Raditya melajukan motornya dengan kencang. Sebuah pistol bahkan ia selipkan di pinggang. Wajahnya terlihat menahan murka yang teramat sangat.
Suara mesin motornya meraung-raung membelah jalanan, menuju bandara. Ia lantas menghentikan laju motor begitu tiba dan beberapa petugas dengan sigap menyapanya. "Tuan!" "Siapkan penerbangan untukku sekarang juga!" "Baik, Tuan." Orang-orang itu segera melaksanakan perintah dan tak menunggu lama, Raditya telah berada di dalam kabin pesawat, tengah berusaha merilekskan tubuh sambil memejamkan mata. Kilasan kejadian beberapa saat yang lalu terlintas di benaknya, dimulai dari Chelsea yang, merecoki hingga Ia terpaksa melepaskan sebuah tembakan ke arah kepala gadis itu dan membiarkan mayatnya berada di sana. Namun, Ia menyempatkan diri menghubungi orang-orangnya agar membereskan kekacauan itu. Tanpa terasa perjalanan yang memakan waktu 12 jam pun berakhir. R"Kau milikku, Sayang!" ujar Aditya saat terus menggerakkan tubuhnya di atas tubuh Sarah yang di paksa menungging dan hanya bisa mencengkram kuat seprai, bersama harga diri yang jatuh hingga ke dasar bumi, "jadi, jangan pernah mencoba untuk lari lagi!" Tangan kanannya menarik rambut Sarah hingga kepala wanita itu mendongak. Aditya menundukkan kepala, memaksa menyatukan bibir mereka, sementara tangan kirinya terulur ke depan, mencari sesuatu yang bisa ia pegang, dan tatkala menemukannya, ia pun segera meremasnya lembut, sesekali memelintir ujungnya hingga desah tertahan lolos dari bibir Sarah. Air mata Sarah kembali jatuh berlinang, terpaksa pasrah dengan semua tingkah sang mantan yang enggan melepaskan. 'Semoga kau segera membusuk di neraka, Mas!' *** PLAK! Sebuah tamparan nyaring dilayangkan seorang laki-laki pada seorang wanita yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Wanita itu terperanjat kaget. Matanya terbelalak saat ia menatap balik wajah mengeras lelaki itu. "Ken
"Yang aku tahu, dirinya juga sama pengecutnya dengan Kakak kembarnya yang hanya bisa bersembunyi dibalik ketiak ibu mereka!" paparnya dimana sorot benci itu terlihat jelas. Raditya yang bersembunyi di balik tembok, hanya mampu menghela napas pendek dengan kedua bahu terkulai lemah, saat mendengar penuturan jujur dari mulut sang mantan Kakak Ipar. Dirinya memang mengakui jika dirinya dan kembarannya adalah orang-orang yang pengecut, dimana hanya bisa bersembunyi dibalik ketiak ibunya, sesuai dengan apa yang Sarah ucapkan. Dengan langkah gontai, iapun berjalan meninggalkan tempat itu, menuju mobilnya yang ia parkir kan di seberang jalan. "Jangan terlalu membenci, Nak! Karena mau bagaimanapun, di dalam tubuh Satria mengalir darah mereka! Dia garis keturunan mereka dan kamu tidak bisa memutuskan pertalian darah itu, meskipun kamu menggunakan cara ekstrim sekalipun untuk memutuskannya!" Marni menasehati dengan lembut juga senyum penuh keibuan. Sarah lantas menatap seutuhnya pada wanita b
"Lepaskan aku brengsek!" makinya kesal, saat melihat siapa orang yang telah menariknya paksa. "Sstt ...! Jangan berontak, Sayang!" pinta sesosok lelaki yang sedang memeluknya erat dari belakang. Menahan kedua tangannya yang hendak membuka paksa pintu mobil. "Lepasin aku, Setan!" hardik Sarah semakin murka. Kedua kakinya menendang-nendang ke sembarang arah, begitupula dengan tubuhnya yang berontak, berusaha melepaskan pelukan lelaki itu, dimana ia kenali aromanya karena aroma itulah yang setiap malam menemani tidurnya saat mereka masih menjadi sepasang suami istri. "Sstt ... kok mulutmu makin kasar sekarang, Sayang!" tegur Aditya kesal, karena Sarah terus saja berontak. "bukankah sudah aku bilang, kalau aku gak suka kalau kamu sudah ngomong kasar gitu! Karena bikin aku bergairah, tau gak!" omelnya dengan wajah merah padam menahan hasrat untuk menyerang mantan istrinya membabi buta. "An jing! Se tan! Ib lis! Jangan sentuh aku, Setan! Aku gak sudi!" pekik Sarah dengan suara keras,
Sarah menangis sesenggukan, memegangi pakaiannya yang koyak bekas perbuatan Aditya barusan dengan kedua kaki saling menekuk di atas kursi. Sementara lelaki itu, tengah membenahi ikat pinggangnya, mengusap keningnya yang berkeringat bersama senyum penuh kepuasan menghiasi. "Ternyata rasanya masih seenak biasanya, Sayang," kekeh Aditya, kembali duduk bersender, meraih pundak Sarah yang justru menepis kuat tangannya. "uhhh ... kamu marah?" "Biarkan aku pergi. Aku mohon!" pinta Sarah, mengusap air matanya dengan punggung tangan. "Dengan pakaian seperti itu? Kamu, yakin?!" Aditya balas bertanya. "Bukankah kamu sudah mendapatkan apa yang kamu inginkan! Jadi, biarkan aku pergi karena aku harus bekerja," tukas Sarah datar. "Ohhh ... tidak bisa! Kamu tetap bersamaku karena aku masih belum puas, Sayang!" tolak Aditya, terkekeh puas. "DASAR BAJINGAN!" maki Sarah, menampar pipi Aditya dengan keras hingga kepala lelaki itu tertoleh ke kiri. Napasnya terdengar berburu juga telapak tangan memer
"Mas, please ... aku gak mau ikut!" rengek Sarah, memohon saat Aditya menariknya paksa keluar mobil. Mereka sudah tiba di bandara, bahkan sebuah pesawat jet pribadi telah berdiri dengan gagahnya, siap melayang di udara. "Harus! aku gak terima penolakan sedikitpun!" sahut Aditya tegas, menarik kencang lengan Sarah hingga wanita itu berhasil keluar dari mobil. "Mas ... please, Mas Adit. aku gak mau! Nanti bagaimana dengan Satria, Mas? Kasian dia kalau aku pergi? Dia masih ASI, Mas ...," rengek Sarah sambil menangis, menarik-narik tangannya agar terlepas. Namun cekalan Aditya terasa meremukkan tulangnya. Aditya tiba-tiba menghentikan langkahnya, berbalik cepat hingga tubuh mereka bertabrakan. Lelaki itu menahan pinggang Sarah agar tidak terjatuh. Sarah tercekat. matanya yang memerah dengan gumpalan air mata yang berjatuhan satu persatu menatap wajah mengeras lelaki itu, bibirnya bergetar hebat. "M-mas." "Bisakah kamu berhenti merengek? Karena kamu tahu dengan baik jika aku bukan tipe
Aditya mendekat, menyentuh pundak Sarah sembari memanggil nama wanita itu. "Sar, kamu gak mati, kan?" Namun Sarah bergeming hingga membuat Aditya sedikit dilanda perasaan takut yang bercampur aduk. Aditya lantas menunduk, membalikkan tubuh Sarah hingga berbaring telentang. Desah lega lolos dari mulutnya saat melihat wanita itu masih bernapas. "Bikin takut aja kamu, Sayang," gerutunya pelan, duduk bersender di bawah ranjang. Tak lama setelahnya, lelaki itu terkekeh kecil sambil menggelengkan kepala. "CK, sepertinya kamu kecapekan banget, ya? Makanya gitu, tidur kek orang pingsan." Aditya bangkit berdiri, berjalan ke arah koper miliknya, mengambil pakaian yang ia butuhkan, lalu mengenakannya secepat mungkin. Lelaki itu lantas menyambar kotak rokok, mulai menyalakan salah satunya sembari berjalan ke arah balkon, berdiri di tepinya dengan tatapan lurus ke depan. Ia mengisap pelan dengan tatapan mulai menerawang ke belakang sembari mengingat posisi tidur Sarah. *** "Saya mohon, Tuan .
Marni perlahan berdiri. Kedua tangannya terlihat saling mengepal di kedua sisi tubuhnya. Gemuruh amarah bahkan menerpa sekujur tubuhnya hingga kulit sewarna zaitun itu memerah. "Tuan Muda boleh menghina saya atau memukul saya. Tapi, saya tidak akan pernah memaafkan orang yang telah menyakiti putri saya," tuturnya geram sambil menatap nyalang pada lelaki arogan di hadapannya. Aditya terkekeh sarkas mendengar ucapan berani yang Marni lontarkan. Lelaki itu lantas memangkas jarak hingga Marni terpaksa mendongak. "Lo pikir, Lo siapa? Berani-beraninya Lo ngancem gue," tegur nya dingin. "Saya bukan siapa-siapa. Saya hanya seorang ibu dari anak ga dis yang kegadisannya baru saja Tuan Muda renggut." Marni berucap penuh keberanian. Ia bahkan tak segan semakin menatap tajam pada Aditya. Aditya terpana beberapa detik, kagum dengan keberanian sang pelayan. Namun, detik berikutnya seringai lebar kembali terbit di wajahnya. "Ok, gue jabanin." Lelaki itu lantas mengayunkan langkah, kembali ke
"Jangan, Tuan Muda. Saya mohon!" pinta Sarah sambil mendorong tubuh besar Aditya yang segera lelaki itu cekal di atas kepalanya. "Kenapa jangan, Sayang?" tanya Aditya, bernapas di depan bibir Sarah dengan tubuh menempel erat sepenuhnya saat ia membaringkan paksa tubuh wanita itu. "Saya harus pergi, Tuan Muda. Jadi saya mohon, tolong lepaskan saya," pinta Sarah, menarik kedua tangannya agar terlepas dari cekalan. Namun, Aditya justru menyatukan telapak tangan mereka dalam sebuah genggaman erat. "Tuan," pinta Sarah kembali, merasa tidak nyaman saat junior lelaki itu kembali berdiri tegak, menusuk perutnya lalu segera Aditya gesek kan ke bawah, mengenai area intimnya kembali hingga wajah Sarah pun memerah. "Tu—," "Bilang aja kalo kamu suka, Sayang." Aditya memotong ucapan Sarah lalu mengecup bibirnya kembali. "Saya gak suka, Tuan." Sarah menolak tuduhan sembari memalingkan wajahnya ke kanan, lalu memejamkan mata saat Aditya mengecup ceruk lehernya lembut, tidak perduli ra
Raditya melajukan motornya dengan kencang. Sebuah pistol bahkan ia selipkan di pinggang. Wajahnya terlihat menahan murka yang teramat sangat. Suara mesin motornya meraung-raung membelah jalanan, menuju bandara. Ia lantas menghentikan laju motor begitu tiba dan beberapa petugas dengan sigap menyapanya. "Tuan!" "Siapkan penerbangan untukku sekarang juga!" "Baik, Tuan." Orang-orang itu segera melaksanakan perintah dan tak menunggu lama, Raditya telah berada di dalam kabin pesawat, tengah berusaha merilekskan tubuh sambil memejamkan mata. Kilasan kejadian beberapa saat yang lalu terlintas di benaknya, dimulai dari Chelsea yang, merecoki hingga Ia terpaksa melepaskan sebuah tembakan ke arah kepala gadis itu dan membiarkan mayatnya berada di sana. Namun, Ia menyempatkan diri menghubungi orang-orangnya agar membereskan kekacauan itu. Tanpa terasa perjalanan yang memakan waktu 12 jam pun berakhir. R
Aditya kembali berdecak kesal karena sosok si penelepon nampak tidak menyerah juga. Terbukti dengan banyaknya panggilan tidak terjawab di ponsel miliknya. Lelaki itupun meraih ponselnya, lalu menggeser layarnya ke ke kiri, baru setelahnya meletakkan di depan telinga kirinya. "Mo ngapain Lo nelpon gue?!" sapanya sarkas. Aditya lantas mengayunkan langkahnya menuju pintu keluar."Lo nyulik Sarah kan!" tuding sosok di seberangnya. Suaranya terdengar berburu.Aditya sedikit tersentak, namun tidak menghentikan langkahnya. "Cih! Dapat info darimana Lo?!""Lo gak perlu tau gue dapat info darimana. Yang jelas info ini pasti valid. Jadi Lo gak bisa bohongin gue, Mas. Sekarang jawab dengan jujur, Sarah sama Lo kan?!" desak sosok tersebut kembali. "Lo gak jawab. Gue kirim virus baru ciptaan gue ke jaringan punya Lo, biar sekalian Lo gak bisa kerja selama sebulan."Aditya kembali berdecak kesal, sadar jika sosok yang tak lain adalah adik kembarnya itu mulai me
"Sudah selesai, belum?" tanya Aditya untuk yang ke sekian kalinya. Lelaki itu terlihat semakin gusar karena dirinya menilai jika Sarah sengaja berlama-lama memerah ASI nya."Belum, Mas. Sabar ken— argh!" Sarah memekik keras saat Aditya yang tiba-tiba berdiri, menarik kedua kakinya agar turun ke tepi ranjang, lalu membukanya lebar-lebar hingga Sarah terpaksa menumpukan kedua siku nya dengan posisi setengah berbaring, membuat alat pumping tidak bisa bekerja sempurna."Aku gak bisa menunggu lagi!" maki Aditya dengan wajah mengeras, dirinya lantas menyatukan diri dengan satu kali hentak."MAS! ARGH!" Sarah memekik kuat seiring hujaman demi hujaman yang Aditya lakukan terasa kembali meluluhlantakan tubuhnya.***Di tempat lain.Pintu kamar terbuka dari luar, lalu disusul seorang laki-laki paruh baya bertubuh atletis yang dibalut kemeja pas badan berwarna hitam masuk ke dalam kamar. Tak lupa lelaki itu menutup pintu perlahan, dimana ta
"Gak mikirin apa-apa, kok," elak Sarah. Wanita itu beringsut duduk saat Aditya berguling ke kiri hingga batang kejantanannya yang terkulai, terlihat jelas. "aku mau mandi dulu, ya, Mas," pinta nya sembari berdiri. Lalu berjalan ke arah kamar mandi saat melihat anggukan yang Aditya berikan.Aditya gegas ikut bangkit lalu menyusul langkah kaki Sarah dari belakang. "Aku mau ikut, jika kamu bertanya," ungkapnya menjelaskan saat dirinya melihat Sarah menatapnya dengan raut heran."Terserah," sahut Sarah pasrah. "bakal ada ronde kedua ini namanya kalau dia ikut," gumamnya di dalam hati sembari mengesah lelah. Namun tetap melangkah menuju kamar mandi.Sarah gegas masuk ke dalam, begitupula dengan Aditya yang menyusul di belakangnya, tak lupa lelaki itu menutup pintu dan mengunci nya. Sementara Sarah gegas duduk di atas toilet duduk, kemudian menuntaskan hasrat alaminya di sana.Dirinya segera bangkit berdiri, lalu hendak berjalan melewati Aditya yang men
"Mulai hari ini kita bertiga akan tinggal di sini," tukas Aditya, menyilakan Sarah masuk ke dalam apartemen yang telah ia buka pintunya lebar-lebar."Iya, Mas." Sarah pun bergegas masuk ke dalam, disusul Aditya baru setelahnya Gissele yang menggendong Satria, boc@h itu terlihat tertidur pulas dengan mulut dijejalkan botol dot berisi susu formula yang kini tersisa seperempat saja. "Hmmm ... Satria dan Gissele tidur dimana?" tanyanya sembari berbalik, saat dirinya telah berada di tengah-tengah ruang tamu."Satria di kamar sebelah bersama Gissele untuk sementara waktu sampai kita mendapatkan b@by sitter yang sesuai untuknya. Setelah itu, Gissele akan tinggal di unit sebelah. Jadi dia bisa jagain kalian berdua," terang Aditya, kedua tangannya ia daratkan pada kedua pundak Sarah."La-lalu aku tidur dimana?" tanya Sarah kembali dengan gugup.Aditya terkekeh kecil mendengarnya, lelaki itu gegas mengangkat tangan kanannya ke atas lalu menjentikkan jarinya
"Apa yang aku dapatkan jika bersedia memenuhi permintaan, Mas Adit?" tanya Sarah, menawar. Meskipun dirinya kini berada dalam pelukan Aditya."Apa yang kamu mau?" tanya Aditya balik."Bebaskan aku dan Satria," sahut Sarah lugas. Tidak perduli jika Aditya murka sekalipun."Kecuali yang satu itu, Sayang. Kamu bisa bebas meminta yang lainnya, karena sampai matipun aku gak bakal ngelepasin kamu dan Satria lagi. Cukup satu kali kebodohanku yang membuatku kehilangan dirimu dan anak kita. Aku tidak mau mengulang kebodohan yang sama untuk yang kedua kalinya," tolak Aditya sembari mengeratkan pelukannya."Maksud, Mas, apa?" tanya Sarah penasaran."Aku pengen kita rujuk lagi. Gak mungkin kan, kita terus-terusan berbuat dosa seperti ini. Yah ... meskipun ini adalah dosa ternikmat yang pernah aku rasakan. Karena bercinta denganmu adalah candu bagiku," ungkap Aditya, mengaku.Sarah tercekat. "Apa yang barusan itu, benar-benar hanya sebuah mim
Aditya mendudukkan Sarah yang berbalut handuk sebatas dada di atas tempat tidur setelah mereka selesai membersihkan diri di kamar mandi.Wanita itu terlihat menggigil kedinginan dengan tubuh sedikit bergetar. Namun segera berhenti saat Aditya memeluk nya erat dari belakang sekaligus menempelkan pipi kirinya dengan pipi kanan Sarah."Sudah hangat?" tanyanya lembut. Kedua kakinya bahkan mengapit kedua sisi tubuh Sarah dimana handuk sebatas pinggang yang ia kenakan terbuka di bagian tengah, memperlihatkan miliknya yang tertidur pulas."Sudah, Mas. Makasih," ungkap Sarah pelan, menikmati pelukan itu. Kedua tangannya bahkan ia naikkan ke atas, memegangi kedua lengan kekar milik Aditya, sementara lelaki itu semakin erat memeluknya dari belakang saat melihat respon yang ia berikan."Aku cinta kamu, Sar. Kamu cinta aku gak?" tanya Aditya sembari mengecup pipi kanan Sarah."Aku juga cinta kamu, Mas ... dulunya. Karena itu aku bersedia mengandung d
Sarah terlihat gelisah dalam tidurnya. Kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan. Keringat dingin bahkan mulai keluar dari pori-pori kulitnya. Tak lama berselang, Sarah seketika membuka matanya dengan napas terengah-engah juga berkeringat.Matanya gegas ia larikan ke sekitar dimana dirinya berada di dalam kabin pesawat tempat Aditya berada disusul dengan suara lelaki itu di samping kanan tubuhnya. "Kamu mimpi buruk?" tanyanya bingung sembari mengucek matanya karena terpaksa bangun dari tidurnya.Sementara itu, Sarah yang mendengarnya lantas menoleh ke samping sembari beringsut duduk, membuat selimut yang ia kenakan terjatuh ke bawah, memperlihatkan setengah tubuh polos miliknya yang penuh dengan jejak basah dari lelaki itu.Sarah pun bergegas menarik ujung selimut agar kembali menutupi tubuhnya saat dirinya mengikuti arah pandang Aditya yang nampak meneguk air liur saat menatap pada dadanya."Gak usah ditutupi juga aku udah tau gimana bentuk dan ukur
"Silakan naik, Nyonya!" tegur Gissele saat mereka tiba di bawah sebuah pesawat jet pribadi yang khusus disewa Aditya untuk menjemput mereka. Sarah mendongak ke atas dimana pesawat tersebut nampak terbuka lebar dibagian pintunya.Tangganya bahkan sudah terpasang, siap menerima kedatangan ke empat nya. Sementara itu, Risma telah dibawa pergi oleh Yatno, tepat saat mereka berpisah di area pelabuhan, dimana Yatno terpaksa tidak ikut pergi ke luar negeri karena dianggap gagal menjalankan misi.Sarah perlahan naik ke atas tangga dimana Satria berada dalam gendongan salah satu ajudan Gissele yang terpaksa Sarah serahkan karena Gissele mengancamnya. Disusul oleh Gissele, baru sang ajudan bersama Satria."Lewat sini, Nyonya!" tegur Gissele sembari berjalan ke arah kanan dimana ruang pribadi berada, sementara Satria dibawa ke arah kiri."Tapi—" tukas Sarah saat dirinya melihat putranya yang tertidur pulas dibawa ke arah lain setelah pintu pesawat ditutup ra