Malam itu usai menuntaskan urusan dengan Mendy, Xander langsung melajukan kendaraan super mewahnya menuju kediaman utama keluarga Malik untuk menuntaskan masalah dengan sang Omah.
Sesampainya di kediaman utama Keluarga Malik, Xander tak mendapati Sarah di sana. Sean, selaku asisten pribadi Sarah pun tidak ada.
Xander hanya bertemu dengan Ashton dan istrinya.
Hayo ngaku, siapa yang baper? Penasaran? Kuy ramaikan kolom ulasannya dan jgn lupa bintang lima ya...
Sudah hampir setengah jam lebih Xander duduk di sofa yang biasa dia duduki di rusun Mischa. Mischa sudah menyuguhinya segelas teh hangat dan beberapa cemilan di meja. Mereka duduk saling bersisian di sofa yang berbeda. Tak ada percakapan apapun, hanya suara acara di TV yang mendominasi ruangan. Xander bahkan sudah melepas jas hitamnya karena dia mulai kegerahan. Cuaca di luar memang dingin, tapi jika sudah berada berlama-lama di dalam rusun tanpa kipas angin, hawa panasnya merasuk secara perlahan tapi pasti. Apalagi ketika tatapan Xander diam-diam tertuju pada paha Mischa yang sedikit mengintip dari balik daster mininya. Berkali-kali dirinya menelan salivanya sendiri, menahan sesuatu yang mulai bergejolak dalam dadanya. Xander mengendurkan dasi yang mencekik lehernya serta membuka dua kancing teratas kemeja abu-abunya tepat saat Mischa tiba-tiba saja menguap.
Malam semakin larut, hawa dingin semakin menggigit. Seorang wanita dengan wajahnya yang sembab terlihat turun dari sebuah mobil mewah dan beranjak masuk ke dalam apartemen. Bukan apartemen miliknya, melainkan apartemen milik sang mantan yang kini menjadi sahabatnya. Wanita itu berjalan sedikit sempoyongan. Tubuhnya ling lung dan seperti kehilangan pijakan saat malam ini dia harus menerima kenyataan pahit atas kandasnya hubungan yang telah dia jalani selama bertahun-tahun dengan seorang laki-laki kejam bernama Alexander Gavin Malik. Sesampainya di tempat tujuan, wanita itu memencel bel apartemen beberapa kali sampai akhirnya pintu apartemen itu pun terbuka. Seorang lelaki berpakaian piyama tidur terlihat menyambut kedatangannya. "Kamu benar-benar terlihat hancur, Mendy, masuklah..." ajak Aldrian pada Mendy yang hanya diam dan mematung dihadapannya. Tapi, Aldrian sempat melihat lelehan
Mischa dan Xander baru saja memesan menu sarapan mereka di kantin sekolah Arsen dan hendak melahapnya, ketika tiba-tiba seorang laki-laki berpakaian kantor datang menyapa Xander dari arah belakang. "Pak Xanderkah?" ucap sang lelaki berjas hitam itu. Kepala Xander otomatis mendongak. "Oh, Pak Reymond Syailendra?" terka Xander seraya berdiri dan menyambut jabatan tangan Reymond. Dia adalah salah satu rekan bisnis Xander. Pemilik perusahaan elektronik, Syailendra. "Apa kabar, Pak?" "Baik-baik, mari Pak silahkan bergabung, kebetulan saya dan hmm," Xander menggantung kalimatnya sejenak dan menoleh sekilas ke arah Mischa sebelum akhirnya dia melanjutkan kalimatnya. "Calon istri saya sedang sarapan, sambil menunggu anak kami sekolah," Mischa langsung tersedak sementara ke dua bola mata Reymond membulat tak percaya. Calon istri? Pertanyaan itu hadi
Bel tanda berakhirnya jam pelajaran di sekolah berbunyi. Para orang tua murid terlihat berkumpul di depan pintu ruang kelas untuk menunggu kepulangan buah hati mereka masing-masing. Seperti halnya yang dilakukan Mischa dan Xander kala itu. Arsen berhambur keluar kelas dengan wajah sedikit muram. Keningnya yang terluka tertempel plester bergambar aneka hewan. "Keningmu masih sakit, sayang? Kenapa cemberut begitu?" tanya Mischa menyambut kepulangan Arsen. "Arsen kesel sama Nayna! Anaknya nakal, Mah," adu Arsen dengan tatapan jengkel yang tertuju pada seorang bocah perempuan di ujung jalan. Bocah perempuan bernama Nayna yang menjadi teman baru di kelasnya. Mischa dan Xander hanya saling melempar pandang, hingga setelahnya Xander membungkuk dan membisiki Arsen sesuatu. Bocah kecil itu tertawa geli saat merasakan bibir sang Papah menempel di telinganya.
"Xander..."sapa Diana kala itu. Wanita paruh baya berblazer putih itu berdiri mematung tepat dihadapan putra sulungnya. Seperti sebuah mimpi. Ketika Xander dan Diana saling bersitatap satu sama lain. Ada sesuatu yang bergemuruh hebat di dada kedua insan manusia itu. Diana dengan perasaan bersalahnya yang terasa menjadi berlipat ganda saat dia menyadari betapa tampannya sang putra yang selama ini dia telantarkan. Xander tumbuh menjadi sosok laki-laki yang sangat sempurna. Sementara Xander sendiri tak tahu harus berbuat apa. Melihat kedatangan sang Ibu yang begitu tiba-tiba dihadapannya. Ibu yang telah membuangnya dan tak pernah mengakui dirinya sebagai seorang anak. Ingin rasanya dia pergi dan menghilang detik ini juga, sayangnya seluruh tubuh Xander justru terasa seperti membeku. Sulit digerakkan. Dan lelaki itu jadi bertambah tak percaya ketika Diana justru terus me
"Dan orang itu adalah... Hans! Ayah Tiri Dirga, sekaligus... Ayah kandungmu, Xander..." Kalimat itu terus terngiang di telinga Xander. Menggema bagai tabuhan gendang yang menyakitkan dan dentumannya menusuk hingga ke jantung. Xander masih terus menatap tak percaya ke arah Diana tanpa bisa berkata-kata, saking terkejut. Hal ini benar-benar sulit untuk dia percaya. Diana menghentikan sejenak ceritanya. Wanita paruh baya berwajah cantik itu tahu Xander pasti terkejut mendengar kenyataan ini, sebab ekspresi wajah pemuda tampan itu terlihat begitu syok. "Maafkan Ibu, Nak... Maafkan Ibu karena sudah menyimpan rahasia ini selama bertahun-tahun. Tidak mudah bagiku untuk membuka kembali kenangan pahit itu. Sungguh. Semua ini tidak mudah!" Diana semakin tenggelam dalam tangisnya. Sementara Xander masih saja diam dalam
Cerita Diana memang belum berakhir. Tapi suara Diana seolah tercekat di tenggorokan dan sulit untuk keluar akibat terlalu larut dalam tangisan yang menyayat hati. Dan bukan hanya Diana yang menangis kala itu, tapi Xander pun sama. Tetes air mata lelaki itu akhirnya pun jatuh tak tertahankan lagi. Mendengar betapa menderitanya kehidupan sang Ibunda di masa lalu. Xander merengkuh tubuh Diana ke dalam pelukannya. Diana membalas pelukan itu sambil terus berucap. Maaf, maaf dan maaf. Xander menggeleng dengan tangisnya yang kian menjadi. "Tidak Bu, kamu tidak bersalah... Aku yang bersalah karena sudah berpikir bahwa kamu itu wanita yang sangat jahat selama ini... Aku sangat membencimu hingga aku ikut membenci semua wanita dan berpikiran bahwa mereka semua sama seperti dirimu, pengkhianat... Jadi selama ini, Ibu dan Ayah tidak pernah menikah?" tanya Xander di akhir kalimatnya. Ayah yang dimaksud oleh Xander a
Sebuah buket bunga besar baru saja dikirimkan ke sebuah rumah mewah di bilangan Kemang, Jakarta Selatan. Buket bunga berwarna-warni dengan deretan tulisan manis di tengah-tengahnya, 'Selamat Hari Ibu' itu dibawa oleh kurir pengantar barang ke kediaman Bharata Yuda. "Taruh bunga itu di depan pintu kamar Ibuku," perintah Aldrian pada sang Kurir seraya menunjukkan sebuah kamar di lantai dua. Besok adalah hari Ibu sementara besok Aldrian tidak memiliki cukup waktu untuk merayakannya bersama Diana, jadilah dia meluangkan waktu senggangnya malam ini untuk memberikan kejutan pada Diana. Dia sengaja tidak memberitahu Diana kalau dia akan pulang dan menginap di rumahnya malam ini. Aldrian ingin menghabiskan waktunya hanya untuk sang Ibu khusus malam ini. "Darsih, di mana Ibuku? Seharian ini aku menghubunginy
Satu Bulan sebelum prolog... Malam kian larut tapi suasana di Club malam elit The Dragon's Club justru semakin meriah. Lima orang lelaki berpakaian casual tampak asik bercengkrama di pojokan ruangan. Yakni sebuah tempat yang sudah menjadi lokasi base camp mereka jika sedang bebas tugas. Ya, mereka adalah Alvin, Roni, Tio, Bagas dan Arsen. Lima orang tentara berpangkat mayor yang sedang menikmati waktu luang mereka dengan berpesta pora. Sekedar merelaksasi otot-otot tubuh yang tegang setelah bertugas di medan perang. "Udah lama kita nggak main Truth Or Dare," celetuk Alvin setelah menenggak habis botol vodkanya. Alvin memposisikan botol kosong itu di tengah-tengah meja yang melingkar. "Ah, nggak usah mulai deh Vin!" sahut Tio tidak setuju. "
Acara pernikahan mewah itu baru saja berlangsung. Kedua mempelai sudah berada di dalam kamar pengantin mereka. Handaru menghampiri Mitha yang tampak kesulitan membuka gaun pengantinnya. "Sini, aku bantu," ucap Handaru dengan senyuman ramahnya. Lelaki itu membantu sang istri melepas satu persatu pakaian yang melekat di tubuh Mitha hingga menyisakan pakaian dalam saja yang membalut tubuh mungil itu. Merasa malu karena ini pertama kalinya dia berada satu kamar dengan Handaru, Mitha buru-buru mengambil jubah mandi dan mengenakannya. "Kamu mau mandi?" tanya Handaru pada Mitha, wanita yang kini sudah resmi menjadi istrinya. Menjadi seorang Nyonya Handaru Pratama. Sang Milyuner yang kekayaannya tak akan habis tujuh turunan. Mitha mengangguk, pipi wanita itu merona. "Boleh aku ikut?" ucap Handaru dengan kerlingan nakal. Mitha memukul bahu
Enam bulan kemudian...Di sebuah tanah lapang berumput hijau dengan pemandangan alam yang indah di sekitarnya, sebuah keluarga tampak berkumpul menikmati indahnya hari.Sudah menjadi rutinitas wajib bagi keluarga Malik untuk mengadakan piknik keluarga di akhir pekan."Arsen, ayo makan dulu," teriak Diana yang ikutan berlari mengejar sang cucu yang asik bermain bola bersama Dirga.Sarah yang tampak asik mengobrol dengan Berta. Mereka duduk di atas tikar piknik dengan berbagai macam makanan lezat yang mereka bawa.Sementara itu, di sisi lain lokasi tersebut Xander, Jarvis dan Aldrian tampak asik menikmati indahnya pemandangan."Kamu sudah pantas menggendong anak, Al. Mau sampai kapan menjomblo terus?" ucap Xander menggoda Aldrian yang saat itu sedang menggendong salah satu bayi kembar sang Kakak.
Seorang wanita tampak menarik napas dalam-dalam. Peluh menetes membanjiri wajahnya yang pucat. Sesekali terdengar rintihan dan teriakan dari arah brankar ruangan bersalin itu tatkala si wanita merasa dirinya tak mampu lagi menahan nyerinya kontraksi.Sejak kepulangan keluarga Malik usai menghadiri acara pernikahan Jarvis dan Aliana, lalu mereka melangsungkan acara pesta barbeque di halaman rumah kediaman Malik yang luas, seharian itu Mischa memang kurang istirahat. Terlebih efek gembira ketika dirinya mampu berjalan kembali seperti sedia kala.Mischa terus beraktifitas, berjalan mondar-mandir ke sana kemari dengan keadaan perutnya yang buncit.Hingga pesta usai, Mischa justru harus kembali melakukan aktifitas ranjang bersama sang suami hingga waktu mendekati pagi.Itulah sebabnya, menjelang fajar di pagi hari, Mischa merasakan perutnya mulas dan kram."Xander..." gumam Mischa lirih.
Acara sakral itu berlangsung begitu khidmad dan lancar.Jarvis sangat tenang saat melafalkan kalimat ijab dan kabulnya.Setelah ijab dan kabul usai, lalu kedua mempelai menyambut tamu undangan yang hendak bersalaman di atas pelaminan, sore harinya acara pun selesai.Jarvis dan Aliana sudah berganti pakaian. Kini mereka sedang berkumpul di lapangan parkir gedung hendak pulang. Saat itu keluarga Malik terlihat berkumpul di sekitar area parkir, mereka menunggu kedatangan pasangan pengantin baru. Malam ini, keluarga Xander berencana mengundang Jarvis dan Aliana untuk makan malam bersama di kediaman utama keluarga Malik.Baik Jarvis dan Aliana, yang memang sama-sama tak memiliki keluarga, jelas sangat senang atas undangan itu. Bahkan jika hari weekend tiba, mereka seringkali ikut nimbrung dalam acara piknik keluarga Malik. Dan bagi keluarga Malik, mereka sudah layaknya keluarga sendiri.Saat it
Mentari pagi terlihat bersinar cerah di angkasa. Cahayanya menerobos jendela kaca bening sebuah kamar besar nan mewah yang terletak di salah satu perumahan elit Jakarta.Mischa menggeliat tatkala wajahnya terkena pantulan cahaya matahari langsung. Dia mengernyitkan kening, menguap satu kali seraya mengucek ke dua bola matanya secara bersamaan.Ketika kedua bola matanya berhasil terbuka, Mischa tak mendapati sosok Xander di sisinya.Mungkin, suaminya itu sedang di kamar mandi, pikirnya.Tubuh Mischa kembali menggeliat. Dia merentangkan ke dua tangannya ke atas. Entah kenapa, pagi ini dia bangun dengan keadaan tubuh yang lebih segar dari kemarin-kemarin.Apa mungkin karena...?Kedua pipi Mischa mendadak merona, saat otaknya kembali memutar kejadian tadi malam di dalam kamar ini.Bahkan setelah hampir dua bulan berlalu tanpa adanya aktifitas ranjang dalam bid
Selang satu bulan sejak penolakan yang dilakukan Mischa pada Xander, silih berganti pihak keluarga datang mengunjungi Mischa. Baik itu Dirga maupun Diana. Sayangnya, usaha mereka sia-sia. Mischa tetap pada pendiriannya semula. Bahkan dengan teganya Mischa justru meminta Xander menceraikannya. Hindun dan Suroto sudah menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dengan Mischa pada pihak keluarga Xander yang semakin membuat pihak keluarga merasa miris akan keadaan Mischa saat ini. Terlebih dengan Diana. Dirinya tidak menyangka jika apa yang dia alami dahulu di masa muda kini harus berlanjut menimpa Mischa, sang menantu kesayangannya. Dengan segala daya dan upaya mereka terus berusaha meyakinkan Mischa agar Mischa tidak terus menerus larut dalam rasa traumanya. Namun sayang, semua usaha merega gagal dan tak membuahkan hasil.
Suara Adzan Isya baru saja berkumandang.Seorang wanita dengan perutnya yang membuncit sudah siap dengan mukenanya, dia hendak melaksanakan shalat Isya berjamaah dengan Hindun dan Suroto, kedua orang tuanya. Wanita itu duduk di atas kursi roda, sementara Hindun berdiri di sampingnya."Allahu Akbar," Suroto memulai takbir pertama tanda shalat telah dimulai.Para makmum mengikuti di belakang.Dalam suasana seperti inilah, hal yang selalu Mischa tunggu-tunggu.Hatinya terasa jauh lebih tenang.Sampai detik ini, Mischa masih terus menerus dihantui bayang-bayang mengerikan sekaligus menjijikan yang pernah dia alami sewaktu di Florida.Semua kejadian buruk yang menimpanya sebelum akhirnya Tuhan menyelamatkannya melalui Mendy.Satu alasan besar yang menjadikan Mischa tidak ingin bertemu Xander dalam keadaannya sekarang, saat dirinya tahu bahwa dia telah mengandung, setelah apa yang sudah dilaluinya di Florida setengah tahun yang lalu.
Selang satu jam kemudian.Xander baru saja mengirim pesan singkat pada Diana bahwa dia akan pulang terlambat.Lelaki itu sudah berada di Club sejak sepuluh menit yang lalu. Xander hanya memesan cocktail dengan kadar alkohol yang sangat sedikit. Dia sudah berjanji pada Mischa untuk tidak mabuk-mabukkan lagi. Dan Xander akan berusaha untuk tetap menepati Janjinya walau tak ada Mischa sekali pun.Xander masih bergelut dengan ponsel pribadinya.Satu hal yang menjadi kebiasaannya saat sedang sendirian, yakni menatap lama wajah Mischa di balik layar ponselnya.Senyuman Mischa seolah menjadikan penyemangat hidupnya kali ini. Meski hanya sebatas gambar saja. Tapi Xander tak pernah bosan menatapnya.Dengan ujung jari telunjuknya, Xander mengusap wajah Mischa yang sedang tersenyum, sangat manis.Di mana kamu berada saat ini, Mischa?