Karena hari ini adalah hari pertama Mischa bekerja kembali di Butterfly, Aldrian berencana untuk menjemput Mischa pagi ini untuk mengantar wanita itu ke kantor.
Jika biasanya Aldrian hanya menunggu kedatangan Mischa di lahan parkir rusun seraya menghubungi wanita itu, namun kali ini berbeda.
Aldrian memilih untuk turun dari mobilnya dan menjemput Mischa langsung ke rusunnya.
Aldrian yang merasa kecolongan setelah tahu kepergian Mischa dan Xander juga Arsen weekend kemarin, perlu melakukan manuver tambahan untuk bisa kembali berada satu langkah di depan Xander. Dan kali ini, Aldrian akan memakai Arsen sebagai cara terjitu yang dia miliki.
Yakni, mengambil hati Arsen agar anak itu bisa dia kendalikan.
Itulah sebabnya, pagi ini Aldrian bertamu dengan membawa dua jinjingan besar di tangannya yang berisi snack ringan yang pastinya di sukai anak kecil serta mainan yang cukup banyak.
Jangan lupa jejaknya kalau suka...
Di sepanjang perjalanan menuju kediaman utama keluarga Malik, Mischa terus menangis, dan hal itu sangat membuat Aldrian khawatir. Jadilah Aldrian memacu kendaraannya dengan kecepatan di atas rata-rata. Amarahnya terhadap Xander pun keluarga lelaki itu kini kian bergemuruh. Aldrian hanya heran, kenapa bisa ada manusia-manusia tak berhati macam Xander dan keluarganya itu? Terbuat dari apa hati mereka hingga menyebabkan mereka begitu tega pada seorang wanita tak berdaya dan lemah macam Mischa? Tak membutuhkan waktu lama, kendaraan pribadi milik Aldrian pun sampai di kediaman utama keluarga Malik. Dengan gerakan yang begitu cepat Mischa menyambar kenop pintu mobil dan membukanya begitu mobil yang dikemudikan Aldrian berhenti di depan halaman rumah mewah itu. Kebetulan, pintu gerbang rumah itu sedang dibuka, jadilah mobil Aldrian menerobos masuk tanpa perduli pada beberapa security yang berjaga di sana. Bahkan tanpa dia menyadari adanya beberapa mobil Polisi yang
Pagi itu, Mischa, Xander, Raga, dan Jarvis serta Aldrian saling bekerja sama mencari keberadaan Arsen. Jarvis dan raga mencari di sekitar rusun, sedang Mischa, Xander dan Aldrian mencari di sekitar lokasi sekolah lama Arsen. Termasuk beberapa titik taman yang biasa di datangi Arsen bersama Mischa dahulu. Berbekal foto Arsen mereka bertanya pada siapapun yang mereka temui di jalanan, meski belum membuahkan hasil, bahkan saat jam makan siang sudah lewat. Bermandikan peluh, Mischa beristirahat sejenak dengan duduk di salah satu bangku taman. Dia meminum segelas air mineral dingin yang dibelinya di minimarket. Saking khawatirnya, Mischa bahkan baru ingat bahwa dirinya belum makan apapun sejak tadi pagi. Mischa memegangi perutnya yang keroncongan dengan wajah sedikit meringis. Dia membasahi bibir bawahnya yang terasa kering. Dalam pikirannya saat ini, tak sedikit pun Mischa memikirkan hal lain selain kesela
"Selamat malam Tuan Alexander Gavin Malik yang terhormat," "Tidak usah bertele-tele, langsung saja pada inti pembicaraan, hal apa yang ingin kamu bicarakan denganku?" "Aku hanya ingin memberitahu tentang sesuatu, bahwa hari ini aku baru saja memperkenalkan Mischa pada Ibuku. Dan berita baiknya, sepertinya Ibuku sangat menyukai Mischa dan dia merestui hubunganku dengan Mischa, jadi... Tolong kamu pertimbangkan lagi dengan matang jika kamu berniat mencuri Mischa dariku! Karena hal itu pasti akan semakin membuat Ibuku, membenci dirimu!" "Apa setakut itukah kamu terhadapku Aldrian?" "Aku melakukan ini bukan karena aku takut padamu, tapi aku melakukan hal ini demi Ibuku. Kamu sudah membuatnya kehilangan suami yang begitu dia cintai selama ini, yaitu Ayahku, dan kamu juga sudah merampas Mendy dariku, menghancurkan butterfly dan semua harapan yang dimiliki keluargaku! J
Cukup lama Xander terdiam di dalam mobilnya, masih di lahan parkir rusun. Lelaki itu tampak menggenggam sebuah buku di tangannya. Sebuah buku diary milik Mischa yang sebelumnya koyak namun kini tampak utuh setelah Xander sendiri yang merapikannya. Setiap kali membaca ulang isi buku harian itu, Xander merasa hatinya kian berbunga-bunga. Meski, hal itu tak kunjung menghilangkan kekalutan dihatinya malam ini. Ternyata, benar apa yang telah dikatakan Aldrian bahwa saat ini, Mischa sepertinya memang sudah benar-benar membencinya. Xander diam bukan karena dia terlalu pengecut untuk mengutarakan isi hatinya, tapi karena memang dia memiliki alasan lain untuk itu. Dia merasa, belum saatnya untuk berkata jujur pada Mischa tentang perasaannya saat ini. Xander mendesah pasrah. Kepalanya dia sandarkan dalam-dalam ke sandaran jok mobil seraya memejamkan mata. Tub
Xander sudah selesai mengganti pakaiannya. Lelaki itu duduk kembali di sofa ruang tamu untuk menunggu sang pemilik rumah karena dirinya belum berpamitan untuk pulang. Sesekali Xander melongok ke arah kamar mandi setelah hampir tiga puluh menit terlewat dan tak terdengar suara apapun dari dalam kamar mandi. Tak ada guyuran air atau gemericik air mengalir. Sedang apa dia di kamar mandi? Lama sekali? Pikir Xander membatin. Diantara bingung dan cemas. Xander bangkit dan berjalan ke arah kamar mandi di dapur. Dia hendak mengetuk pintu kamar mandi untuk memastikan keadaan Mischa baik-baik saja, meski setelahnya, dia menahan sejenak tangannya sebelum sempat menyentuh daun pintu. Entah apa yang terjadi, Xander tahu dirinya susah payah menahan gejolak aneh yang terus mendesak keluar dari dalam dirinya sejak tadi. Tepatnya sejak Mischa memeluknya secara tiba-tiba. Ked
"Kita harus segera melakukan sesuatu, Al! Aku tidak bisa tenang begitu tahu kalau sekarang Xander sedang bersama Mischa," "Apa yang sebenarnya kamu khawatirkan, Mendy? Bukankah seharusnya kamu senang jika kini Xander menemukan wanita lain yang bisa dia jadikan sebagai penghangat ranjangnya? Entah kenapa, aku baru teringat akan hal ini sekarang. Kemarin itu aku terlalu sibuk memikirkan bagaimana caranya agar aku bisa membantu Mischa memenangkan hak asuh Arsen, aku benar-benar terobsesi untuk membalaskan dendam keluargaku pada Xander. Tapi sekarang aku ingat, bukankah sejak awal kamu mengatakan padaku bahwa kamu membenci Xander? Kamu mengatakan kalau Xander sudah menjebakmu dengan video asusila itu? Lantas jika memang begitu kenyataannya, untuk apa kamu ketakutan bahwa Mischa akan merebut hati Xander? Bisakah kamu menjelaskan hal itu padaku Mendy? Aku tak ingin ada yang disembunyikan di antara kita. Sebagai seorang partner
Seperti yang dikatakannya tadi malam, pagi ini Xander berniat menjemput Mischa untuk kemudian berangkat ke kantor polisi bersama-sama. Mereka harus tahu bagaimana perkembangan kasus atas hilangnya anak mereka. "Halo Mischa? Kamu di mana? Aku sudah di rusunmu?" tanya Xander di telepon. Lelaki itu berdiri tepat di depan pintu rusun Mischa. Dia sudah memencet bel berkali-kali tapi si empunya rumah tak kunjung membukakan pintu juga. Jadilah dia terpaksa menelepon Mischa. "Maaf Xander, aku sedang dalam perjalanan ke rumah sakit, hari ini kita berpencar saja mencari Arsen ya?" ucap Mischa dari seberang, saat itu Mischa sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit tempat Diana di rawat bersama Aldrian. Mischa berbicara dengan nada sungkan. Dia merasa sangat tidak enak hati pada Xander jika harus mengatakan hal yang sebenarnya, terlebih mengenai kebersamaannya dengan Aldrian saat ini. "Bagaiman
"ARSEN?" suara Xander terdengar nyaring saking kaget, membuat Jarvis dan Raga di depan menoleh ke arahnya. "Iya Pah, ini Arsen, Papah bisa jemput Arsen tidak di rumah sakit, tempat Opah di rawat?" ucap suara mungil Arsen di seberang. Dari suaranya yang ceria, Arsen terdengar baik-baik saja dan hal itu sangat-sangat membuat Xander lega luar biasa. "Baik, Papah ke rumah sakit sekarang juga, Arsen jangan kemana-mana, tunggu Papah di sana, oke?" "Oke Papah," Klik. Sambungan telepon itu terputus seiring dengan suara Xander yang memerintahkan Raga untuk segera melanjukan kendaraannya menuju rumah sakit jiwa tempat dimana Dirga di rawat. Di sepanjang perjalanan Xander terus berpikir, bagaimana bisa Arsen ada di sana? Lantas, bagaimana bisa Arsen tahu dan mengenal Dirga, bahkan panggilan A
Satu Bulan sebelum prolog... Malam kian larut tapi suasana di Club malam elit The Dragon's Club justru semakin meriah. Lima orang lelaki berpakaian casual tampak asik bercengkrama di pojokan ruangan. Yakni sebuah tempat yang sudah menjadi lokasi base camp mereka jika sedang bebas tugas. Ya, mereka adalah Alvin, Roni, Tio, Bagas dan Arsen. Lima orang tentara berpangkat mayor yang sedang menikmati waktu luang mereka dengan berpesta pora. Sekedar merelaksasi otot-otot tubuh yang tegang setelah bertugas di medan perang. "Udah lama kita nggak main Truth Or Dare," celetuk Alvin setelah menenggak habis botol vodkanya. Alvin memposisikan botol kosong itu di tengah-tengah meja yang melingkar. "Ah, nggak usah mulai deh Vin!" sahut Tio tidak setuju. "
Acara pernikahan mewah itu baru saja berlangsung. Kedua mempelai sudah berada di dalam kamar pengantin mereka. Handaru menghampiri Mitha yang tampak kesulitan membuka gaun pengantinnya. "Sini, aku bantu," ucap Handaru dengan senyuman ramahnya. Lelaki itu membantu sang istri melepas satu persatu pakaian yang melekat di tubuh Mitha hingga menyisakan pakaian dalam saja yang membalut tubuh mungil itu. Merasa malu karena ini pertama kalinya dia berada satu kamar dengan Handaru, Mitha buru-buru mengambil jubah mandi dan mengenakannya. "Kamu mau mandi?" tanya Handaru pada Mitha, wanita yang kini sudah resmi menjadi istrinya. Menjadi seorang Nyonya Handaru Pratama. Sang Milyuner yang kekayaannya tak akan habis tujuh turunan. Mitha mengangguk, pipi wanita itu merona. "Boleh aku ikut?" ucap Handaru dengan kerlingan nakal. Mitha memukul bahu
Enam bulan kemudian...Di sebuah tanah lapang berumput hijau dengan pemandangan alam yang indah di sekitarnya, sebuah keluarga tampak berkumpul menikmati indahnya hari.Sudah menjadi rutinitas wajib bagi keluarga Malik untuk mengadakan piknik keluarga di akhir pekan."Arsen, ayo makan dulu," teriak Diana yang ikutan berlari mengejar sang cucu yang asik bermain bola bersama Dirga.Sarah yang tampak asik mengobrol dengan Berta. Mereka duduk di atas tikar piknik dengan berbagai macam makanan lezat yang mereka bawa.Sementara itu, di sisi lain lokasi tersebut Xander, Jarvis dan Aldrian tampak asik menikmati indahnya pemandangan."Kamu sudah pantas menggendong anak, Al. Mau sampai kapan menjomblo terus?" ucap Xander menggoda Aldrian yang saat itu sedang menggendong salah satu bayi kembar sang Kakak.
Seorang wanita tampak menarik napas dalam-dalam. Peluh menetes membanjiri wajahnya yang pucat. Sesekali terdengar rintihan dan teriakan dari arah brankar ruangan bersalin itu tatkala si wanita merasa dirinya tak mampu lagi menahan nyerinya kontraksi.Sejak kepulangan keluarga Malik usai menghadiri acara pernikahan Jarvis dan Aliana, lalu mereka melangsungkan acara pesta barbeque di halaman rumah kediaman Malik yang luas, seharian itu Mischa memang kurang istirahat. Terlebih efek gembira ketika dirinya mampu berjalan kembali seperti sedia kala.Mischa terus beraktifitas, berjalan mondar-mandir ke sana kemari dengan keadaan perutnya yang buncit.Hingga pesta usai, Mischa justru harus kembali melakukan aktifitas ranjang bersama sang suami hingga waktu mendekati pagi.Itulah sebabnya, menjelang fajar di pagi hari, Mischa merasakan perutnya mulas dan kram."Xander..." gumam Mischa lirih.
Acara sakral itu berlangsung begitu khidmad dan lancar.Jarvis sangat tenang saat melafalkan kalimat ijab dan kabulnya.Setelah ijab dan kabul usai, lalu kedua mempelai menyambut tamu undangan yang hendak bersalaman di atas pelaminan, sore harinya acara pun selesai.Jarvis dan Aliana sudah berganti pakaian. Kini mereka sedang berkumpul di lapangan parkir gedung hendak pulang. Saat itu keluarga Malik terlihat berkumpul di sekitar area parkir, mereka menunggu kedatangan pasangan pengantin baru. Malam ini, keluarga Xander berencana mengundang Jarvis dan Aliana untuk makan malam bersama di kediaman utama keluarga Malik.Baik Jarvis dan Aliana, yang memang sama-sama tak memiliki keluarga, jelas sangat senang atas undangan itu. Bahkan jika hari weekend tiba, mereka seringkali ikut nimbrung dalam acara piknik keluarga Malik. Dan bagi keluarga Malik, mereka sudah layaknya keluarga sendiri.Saat it
Mentari pagi terlihat bersinar cerah di angkasa. Cahayanya menerobos jendela kaca bening sebuah kamar besar nan mewah yang terletak di salah satu perumahan elit Jakarta.Mischa menggeliat tatkala wajahnya terkena pantulan cahaya matahari langsung. Dia mengernyitkan kening, menguap satu kali seraya mengucek ke dua bola matanya secara bersamaan.Ketika kedua bola matanya berhasil terbuka, Mischa tak mendapati sosok Xander di sisinya.Mungkin, suaminya itu sedang di kamar mandi, pikirnya.Tubuh Mischa kembali menggeliat. Dia merentangkan ke dua tangannya ke atas. Entah kenapa, pagi ini dia bangun dengan keadaan tubuh yang lebih segar dari kemarin-kemarin.Apa mungkin karena...?Kedua pipi Mischa mendadak merona, saat otaknya kembali memutar kejadian tadi malam di dalam kamar ini.Bahkan setelah hampir dua bulan berlalu tanpa adanya aktifitas ranjang dalam bid
Selang satu bulan sejak penolakan yang dilakukan Mischa pada Xander, silih berganti pihak keluarga datang mengunjungi Mischa. Baik itu Dirga maupun Diana. Sayangnya, usaha mereka sia-sia. Mischa tetap pada pendiriannya semula. Bahkan dengan teganya Mischa justru meminta Xander menceraikannya. Hindun dan Suroto sudah menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dengan Mischa pada pihak keluarga Xander yang semakin membuat pihak keluarga merasa miris akan keadaan Mischa saat ini. Terlebih dengan Diana. Dirinya tidak menyangka jika apa yang dia alami dahulu di masa muda kini harus berlanjut menimpa Mischa, sang menantu kesayangannya. Dengan segala daya dan upaya mereka terus berusaha meyakinkan Mischa agar Mischa tidak terus menerus larut dalam rasa traumanya. Namun sayang, semua usaha merega gagal dan tak membuahkan hasil.
Suara Adzan Isya baru saja berkumandang.Seorang wanita dengan perutnya yang membuncit sudah siap dengan mukenanya, dia hendak melaksanakan shalat Isya berjamaah dengan Hindun dan Suroto, kedua orang tuanya. Wanita itu duduk di atas kursi roda, sementara Hindun berdiri di sampingnya."Allahu Akbar," Suroto memulai takbir pertama tanda shalat telah dimulai.Para makmum mengikuti di belakang.Dalam suasana seperti inilah, hal yang selalu Mischa tunggu-tunggu.Hatinya terasa jauh lebih tenang.Sampai detik ini, Mischa masih terus menerus dihantui bayang-bayang mengerikan sekaligus menjijikan yang pernah dia alami sewaktu di Florida.Semua kejadian buruk yang menimpanya sebelum akhirnya Tuhan menyelamatkannya melalui Mendy.Satu alasan besar yang menjadikan Mischa tidak ingin bertemu Xander dalam keadaannya sekarang, saat dirinya tahu bahwa dia telah mengandung, setelah apa yang sudah dilaluinya di Florida setengah tahun yang lalu.
Selang satu jam kemudian.Xander baru saja mengirim pesan singkat pada Diana bahwa dia akan pulang terlambat.Lelaki itu sudah berada di Club sejak sepuluh menit yang lalu. Xander hanya memesan cocktail dengan kadar alkohol yang sangat sedikit. Dia sudah berjanji pada Mischa untuk tidak mabuk-mabukkan lagi. Dan Xander akan berusaha untuk tetap menepati Janjinya walau tak ada Mischa sekali pun.Xander masih bergelut dengan ponsel pribadinya.Satu hal yang menjadi kebiasaannya saat sedang sendirian, yakni menatap lama wajah Mischa di balik layar ponselnya.Senyuman Mischa seolah menjadikan penyemangat hidupnya kali ini. Meski hanya sebatas gambar saja. Tapi Xander tak pernah bosan menatapnya.Dengan ujung jari telunjuknya, Xander mengusap wajah Mischa yang sedang tersenyum, sangat manis.Di mana kamu berada saat ini, Mischa?