Cerita Diana memang belum berakhir. Tapi suara Diana seolah tercekat di tenggorokan dan sulit untuk keluar akibat terlalu larut dalam tangisan yang menyayat hati.
Dan bukan hanya Diana yang menangis kala itu, tapi Xander pun sama. Tetes air mata lelaki itu akhirnya pun jatuh tak tertahankan lagi. Mendengar betapa menderitanya kehidupan sang Ibunda di masa lalu.
Xander merengkuh tubuh Diana ke dalam pelukannya. Diana membalas pelukan itu sambil terus berucap.
Maaf, maaf dan maaf.
Xander menggeleng dengan tangisnya yang kian menjadi. "Tidak Bu, kamu tidak bersalah... Aku yang bersalah karena sudah berpikir bahwa kamu itu wanita yang sangat jahat selama ini... Aku sangat membencimu hingga aku ikut membenci semua wanita dan berpikiran bahwa mereka semua sama seperti dirimu, pengkhianat... Jadi selama ini, Ibu dan Ayah tidak pernah menikah?" tanya Xander di akhir kalimatnya. Ayah yang dimaksud oleh Xander a
Stay tuned.. Semoga suka..
Sebuah buket bunga besar baru saja dikirimkan ke sebuah rumah mewah di bilangan Kemang, Jakarta Selatan. Buket bunga berwarna-warni dengan deretan tulisan manis di tengah-tengahnya, 'Selamat Hari Ibu' itu dibawa oleh kurir pengantar barang ke kediaman Bharata Yuda. "Taruh bunga itu di depan pintu kamar Ibuku," perintah Aldrian pada sang Kurir seraya menunjukkan sebuah kamar di lantai dua. Besok adalah hari Ibu sementara besok Aldrian tidak memiliki cukup waktu untuk merayakannya bersama Diana, jadilah dia meluangkan waktu senggangnya malam ini untuk memberikan kejutan pada Diana. Dia sengaja tidak memberitahu Diana kalau dia akan pulang dan menginap di rumahnya malam ini. Aldrian ingin menghabiskan waktunya hanya untuk sang Ibu khusus malam ini. "Darsih, di mana Ibuku? Seharian ini aku menghubunginy
Usai mengantar Diana pulang, kini saatnya Xander mengantar Mischa dan Arsen pulang. Tapi bukan ke rusun Mischa, melainkan ke kediaman pribadinya. Xander memang sengaja tidak memberitahukan hal ini pada Mischa dikarenakan jika dia sampai mengatakan hal itu, sudah dipastikan Mischa akan menolaknya. "Loh, kita mau kemana Xander? Ini bukan jalan ke rusunkan?" tanya Mischa di persimpangan jalan ketika mobil Xander yang seharusnya belok kiri justru mengambil arah kanan. Xander mengulum senyum jahil, "nanti juga kamu tahu," jawabnya lembut. Dia menggenggam tangan Mischa lalu menyetir dengan satu tangan. Setelah apa yang terjadi hari ini dan mengetahui tentang fakta yang sebenarnya terjadi di masa lalu mengenai kehidupan Ibunya, kini hubungan Xander dengan Diana telah membaik. Dan semua hal itu tak lepas dari peran Mischa di sana. Untuk itu, Xander sudah menyiapka
Setelah rapi dengan piyama tidur yang diberikan Xander kepadanya, kini Mischa dan Xander sudah berada di balkon apartemen mewah itu. Ditemani secangkir coklat panas dan beberapa cemilan kue kering yang lezat, malam itu jadi terasa lebih istimewa. Keheningan masih meraja di antara mereka. Baik Xander maupun Mischa, mereka sama-sama bingung harus memulai pembicaraan dari mana. Angin bertiup sepoi-sepoi. Mengayun-ayun pepohonan yang berada di sekelilingnya. Pantulan sinar rembulan terlihat nyata di balik air dari kolam renang yang berada di bawah sana. Cahayanya yang memantul menerangi keadaan sekitar yang redup temaram. "Aku pikir, tadinya hanya Jarvis yang sering menginap di sini," ucap Mischa tiba-tiba. Perasaan aneh yang hinggap di benaknya sejak tadi, membuat Mischa tak ingin kehilangan kesempatan untuk membahasnya lebih lanjut. Dia butuh penjelasan Xander. "Ternyata, Mendy juga," tambahnya sedikit ragu-ragu. Dia tersenyum ha
Cup. Mischa mengecup pipi Xander satu kali, itu pun dengan gerakan yang sangat cepat. Wajahnya langsung merona. Xander semakin mendekatkan wajahnya dengan wajah Mischa yang masih menunduk. "Bukan di situ, tapi di sini," tunjuknya pada bibir tipis Mischa yang terpoles lipstik pink. Mischa mendongak hendak protes, namun gerakannya kalah cepat dengan Xander yang sudah lebih dulu mengambil tindakan. Seiring dengan dimulainya permainan bibir Xander yang menekan lembut bibirnya, Mischa pun memejamkan mata. Meresapi. Menghayati. Menikmati. Dalam posisi mereka yang berdiri, Xander perlahan menaruh gelas minuman ditangannya ke meja di sampingnya tanpa melepas ciumannya. Mereka berciuman tanpa suara. Mesra, romantis dan panas. Xander menarik pinggang Mischa agar merapat ke tubuhnya seraya menuntun ke dua tangan Mischa ke arah leher dan tengkuknya.
"Good Morning, Mommy...." sapa Aldrian dengan wajah sumringah pagi ini. Dia keluar dari kamar dengan penampilan rapi untuk segera berangkat ke lokasi syuting. Aldrian mengecup kening Diana yang sejak tadi sudah menunggunya di meja makan untuk sarapan. Dia duduk persis di samping tempat duduk Diana. "Wah, menu sarapan kesukaanku," seru Aldrian sambil menatap semua hidangan di meja makan. Selera makannya langsung terbit. Dia membalik piringnya dan menyendok secentong nasi goreng spesial yang dia tahu itu buatan Diana, sang Ibunda tercintanya. "Karena Ibu tahu kamu ada di sini, makanya Ibu buatkan sarapan untukmu. Maafkan Ibu ya, semalam Ibu pulang terlalu larut. Sewaktu Ibu melihat ke kamarmu, kamu sudah terlelap tidur dan untuk hadiahnya juga buket bunganya, terima kasih. Kamu memang anak Ibu yang paling manis, sama seperti mendiang Almarhum ayahmu, penuh kejutan," ucap Diana panjang lebar. Aldrian asik
Usai menerima telepon dari Mr. Krueger, Xander langsung kembali ke dalam ruangannya diikuti Jarvis. Jarvis yang terus merengek agar Xander berbelas kasihan padanya. Meski sampai saat ini Xander tak kunjung menggubris rengekan asisten pribadinya itu. Susah payah Xander menahan tawa melihat Jarvis yang kelimpungan. Tapi dia tetap memasang wajah cool dan datar seperti biasa. Jarvis perlu diberi pelajaran. Kekesalan Xander pada Jarvis jelas tak bisa dia ungkapkan dengan kata-kata. Setibanya di ruang kerjanya, Xander sudah mendapati Arsen telah kembali. Anak itu sedang asik menikmati makan siangnya bersama Mischa. "Papah... Burgernya enak Pah," beritahu Arsen dengan mulut penuh makanan. Xander mengelus puncak kepala Arsen. "Makan yang banyak, supaya Arsen kuat, ya?" "Kamu tidak makan?" tanya Mischa pada Xander. "Tadi pagi kamu sarapan s
Setibanya di rusun, Mischa justru dikagetkan oleh kehadiran Aldrian di sana. Lelaki itu tampak rapi dengan setelan jas putih dan celana chino coklat. Aldrian membawa sebuket bunga untuk Mischa. "Aldrian? Sejak kapan kamu di sini? Kenapa tidak menghubungiku?" tanya Mischa setengah kaget. "Tidak apa-apa, baru setengah jam aku menunggumu di sini. Jangankan setengah jam, seribu tahun pun aku rela menunggu untukmu Mischa," jawab Aldrian dengan gombalan recehnya. Bibir Mischa mencebik. Dia mengeluarkan kunci rusunnya saat Aldrian sedang saling sapa dengan Arsen. Aldrian memberikan sekotak mainan pada Arsen. Bocah itu pun berseru senang. Setelah berganti pakaian dan makan malam bersama, Arsen memboyong semua mainan barunya ke dalam kamarnya. Dia asik bermain dengan mainan-mainan itu, sementara Aldrian dan Mischa mengobrol di ruang TV. Duduk saling bersisian di sofa yang sam
Cukup lama Aldrian duduk tepekur di atas sofa di dalam rusun Mischa setelah apa yang dikatakan Mischa padanya. Hadir sebersit rasa bersalah di dalam hatinya, meski hal itu tak begitu mendominasi seperti halnya rasa benci yang dia rasakan terhadap Xander. Kebencian itu sepertinya sudah mendarah daging dalam diri Aldrian dan menjadi sebuah kesulitan yang besar bagi Aldrian jika dirinya kini harus mengakui bahwa sejatinya Xander tidak seburuk apa yang dia pikir selama ini. Karena apa yang dikatakan Mischa bisa jadi hanya bualan semata agar dirinya luluh. Aldrian tidak akan terkecoh. Jika kenyataannya Xander memang berniat untuk mengembalikan Butterfly kepadanya, Aldrian akan menunggu. Namun jika hal itu ternyata tidak terbukti, Aldrian tidak akan segan-segan untuk kembali menghancurkan kebahagiaan Xander. "Kamu mau teh lagi, Al?" tanya Mischa setelah cukup lama Aldrian terdiam dalam duduknya, larut dengan
Satu Bulan sebelum prolog... Malam kian larut tapi suasana di Club malam elit The Dragon's Club justru semakin meriah. Lima orang lelaki berpakaian casual tampak asik bercengkrama di pojokan ruangan. Yakni sebuah tempat yang sudah menjadi lokasi base camp mereka jika sedang bebas tugas. Ya, mereka adalah Alvin, Roni, Tio, Bagas dan Arsen. Lima orang tentara berpangkat mayor yang sedang menikmati waktu luang mereka dengan berpesta pora. Sekedar merelaksasi otot-otot tubuh yang tegang setelah bertugas di medan perang. "Udah lama kita nggak main Truth Or Dare," celetuk Alvin setelah menenggak habis botol vodkanya. Alvin memposisikan botol kosong itu di tengah-tengah meja yang melingkar. "Ah, nggak usah mulai deh Vin!" sahut Tio tidak setuju. "
Acara pernikahan mewah itu baru saja berlangsung. Kedua mempelai sudah berada di dalam kamar pengantin mereka. Handaru menghampiri Mitha yang tampak kesulitan membuka gaun pengantinnya. "Sini, aku bantu," ucap Handaru dengan senyuman ramahnya. Lelaki itu membantu sang istri melepas satu persatu pakaian yang melekat di tubuh Mitha hingga menyisakan pakaian dalam saja yang membalut tubuh mungil itu. Merasa malu karena ini pertama kalinya dia berada satu kamar dengan Handaru, Mitha buru-buru mengambil jubah mandi dan mengenakannya. "Kamu mau mandi?" tanya Handaru pada Mitha, wanita yang kini sudah resmi menjadi istrinya. Menjadi seorang Nyonya Handaru Pratama. Sang Milyuner yang kekayaannya tak akan habis tujuh turunan. Mitha mengangguk, pipi wanita itu merona. "Boleh aku ikut?" ucap Handaru dengan kerlingan nakal. Mitha memukul bahu
Enam bulan kemudian...Di sebuah tanah lapang berumput hijau dengan pemandangan alam yang indah di sekitarnya, sebuah keluarga tampak berkumpul menikmati indahnya hari.Sudah menjadi rutinitas wajib bagi keluarga Malik untuk mengadakan piknik keluarga di akhir pekan."Arsen, ayo makan dulu," teriak Diana yang ikutan berlari mengejar sang cucu yang asik bermain bola bersama Dirga.Sarah yang tampak asik mengobrol dengan Berta. Mereka duduk di atas tikar piknik dengan berbagai macam makanan lezat yang mereka bawa.Sementara itu, di sisi lain lokasi tersebut Xander, Jarvis dan Aldrian tampak asik menikmati indahnya pemandangan."Kamu sudah pantas menggendong anak, Al. Mau sampai kapan menjomblo terus?" ucap Xander menggoda Aldrian yang saat itu sedang menggendong salah satu bayi kembar sang Kakak.
Seorang wanita tampak menarik napas dalam-dalam. Peluh menetes membanjiri wajahnya yang pucat. Sesekali terdengar rintihan dan teriakan dari arah brankar ruangan bersalin itu tatkala si wanita merasa dirinya tak mampu lagi menahan nyerinya kontraksi.Sejak kepulangan keluarga Malik usai menghadiri acara pernikahan Jarvis dan Aliana, lalu mereka melangsungkan acara pesta barbeque di halaman rumah kediaman Malik yang luas, seharian itu Mischa memang kurang istirahat. Terlebih efek gembira ketika dirinya mampu berjalan kembali seperti sedia kala.Mischa terus beraktifitas, berjalan mondar-mandir ke sana kemari dengan keadaan perutnya yang buncit.Hingga pesta usai, Mischa justru harus kembali melakukan aktifitas ranjang bersama sang suami hingga waktu mendekati pagi.Itulah sebabnya, menjelang fajar di pagi hari, Mischa merasakan perutnya mulas dan kram."Xander..." gumam Mischa lirih.
Acara sakral itu berlangsung begitu khidmad dan lancar.Jarvis sangat tenang saat melafalkan kalimat ijab dan kabulnya.Setelah ijab dan kabul usai, lalu kedua mempelai menyambut tamu undangan yang hendak bersalaman di atas pelaminan, sore harinya acara pun selesai.Jarvis dan Aliana sudah berganti pakaian. Kini mereka sedang berkumpul di lapangan parkir gedung hendak pulang. Saat itu keluarga Malik terlihat berkumpul di sekitar area parkir, mereka menunggu kedatangan pasangan pengantin baru. Malam ini, keluarga Xander berencana mengundang Jarvis dan Aliana untuk makan malam bersama di kediaman utama keluarga Malik.Baik Jarvis dan Aliana, yang memang sama-sama tak memiliki keluarga, jelas sangat senang atas undangan itu. Bahkan jika hari weekend tiba, mereka seringkali ikut nimbrung dalam acara piknik keluarga Malik. Dan bagi keluarga Malik, mereka sudah layaknya keluarga sendiri.Saat it
Mentari pagi terlihat bersinar cerah di angkasa. Cahayanya menerobos jendela kaca bening sebuah kamar besar nan mewah yang terletak di salah satu perumahan elit Jakarta.Mischa menggeliat tatkala wajahnya terkena pantulan cahaya matahari langsung. Dia mengernyitkan kening, menguap satu kali seraya mengucek ke dua bola matanya secara bersamaan.Ketika kedua bola matanya berhasil terbuka, Mischa tak mendapati sosok Xander di sisinya.Mungkin, suaminya itu sedang di kamar mandi, pikirnya.Tubuh Mischa kembali menggeliat. Dia merentangkan ke dua tangannya ke atas. Entah kenapa, pagi ini dia bangun dengan keadaan tubuh yang lebih segar dari kemarin-kemarin.Apa mungkin karena...?Kedua pipi Mischa mendadak merona, saat otaknya kembali memutar kejadian tadi malam di dalam kamar ini.Bahkan setelah hampir dua bulan berlalu tanpa adanya aktifitas ranjang dalam bid
Selang satu bulan sejak penolakan yang dilakukan Mischa pada Xander, silih berganti pihak keluarga datang mengunjungi Mischa. Baik itu Dirga maupun Diana. Sayangnya, usaha mereka sia-sia. Mischa tetap pada pendiriannya semula. Bahkan dengan teganya Mischa justru meminta Xander menceraikannya. Hindun dan Suroto sudah menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dengan Mischa pada pihak keluarga Xander yang semakin membuat pihak keluarga merasa miris akan keadaan Mischa saat ini. Terlebih dengan Diana. Dirinya tidak menyangka jika apa yang dia alami dahulu di masa muda kini harus berlanjut menimpa Mischa, sang menantu kesayangannya. Dengan segala daya dan upaya mereka terus berusaha meyakinkan Mischa agar Mischa tidak terus menerus larut dalam rasa traumanya. Namun sayang, semua usaha merega gagal dan tak membuahkan hasil.
Suara Adzan Isya baru saja berkumandang.Seorang wanita dengan perutnya yang membuncit sudah siap dengan mukenanya, dia hendak melaksanakan shalat Isya berjamaah dengan Hindun dan Suroto, kedua orang tuanya. Wanita itu duduk di atas kursi roda, sementara Hindun berdiri di sampingnya."Allahu Akbar," Suroto memulai takbir pertama tanda shalat telah dimulai.Para makmum mengikuti di belakang.Dalam suasana seperti inilah, hal yang selalu Mischa tunggu-tunggu.Hatinya terasa jauh lebih tenang.Sampai detik ini, Mischa masih terus menerus dihantui bayang-bayang mengerikan sekaligus menjijikan yang pernah dia alami sewaktu di Florida.Semua kejadian buruk yang menimpanya sebelum akhirnya Tuhan menyelamatkannya melalui Mendy.Satu alasan besar yang menjadikan Mischa tidak ingin bertemu Xander dalam keadaannya sekarang, saat dirinya tahu bahwa dia telah mengandung, setelah apa yang sudah dilaluinya di Florida setengah tahun yang lalu.
Selang satu jam kemudian.Xander baru saja mengirim pesan singkat pada Diana bahwa dia akan pulang terlambat.Lelaki itu sudah berada di Club sejak sepuluh menit yang lalu. Xander hanya memesan cocktail dengan kadar alkohol yang sangat sedikit. Dia sudah berjanji pada Mischa untuk tidak mabuk-mabukkan lagi. Dan Xander akan berusaha untuk tetap menepati Janjinya walau tak ada Mischa sekali pun.Xander masih bergelut dengan ponsel pribadinya.Satu hal yang menjadi kebiasaannya saat sedang sendirian, yakni menatap lama wajah Mischa di balik layar ponselnya.Senyuman Mischa seolah menjadikan penyemangat hidupnya kali ini. Meski hanya sebatas gambar saja. Tapi Xander tak pernah bosan menatapnya.Dengan ujung jari telunjuknya, Xander mengusap wajah Mischa yang sedang tersenyum, sangat manis.Di mana kamu berada saat ini, Mischa?