Gissele terdiam. Ia enggan menyahut karena tahu sendiri bagaimana liarnya sang majikan jika sudah bersama sang istri. Bahkan dirinya sering diperintahkan oleh Aditya dalam hal membelikan segala keperluan wanita itu, khususnya pakaian dalam dengan model yang Ia sukai.
"Kalau begitu, saya permisi, Nyonya," tukas Gissele sopan. Ia sedikit mengangguk kecil, lalu segera berlalu dari sana begitu Sarah membalas dengan sebuah anggukan yang sama. Langkahnya terdengar memenuhi ruangan, disusul suara pintu yang membuka dan menutup seiring kepergiannya. Sarah menghela napas pendek sembari bersandar, menyamankan punggungnya yang terasa dipenuhi beban ribuan ton di kedua pundak. Kedua matanya perlahan mulai terpejam seiring kuatnya isapan yang Satria lakukan, hingga akhirnya iapun benar-benar tertidur pulas. ***"Mas ... jangan lakuin itu, Mas," pinta Sarah memohon dengan mengatupkan kedua tangannya di depan dada sembari ber"Biarkan aku sebentar tidur di atas sini, karena setelah ini kita tidak akan bertemu untuk jangka waktu yang lama. Sekitar empat atau lima tahun, karena aku harus kuliah sembari mengurus kantor cabang yang ada di sana," tolak Aditya yang justru memeluk erat tubuh Sarah tanpa melepaskan tautan mereka di bawah sana. Sarah hendak melawan ucapan lelaki itu sarkas, namun saat dirinya teringat jika Aditya bukanlah orang yang suka ditentang, sehingga iapun memilih bungkam, juga membiarkan saja lelaki itu memeluknya dengan erat. "Apa tidak sebaiknya kamu ikut denganku ke sana, agar kita tidak perlu berjauhan. Karena jujur saja, aku semakin menyukai rasamu, Sayang. Lagipula kita telah memiliki anak, bukan. Pasti anak kita akan senang jika melihat ayah dan ibunya bersatu kembali. Selain itu, di sana juga adalah negara bebas, sehingga biarpun kita tidak terikat dalam ikatan pernikahan, kita masih bisa tinggal bersama. Bagaimana menurutmu, Sayang? Ideku ini brilian
"karena kita bukan siapa-siapa, selain orang tua dari Satria." Ucapan itu sukses menampar wajah Aditya yang segera melepaskan cekalannya, hingga Sarah bisa menarik lengannya.Sarah lantas berlalu dari sana, meninggalkan Aditya yang termenung akan ucapannya.Desah lega keluar dari mulut Sarah karena berhasil keluar dengan selamat dari dalam kamar mandi. Ia lantas berjalan sedikit lebih cepat ke arah ceceran pakaiannya, tanpa perduli tubuh bagian bawahnya masih terasa perih akibat gempuran membabi buta yang dilakukan oleh lelaki di dalam sana. Kepalanya terkulai lemah saat mengangkat kemeja kerja miliknya ke atas yang terlihat robek di bagian lengan, serta kancingnya yang sudah terlepas, bahkan sisanya nampak menggantung lemah, siap lepas hanya dengan satu kali tarikan kecil.Sarah segera melempar asal kemeja miliknya ke lantai dengan napas berburu, kesal pada Aditya yang bar-bar. Matanya pun ia alihkan ke arah lain, pada rok dan celana legging miliknya. Des
Sarah akhirnya bernapas lega karena sudah sampai di depan kontrakannya dengan selamat."Benar ini, kan, Mbak?" tanya lelaki itu sembari berhenti tepat di depan pagar."Benar. Berapa, Mas?" tanya Sarah mengiyakan. Iapun turun dari atas motor dengan berpegangan kembali pada kedua bahu lelaki itu."Gak usah, Mbak. Gratis kok! Saya ikhlas bantuin," ungkap lelaki itu dengan sopan.Sarah yang kini berdiri di samping kirinya lantas mendengkus keras. Iapun segera membuka tas lusuh miliknya kemudian merogoh isinya, lalu dengan cepat menarik satu lembar uang kertas seratus ribu yang sudah ia curi dari Aditya. Tangannya segera meraih tangan kanan lelaki itu, kemudian meletakkan uang tersebut ke tangannya, baru kemudian memaksa lelaki itu menggenggamnya dengan erat. "Ambil ya, Mas. Makasih banyak sudah bantuin saya!" ungkapnya dengan tulus sembari tersenyum tipis. Iapun segera membalikkan badannya, meninggalkan lelaki itu yang terpana saat melihat senyum yang
Sementara itu, Inge yang masih batuk, berusaha kuat membantu Sarah berjalan dengan meletakkan tangan kanan wanita itu pada bahunya. Lalu dengan perlahan menuntun wanita itu menuju kursi yang ada di depan rumah Marni. Sarah yang semula pingsan, akhirnya mulai membuka matanya tatkala dari hidungnya tercium aroma tidak sedap yang berasal dari ketiak Inge. Matanya mengerjap perlahan kemudian terbuka, meskipun masih terasa sedikit buram. Namun berkat aroma tersebut, sukses membuatnya sadar. "Enghh ... Bu Inge," Inge yang masih berusaha memapah Sarah, lantas menghentikan langkahnya. Kemudian menoleh pada wanita itu dengan senang. "Kamu sudah sadar," gumamnya senang. Sarah hanya mengangguk singkat sebagai jawaban karena kepalanya masih terasa berdenyut, namun kini bertambah dengan perutnya yang mulai terasa mual. Wajahnya yang pucat pasi seketika berkeringat dingin, bersiap muntah.Sarah akhirnya benar-benar muntah di sam
Pihak hotel berulang kali meminta maaf karena Aditya membuktikan ucapannya yang menyatakan akan memberikan bintang satu pada ulasan tentang hotel tersebut di situs resmi milik hotel juga miliknya. Namun Aditya menolak karena kesal pihak hotel tidak bisa mencegah Sarah pergi melarikan diri."Saya tidak perduli, mau nilai hotel kalian akan jelek di mata masyarakat ataupun tidak! Karena saya kecewa dengan pelayanan kalian yang telah membiarkan istri saya kabur juga lamanya team maintenance membukakan pintu kamar. Apa kalian tahu, jika waktu saya ini sangat berharga di setiap detiknya!" hardik Aditya kesal saat dirinya dan manajemen hotel sedang duduk dan berbicara empat mata di dalam ballroom hotel yang sengaja dikosongkan. Sementara yang berada di dalam kini manager hotel dan juga direksi, serta Aditya dan tangan kanan sekaligus pengacara miliknya."Tapi Tuan, saya selaku manager hotel benar-benar tidak tahu menahu akan kejadian ini. Jadi saya mohon pada Tuan, agar m
Sarah seketika memucat saat mendengar gerutuan yang dilayangkan oleh Marni padanya. Dengan kikuk, wanita itu lantas mengeluarkan cengiran salah tingkah. Dirinya hendak menjawab, namun tangisan Satria semakin keras terdengar, sehingga iapun memutuskan menenangkan putranya terlebih dahulu sebelum menjelaskan semuanya pada Marni. Dengan sedikit tergesa-gesa, Sarah kembali menyeruak kerumunan, dimana orang-orang nampak mengerti saat melihat Satria menangis. Iapun akhirnya tiba di ruang laktasi, kemudian dengan cepat membuka gorden tebal yang menutupi. Wanita itu lantas berjalan ke pojok ruangan dimana terdapat sofa panjang. Sarah pun segera memberikan hak dari sang putra yang nampak menyesap kuat agar perutnya yang kosong kembali terisi. "Apakah aku harus menceritakan kejadian tadi malam pada Bu Marni? Bagaimana jika dari kejadian itu aku kembali mengandung?" gumamnya sembari menghela napas berat di wajahnya yang kusut. "Apa yang harus aku lakukan, Ya Allah?" gumamnya kembali sembari m
Wajah Hilman seketika masam saat mendengar ejekan yang dilontarkan oleh rekan sejawatnya, yang tentu saja telah lebih dulu bertugas di sana. "Gak usah banyak bacot Lo, Saefudin!" omelnya kesal sembari berjalan masuk ke dalam bilik yang sebelumnya digunakan oleh Sarah. Lelaki yang dipanggil Saefudin itu, lantas ikut masuk ke dalam. "Ya elah, Pak Dokter ... sensian amat! Lagi datang bulan, ya?" ejeknya sembari terkikik geli. "Datang bulan pala Lo!" omel Hilman sembai menatap sengit pada temannya itu, yang hanya bisa mengeluarkan cengiran lebar. "Btw, ngapain Lo ngikutin gue ke sini? Gue mau istirahat bentar, woy!" usirnya, tidak senang dengan kehadiran temannya itu. Tangan kanannya ia kibas kan ke udara. "Ya elah, jahat amat Pak Dokter! Gue sumpahin Lo bakal susah dapetin Dek Sarah!" gerutu Saefudin, sembari berlalu dari sana saat melihat wajah Hilman semakin tidak enak dilihat. "Sumpah Lo kagak bakal mempan, woy!" teriak Hilman dengan keras, yang hanya disambut tawa mengejek dar
Mata Hilman mengerjap sembari menatap bingung pada Sarah, saat mendengar pekikan kuat yang dikeluarkan oleh sang pujaan hati. "Kenapa kamu berteriak?" tanyanya. "Itu ... apa Dokter adalah dokter mesum?!" tanya Sarah dengan raut sengit, juga kembali meraih Satria agar masuk ke dalam pelukannya. Bahkan wanita itu mulai berjalan mundur sembari menatap waspada pada sang dokter pria di hadapannya itu. Melupakan fakta, bahwa kain jarik yang gunakan untuk menggendong Satria jatuh dari atas lengan menjuntai Hingga ke lantai. "Sembarangan!" tegur Hilman, yang merasa gemas akan tingkah sang pujaan hati. "Lalu kenapa Dokter nyuruh saya buka baju?!" tanya Sarah kembali semakin sengit. "Hah! Kapan aku nyuruh kamu buka baju?" Hilman justru balik bertanya karena dirinya memang tidak merasa melakukannya. "Barusan! Dokter bilang 'buka baju' itu, apa maksudnya?!" tanya Sarah semakin sengit sembari tetap mundur ke belakang. Sementara Hilman semakin berjalan ke arahnya. "Lah ... kan emang haru
Raditya melajukan motornya dengan kencang. Sebuah pistol bahkan ia selipkan di pinggang. Wajahnya terlihat menahan murka yang teramat sangat. Suara mesin motornya meraung-raung membelah jalanan, menuju bandara. Ia lantas menghentikan laju motor begitu tiba dan beberapa petugas dengan sigap menyapanya. "Tuan!" "Siapkan penerbangan untukku sekarang juga!" "Baik, Tuan." Orang-orang itu segera melaksanakan perintah dan tak menunggu lama, Raditya telah berada di dalam kabin pesawat, tengah berusaha merilekskan tubuh sambil memejamkan mata. Kilasan kejadian beberapa saat yang lalu terlintas di benaknya, dimulai dari Chelsea yang, merecoki hingga Ia terpaksa melepaskan sebuah tembakan ke arah kepala gadis itu dan membiarkan mayatnya berada di sana. Namun, Ia menyempatkan diri menghubungi orang-orangnya agar membereskan kekacauan itu. Tanpa terasa perjalanan yang memakan waktu 12 jam pun berakhir. R
Aditya kembali berdecak kesal karena sosok si penelepon nampak tidak menyerah juga. Terbukti dengan banyaknya panggilan tidak terjawab di ponsel miliknya. Lelaki itupun meraih ponselnya, lalu menggeser layarnya ke ke kiri, baru setelahnya meletakkan di depan telinga kirinya. "Mo ngapain Lo nelpon gue?!" sapanya sarkas. Aditya lantas mengayunkan langkahnya menuju pintu keluar."Lo nyulik Sarah kan!" tuding sosok di seberangnya. Suaranya terdengar berburu.Aditya sedikit tersentak, namun tidak menghentikan langkahnya. "Cih! Dapat info darimana Lo?!""Lo gak perlu tau gue dapat info darimana. Yang jelas info ini pasti valid. Jadi Lo gak bisa bohongin gue, Mas. Sekarang jawab dengan jujur, Sarah sama Lo kan?!" desak sosok tersebut kembali. "Lo gak jawab. Gue kirim virus baru ciptaan gue ke jaringan punya Lo, biar sekalian Lo gak bisa kerja selama sebulan."Aditya kembali berdecak kesal, sadar jika sosok yang tak lain adalah adik kembarnya itu mulai me
"Sudah selesai, belum?" tanya Aditya untuk yang ke sekian kalinya. Lelaki itu terlihat semakin gusar karena dirinya menilai jika Sarah sengaja berlama-lama memerah ASI nya."Belum, Mas. Sabar ken— argh!" Sarah memekik keras saat Aditya yang tiba-tiba berdiri, menarik kedua kakinya agar turun ke tepi ranjang, lalu membukanya lebar-lebar hingga Sarah terpaksa menumpukan kedua siku nya dengan posisi setengah berbaring, membuat alat pumping tidak bisa bekerja sempurna."Aku gak bisa menunggu lagi!" maki Aditya dengan wajah mengeras, dirinya lantas menyatukan diri dengan satu kali hentak."MAS! ARGH!" Sarah memekik kuat seiring hujaman demi hujaman yang Aditya lakukan terasa kembali meluluhlantakan tubuhnya.***Di tempat lain.Pintu kamar terbuka dari luar, lalu disusul seorang laki-laki paruh baya bertubuh atletis yang dibalut kemeja pas badan berwarna hitam masuk ke dalam kamar. Tak lupa lelaki itu menutup pintu perlahan, dimana ta
"Gak mikirin apa-apa, kok," elak Sarah. Wanita itu beringsut duduk saat Aditya berguling ke kiri hingga batang kejantanannya yang terkulai, terlihat jelas. "aku mau mandi dulu, ya, Mas," pinta nya sembari berdiri. Lalu berjalan ke arah kamar mandi saat melihat anggukan yang Aditya berikan.Aditya gegas ikut bangkit lalu menyusul langkah kaki Sarah dari belakang. "Aku mau ikut, jika kamu bertanya," ungkapnya menjelaskan saat dirinya melihat Sarah menatapnya dengan raut heran."Terserah," sahut Sarah pasrah. "bakal ada ronde kedua ini namanya kalau dia ikut," gumamnya di dalam hati sembari mengesah lelah. Namun tetap melangkah menuju kamar mandi.Sarah gegas masuk ke dalam, begitupula dengan Aditya yang menyusul di belakangnya, tak lupa lelaki itu menutup pintu dan mengunci nya. Sementara Sarah gegas duduk di atas toilet duduk, kemudian menuntaskan hasrat alaminya di sana.Dirinya segera bangkit berdiri, lalu hendak berjalan melewati Aditya yang men
"Mulai hari ini kita bertiga akan tinggal di sini," tukas Aditya, menyilakan Sarah masuk ke dalam apartemen yang telah ia buka pintunya lebar-lebar."Iya, Mas." Sarah pun bergegas masuk ke dalam, disusul Aditya baru setelahnya Gissele yang menggendong Satria, boc@h itu terlihat tertidur pulas dengan mulut dijejalkan botol dot berisi susu formula yang kini tersisa seperempat saja. "Hmmm ... Satria dan Gissele tidur dimana?" tanyanya sembari berbalik, saat dirinya telah berada di tengah-tengah ruang tamu."Satria di kamar sebelah bersama Gissele untuk sementara waktu sampai kita mendapatkan b@by sitter yang sesuai untuknya. Setelah itu, Gissele akan tinggal di unit sebelah. Jadi dia bisa jagain kalian berdua," terang Aditya, kedua tangannya ia daratkan pada kedua pundak Sarah."La-lalu aku tidur dimana?" tanya Sarah kembali dengan gugup.Aditya terkekeh kecil mendengarnya, lelaki itu gegas mengangkat tangan kanannya ke atas lalu menjentikkan jarinya
"Apa yang aku dapatkan jika bersedia memenuhi permintaan, Mas Adit?" tanya Sarah, menawar. Meskipun dirinya kini berada dalam pelukan Aditya."Apa yang kamu mau?" tanya Aditya balik."Bebaskan aku dan Satria," sahut Sarah lugas. Tidak perduli jika Aditya murka sekalipun."Kecuali yang satu itu, Sayang. Kamu bisa bebas meminta yang lainnya, karena sampai matipun aku gak bakal ngelepasin kamu dan Satria lagi. Cukup satu kali kebodohanku yang membuatku kehilangan dirimu dan anak kita. Aku tidak mau mengulang kebodohan yang sama untuk yang kedua kalinya," tolak Aditya sembari mengeratkan pelukannya."Maksud, Mas, apa?" tanya Sarah penasaran."Aku pengen kita rujuk lagi. Gak mungkin kan, kita terus-terusan berbuat dosa seperti ini. Yah ... meskipun ini adalah dosa ternikmat yang pernah aku rasakan. Karena bercinta denganmu adalah candu bagiku," ungkap Aditya, mengaku.Sarah tercekat. "Apa yang barusan itu, benar-benar hanya sebuah mim
Aditya mendudukkan Sarah yang berbalut handuk sebatas dada di atas tempat tidur setelah mereka selesai membersihkan diri di kamar mandi.Wanita itu terlihat menggigil kedinginan dengan tubuh sedikit bergetar. Namun segera berhenti saat Aditya memeluk nya erat dari belakang sekaligus menempelkan pipi kirinya dengan pipi kanan Sarah."Sudah hangat?" tanyanya lembut. Kedua kakinya bahkan mengapit kedua sisi tubuh Sarah dimana handuk sebatas pinggang yang ia kenakan terbuka di bagian tengah, memperlihatkan miliknya yang tertidur pulas."Sudah, Mas. Makasih," ungkap Sarah pelan, menikmati pelukan itu. Kedua tangannya bahkan ia naikkan ke atas, memegangi kedua lengan kekar milik Aditya, sementara lelaki itu semakin erat memeluknya dari belakang saat melihat respon yang ia berikan."Aku cinta kamu, Sar. Kamu cinta aku gak?" tanya Aditya sembari mengecup pipi kanan Sarah."Aku juga cinta kamu, Mas ... dulunya. Karena itu aku bersedia mengandung d
Sarah terlihat gelisah dalam tidurnya. Kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan. Keringat dingin bahkan mulai keluar dari pori-pori kulitnya. Tak lama berselang, Sarah seketika membuka matanya dengan napas terengah-engah juga berkeringat.Matanya gegas ia larikan ke sekitar dimana dirinya berada di dalam kabin pesawat tempat Aditya berada disusul dengan suara lelaki itu di samping kanan tubuhnya. "Kamu mimpi buruk?" tanyanya bingung sembari mengucek matanya karena terpaksa bangun dari tidurnya.Sementara itu, Sarah yang mendengarnya lantas menoleh ke samping sembari beringsut duduk, membuat selimut yang ia kenakan terjatuh ke bawah, memperlihatkan setengah tubuh polos miliknya yang penuh dengan jejak basah dari lelaki itu.Sarah pun bergegas menarik ujung selimut agar kembali menutupi tubuhnya saat dirinya mengikuti arah pandang Aditya yang nampak meneguk air liur saat menatap pada dadanya."Gak usah ditutupi juga aku udah tau gimana bentuk dan ukur
"Silakan naik, Nyonya!" tegur Gissele saat mereka tiba di bawah sebuah pesawat jet pribadi yang khusus disewa Aditya untuk menjemput mereka. Sarah mendongak ke atas dimana pesawat tersebut nampak terbuka lebar dibagian pintunya.Tangganya bahkan sudah terpasang, siap menerima kedatangan ke empat nya. Sementara itu, Risma telah dibawa pergi oleh Yatno, tepat saat mereka berpisah di area pelabuhan, dimana Yatno terpaksa tidak ikut pergi ke luar negeri karena dianggap gagal menjalankan misi.Sarah perlahan naik ke atas tangga dimana Satria berada dalam gendongan salah satu ajudan Gissele yang terpaksa Sarah serahkan karena Gissele mengancamnya. Disusul oleh Gissele, baru sang ajudan bersama Satria."Lewat sini, Nyonya!" tegur Gissele sembari berjalan ke arah kanan dimana ruang pribadi berada, sementara Satria dibawa ke arah kiri."Tapi—" tukas Sarah saat dirinya melihat putranya yang tertidur pulas dibawa ke arah lain setelah pintu pesawat ditutup ra