Beranda / Romansa / OBSESI PRIA BERKUASA / Sedikit menahan diri

Share

Sedikit menahan diri

Penulis: Chatrin
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Dengan bermodalkan kartu hitam milik Rohander. Agatha dengan berani membeli sebuah mobil mewah dengan harga fantasitis, akibat kemarahannya pada Leo.

Ferrari Pininfarina Sergia merah metalik melaju di jalanan pinggiran kota new york yang sepi sekalipun baru sore hari. Itu karena di sepanjang jalan hanya ada cafe, kedai kecil dan bangunan-bangunan tua yang seperti tidak terawat. Agatha menginjak pedal gas, mengendarai mobilnya lebih kencang lagi. Sekalipun nanti itu membuatnya tertangkap kamera pengawas polisi karena melewati batas kecepatan, atau menabrak jalan—Agatha tidak peduli. Bahkan, mati sekarang akan jadi hal yang lebih baik. Mungkin...

Agatha mencengkeram roda kemudinya kuat-kuat hingga buku jarinya memutih. Berharap itu akan melampiaskan perasaannya yang campur aduk. Ia ingin berteriak—tapi tidak bisa. Berkali-kali Agatha mengusap matanya yang buram oleh air mata. Namun, detik selanjutnya air mata sialan itu meluncur kembali, senada dengan dadanya yang sesak—sakit. Nyeri.

A
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Sesuatu yang berhembus

    Sibuk dengan kegiatannya, Agatha tidak menyadari jika Rohander kini berdiri dibelakangnya. Bahkan saat Pria itu tersenyum didepan cermin yang Agatha gunakan, tapi hal itu tidak membuat perhatian Agatha tertuju padanya--menatap ponselnya dengan perasaan kesal.Sampai Agatha merasakan sesuatu berhembus dikulit lehernya, ia menatap cermin didepannya. Walaupun terkejut dengan kehadiran Rohander yang entah tahu bagaimana bisa Pria itu mengetahui lokasinya, Agatha diam saja menatap Rohander yang kini menatapnya dengan tatapan setajam elang.Membelai rahang Agatha, Rohander berucap. "Kau sangat cantik dengan penampilan ini, apa kau melakukan ini untuk membujukku hmm?"Agatha mengerutkan keningnya, sesaat terdiam hingga ia menyadari waktu saat ini yang telah menunjukan pukul 22.15. Yang berarti sudah lewat 2 jam lebih dari waktu makan malam."Maaf." Ucap Agatha singkat, namun terdengar begitu terpaksa di dengar Rohander. Yah... mungkin karena ia tidak biasa dengan Agatha yang mudah meminta ma

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Denganmu, semuanya berbeda

    Rohander tertawa kecil, menatap Agatha yang masih terengah setelah ciuman itu. "Apa? Kaget?"Agatha menelan ludah, berusaha memulihkan kesadarannya. "Kau... tidak bisa serius mengatakan hal itu."Rohander mengangkat alis, wajahnya kini berubah serius. "Dan kenapa aku tidak bisa serius? Agatha, sudah lama aku menahan diri untuk mengatakan ini."Agatha menatap pria itu tajam, meskipun dadanya masih berdebar kencang. "Kau tak pernah serius dengan siapa pun, apalagi soal perasaan. Jangan bermain-main denganku, Rohander."Pria itu menyeringai, wajahnya mendekat lagi ke arah Agatha. "Kau benar, aku tidak pernah serius sebelumnya. Tapi denganmu, semuanya berbeda."Agatha menghela napas panjang, mencoba menjauh dari Rohander namun pria itu tidak memberinya kesempatan. "Kau selalu seperti ini... ingin mendominasi, memaksakan segalanya sesuai kehendakmu."Rohander tersenyum tipis, tangannya terulur membelai rambut Agatha dengan lembut. "Aku tahu kau tidak suka dipaksa, tapi jangan lupa, aku sel

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Kekuatan dan kontrol

    Rohander bangkit dari ranjang dengan cepat dan mendekat ke arah Agatha, matanya penuh semangat. "Agatha, kau benar-benar ingin bermain-main denganku malam ini?"Agatha berdiri dengan tegak, senyum licik di wajahnya. "Kau tidak berani, kan? Atau kau hanya bisa bicara besar tapi tidak berani bertindak?"Rohander mengerutkan kening. "Jadi kau ingin membuatku mengejar? Baiklah. Aku akan menunjukkan padamu siapa yang sebenarnya memegang kendali di sini."Agatha melirik ke arah jendela besar di ruangan itu, lalu kembali menatap Rohander dengan penuh tantangan. "Tunggu sebentar, aku ingin memastikan semua siap."Rohander mengikuti tatapan Agatha, kemudian kembali menatapnya dengan penuh perhatian. "Apa yang kau rencanakan?"Agatha hanya tersenyum dan mulai bergerak ke arah meja kecil di sudut ruangan. "Akan kubiarkan kau mencari tahu sendiri. Kadang-kadang, yang membuat permainan ini lebih menarik adalah kejutan yang tidak terduga."Rohander menggelengkan kepala, tapi senyumnya tidak pudar.

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Tawaran menarik

    Rohander merangkul Agatha dengan erat, matanya tidak pernah lepas dari wajahnya. "Kau tahu, Agatha, setiap kali kau menantangku seperti ini, aku merasa seperti sedang menguji batas diriku sendiri."Agatha tersenyum kecil, membiarkan tangannya bergerak lembut di punggung Rohander. "Mungkin aku hanya ingin melihat sejauh mana kau bisa pergi. Apakah kau benar-benar bisa menangani semua ini."Rohander membalas senyum Agatha dengan tatapan serius. "Jadi ini tentang pengujian? Aku pikir kau hanya suka menggodaku."Agatha tertawa lembut, kemudian mengangkat dagunya sedikit. "Keduanya. Tapi aku juga ingin tahu apakah kau benar-benar tahu apa yang kau inginkan."Rohander menggeser tubuhnya sehingga dia bisa melihat mata Agatha dengan lebih jelas. "Dan apa yang kau pikir aku inginkan?"Agatha menatapnya dalam-dalam, suaranya lembut tapi penuh makna. "Aku rasa kau sedang mencari sesuatu yang lebih dari sekadar kekuasaan dan kontrol. Sesuatu yang bisa membuatmu merasa benar-benar hidup."Rohander

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Membuatnya merasa istimewa

    Agatha menatapnya dengan sinis. "Beradaptasi? Apa maksudmu? Aku tidak terlalu yakin kalau mereka akan merasa nyaman dengan kehadiranku.""Awalnya mungkin sulit," jawab Rohander, "tapi mereka akan terbiasa. Aku yakin mereka akan melihatmu dari sudut pandang yang berbeda setelah mereka mengenalmu lebih baik.""Berharap begitu," ujar Agatha, sambil menggenggam tangan Rohander. "Tapi bagaimana kalau mereka tidak pernah bisa menerima aku?"Rohander menatap tangan mereka yang saling bergenggaman, kemudian mengangkat pandangannya ke mata Agatha. "Jika mereka tidak bisa menerima, itu bukan masalahmu. Yang penting adalah bagaimana kita menghadapi ini bersama."Agatha tersenyum lembut, merasa lebih yakin dengan dukungan Rohander. "Terima kasih. Itu artinya banyak bagiku.""Selalu untukmu," kata Rohander, sambil menarik Agatha lebih dekat. "Tapi jangan pikir aku akan membiarkanmu lolos begitu saja."Agatha mengangkat alis, tertawa kecil. "Oh? Dan apa yang kau rencanakan kali ini?"Rohander mengg

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Menjadi begitu posesif

    Rohander duduk di meja makan, memperhatikan Agatha yang sibuk menyiapkan piring untuk sarapan. Matanya tak pernah lepas dari sosoknya, dan dia tersenyum kecil melihat betapa alami Agatha di rumahnya. "Jadi, apa rencana kita hari ini?" tanya Agatha sambil meletakkan piring berisi telur dadar di depan Rohander.Rohander menyilangkan tangannya dan bersandar di kursi. "Kurasa aku bisa memikirkan beberapa hal menarik untuk kita lakukan. Mungkin kita bisa keluar sebentar, mengunjungi tempat yang lebih tenang... atau," dia berhenti sejenak, menyeringai, "mungkin kita bisa menghabiskan hari di sini saja, hanya kau dan aku."Agatha menggelengkan kepalanya, tertawa pelan. "Kau selalu mencari alasan untuk tidak keluar, ya? Kau ini seperti vampir yang takut cahaya matahari."Rohander terkekeh sambil mengambil garpu. "Kau tahu, ide itu tidak buruk. Aku suka kesunyian—terutama saat aku bisa menghabiskannya bersamamu."Agatha duduk di depannya dan mulai makan. "Tetapi aku juga butuh udara segar ses

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Kata penuh makna

    Rohander membawa Agatha ke sofa di ruang tamu dan meletakkannya dengan hati-hati. Dia menatapnya dengan senyum yang penuh makna, lalu duduk di sampingnya, mengunci tatapan mereka. Agatha menatap balik tanpa gentar, meskipun detak jantungnya sedikit lebih cepat dari biasanya."Kau selalu saja penuh kejutan, Rohander. Tapi ini tidak akan membuatku menyerah," ujar Agatha dengan nada menantang.Rohander menyeringai, mendekat sedikit lagi. "Aku tidak pernah berharap kau menyerah, Agatha. Justru, itulah yang membuatmu menarik. Kau selalu melawan, bahkan ketika kau tahu tak ada jalan keluar."Agatha melipat tangannya di dada, mencoba mengabaikan kedekatan Rohander. "Kalau begitu, kau tahu aku bukan orang yang mudah ditaklukkan.""Aku tahu," jawab Rohander dengan tenang. "Itulah kenapa aku tertarik padamu. Tidak ada orang lain yang seberani atau sepintar dirimu." Agatha mendengus, meski ada sedikit senyum yang terselip di wajahnya. "Tersanjung sekali aku."Rohander mengamati wajah Agatha den

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Merasa lemah

    Agatha merasa kehangatan dari pelukan Rohander yang membuatnya merasa lebih dekat daripada sebelumnya. Ketika mereka akhirnya melepaskan pelukan, Agatha menatap mata Rohander yang tampak penuh dengan perasaan yang ia sembunyikan selama ini. Suasana menjadi lebih hening, tetapi jauh lebih berat dari sebelumnya, seolah ada banyak hal yang ingin mereka bicarakan namun keduanya menahan diri."Rohander," Agatha memulai dengan nada lembut namun serius, "aku tahu kau selalu mencoba mengendalikan segalanya. Aku bisa merasakannya sejak awal. Tapi aku bukan sesuatu yang bisa kau miliki sepenuhnya. Kita tidak bisa hidup dalam kendali total, terutama dalam hal perasaan."Rohander menunduk sejenak, seolah kata-kata Agatha menyentuh sesuatu yang dalam di dalam dirinya. "Aku tahu. Percayalah, aku tahu. Tapi itu bukan hal yang mudah bagiku, Agatha. Aku sudah terbiasa memastikan segalanya berjalan sesuai keinginanku. Ketika sesuatu di luar kendali, aku... merasa lemah."Agatha mendekatkan diri, mengge

Bab terbaru

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Kabar terbaru

    Pisau di tangan Rohander memancarkan sinar biru yang tajam, membuat seluruh ruangan seperti terselimuti kabut dingin. Agatha merasakan hawa aneh menyusup ke kulitnya, seperti sesuatu sedang mencoba menyeretnya ke dalam kegelapan."Pisau itu…" Clara bergumam, matanya melebar. "Itu bukan senjata biasa. Dia menggunakan sesuatu yang tidak manusiawi!"Rohander tersenyum puas, mencium ketakutan di wajah mereka. "Kalian benar, Clara. Pisau ini adalah warisan dari tempat yang tak bisa kalian bayangkan. Hanya sedikit yang berani menyentuhnya, apalagi menggunakannya."“Omong kosong!” seru Agatha, mencoba menenangkan kegelisahannya. “Pisau itu tidak akan menyelamatkanmu dari apa yang sudah kau lakukan, Rohander!”“Oh, sayangku, ini bukan soal menyelamatkan,” Rohander mengayunkan pisau itu perlahan, dan sebuah retakan aneh muncul di udara, seperti kaca yang pecah. "Ini soal memastikan kau tak pernah pergi dariku."Retakan itu melebar, dan dari baliknya muncul bayangan-bayangan gelap berbentuk sep

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Tidak bergantung pada senjata

    Di dalam vila, Agatha merasakan detik-detik itu bergerak lebih lambat dari biasanya.Rohander berdiri di dekat perapian, tatapannya seperti pemangsa yang tidak sabar menunggu mangsanya jatuh ke dalam perangkap. Agatha menundukkan kepala, pura-pura menyerah sementara pikirannya bekerja cepat untuk memikirkan langkah selanjutnya."Kau tahu, Agatha," Rohander memulai, nada suaranya santai namun menusuk, "aku selalu kagum pada ketabahanmu. Bahkan ketika kau mencoba melarikan diri dariku, kau melakukannya dengan cara yang mengesankan."Agatha mendongak, matanya bertemu dengan matanya yang dingin. "Dan itu tidak memberitahumu sesuatu, Rohander? Aku tidak ingin berada di sini."Rohander menghela napas, seolah-olah dia bosan mendengar penolakan itu. "Mungkin aku harus lebih jelas. Kau tidak punya pilihan lagi. Aku sudah memberimu waktu dua tahun, Agatha. Cukup sudah."Sebelum Agatha sempat membalas, pintu ruang tamu terbuka. Seorang pria berseragam hitam masuk dan berbisik di telinga Rohander

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Faksi

    Di luar, malam terasa mencekam. Suara tembakan masih terdengar berselang-seling, membuat langkah mereka semakin terburu-buru. Agatha berusaha menjaga ketenangannya meski tubuhnya masih lemah. Clara berjalan di depan, memimpin mereka menuju mobil yang sudah disiapkan di sisi lain properti.“Siapa yang menyerang?” tanya Rohander dengan nada penuh ancaman, matanya menyapu area sekitar seperti elang mengintai mangsa.“Orang-orang dari faksi yang selama ini bersembunyi,” jawab Clara cepat, tapi ia tidak memberi detail lebih jauh.“Apa maksudmu dengan ‘faksi’? Jelaskan, Clara!” desak Rohander, namun Clara tetap fokus berjalan.Agatha, yang berjalan di belakang mereka, mendesah pelan. “Kau benar-benar tidak tahu apa-apa, ya, Rohander?” katanya dengan nada mengejek. “Selama ini kau sibuk menjaga kekuasaanmu, tapi kau lupa bahwa kekuasaan selalu menarik musuh dari bayang-bayang.”Rohander menoleh tajam. “Jika ini tentang pengkhianat dalam organisasiku, aku akan menyelesaikannya.”“Bukan hanya

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Bukan tentang kabur

    Malam itu, setelah kejadian di galeri, Agatha duduk di balkon apartemennya, menatap ke arah langit malam yang dipenuhi bintang. Angin sejuk berhembus pelan, membawa ketenangan yang aneh namun tidak sepenuhnya menghapus kegelisahan di dalam dirinya. Pertemuan dengan Rohander tadi masih mengendap di pikirannya, mengusik setiap sudut emosi yang berusaha ia kubur selama dua tahun terakhir.Ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari Clara."Kau baik-baik saja? Aku melihat wajahmu setelah pria itu pergi."Agatha tersenyum tipis, meski sedikit pahit. Clara selalu perhatian padanya. Ia mengetik balasan dengan cepat."Aku baik-baik saja. Terima kasih sudah peduli. Jangan khawatir, aku tahu apa yang harus kulakukan."Namun, apa benar ia tahu? Suara Rohander masih terngiang-ngiang di kepalanya, terutama kalimat terakhir yang diucapkannya: "Aku tidak akan menyerah."Agatha memejamkan matanya, mencoba menepis rasa takut dan keraguan. Ia telah bekerja keras untuk mencapai kehidupan yang damai ini, dan

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Aku tidak bisa melupakanmu

    Agatha melangkah ke meja kerjanya dengan penuh ketenangan, menatap lukisan-lukisan yang ia rawat dengan penuh dedikasi. Setiap karya seni itu kini tampak lebih hidup baginya—seperti sebuah refleksi dari dirinya yang baru. Dia menyadari bahwa setiap goresan warna pada kanvas, setiap detail yang halus, menggambarkan perjalanan panjang yang telah ia lewati. Semua itu membawanya pada pemahaman bahwa ada keindahan dalam kesendirian, dalam kebebasan untuk memilih tanpa ada yang menahan.Sore itu, galeri terasa lebih tenang dari biasanya. Tidak ada lagi keributan atau konflik yang mengikatnya. Semua orang yang bekerja dengannya menghargai kedamaiannya, saling berbagi ide dan kreativitas. Agatha menyukai suasana itu, suasana di mana ia bisa berdiri sendiri tanpa harus takut atau khawatir.Tiba-tiba, pintu galeri terbuka, dan seorang wanita muda masuk dengan senyum ramah. Wajahnya asing bagi Agatha, tapi ada aura yang ramah dalam diri wanita itu. Agatha mengangkat pandangannya.“Selamat sore,

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Terima kasih untuk segalanya

    Beberapa minggu berlalu sejak pertemuannya dengan Lila, dan meskipun hidup Agatha mulai berjalan lebih lancar, sesuatu tetap terasa hilang. Ia masih merasa ada yang mengganjal di hatinya, seperti potongan teka-teki yang belum lengkap. Namun, ia berusaha mengabaikannya dan fokus pada pekerjaannya di galeri seni, yang kini menjadi tempat di mana ia merasa paling nyaman.Suatu pagi, saat Agatha sedang memeriksa beberapa karya seni baru yang akan dipamerkan, ponselnya bergetar. Ia menatap layar, membaca pesan yang baru masuk. Dari nomor yang tidak dikenalnya."Agatha, kamu baik-baik saja?"Seketika, detak jantungnya meningkat. Ada kegugupan yang tiba-tiba merayap dalam dirinya. Pesan itu terlalu familiar, dan sekaligus asing. Dengan tangan yang sedikit gemetar, Agatha membalas pesan itu."Siapa ini?" tanya Agatha, mencoba menjaga ketenangannya.Tak lama setelah itu, pesan balasan masuk. "Rohander."Tubuh Agatha membeku. Ia terdiam sejenak, matanya menatap layar ponsel dengan napas yang te

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Hidup barunya

    Dua tahun berlalu sejak Agatha terakhir kali meninggalkan dunia yang pernah ia kenal—dunia yang penuh dengan ancaman, kontrol, dan ketakutan. Hidupnya kini jauh berbeda, meskipun tidak sempurna, namun jauh lebih damai daripada yang ia bayangkan sebelumnya. Di luar jendela apartemennya, cahaya pagi menembus perlahan melalui tirai tipis, membawa kehangatan yang menenangkan.Agatha berdiri di depan cermin, menatap wajahnya yang terlihat lebih tenang, meski ada jejak kelelahan yang masih tersisa di matanya. Ia merapikan rambutnya dengan cepat, mencoba menutupinya, dan berpikir sejenak. Setiap hari sejak meninggalkan Rohander, ia merasa seolah hidupnya mulai terbentuk kembali, walaupun dengan jalan yang sulit.Ia menghela napas, membuka pintu apartemennya, dan merasakan udara pagi yang segar. Melangkah keluar, Agatha menyapa tetangga yang lewat dengan senyum kecil. Kehidupan barunya di kota kecil ini terasa seperti sebuah pelarian, namun juga sebuah kesempatan untuk meraih kedamaian yang s

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Kalimat yang mengusik benak

    Rohander berdiri di tengah ruangannya, tubuhnya terdiam sejenak sebelum meledak dalam kemarahan yang tak terkontrol. Mata merahnya menatap ke arah dokumen-dokumen yang berserakan di meja, namun pikirannya benar-benar terfokus pada satu hal: Agatha.Dia telah menghilang. Dengan bantuan dari para pelayan dan dokter yang dianggapnya sebagai sekutu, Agatha berhasil kabur. Dan Rohander merasa dunia seakan runtuh di sekelilingnya. Sakitnya bukan hanya karena kehilangan, tapi karena dia merasa dikhianati."Bodoh!" teriak Rohander, menghempaskan kursi ke dinding dengan amarah yang membakar. "Tidak mungkin dia lari begitu saja! Tidak mungkin!"Beberapa anak buahnya yang berdiri di sampingnya langsung mundur, takut melihat amarah yang begitu dalam di mata Rohander. Mereka tahu bahwa pria ini, yang biasa terlihat dingin dan terkontrol, sekarang berada di luar kendali.Salah satu orang yang lebih berani melangkah maju. "Tuan, kami sudah memeriksa segala jalur pelarian yang mungkin. Mereka sudah j

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Lelah dari semua kebohongan

    Rohander berdiri terpaku, seolah dunia di sekitarnya berhenti berputar. Setiap kata Agatha, setiap keputusan yang ia ambil, seolah menusuk hatinya lebih dalam. Namun, yang paling membuatnya hancur adalah kenyataan bahwa dia tahu Agatha benar—bahwa dia telah kehilangan semua kepercayaan yang ada.Tak ada lagi yang bisa dia lakukan. Tangan Rohander mengepal erat, wajahnya terdistorsi oleh campuran amarah, rasa sakit, dan penyesalan. Namun, meskipun begitu, dia tetap tidak bergerak. Agatha sudah membuat pilihannya, dan ini adalah akibat dari semua yang telah dia lakukan.Di sisi lain, Agatha yang sedang melangkah menuju pesawat, matanya terfokus ke depan, namun hatinya berdebar kencang. Setiap detik terasa begitu berat, tetapi ia tahu bahwa ia harus melangkah maju, bahwa ia tidak bisa mundur lagi. Keputusan ini, meski sulit, adalah langkah yang tak terelakkan untuk kebebasannya.Saat ia melangkah memasuki pesawat, beberapa perawat dan dokter yang telah mengikutinya ikut naik, dan begitu

DMCA.com Protection Status