Windi mendelik. "Mama serius kan? Aku mau punya papa baru!" tanya Windi dengan wajah sumringah. "Kamu kok pengen banget punya bapak baru? Memang nya kenapa?" tanya Dinda penasaran. Dia menatap ke arah putri semata wayangnya. Mana mungkin Dinda mengatakan bahwa dirinya masih trauma dengan pernikahan karena baru saja diselingkuhi. Putrinya pasti belum paham karena masih berumur delapan tahun. "Mama nggak tahu sih kalau teman-teman Windi diantar dan dijemput oleh papanya. Belum lagi kalau mereka sedang rekreasi dengan keluarga lengkap itu bahagia banget kayak nya. Aku juga mau mempunyai keluarga lengkap seperti mereka," tukas Windi penuh dengan emosi. Dinda tercengang melihat dan mendengar alasan dari putrinya. Dinda lalu duduk di hadapan putrinya dan mengelus rambut putrinya dengan lembut. "Sebenarnya tak segampang itu untuk mempunyai papa baru. Kalau pun bisa menemukan pengganti papa, mama hanya takut kalau papa baru nanti juga akan berbuat hal yang sama dengan papa yang lama," uja
Adista dan Adinata berpandangan. Keduanya saling sikut. "Mas, kamu lihat sendiri kan kalau papa aneh?" "Iya, aneh. Gimana kalau ternyata papa selingkuh dan Dita benar-benar saudara seayah kita?""Wah, kayaknya mama bakal mencak-mencak dan mencakar-cakar papa. Menurut mu, apa yang harus kita lakukan, Mas?"Adinata terdiam sejenak. "Aku akan memasang GPS dan cctv di mobil papa.""Kamu yakin, Mas? Kalau ketahuan gimana dong?""Hm, aku akan mencari cctv yang berbentuk mata boneka dan menjadikan nya hiasan mobil atau gantungan spion.""Memangnya apa yang akan kita lakukan kalau ternyata Dita adalah anak papa?"Adinata mengedikkan bahunya. "Entah lah, aku tidak tahu. Jujur saja aku juga bingung apa yang harus kulakukan kalau memang Dita adalah anak papa. Pasti dia akan meminta sebagian saham perusahaan atau akan mempermalukan kita jika kita tidak mau berbagi perusahaan dengan Dita?" tanya Adinata balik. Adista menghela napas berat. "Apapun hasilnya, aku harap mama tidak akan tahu, Mas. K
Dita mengerjap-ngerjapkan matanya dan merasakan tubuhnya terbaring di atas lantai yang keras. "Kamu sudah bangun?" Terdengar sebuah suara bariton yang membuatnya langsung bersikap waspada. Dita melihat sekeliling nya. Ada seorang laki-laki yang wajahnya sudah tidak asing lagi sedang menatap ke arahnya. Empat orang berbaju hitam-hitam dan mengenakan masker serta kacamata hitam berdiri mengerumuni nya.Dita menggigil gemetaran. Bayangan begal yang telah menodai nya berkelebat di kepalanya lagi.Tapi meskipun begitu, dia berusaha untuk bersikap berani dan berusaha menampakkan wajah garang. 'Siapa orang ini? Seperti nya aku pernah melihat nya. Tidak mungkin orang-orang ini adalah begal. Aku sudah tidak mempunyai harta berharga lagi untuk dirampok. Lagipula aku sangat terlihat dekil untuk dinodai. Tidak mungkin mereka ingin menjamahku,' batin Dita menerka-nerka. "Siapa kamu?" tanya Dita pada laki-laki yang berusia lebih dari setengah abad yang sedang duduk di hadapan nya.Laki-laki itu
"Aku pinjam duit kamu, Han! Aku butuh duit. Untuk pegangan dan ada kebutuhan. Apa kamu nggak kasihan sama aku?" tanya Herman dengan wajah memelas.Hani mendelik. "Mas, kamu ini benar-benar bebal dan gak tahu malu ya?" tanya Hani berkacak pinggang. "Apaan sih? Kamu ini pelit sekali! Aku cuma mau minjam duit bukan minta! Nanti kalau ada rejeki, pasti akan kukembalikan!""Ck, nggak ada, Mas. Aku nggak punya duit sebanyak itu! Kalaupun ada, aku nggak akan meminjamkan padamu. Anakku sudah dua dan aku juga punya kebutuhan, Mas!""Masa sih kamu nggak punya simpanan segitu? Suami kamu kan ASN? Di rumah masih buka les juga. Pasti ada uang simpanan banyak dong! Jangan bohong ah, Han! Sesama saudara harus saling membantu dong ya?! Jangan pelit-pelit!" seru Herman galak. "Astaga, kamu ini, Mas! Aku ini jauh-jauh dari Kalimantan ke Jawa juga untuk menolong kamu, lho. Kamu malah bilang aku pelit?Kamu benar-benar nggak tahu malu dan ngelunjak. Lebih baik aku pulang saja. Kamu punya otak dan badan
"Jadi kamu memang benar-benar anakku?"Dita menatap ke arah lelaki yang berumur hampir dari lima puluh tahun di hadapannya."Benar. Tentu saja. Ibuku adalah mantan pacar bapak. Dan karena cintanya pada bapak, ibuku tidak menggugurkan ku dalam kandungan. Ibu juga rela diusir oleh keluarga nya karena hamil di luar nikah."Sesaat wajah Santosa tampak gusar. Dia menatap Dita dengan ekspresi yang campur aduk. "Dita." Santosa menghela napas dan menatap ke arah anak gadisnya yang sudah disia-siakan nya selama ini. "Ya, Pak?""Jangan menganggu keluarga Bapak!"Wajah Dita berbinar karena mendengar bapaknya mengakui keberadaan dirinya. Tapi juga menjadi sedih karena seperti nya dia belum bisa menjadi bagian dari keluarga bapaknya. "Baiklah. Aku tidak akan mengganggu keluarga bapak. Tapi dengan satu syarat...""Katakan berapa yang kamu inginkan?"Dita tersembunyi mendengar kata-kata dari bapaknya yang memotong pembicaraan nya. "Syukurlah bapak sudah paham dengan permintaanku. Karena itu aku
"Astaga! Itu kan Dita? Kurang ajar, Dita harus mengembalikan perhiasan mami!' gumam Herman seraya mendekati Dita dengan mempersiapkan tinjunya. "Dita! Sini kamu!" Dita yang hendak memasuki warung Padang mendadak berhenti dan tahu-tahu Herman sudah mencekal tangan Dita. Dita terkejut dan melongo saat melihat Herman sudah mendelik dengan wajah menahan marah di samping nya membuat Dita tidak bisa kabur lagi. Dita menggerak-gerakkan tangannya yang sedang dipegangi tangan Herman sekuat-kuatnya. "Lepaskan, aku! Atau aku akan berteriak kalau kamu adalah orang yang akan mencopet ku. Dan kamu akan dipukuli orang!"Herman melotot dan tertawa. "Kamu pikir aku bodoh? Aku bisa mengatakan yang sejujurnya pada orang-orang di sini kalau kamu itu istriku dan kamu telah mencuri uang dari lemari mami!" ujar Herman balik mengancam Dita. Dita tersenyum meledek untuk menutupi hatinya yang takut. "Hei Mas, mereka tidak akan percaya karena tampang gembel kayak kamu mana mungkin suamiku?" "Mereka akan
Herman perlahan mendekat ke arah supir pribadi Sulis. "Heh, ngapain kamu dekat-dekat kami? Kamu mau minta ganti rugi? Ck, gimana minta ganti rugi, yang salah itu kamu! Kamu kan yang menyeberang jalan sembarangan dan nggak pakai noleh kanan dan kiri? Masa mau minta ganti rugi pada saya?" tanya sopir pribadi Sulis dengan nada tak terima. Herman menatap ke arah Sulis, membuat Sulis jengah. Dia segera mengalihkan pandangan nya ke arah sang supir. "Sudah lah, Mang. Biar saja saya bayar semua kerugian ini. Satu juta, dua juta tidak menjadi masalah untuk saya yang penting semuanya berakhir dengan damai," ujar Sulis lalu membuka tas tangan nya yang mungil dan cantik. "Ah, ibu terlalu baik sama tukang bakso ini. Wong saya tahu dengan pasti bahwa dia duluan yang menyeberang jalan tanpa melihat-lihat kanan dan kiri. Kalau ibu bertanggung jawab atas kesalahan tukang bakso ini bukan tidak mungkin kalau tukang bakso ini akan mengulangi perbuatannya lagi. Sengaja menabraknya kan dagangan nya yan
Beberapa saat sebelumnya, "Mang Udin, kamu harus menjaga rahasia tentang hari ini. Tentang apapun perkataan Herman, pokoknya kamu harus menyimpan rahasia jika kita bertemu dengan Herman. Jangan membicarakan tentang Istri simpanan bapak maupun anaknya pada bapak, maupun pada Adinata dan Adista. Apa kamu paham, mang Udin?" tanya Sulis saat mereka baru saja masuk melalui pintu gerbang rumah. Mang Udin dengan wajah bingung menatap Sulis dari kaca spion tengah mobil nya. Tapi akhirnya Mang Udin hanya bisa menurut dan mengangguk kan kepalanya. "Baik, Bu. Bu Sulis yang semangat ya. Sebaiknya ibu lebih bijak dalam menghadapi hal ini, jangan terburu mengambil kepuasan agar Bu Sulis tidak menyesal pada akhirnya," ujar Mang Udin. Sulis melirik ke arah Mang Udin yang berusia sepuluh tahun lebih muda darinya itu. "Mang, mang! Kamu tidak tahu rasa nya dikhianati. Andai kan saja istri kamu yang berkhianat setelah kalian menikah sekian tahun bahkan sampai mempunyai anak dengan lelaki lain, apa
Beberapa saat sebelumnya, Herman yang gagal mencari informasi tentang keberadaan anaknya, tidak putus asa. Lelaki yang telah membaca pesan ancaman dari Dita ke nomor handphone Dinda bergegas ke alun-alun kota kendati masih belum jam tujuh malam. Akhirnya Herman menemukan sosok yang mencurigakan sedang mondar mandir di sekitar bak sampah alun-alun kota. Herman memilih bersembunyi di sekitar tempat sampah itu dengan menyamar memakai topeng dan masker warna hitam. Beberapa saat berlalu, dan setelah Herman melihat Dinda memasukkan tas ransel ke dalam tempat sampah itu, Herman memergoki sesosok tubuh yang mengambil tas itu dan langsung pergi. Herman pun langsung mengikutinya dengan hati-hati.Setelah sampai di vila dan melihat sosok itu masuk ke dalam vila, Herman segera mengitari hutan yang ada di belakang vila. Beberapa saat kemudian dia berpikir untuk menyelamatkan Windi lebih dahulu daripada polisi, karena dia ingin merebut hak asuh anak dari Dinda. "Lebih baik, aku membuat jebakan
Beberapa saat sebelumnya,"Kita jadi membawa anak ini ke bekas vila yang kemarin bapak tunjukkan padaku?" tanya Dita saat mereka dalam perjalanan setelah membawa Windi. "Jadi! Bapak sudah membuat kunci duplikat nya. Kebetulan vila itu adalah bangunan rusak yang tidak pernah dijenguk lagi oleh Sulis. Yah, mungkin karena dia lelah mengurus terlalu banyak aset, sehingga salah satu vilaya ya yang terburuk dan dan terpencil tidak tersentuh.""Baiklah, aku nurut saja. Yang penting nanti dapat duit dan aman," sahut Dita seraya memegangi badan Windi. Sementara itu di depannya, Santosa sedang fokus mengemudi. Mereka tiba di vila yang dimaksud Santosa dan segera menggendong tubuh Windi ke salah satu kamar lalu memotret nya dan mengirim fotonya melalui nomor baru ke nomor Dinda lalu membuang nomor itu. "Nanti kalau kamu menghubungi nomor Dinda, kamu bisa menggunakan nomor lama yang diprivat, Dit. Kalau untuk mengirim foto dan pesan, pakai nomor baru itu kemudian buang ya," pesan Santosa, Dita
[Sediakan uang tiga ratus juta dan letakkan di tempat sampah alun - alun kota kalau ingin anakmu selamat!]Dinda tercengang membaca pesan whatsapp dari nomor yang belum tersimpan di ponsel nya itu. Belum sempat Dinda berpikir untuk mengambil keputusan, pesan terbaru masuk lagi ke ponsel nya. [Jangan coba-coba lapor polisi, atau anak kamu akan kami habisi!][Kamu harus meletakkan uang senilai tiga ratus juta dalam sebuah tas, malam ini jam tujuh di tempat sampah warna hijau yang ada di ujung taman alun-alun.][Tempat sampah itu bertuliskan nomor tiga. Anak kamu akan dikembalikan selamat setelah uang itu kamu letakkan di sana!]Dengan cepat dia menelepon bi Inah. Namun sayang sekali, nada dering tidak kunjung berubah menjadi suara bi Inah. Dinda semakin bingung. Dia menarik napas panjang dan berusaha untuk tetap tenang. Akhir nya dia teringat dengan Adinata. Dengan cepat, Dinda menekan nomor telepon Adinata. Tak perlu menunggu lama, suara nada tunggu di hp langsung berubah menjadi s
Adinata berlalu dari rumahnya menuju ke rumah Dinda. Dan tidak seperti biasanya, dia yang selalu langsung menekan bel pintu sekarang duduk terpekur sendirian di kursi teras rumah Dinda. "Hah, hatiku berantakan sekali gara-gara pertemuan dengan papa dan anak simpanan nya. Sebenarnya nggak tega melihat papa yang meminta modal usaha, tapi melihat papa yang telah mengkhianati mama dan ternyata sampai mempunyai anak segede aku, membuatku sakit hati," ujar Adinata. Lelaki itu menangkupkan kedua belah tangannya di muka seraya membuang napas berat. "Ya Allah ternyata melihat orang tua bercerai sangat menyakitkan. Apalagi melihat papa selingkuh dari mama. Hatiku sakit banget. Jadi seperti ini rasa nya. Pasti sakit hati yang dirasakan oleh Dinda lebih parah dari yang kurasakan," gumam Adinata. Mendadak pintu terbuka dari dalam. "Mama, aku mau beli buku tulis dulu. Eh, ada papa baru! Kok disini saja, Pa? Biasanya kan masuk ke rumah?" tanya Windi terkejut melihat Adinata yang terbengong-bengo
"Bu Sulis! Bu Sulis! Bagaimana denganku? Angkat aku sebagai karyawan Ibu! Bukankah saya sudah memberikan informasi yang berharga?" tanya Herman dengan penuh harap.Sulis menatap ke arah Herman lalu menghela napas panjang. "Baiklah. Kamu bisa bekerja denganku. Tapi sebagai satpam di perusahaan. Bagaimana? Apa kamu bisa menerima hal itu?" tanya Sulis menatap ke arah Herman. Herman tercengang. "Hah? Saya kan seorang sarjana. Saya tidak mungkin bekerja sebagai satpam, Bu! Tolong lah yang masuk akal jika memberikan pekerjaan."Sulis mengangkat sebelah alisnya. "Saya sudah memeriksa penyebab kamu dipecat dari perusahaan, dan kesalahan kamu adalah telah melakukan korupsi kan?" tanya Sulis dengan mendelik. Herman tertunduk. Matanya tampak menatap ke arah bawah. Menekuri kakinya."Saya minta maaf. Waktu itu saya khilaf. Saya melakukan korupsi karena saya gelap mata dan saya dipaksa oleh Dita. Saya sangat menyesalinya, Bu," ujar Herman lirih. "Hm, kalau begitu kamu harus bisa membuktikan pa
Beberapa saat sebelumnya, "Mang Udin, kamu harus menjaga rahasia tentang hari ini. Tentang apapun perkataan Herman, pokoknya kamu harus menyimpan rahasia jika kita bertemu dengan Herman. Jangan membicarakan tentang Istri simpanan bapak maupun anaknya pada bapak, maupun pada Adinata dan Adista. Apa kamu paham, mang Udin?" tanya Sulis saat mereka baru saja masuk melalui pintu gerbang rumah. Mang Udin dengan wajah bingung menatap Sulis dari kaca spion tengah mobil nya. Tapi akhirnya Mang Udin hanya bisa menurut dan mengangguk kan kepalanya. "Baik, Bu. Bu Sulis yang semangat ya. Sebaiknya ibu lebih bijak dalam menghadapi hal ini, jangan terburu mengambil kepuasan agar Bu Sulis tidak menyesal pada akhirnya," ujar Mang Udin. Sulis melirik ke arah Mang Udin yang berusia sepuluh tahun lebih muda darinya itu. "Mang, mang! Kamu tidak tahu rasa nya dikhianati. Andai kan saja istri kamu yang berkhianat setelah kalian menikah sekian tahun bahkan sampai mempunyai anak dengan lelaki lain, apa
Herman perlahan mendekat ke arah supir pribadi Sulis. "Heh, ngapain kamu dekat-dekat kami? Kamu mau minta ganti rugi? Ck, gimana minta ganti rugi, yang salah itu kamu! Kamu kan yang menyeberang jalan sembarangan dan nggak pakai noleh kanan dan kiri? Masa mau minta ganti rugi pada saya?" tanya sopir pribadi Sulis dengan nada tak terima. Herman menatap ke arah Sulis, membuat Sulis jengah. Dia segera mengalihkan pandangan nya ke arah sang supir. "Sudah lah, Mang. Biar saja saya bayar semua kerugian ini. Satu juta, dua juta tidak menjadi masalah untuk saya yang penting semuanya berakhir dengan damai," ujar Sulis lalu membuka tas tangan nya yang mungil dan cantik. "Ah, ibu terlalu baik sama tukang bakso ini. Wong saya tahu dengan pasti bahwa dia duluan yang menyeberang jalan tanpa melihat-lihat kanan dan kiri. Kalau ibu bertanggung jawab atas kesalahan tukang bakso ini bukan tidak mungkin kalau tukang bakso ini akan mengulangi perbuatannya lagi. Sengaja menabraknya kan dagangan nya yan
"Astaga! Itu kan Dita? Kurang ajar, Dita harus mengembalikan perhiasan mami!' gumam Herman seraya mendekati Dita dengan mempersiapkan tinjunya. "Dita! Sini kamu!" Dita yang hendak memasuki warung Padang mendadak berhenti dan tahu-tahu Herman sudah mencekal tangan Dita. Dita terkejut dan melongo saat melihat Herman sudah mendelik dengan wajah menahan marah di samping nya membuat Dita tidak bisa kabur lagi. Dita menggerak-gerakkan tangannya yang sedang dipegangi tangan Herman sekuat-kuatnya. "Lepaskan, aku! Atau aku akan berteriak kalau kamu adalah orang yang akan mencopet ku. Dan kamu akan dipukuli orang!"Herman melotot dan tertawa. "Kamu pikir aku bodoh? Aku bisa mengatakan yang sejujurnya pada orang-orang di sini kalau kamu itu istriku dan kamu telah mencuri uang dari lemari mami!" ujar Herman balik mengancam Dita. Dita tersenyum meledek untuk menutupi hatinya yang takut. "Hei Mas, mereka tidak akan percaya karena tampang gembel kayak kamu mana mungkin suamiku?" "Mereka akan
"Jadi kamu memang benar-benar anakku?"Dita menatap ke arah lelaki yang berumur hampir dari lima puluh tahun di hadapannya."Benar. Tentu saja. Ibuku adalah mantan pacar bapak. Dan karena cintanya pada bapak, ibuku tidak menggugurkan ku dalam kandungan. Ibu juga rela diusir oleh keluarga nya karena hamil di luar nikah."Sesaat wajah Santosa tampak gusar. Dia menatap Dita dengan ekspresi yang campur aduk. "Dita." Santosa menghela napas dan menatap ke arah anak gadisnya yang sudah disia-siakan nya selama ini. "Ya, Pak?""Jangan menganggu keluarga Bapak!"Wajah Dita berbinar karena mendengar bapaknya mengakui keberadaan dirinya. Tapi juga menjadi sedih karena seperti nya dia belum bisa menjadi bagian dari keluarga bapaknya. "Baiklah. Aku tidak akan mengganggu keluarga bapak. Tapi dengan satu syarat...""Katakan berapa yang kamu inginkan?"Dita tersembunyi mendengar kata-kata dari bapaknya yang memotong pembicaraan nya. "Syukurlah bapak sudah paham dengan permintaanku. Karena itu aku