika dia gagal, segalanya akan berakhir di tangan Bastian. Namun, jika berhasil, dia bisa membalikkan keadaan.Sementara itu, di ruang bawah tanah mansion, Raya berdiri dengan senyuman puas di hadapan Bastian.“Dia tidak bisa kau percaya,” ucap Raya dengan nada lembut tapi penuh racun. “Lady Dee bukan hanya pelacur biasa. Aku telah melihat gerak-geriknya, dan aku yakin dia menyembunyikan sesuatu.”Bastian menatap Raya, mencoba menilai apakah ucapan itu didasari kecemburuan atau informasi yang valid. Tapi satu hal yang ia tahu, Raya jarang sekali salah.“Jika apa yang kau katakan benar, maka Lady Dee sudah menandatangani surat kematiannya,” jawab Bastian dingin.Raya menyeringai, puas. “Aku akan mengawasinya lebih dekat, sayang. Jangan khawatir. Dia tidak akan pergi ke mana-mana tanpa sepengetahuanku.”Di sisi lain
Deana menatap Bastian dengan mata yang tak sedikitpun goyah, meski di dalam hatinya, ia tahu bahwa situasi ini jauh dari aman. Kehadiran Bastian yang mendadak dan nada suaranya yang dingin seperti es memberi tanda jelas bahwa pria itu tidak senang. Raven, di sisi lain, berdiri dengan senyum licik yang seolah menikmati ketegangan di antara mereka."Aku tidak sedang melakukan sesuatu yang salah, Bastian," Deana berbicara dengan nada rendah namun tegas. Dia tahu dia harus berhati-hati dalam memilih kata-kata, karena satu kesalahan kecil bisa membuat situasi ini meledak dalam sekejap.Bastian melangkah lebih dekat, tatapannya tajam menembus Deana. "Tidak ada yang berada di ruangan ini tanpa seizinku. Dan kau tahu itu."Deana tidak mundur. "Aku hanya memenuhi undangan Raven," jawabnya, sambil melirik ke arah Raven yang masih tersenyum penuh tipu muslihat.Raven, yang sejak tadi hanya menyaksikan, kini melangkah maju, menempatkan dirinya di tengah-tengah ketega
"Baik," ucap Deana sambil berdiri. "Aku akan mencari tahu. Tapi ingat, jika ini jebakan, aku tidak akan segan-segan menghancurkan permainanmu juga."Raven tersenyum samar, tak tergoyahkan oleh ancaman halus itu. "Aku tidak bermain dengan cara yang mudah, Lady Dee. Tapi aku juga bukan musuh yang mudah dikalahkan."Deana meninggalkan ruangan dengan perasaan campur aduk. Ada ketegangan dan rasa waspada, tapi di balik itu semua, ada rasa penasaran yang tumbuh. Siapa sebenarnya Raven? Apa rencana besarnya? Dan bagaimana dia bisa menggunakan informasi ini untuk keuntungannya sendiri?Satu hal yang pasti—permainan ini semakin berbahaya. Deana harus memainkan setiap kartu dengan hati-hati, karena kesalahan sekecil apa pun bisa menghancurkan semuanya.*Malam semakin larut ketika Bastian berjalan menuju kamar Deana, langkah kakinya tegas, penuh dengan dominasi yang biasa ia tunjukkan. Setelah menjalani pertemuan dengan beberapa rekan bisnis, pikiranny
Raven tertawa kecil, nada gelinya terdengar tajam. "Aku mengundangmu karena aku penasaran. Sejauh mana kau akan melangkah untuk mencapai tujuanmu? Seberapa dalam kau bisa tenggelam dalam peranmu sebagai Lady Dee?"Deana menahan diri untuk tidak merespons terlalu cepat. Pria ini sedang mengujinya. Bukan sekadar untuk mengetahui seberapa profesional dirinya sebagai pelacur elit, tetapi lebih dari itu, Raven ingin mengetahui apakah Deana benar-benar sanggup bermain dalam permainan yang jauh lebih berbahaya."Kau ingin menguji aku?" tanya Deana, angkat alisnya. "Lalu apa hadiahnya jika aku lulus ujiannya?"Raven mendekatkan wajahnya ke arah Deana, hampir seolah-olah sedang membisikkan rahasia. "Hadiahku adalah informasi yang kau cari. Aku tahu apa yang kau inginkan dari Bastian. Dan aku bisa membantumu."Deana terdiam. Jebakan atau peluang? Bagaimanapun, Raven tahu lebih dari yang dia perkirakan. Jika dia bisa memanfaatkannya, mungkin ini akan menjadi langkah
Nama itu muncul di antara bisikan-bisikan samar dari beberapa orang dalam lingkaran Bastian. Dia bukan orang yang sering muncul di permukaan, tetapi kehadirannya terasa kuat. Beberapa kali Deana menangkap percakapan yang menyebutnya sebagai "bayangan di balik layar," seorang pria yang memiliki pengaruh besar, meski jarang terlihat. Hingga kini, Deana belum pernah bertemu langsung dengannya, namun firasatnya mengatakan bahwa dia adalah kunci untuk mendapatkan informasi yang lebih dalam tentang Bastian.Malam itu, Deana sedang memutar-mutar gelas anggur di tangannya, mencoba merenungkan langkah selanjutnya. Pikirannya terus memikirkan cara untuk lebih mendekati pusat kekuasaan, ketika tiba-tiba ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk.Pesan itu singkat, namun jelas."Aku ingin bertemu denganmu. Malam ini, jam 9. Di ruang rahasia di lantai bawah. —Raven."Deana menatap pesan itu dengan kerutan di dahinya. Jantungnya berdegup lebih cepat. Raven. Akhirnya, pria itu memutuskan untuk keluar d
Di sisi lain penthouse, Bastian duduk di ruang kerjanya, masih memandangi kota dari jendela besar di hadapannya. Dalam keheningan malam, pikirannya kembali pada Deana. Wanita itu mengganggu pikirannya lebih dari yang dia sadari. Sejak pertama kali bertemu, ada sesuatu tentang dirinya yang menarik, sesuatu yang tidak pernah Bastian temui sebelumnya. Tidak hanya kecantikan atau sikap percaya diri Deana, tetapi kedalaman dalam tatapannya yang membuat Bastian merasa penasaran.Selama bertahun-tahun, dia sudah terbiasa melihat orang-orang tunduk di hadapannya, baik karena ketakutan atau keinginan untuk memanfaatkannya. Tetapi Deana berbeda. Ada keberanian di dalam dirinya, seolah-olah dia tidak takut pada apapun, bahkan pada Bastian sendiri.Bastian menyesap anggur terakhir dari gelasnya, merenung. Ini bukan pertama kalinya dia tertarik pada seorang wanita, tetapi perasaan ini... terasa lebih berbahaya. Perasaan ini membuatnya lengah, dan kelemahan bukanlah sesuatu yang bisa dia terima dal
Deana tersenyum samar, tetapi dia bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang berbeda dalam cara Bastian menatapnya malam ini. Ada sesuatu yang lebih lembut, meski tidak sepenuhnya menghapus aura berbahaya yang selalu melekat padanya."Aku tahu betapa beratnya dunia yang kau jalani," balas Deana dengan hati-hati. "Tapi bahkan di dalam dunia sepertimu, pasti ada sesuatu yang lebih dari sekadar bisnis dan kekuasaan."Bastian tertawa kecil, tetapi kali ini tawa itu bukan untuk menyindir, melainkan karena dia merasakan sentuhan kejujuran dari kata-kata Deana. Dia mengangkat gelas anggurnya dan menyesapnya perlahan sebelum menatap Deana lagi."Apakah kau selalu berpikir seperti itu? Bahwa ada lebih dari sekadar uang dan kekuasaan?" tanya Bastian dengan nada yang lebih lembut, seperti mencoba menggali pemikiran Deana.Deana mengangkat bahu. "Mungkin. Atau mungkin aku hanya ingin percaya bahwa ada sesuatu yang lebih baik di balik semua ini."Untuk sesaat, Bastian tidak menjawab. Dia hanya memandan
Deana menyembunyikan keterkejutannya. Pertemuan bisnis? Jika ini adalah kesempatan untuk lebih dekat dengan jaringan kriminal Bastian, maka ini peluang emas yang tidak bisa ia lewatkan."Tentu saja," jawab Deana dengan tenang. "Aku akan senang sekali mempelajari caramu mengelola bisnis."Senyum kecil kembali menghiasi wajah Bastian. "Bagus. Kita akan mulai dalam satu jam. Pastikan kau siap."Deana mengangguk. Ketegangan dalam dirinya semakin meningkat, tapi dia tahu ini adalah saat yang tepat untuk masuk lebih dalam ke dunia Bastian. Apa pun risikonya, dia harus mengambil kesempatan ini.Satu jam kemudian, Deana mendapati dirinya di sebuah ruangan eksklusif yang penuh dengan suasana serius. Di meja besar di tengah ruangan, beberapa pria dengan wajah keras duduk bersama Bastian, membahas hal-hal yang berkaitan dengan bisnis mereka—bisnis ilegal yang mencakup perdagangan manusia, senjata, dan narkoba.Deana duduk diam di samping Bastian, mendengarkan
“Aku sadar,” jawab Deana pelan namun tegas. “Tapi ini satu-satunya cara. Jika kita ingin menghancurkannya, kita harus berada di dalam lingkarannya.”William terdiam, lalu akhirnya berkata, “Hati-hati, Deana. Jangan sampai kau kehilangan dirimu sendiri dalam permainan ini.”Deana hanya tersenyum tipis. Permainan ini sudah menjadi bagian dari hidupnya. Sejak kehilangan tunangannya, sejak melihat kematian dan kehancuran di tangan Bastian, Deana telah berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan berhenti sampai keadilan tercapai—meski harus berhadapan dengan bahaya yang tidak terukur.*Malam harinya, Deana kembali ke penthouse mewah yang sering digunakan Bastian untuk mengadakan pesta-pesta eksklusif. Dia kembali mengenakan topengnya sebagai Lady Dee—sosok yang misterius dan tak tersentuh, namun memikat perhatian setiap pria yang hadir.Malam itu, suasana di penthouse Bastian semakin memanas. Para tamu dengan pakaian glamor berkumpul, menikmati
William berdiri, menatap Deana dengan ekspresi prihatin. "Aku akan mengurus sisanya. Kau fokus saja pada peranmu. Ingat, Deana, kau tidak sendiri. Kita ada di sini untuk membantumu."Deana hanya bisa tersenyum tipis. Meski dia menghargai dukungan William, dia tahu bahwa pada akhirnya, ini adalah pertempuran pribadinya. Sebuah pertempuran yang sudah dimulai sejak Bastian mengambil segalanya darinya.Ketika William akhirnya pergi, Deana duduk di balkon, membiarkan angin malam yang sejuk membelai wajahnya. Pikiran tentang Lydia berputar di kepalanya. Siapakah wanita itu? Apakah dia benar-benar kunci untuk menghancurkan Bastian? Atau ini hanya jalan buntu lainnya?Satu hal yang Deana yakini: dia tidak akan menyerah. Bastian harus membayar untuk semua kejahatannya, dan jika menemukan Lydia adalah satu-satunya cara, maka itulah yang akan dia lakukan.Jauh di suatu tempat, Bastian mungkin sedang merencanakan langkah berikutnya. Tapi Deana tidak akan lagi menjadi