Sementara itu, Raymond yang mencoba berdiri lagi-lagi tertindih sekarang bukan oleh Buaya tapi Seorang Pria
"Ku pikir akan sakit ternyata tidak."
"Tentu saja tidak, kau ada di atas tubuh ku menyingkirlah!"
Pria itu menatap Raymond tanpa rasa bersalah, lalu berdiri diatas tubuh Raymond dengan santainya dia terjalan kearah Liora yang tengah mencoba memotong Buaya.
"Sialan, mengapa sejak kesini aku selalu sial."
Tapi tak satupun dari mereka berdua yang mendengarkan
Raymond, Mereka terlalu fokus memotong buaya dengan batu, ranting dan pedang kayu milik Pria itu.Dengan tertitih titih Raymond mendekati mereka berdua, menatap Buaya itu dengan kasihan. Dia mengalihkan pandangannya menatap Pria yang menindihnya tadi, Pria itu berambut hitam memiliki mata hitam tajam.
Dengan pakainannya yang basah menempel tubuh nya memamerkan sosok nya yang terotot tapi tegak itu.
"Hai Pria menyebalkan siapa nama mu?"
"Arion."
Tak satu pun dari mereka bertiga yang bicara, mereka terlalu sibuk memakan Buaya yang sebelum nya sudah mereka masak terlebih dahulu
"Bagaimana kalian tiba disini?"
Tak satu pun dari mereka menjawab pertanyaan Raymond, sekali lagi keheningan datang diantara mereka pada saat yang sama mereka bertiga mengeluarkan surat yang persis sama.
Mereka saling memandang tanpa harus bicara mereka mengerti apa yang terjadi.
"Jadi sedang apa kalian saat dipindahkan kesini?, kalau aku setelah beres mandi dan akan tidur tiba-tiba saja aku ada dihutan dan gelomboran serigala yang kelaparan berdiri tepat dihadapan ku, sungguh nasib yang sial."
Arion dan Liora mendengarkan cerita Raymond dalam diam, mereka membayangkan betapa malangnya nasib Raymond, namun mereka pun sama sialnya.
"Ray yang malang, tapi aku juga sama aku dipindahkan saat sedang makan daging yang super lezat belum sempat aku memasukan daging yang super lezah kedalam mulutku,
Tiba- tiba aku ada dihutan dan seekor beruang besar menatapku dengan lapar, aku bermain kejar kejaran dengan beruang itu saat aku hampir kalah, untung saja ada gua yang pintunya sedikit sempit."
Arion dan Raymond menatap kasihan pada Liora, mereka menepuk bahu Liora seolah mengatakan kamu hebat.
Dengan sedikit air mata disudut matanya, Liora tersenyum kecil dan menggukan kepala.
"Bagaimana dengan mu Rion?"
"Aku bahkan lebih parah, saat tengah latihan dengan pedang kayu tiba-tiba aku dipindahkan kehutan dan lebih parah nya lagi pedang kayuku memukul singa yang tengah menjaga anak nya.
Aku berlari sekencang mungkin karena terlalu kencang sampai aku tak sadar bahwa aku tengah terlari di udara, sial atau tidaknya aku terjatuh ke sungai yang penuh buaya kelaparan."
Mereka menghela nafas memikirkan kejadian naas yang mereka alami, seketika pandangan mereka tertuju pada surat yang sempat terlupakan.
Kemarahan terlihat jelas dimata mereka, Liora mengambil tiga surat yang persis sama lalu melemparnya keperapian.
"Terbakarlah dengan indah ah.. jika saja surat itu bisa bicara pasti jeritannya lebih indah dari pada apapun."
Senyum aneh dan menyeramkan terpang-pang diwajah mereka tertiga, mata yang memandang rendah itu menatap tajam pada surat yang terbakar sungguh surat yang malang.
******
Setelah puas memarahi L si pengirim surat semalaman, Raymond, Liora dan Arion kini tengah berjalan menerusuri gua.
Perut mereka terus berbunyi walau pun semalam mereka sudah memakan daging buaya cukup banyak, tetap saja mereka masih merasa lapar.
Gua itu tidak terlalu gelap hanya saja udara disana lumayan dingin, tapi itu cukup membuat mereka menggigil kedinginan.
Raymond dengan baju tidur nya yang lumayan tipis, Liora dengan jins pendek dan kaos panjang, dan Arion dengan baju setengah basah.
Itu cukup membuat kemarahan mereka bertambah pada L, L yang malang.
Dari kejauhan setitik cahaya mulai terlihat, harapan yang semula hampir padam mulai bersinar kembali, hingga mereka lupa apa yang menanti mereka didepan sana.
Dengan penuh semangat mereka berlari, cahaya semakin besar hampir membutakan mereka.
Suara burung terdengar merdu tidak seperti pohon disisi lain gua, pohon disini terlihat normal seperti pohon biasa, penuh dengan kehidupan.
Ada burung yang berterbangan, tupai yang memanjat pohon, kelinci yang memakan rumput tak lupa dengan matahari pagi yang bersinar lembut.
Pemandangan itu membuat mereka terpesona membuat mereka tak menyadari tiga pasang baju, satu pedang dan satu surat muncul dari udara kosong di atas batu besar tepat disamping pintu keluar gua.
"Hm... apa itu?"
Suara Arion menarik perhatian mereka berdua, mereka bertiga terdiam menatap surat misterius didepan mereka. Dengan ragu Raymond mengambil surat itu lalu membukanya.
[Selamat datang di atlas, maaf memindahkan kalian tiba-tiba]
"Setidak nya dia masih punya rasa bersalah."
"Kau benar."
[Tapi kalian pasti baik baik saja bukan ^-^]
"Aku benar-benar ingin membunuhnya."
[Mari kita hentikan basa basi ini, kalian ingin potongan puzzle dari ku bukan? Lalu carilah kota yang hilang aku ada disana.
Oh... ngomong- ngomong baju dan pedang itu hadiah dari ku untuk kalian. Berhati-hatilah di Hutan Kematian, semoga beruntung
Salam hangat
L ]Raymond dengan penuh amarah merobek surat itu sampai seperti gula pasir yang menumpuk ditanah, merasa tak puas Liora menginjak potongan kertas hingga menyatu dengan tanah. Walau pun Arion marah dengan L tetap saja dia merasa kasian pada surat tak bersalah yang di hancurkan dengan cukup mengerikan oleh kedua teman barunya. Setelah merasa cukup puas, mereka kembali kedalam gua mengganti pakaian dan melanjutkan perjalanan keluar dari hutan kematian. "Hutan Kematian, mengapa L menyebut Hutan yang damai ini Hutan Kematian?, bukankah aneh." "Kau benar, mungkin agar terdengar keren bukankah begitu rion?" "Hm..., menurutku Liora benar hutan ini aneh." "Tapi apa yang aneh?" Raymond dan Liora menatap Arion menunggu jawaban nya, dengan tangan didagunya Arion menatap mereka berdua dengan serius.
Liora sudah tidak bisa berdiri lagi dan serangan Arion mulai melemah, sekarang bukan waktunya untuk mempelajari sihir, situasi sudah semakin mendesak. Raymond memasukan mana hitam pada batang pohon yang menyerang Liora dan meledakan nya. Walau pun Raymond tidak bisa mengendalikan sepenuhnya tapi dia bisa membenturkan mana yang akan mengakibatkan ledakan, ini adalah hasil kegagalan sebelumnya. "Cih.... pohon itu tumbuh lagi, setidak nya itu tidak akan menyerang untuk sementara waktu." Liora mencengram celana Raymond dan menariknya, membuat Raymond mengalihkan perhatiannya pada Liora yang terbaring ditanah. "Batu...terang.. dicabang utama.... lapar..." Walau kata- katanya tidak terlalu jelas tapi Raymond berhasil menangkap beberapa kata penting. "Batu terang dicabang utama? Begitu kah, aku mengerti terima kasih liora istirahatlah." Setelah menjauhkan Liora dari medan perang Raymond berlari menuju Arion. "Kata Li
"Kita sudah mengalahkan nya Liora." "Monster pohon? Maksud mu Kleine Boom, kalian cukup beruntung bertemu dengan nya." "Beruntung?" "Ya, ada dua cara untuk keluar dari Hutan Kematian. Pertama mengalahkan Penguasa Hutan salah satu makhluk terkuat dibenua ini. Kedua dengan mengalahkan Boom Family." "Boom Family? Maksud mu keluarga Kleine Boom?" "Ya, kerena Hutan Kematian yang didominan oleh Pohon Tentu saja Pohon akan tau jalan keluar. Hanya saja tidak mudah untuk menemukan Boom Family mereka pandai bersembunyi dan mereka cukup kuat." Madam Sami mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya, batu biru yang memancarkan cahaya terang batu yang sangat Raymond kenal. "Bukankah itu inti dari Kleine Boom yang sudah kami kalahkan? Bagaimana itu ada disini?" "Kau yang membawanya bukan pria cantik." "Aku? Tidak, jika dipikir- pikir bagaimana kita bisa berada disini?"
[Aku tau kau akan menjawab seperti itu, tapi tetap saja aku terkejut mendengar kamu menerima tugas ini]"Aku berhutang budi pada seseorang, anggap saja ini salah satu balasan ku."[......begitu, baiklah aku sangat sibuk sekarang aku tutup dulu. Tolong jaga mereka untuk ku, sampai jumpa Sami]Cahaya dibola itu mulai menghilang, Madam Sami menghela nafas lelah. Dia menyandarkan dirinya kekursi."Apa anda yakin akan mengambil tugas ini Nyonya?"Madam Sami mengalihkan pandangan nya menatap Sian yang sedari tadi ada di sampingnya."Ya, dan juga sudah berapa kali ku bilang jangan bicara formal pada ku.""Maaf tapi saya tidak bisa Nyonya.""Hah.... kau masih saja keras kepala.""Maafkan saya."Madam Sami diam tidak menjawab Sian, Dia tau mau berapa kalipun dia mengatakan bahwa Sian bisa berbicara santai dengannny
"Tidak ada yang ingin menjawab? Ku ulangi sekali lagi sedang apa kalian disini?"Sekarang Raymond yakin bahwa suara yang di dengarnya memang suara Madam Sami, diam- diam Raymond melangkah mundur. Setelah dipikir kembali suara berisik Arion dan Liora tidak lagi terdengar Merasa ada yang salah Raymond melirik kesamping dia terteguh menyadari Arion dan Liora sudah tidak ada disana.Suara langkah kaki dari belakang menarik perhatian Raymond, dia memalingkan wajah kebelakang. Di lihatnya Arion dan Liora tengah berlari cukup jauh dari posisinya sekarang.'Sialan'Raymond benar- benar ingin membunuh mereka berdua, tapi itu tidak penting, yang terpenting sekarang adalah melarikan diri. Nenek tua di depannya sangat mengerikan.Entah kenapa Raymond selalu merasa agak takut pada Madam Sami, rasa takut serupa yang terkadang Raymond rasakan saat bersama Paman. Belum sempat Raymond berlari cuku
Raymond menatap kagum pada rumah di depannya, dia tidak bisa berkata apa pun pada apa yang dia lihat, begitu pun dengan Liora dan Arion. Dia ingat dengan jelas Madam Sami mengatakan bahwa rumah yang akan kita tinggali adalah rumah yang paling sederhana diantara rumah yang dia miliki. Sekali lagi Raymond mulai bertanya-tanya seberapa kaya Madam Sami. Raymond berjalan menuju rumah itu disusuli Liora dan Arion, rumah 2 lantai penuh dengan hiasan indah disetiap dindingnya, ada juga patung didepan pintu masuk.“Rumah ini bahkan lebih mewah dari rumah Paman.”“Paman? Kamu punya Paman Ray?”“Tentu saja memangnya ada yang tidak punya paman didunia ini? Walaupun tidak punya paman sedarah tapi setidaknya mereka punya orang yang bisa mereka sebut paman kan?”“Tapi aku tidak memilikinya, aku hanya punya Kapten dan profesor.”“Kau yakin Liora? Aku saja memiliki Paman.”Liora terdiam mendengar pe
Waktu berlalu dengan cepat, sudah satu minggu Raymond datang kedunia ini. Dalam satu minggu ini tidak ada yang istimewah. Hari-hari nya diisi oleh pertengaran dengan Liora atau Arion. Bahkan sesekali Madam Sami dan Sion akan mampir kemari hanya untuk mengecek keadaan kami dan menagih hutang atas patung yang mereka pecahkan waktu itu. Dan sepertinya kali ini pun Madam Sami datang dengan alasan yang sama.Saat ini Raymond, Liora dan Arion tengah menghadapi keadaan kritis.“Jadi kapan kalian akan membayar uang untuk rumah dan patung yang kalian pecahkan?”Raymond memalingkan wajah saat Madam Sami memandangnya, begitu pun dengan Arion dan Liora. Tidak ada yang berani berbicara. Raymond menghela napas, memberanikan diri menatap Madam Sami.“Kami tidak memiliki uang.”Madam Sami terdiam sejenak lalu menyerap kembali tehnya sembari berkata,“Aku tau.”“Jadi kami tidak bisa membayarnya sekarang.”&ld
"Ada banyak hal yang tidak kamu ketahui tentang dunia ini Ray, saat dimana kau mengetahui salah satu rahasia dunia, kau akan ditarik untuk mengetahui yang lain kerana mereka saling terhubung, ingatlah terkadang apa yang kita anggap benar tidak selalu benar " Kata - kata Paman yang selalu membuat Raymond bingung dan tidak dia percayai terlahan mulai menjadi nyata. Nyatanya segala sesuatu yang dia liat selama ini tidak selalu benar, akan selalu ada kegelapan dibalik cahaya. Ada banyak hal yang tidak dia ketahui, dunia paralel yang dia anggap imajinasi liar dari kebanyakan remaja benar adanya. Dan perlahan satu persatu rahasia dunia mulai terbuka hingga membuatnya meragukan segala hal yang ada. Membuat nya terjebak
Waktu berlalu dengan cepat, sudah satu minggu Raymond datang kedunia ini. Dalam satu minggu ini tidak ada yang istimewah. Hari-hari nya diisi oleh pertengaran dengan Liora atau Arion. Bahkan sesekali Madam Sami dan Sion akan mampir kemari hanya untuk mengecek keadaan kami dan menagih hutang atas patung yang mereka pecahkan waktu itu. Dan sepertinya kali ini pun Madam Sami datang dengan alasan yang sama.Saat ini Raymond, Liora dan Arion tengah menghadapi keadaan kritis.“Jadi kapan kalian akan membayar uang untuk rumah dan patung yang kalian pecahkan?”Raymond memalingkan wajah saat Madam Sami memandangnya, begitu pun dengan Arion dan Liora. Tidak ada yang berani berbicara. Raymond menghela napas, memberanikan diri menatap Madam Sami.“Kami tidak memiliki uang.”Madam Sami terdiam sejenak lalu menyerap kembali tehnya sembari berkata,“Aku tau.”“Jadi kami tidak bisa membayarnya sekarang.”&ld
Raymond menatap kagum pada rumah di depannya, dia tidak bisa berkata apa pun pada apa yang dia lihat, begitu pun dengan Liora dan Arion. Dia ingat dengan jelas Madam Sami mengatakan bahwa rumah yang akan kita tinggali adalah rumah yang paling sederhana diantara rumah yang dia miliki. Sekali lagi Raymond mulai bertanya-tanya seberapa kaya Madam Sami. Raymond berjalan menuju rumah itu disusuli Liora dan Arion, rumah 2 lantai penuh dengan hiasan indah disetiap dindingnya, ada juga patung didepan pintu masuk.“Rumah ini bahkan lebih mewah dari rumah Paman.”“Paman? Kamu punya Paman Ray?”“Tentu saja memangnya ada yang tidak punya paman didunia ini? Walaupun tidak punya paman sedarah tapi setidaknya mereka punya orang yang bisa mereka sebut paman kan?”“Tapi aku tidak memilikinya, aku hanya punya Kapten dan profesor.”“Kau yakin Liora? Aku saja memiliki Paman.”Liora terdiam mendengar pe
"Tidak ada yang ingin menjawab? Ku ulangi sekali lagi sedang apa kalian disini?"Sekarang Raymond yakin bahwa suara yang di dengarnya memang suara Madam Sami, diam- diam Raymond melangkah mundur. Setelah dipikir kembali suara berisik Arion dan Liora tidak lagi terdengar Merasa ada yang salah Raymond melirik kesamping dia terteguh menyadari Arion dan Liora sudah tidak ada disana.Suara langkah kaki dari belakang menarik perhatian Raymond, dia memalingkan wajah kebelakang. Di lihatnya Arion dan Liora tengah berlari cukup jauh dari posisinya sekarang.'Sialan'Raymond benar- benar ingin membunuh mereka berdua, tapi itu tidak penting, yang terpenting sekarang adalah melarikan diri. Nenek tua di depannya sangat mengerikan.Entah kenapa Raymond selalu merasa agak takut pada Madam Sami, rasa takut serupa yang terkadang Raymond rasakan saat bersama Paman. Belum sempat Raymond berlari cuku
[Aku tau kau akan menjawab seperti itu, tapi tetap saja aku terkejut mendengar kamu menerima tugas ini]"Aku berhutang budi pada seseorang, anggap saja ini salah satu balasan ku."[......begitu, baiklah aku sangat sibuk sekarang aku tutup dulu. Tolong jaga mereka untuk ku, sampai jumpa Sami]Cahaya dibola itu mulai menghilang, Madam Sami menghela nafas lelah. Dia menyandarkan dirinya kekursi."Apa anda yakin akan mengambil tugas ini Nyonya?"Madam Sami mengalihkan pandangan nya menatap Sian yang sedari tadi ada di sampingnya."Ya, dan juga sudah berapa kali ku bilang jangan bicara formal pada ku.""Maaf tapi saya tidak bisa Nyonya.""Hah.... kau masih saja keras kepala.""Maafkan saya."Madam Sami diam tidak menjawab Sian, Dia tau mau berapa kalipun dia mengatakan bahwa Sian bisa berbicara santai dengannny
"Kita sudah mengalahkan nya Liora." "Monster pohon? Maksud mu Kleine Boom, kalian cukup beruntung bertemu dengan nya." "Beruntung?" "Ya, ada dua cara untuk keluar dari Hutan Kematian. Pertama mengalahkan Penguasa Hutan salah satu makhluk terkuat dibenua ini. Kedua dengan mengalahkan Boom Family." "Boom Family? Maksud mu keluarga Kleine Boom?" "Ya, kerena Hutan Kematian yang didominan oleh Pohon Tentu saja Pohon akan tau jalan keluar. Hanya saja tidak mudah untuk menemukan Boom Family mereka pandai bersembunyi dan mereka cukup kuat." Madam Sami mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya, batu biru yang memancarkan cahaya terang batu yang sangat Raymond kenal. "Bukankah itu inti dari Kleine Boom yang sudah kami kalahkan? Bagaimana itu ada disini?" "Kau yang membawanya bukan pria cantik." "Aku? Tidak, jika dipikir- pikir bagaimana kita bisa berada disini?"
Liora sudah tidak bisa berdiri lagi dan serangan Arion mulai melemah, sekarang bukan waktunya untuk mempelajari sihir, situasi sudah semakin mendesak. Raymond memasukan mana hitam pada batang pohon yang menyerang Liora dan meledakan nya. Walau pun Raymond tidak bisa mengendalikan sepenuhnya tapi dia bisa membenturkan mana yang akan mengakibatkan ledakan, ini adalah hasil kegagalan sebelumnya. "Cih.... pohon itu tumbuh lagi, setidak nya itu tidak akan menyerang untuk sementara waktu." Liora mencengram celana Raymond dan menariknya, membuat Raymond mengalihkan perhatiannya pada Liora yang terbaring ditanah. "Batu...terang.. dicabang utama.... lapar..." Walau kata- katanya tidak terlalu jelas tapi Raymond berhasil menangkap beberapa kata penting. "Batu terang dicabang utama? Begitu kah, aku mengerti terima kasih liora istirahatlah." Setelah menjauhkan Liora dari medan perang Raymond berlari menuju Arion. "Kata Li
Raymond dengan penuh amarah merobek surat itu sampai seperti gula pasir yang menumpuk ditanah, merasa tak puas Liora menginjak potongan kertas hingga menyatu dengan tanah. Walau pun Arion marah dengan L tetap saja dia merasa kasian pada surat tak bersalah yang di hancurkan dengan cukup mengerikan oleh kedua teman barunya. Setelah merasa cukup puas, mereka kembali kedalam gua mengganti pakaian dan melanjutkan perjalanan keluar dari hutan kematian. "Hutan Kematian, mengapa L menyebut Hutan yang damai ini Hutan Kematian?, bukankah aneh." "Kau benar, mungkin agar terdengar keren bukankah begitu rion?" "Hm..., menurutku Liora benar hutan ini aneh." "Tapi apa yang aneh?" Raymond dan Liora menatap Arion menunggu jawaban nya, dengan tangan didagunya Arion menatap mereka berdua dengan serius.
Sementara itu, Raymond yang mencoba berdiri lagi-lagi tertindih sekarang bukan oleh Buaya tapi Seorang Pria "Ku pikir akan sakit ternyata tidak." "Tentu saja tidak, kau ada di atas tubuh ku menyingkirlah!" Pria itu menatap Raymond tanpa rasa bersalah, lalu berdiri diatas tubuh Raymond dengan santainya dia terjalan kearah Liora yang tengah mencoba memotong Buaya. "Sialan, mengapa sejak kesini aku selalu sial." Tapi tak satupun dari mereka berdua yang mendengarkanRaymond, Mereka terlalu fokus memotong buaya dengan batu, ranting dan pedang kayu milik Pria itu. Dengan tertitih titih Raymond mendekati mereka berdua, menatap Buaya itu dengan kasihan. Dia mengalihkan pandangannya menatap Pria yang menindihnya tadi, Pria itu berambut hitam memiliki mata hitam tajam. Dengan pakainannya yang basah menempel tubuh nya memamerkan sosok nya yang terotot tapi
Seorang Pria yang tengah berdiri diam menatap sekelilingnya ada banyak pohon yang tinggi dan besar. Terdengar suara air disebelah kirinya tanpa harus menoleh pria itu dapat melihat dengan jelas pemandangan yang menakjubkan. Air sungai yang jernih yang dikelilingi bebatuan dan bunga- bunga yang indah. jika bukan karena Gerombolan Serigala yang siap memakannya, Pria itu ingin lebih lama tinggal didekat sungai menikmati keindahan alam yang manakjubkan itu. "Sial, jika aku menemukan mu akan ku bunuh kamu L." Teriakan nya malah membuat Para Serigala mengejarnya lebih cepat, nafasnya sudah tak menentu kakinya pun mulai sakit. Pria itu terus berlari kedalam hutan semakin lama dia te