Setelah satu jam berlalu pernikahan Max dan Shella pun usai. Max membawa Shella ke Apartemen nya untuk ditinggali bersama. Awalnya Shella bersikukuh untuk pindah Apartemen dan tidak ingin tinggal satu atap tetapi Max menolak karena kemungkinan besar Elisa bisa saja berbuat yang tidak-tidak pada Shella nantinya. Mereka sudah tiba di Apartemen dan Max selaku pemilik menyambut Shella sebaik mungkin. Ketika Shella masuk ke Apartemen nya Max memberi tahu kamar tamu yang akan ditempati oleh Shella. Lalu mereka berpisah karena sibuk dengan urusan pribadi. Di Kamar Tamu Aku meletakkan seluruh barang-barang ku di dekat lemari tanpa berkeinginan membongkarnya. Justru yang lebih penting menurutku adalah istirahat. Aku menaiki ranjang dan membaringkan tubuhku di atasnya dengan nyaman. Walaupun tempat tidur ini terlihat begitu asing entah mengapa aku begitu merasa nyaman. Aku berganti posisi dengan berbaring menyamping. "Ayah... Maaf karena aku tidak menjadi Putri yang membanggakan bagi keluarga
Hari sudah mulai menunjukkan tanda-tanda akan berganti malam dan aku masih sibuk dengan beberapa pekerjaan kantor yang belum juga selesai. Alex berada di luar ruangan kantor tepatnya di samping pintu masuk. Sebenernya ia sudah menyelesaikan pekerjaannya lebih dari satu jam yang lalu, tetapi ia lebih memilih untuk menunggu Shella di luar ruangan. Bisa dikatakan Alex tidak mempunyai rasa malu setelah ditolak oleh Shella secara mentah-mentah dan sekarang? Alex menunggu Shella untuk pulang bersama. Dibalik kata menunggu ada sesuatu yang ingin dikatakannya secara langsung pada Shella dan itulah yang membuatnya berada di situasi sekarang. "Berapa lama lagi dia akan keluar?" ucap Alex. Mataku berbinar karena akhirnya aku berhasil menyelesaikan pekerjaanku dengan baik. Tidak ingin berlama-lama, aku segera bangkit dan membawa semua paper bag yang dihadiahkan oleh teman-temanku dengan cukup susah payah. "Apa pekerjaanmu sudah selesai Shella?" tanya Laya yang masih berkutat dengan lebaran ker
Sudah beberapa menit berlalu setelah Max mengobati pergelangan tanganku. Akan tetapi degup jantungku tetap pada posisi semula yang tetap berdetak secara tidak beraturan.Aku menggenggam pergelangan tanganku seraya tersenyum. "Tidak bisa dipungkiri bahwa Max sungguh tampan. Mungkin... Dia adalah Pria paling tampan yang pernah aku temui..."Segera aku menutup wajahku dengan kedua telapak tangan karena malu. "Apa yang ku katakan... Ah!"Keesokan Paginya.Max bangun lebih awal dan menyiapkan sarapan. Kemungkinan ada beberapa hal yang seharusnya di bahas nanti seperti pengeluaran konsumsi atau lain-lain. Bukan ia perhitungan tetapi inilah fakta ketika mereka berdua menjalin hubungan pernikahan kontrak yang berarti kedua belah pihak harus saling membantu untuk mencapai tujuan akhir yang baik.Waktunya sangat tepat kini Shella keluar dari kamar dengan pakaian rapi. "Shella."Aku langsung menoleh. "Ada apa?""Bisa kau duduk sebentar."Sebenarnya aku ingi
Gael sedang bersiap-siap untuk pergi ke Apartemen yang menjadi tempat tinggal Shella yang baru. Sebagai seorang sahabat tentu ia senang menyadari kenyataan bahwa Shella telah menikah walaupun hanya pernikahan kontrak. "Apa ini sudah cukup sebagai hadiah pernikahan? Apa aku sedikit berlebihan?" Gael membuka bagasinya yang penuh dengan berbagai macam hadiah. Mungkin saja Shella akan mengatakan jika dirinya berlebihan.Di Apartemen.Aku dan Max tengah duduk di ruang tamu seraya membicarakan beberapa hal yang berkaitan dengan pembagian tugas. Akhirnya suara bel membaut aku dan Max saling beradu pandang sebelum akhirnya Max bangkit dan memeriksa.Apakah Elisa sudah mulai bertindak lagi? Max tidak berharap jika yang bertamu adalah Elisa. Saat membuka pintu dia lantas mengenali siapa tamu yang datang. "Kau..."Gael tersenyum. "Di mana Shella?"Max menatap barang-barang yang dibawa oleh Gael yang cukup menyita perhatiannya. "Masuklah..."Aku akhirnya bangki
Di Kediaman Jia.Aku terpaksa membawa Max masuk ke dalam rumah keluarga ku karena beberapa urusan tentang waris harta peninggalan ayah. Pagi-pagi buta Jia meneleponku dan memintaku untuk datang ke rumah. Rasa malas tentu menyelimuti ku karena aku sungguh tidak berkeinginan datang kembali dan menginjakkan kakiku di sana. Tetapi Jia? Wanita itu terus memaksa dan memaksa hingga aku berkahir di sini."Hanya satu tanda tangan lalu aku bisa pergi bukan? Jadi tolong cepatlah," ucapku.Rose sejak tadi tidak henti-hentinya memandangi Pria yang berada di dekat Shella. "Kakak..." Akhirnya ia pergi mendekat lalu duduk di antara Shella dan Max.Rose memeluk tangan Shella dengan mengukir sebuah senyum. "Mengapa kau tidak pernah berkunjung... Aku sangat merindukanmu di sini...""Benarkah... Maafkan aku Rose sayang. Bagaimana dengan sekolah mu? Apa semuanya baik-baik saja?"Rose makin mempererat pelukannya. "Sepertinya aku sedikit kesulitan karena Kakak tidak berada di
Max tertidur dengan bercucuran keringat dan aku sempat mendengar jika Max bergumam menyebut ayah dalam tidurnya. Aku berdiri dari jarak yang cukup jauh hanya untuk memastikan keadaan Max. Setelah beberapa menit berlalu aku tidak lagi mendengar gumaman Max. Aku pun memutuskan untuk pergi dari kamarnya.Pukul 02:45 Malam.Max terbangun dari tidurnya dengan derasnya cucuran keringat. Ia menarik napas perlahan untuk menenangkan dirinya. "Huh... Sial... Aku terus bermimpi buruk." Max turun dari ranjangnya berjalan ke arah pintu dan berjalan keluar dari Apartemen untuk mencari ketenangan sesaat.Angin malam menyapu wajahnya dan baju basah yang ia kenakan. Max benar-benar terlihat seperti seseorang yang habis terjun bebas ke kolam renang. Ia membuka bajunya dan duduk di depan pintu Apartemen."Aku benci mengingat kedua orang itu daripada Elisa... Mengapa mereka selalu muncul dalam bayang-bayang ku." Kisah masa lalu Max tidak cukup bagus dalam segi kata sebuah
Aku berlari dan mengedarkan pandangan ku untuk mencari badut itu yang ku yakin adalah Max. Aku mungkin terlihat seperti orang aneh karena berlari-lari tetapi aku tidak peduli dan terus mencari. Sejujurnya aku cukup khawatir dengan Max karena kondisinya tadi malam. Aku juga khawatir jika Max tiba-tiba di sekap oleh Elisa atau hal-hal lain yang berbau negatif. Mataku membola saat melihat anak-anak berkumpul. Aku yakin di sana ada seorang badut yang tengah menghibur. Aku pun berlari dan langsung berhenti tepat di depan anak-anak dan benar saja jika mereka berkumpul karena aktrasi badut. "Permisi sebentar..." Aku membelah kerumunan dan berdiri berhadap-hadapan dengan badut itu. Aku yakin jika itu adalah badut yang aku temui. Aku baru saja ingin mengatakan sesuatu tiba-tiba badut itu pergi dan memicu rasa penasaranku yang mungkin saja benar jika badut itu adalah Max. "Hei... Max..." Badut itu berlari sekuat tenaga namun kostum yang ia gunakan san
Aku mencoba percaya dengan perkataan Max dan mulai berganti kostum badut dengannya. Saat kostum badut itu ku kenakan ternyata ruang didalam kostum itu sangat luas untuk ku.Max kemudian menarik kepala badut maskot kelinci yang ia taruh di bawah dan mulai memasangkan di kepala Shella. "Ingat perkataan ku. Tugasmu hanyalah berdiam diri di sini. Jika seseorang datang tetaplah diam. Kau mengerti?"Aku menjawab perkataan Max dengan anggukan kepala."Aku akan pergi sekarang. Jaga dirimu." Max perlahan-lahan keluar dari gang dan tersungkur secara sengaja ketika mendekati kerumunan orang. Ia tidak menciptakan kecurigaan dari orang-orang sekitar. Tiba-tiba benda tumpul mengarah ke kepala Max. Beruntung ia mampu menghindarinya."Lawan aku bede*** sialan," ucap pria itu seraya mengayunkan kembali tongkat bisbol ke arah pria di depannya.Max berusaha keras menghindar dan terus menghindar hingga seseorang membantunya untuk berdiri."Jangan ragu untuk memukul para par