“Hm, yah, tentu saja, bagaimana orang sepertimu bisa mengerti? Kamu adalah putri berharga dari Keluarga Kusumawirya dan bisa kapan saja mewarisi harta kekayaan bersama adikmu. Hahaha, dan kamu bahkan … menikahi seorang Andriyan Prakarsastra.”
Ini adalah kali pertama, Devanda mendapatkan kalimat seperti ini. Pertama kalinya, dia menerima pernyataan bahwa kehidupannya terlihat sangat beruntung. Apa di mata orang lain selama ini, dia terlihat semegah itu?
Karena suara Bela tidak kecil, semua wanita di sana memusatkan perhatian mereka kepada Devanda dan Bela.
Kamu tidak tahu apa-apa. Aku, tahu lebih baik dari siapa pun bahwa kehidupanku penuh penderitaan. Sepertinya kamu perlu berkenalan dengan Devanda versi kehidupan pertama dan kedua, batin Devanda.
“Vanda?” Mendengar adanya keributan, Andriyan berdiri di tengah pintu baru datang. Dia ingin menanyakan mengenai apa yang sedang terjadi.
“Kamu datang di saat yang tepat. Di mana Pak Dani?” tanya
Pesta memang sudah berakhir, namun ada salah satu perempuan yang seumuran dengan Devanda belum pulang. Sebab ternyata ada beberapa urusan pekerjaan yang ingin suaminya bicarakan kepada Andriyan. Devanda pun menemani wanita itu di teras rumah sembari memandang langit sore bersama.“Sekarang saya mengerti mengapa Pak Andriyan sangat mencintai Anda dan mengalami banyak sekali perubahan,” ucap Anissa dengan senyuman manisnya. Sejak pertama kali bertemu, Devanda memang sudah menebak bahwa wanita ini memiliki kepribadian yang lembut sekali.Cinta?Devanda bahkan tidak yakin apakah pria itu benar-benar memahami apa arti cinta. Pasti ada alasan mengapa reputasi itu dapat terbentuk. Dengan wajah yang dimilikinya, Devanda sudah mendengar reputasi yang dimiliki Andriyan di mata publik. Pria itu jelas dikenal sebagai pria sampah yang tampan. Sebab meski dia memiliki banyak wanita di belakang tunangannya, Devanda, perbuatannya seperti bisa termaafkan oleh wajah tamp
Weekend merupakan waktu yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang. Kebanyakan dari mereka merasa bahwa waktu liburan sangat terbatas sehingga harus dimanfaatkan dengan baik. Entah menikmati waktu berkualitas dengan diri sendiri atau dengan orang tersayang.Hal itu sangat difungsikan dengan baik oleh Mayja yang memutuskan menghamburkan gajinya untuk SPA. Dia menikmati pijatan yang menyenangkan ini sambil membayangkan bisa menikahi anak konglomerat yang hidup bermandikan uang.Sering isi hatinya bergemuruh tentang rencana Devanda yang hanya menikahi Andriyan sementara waktu. Mengapa tidak menikmati hidup saja bersama pria tampan, anak yang lucu, dan uang melimpah? Kadang itu yang membuat Mayja penasaran dengan isi kepala atasannya.Yah, tapi manusia itu memang tidak bisa ditebak. Terlalu simple juga kalau memaknai kehidupan dari satu kacamata. Sehingga Mayja berusaha mengerti bahwa pasti ada tujuan berbeda yang ingin dicapai oleh atasannya.Ngomong-ngomong soa
DOR!Suara tembakan hari ini terdengar lebih dari sekali dari area belakang. Sepertinya Andriyan memulai kembali hobi lamanya yakni menembak. Dia punya keinginan tinggi untuk berburu, namun memiliki masalah pada perasaannya. Andriyan yang gampang terluka perasaan jika melihat makhluk terluka merasa tak tega memburu mereka. Padahal, dari lubuk hati terdalam, dia sangat ingin meningkatkan skill memburunya.“Apa Iyan masih menembak?” tanya Devanda yang sedang menggulir layar ponselnya.“Benar, Nyonya. Apa Anda dan tuan ingin saya buatkan sesuatu?” kata Senorita yang sedang mengupas apel.Devanda memperhatikan beberapa potong buah yang sudah disiapkan Senorita. “Tidak perlu. Itu saja. Aku akan membawakannya kepada Iyan setelah kamu selesai.”Setelah menunggu Senorita sampai selesai, Devanda pun membawa nampan berisi 2 piring potongan buah. Dia melihat Andriyan yang tersenyum senang pada beberapa rekan kerjanya yang dia undang untuk menembak bersama. Mu
“Iyan.”Andriyan yang berada di sebelah Devanda pun menoleh. Mereka baru saja masuk mobil karena Andriyan memang tengah mengantar Devanda yang ingin belanja ke minimarket. Sebenarnya Devanda ingin diantar supir saja, tapi kata Andriyan dia bisa melakukannya mumpung hari libur kerja.“Haruskah kita mendatangi rumah saudaramu yang tinggal di Bali? Bukankah setidaknya kita menyapa mereka sebagai pengantin baru? Kamu harus belajar menghormati orang yang lebih tua dalam keluarga,” ucap Devanda yang juga sedikit menasihati Andriyan. Pria itu benar-benar bersikap santai karena tidak menjalankan beberapa tradisi dalam menghormati keluarga atau orang terdekat.“Itu bukan masalah besar. Keluargaku yang tinggal di Bali itu keluarga jauh. Jadi tidak berhubungan atau berinteraksi dengan mereka tidak masalah. Biasanya hanya ayah atau kakek yang saling menyapa mereka. Generasiku ke bawah tidak begitu kenal,” kata Andriyan dengan santai.Otomatis Devanda me
Hari ini hujan datang lebih awal, di pagi hari. Namun Mayja yang tidak bisa terlelap sedikit pun hanya bisa memperhatikan jendela kamarnya yang menunjukkan langit yang masih gelap. Dinginnya hujan dan udara pagi langsung menusuk kulitnya. Otomatis dia memeluk lengannya sendiri dengan mengingat segala hal di dalam kepala.“Setiap bunyi guntur itu datang, buang rasa takutmu ke dalam genggaman ini. Alihkan semuanya ke sini.”Mayja memperhatikan lekat telapak tangannya. Kehangatan yang diberikan lewat genggaman tangan Rasel hari itu sedikit membantu perasaannya.Jujur saja setiap membuka mata dari tidur, dia selalu merasa tidak nyaman. Dia merasa seperti sampah yang seharusnya tidak hidup di dunia ini. Berbagai perasaan seperti berkecamuk di dalam batinnya. Rasanya Mayja benar-benar ingin segera keluar dari neraka penderitaan ini. Salah satu caranya untuk mengalihkan semuanya adalah dengan bekerja. Untuk itu Mayja memutuskan selalu setia k
Sebenarnya Andriyan itu tidak pernah menemui Kakek Nori secara pribadi karena mereka adalah rival catur yang sering beradu argumen. Jadi pertemuan mereka selalu hanya saat berada di arena main catur dengan kondisi yang sama-sama berstamina.Namun saat Andriyan dan Devanda akan pulang setelah berkenalan dan berbincang dengan beberapa keluarga, lagi-lagi Riska menahannya dengan dalih Kakek Nori sedang sakit dan harus bertemu dengan Andriyan.Akhirnya terpaksa Andriyan menurut dan mengikuti Riska yang mengarahkan Andriyan ke kamar kakeknya. Di sana, terjadi keheningan aneh di antara Andriyan dan Kakek Nori. Beliau yang terbaring di atas kasur memang sedang sakit flu ringan. Jadi, dia merasa bingung dengan kehadiran Andriyan di kamarnya.“Kamu datang ke sini hanya untuk melihat upilku yang sedang flu?” ucap Kakek Nori yang tidak nyaman dengan kunjungan Andriyan. Jelas dia hanya flu biasa, jadi terlalu berlebihan jika sampai dijenguk.“Hm, begitulah.”“
Sontak Rasel mendorong kening Senja dengan jari telunjuknya agar berhenti mengatakan hal yang tidak-tidak. Rasanya seperti percuma mencemaskan Mayja, toh dia akan baik-baik saja.Berbeda dengan keputusan batin pria itu, dia mengantar Senja ke salah satu taxi dan memintanya membawa adiknya pulang ke rumah. Sementara Rasel masih menetap di depan club-night, entah dengan maksud apa.Setelah menutup pintu taxi dan memberikan selembar uang, tubuh Rasel berbalik. Dia menatap bagian depan club-night sambil berkacak pinggang. Sebenarnya apa yang dia lakukan sekarang? Apa dia serius sedang memastikan rekan kerjanya itu aman di dalam club ini? Sangat aneh.Daripada Rasel buang-buang waktu tidak jelas, lebih baik dia menarik paksa Mayja untuk pulang. Hati nuraninya seperti mengatakan agar tidak membiarkan perempuan sendirian dalam lingkungan ini. Setidaknya jika Mayja ingin bermain di sini, bebas saja kalau tidak di depan mata Rasel. Karena sekarang isi kepala Rasel selalu
Mayja menatap bingung ke arah Rasel. Mengapa pria itu masih ada di sini dan apa yang sebenarnya dia lakukan sekarang membuat kening Mayja berkerut. Keduanya masih sama-sama bergeming di tempat, bedanya mata Rasel sudah keliaran ke mana-mana. Ia menemukan dengan jelas pria yang tadi bersama Mayja sedang duduk tenang di salah satu sofa kamar. Ada beberapa botol bir di atas meja dan juga beberapa lembar kertas yang terlihat seperti dokumen penting.“Kalian ….”“Apa yang kamu lakukan?” tanya Mayja langsung ketika Rasel melangkah lebih dalam ke ruangan. Mayja jelas menutup pintunya dulu agar keributan tidak sampai terdengar ke luar lalu kembali berjalan mendekati Johannes yang merupakan kliennya. “Kalau urusanmu sudah selesai, pergilah. Ada hal yang sedang aku lakukan di sini, Rasel.”Rasel masih bingung, ini di luar dugaannya kalau yang sedang Mayja lakukan dalam kamar bar adalah bekerja. Memangnya siapa yang akan menggunakan bar sebagai tempat kerja? Kan biasanya a