O terus memanggil Narator, tapi tak terhitung sudah ia mencoba, suara dalam kepalanya itu tak juga menjawab. O mencari-cari, menerka, apa yang sebenarnya sedang terjadi. Jika Narator adalah sebuah sistem yang berasal dari luar, mungkin saja ada semacam sinyal yang terhalang.
O keluar dari ruangan itu. Ia mencari tempat yang lapang, tempat tinggi, dan sebagainya. Seperti mencari sinyal untuk telepon genggam. Namun percuma, tidak ada kemajuan apapun.Mungkin saja Narator adalah sebuah sistem yang ditanamkam dalam kepalanya. Ada sesuatu, sebuah perlakuan, yang membuat sistem itu berhenti bekerja. Atau....'Raungan Jiwa'Dua kata itu terlintas di benak O. Apakah selama ini Narator adalah Raungan Jiwa yang berasal dari kristal intinya? Jika benar, siapa? Tidak. Tidak. Jika benar identitas Narator adalah Raungan Jiwa, maka yang penting sekarang adalah mencari Narator dalam dirinya sendiri. Selebihnya, ia bisa menanyakan langsung pada Narator.O tidak pernah punya banyak teman. Ia mengenal banyak orang, tetapi yang punya peran sebagai teman bisa dihitung dengan sebelah tangan. Bagi O, seorang teman bukan sekedar orang-orang dengan tujuan sama. Bagi O, seseorang layak dikatakan sebagai ketika orang itu memperlakukan orang lain seperti dirinya sendiri. Standar O mungkin terlalu tinggi, tapi ia juga menerapkan standar itu pada dirinya sendiri. Oleh karena itu, ia tetap memberi pilihan pada Livor meskipun ia bisa bersikap otoriter. Ia juga tidak pernah memaksa Narator untuk mengatakan hal-hal yang mungkin membuat suara dalam kepalanya itu terganggu. Misalnya, cerita di balik tubuh Lich ini dan asal usul Narator sendiri.Akan tetapi, bukan berarti O berhenti mencoba. Dia tidak memaksa, bukan berarti ia melupakannya sama sekali. Ia akan mencari momen yang tepat, dan tentunya, cara yang tepat pula."Hei, Narator. Ke mana saja kau?"""Saya selalu bersama Anda.""O tidak merasa geli lagi mendeng
Tyrant Ooze.Berdasarkan penjelasan Narator, monster satu ini masih satu keluarga dengan slime. Hanya saja, yang satu ini kelewat ekstrem....Bayangkan saja, ukurannya bahkan bisa menyamai gerbang air yang panjangnya saja mencapai ratusan meter. Namun, yang paling berbahaya adalah elemen yang dimiliki oleh lendir raksasa ini, yaitu elemen kegelapan. Bayangkan sihir yang bisa dilakukan makhluk ini.""Peringatan waspada! Sihir Lubang Hitam level maksimal terdeteksi!"""Ah, kenapa firasat burukku selalu kejadian, sih?"Peringatan dari Narator muncul sedetik setelah fomasi sihir raksasa muncul di perut Tyrant Ooze. O tanpa ragu terjun ke arah yang berlawanan. Memperkirakan dari arah hisapannya lubang hitam itu, O bisa memanfaatkan tembok gerbang air sebagai penghalangnya.Bola hitam berdiameter seukuran tubuh O terbentuk di dalam tubuh Tyrant Ooze. Tubuhnya tidak terpengaruh bola hitam itu, sementara semua yang terhisap ke dalam bola
O mengalahkan ratusan Imp dengan mudah. Ia nenembakkan sihir jarak jauh untuk menghlau monster-monster berwajah monyet tersebut. Ketika Imp-imp tersebut mengubah taktik dan menyerang dari segala penjuru, O segera menyesuaikan dengan sihir area jarak menengah. Beberapa Imp mampu menerobos pertahanan O, tapi tidak ada satupun yang berhasil menyentuhnya."Flagrans!" Tubuh O terbakar, tapi api itu tidak melukainya sama sekali. Sebaliknya, semua musuh yang menyentuhnya tersulut api tanpa terkecuali."Oh, ho, ho, ho!" tawa O pecah di antara pekik penderitaan, persis seperti seorang tokoh penjahat. "Terima kasih sudah membuatku jatuh ke jurang itu!"Cairan hitam memenuhi lantai. O menyerap semua Nyx itu tanpa tersisa.""Selamat, tingkat asimilasi Anda mencapai 90%!""Pesan dari Narator itu membuat O berbunga-bunga. Sembilan puluh persen, artinya ia bisa menggunkan jenis sihir baru."He, Narator. Ini artinya aku bisa menggunaka
Sang Dullaham berputar-putar di udara seperti baling-baling pemotong rumput. Senjata O, sebuah sabit besar, biasanya juga digunakan untuk memotong rumput. Apakah ini pertarungan alat-alat pertanian?Oke, cukup bercandamya."Glacien!"Sebuah tembok es tebal terbentuk di udara dalam sekejap mata. Namun sang Dullahan menghancurkan tembok es itu seperti tembikar belaka. O tidak mengantisipasi hal ini. Ia terlalu percaya diri akan kekuatan sihirnya.""Peringatan bahaya! Dullahan ini tidak biasa. Segera melarikan diri!""Peringatan itu tidak diperlukan. Saat Dullahan itu menghancurkan perisai esnya, sudah menyadari perbedaan level yang sangat jauh.O berguling ke samping, ke tepi tangga. Saat Dullahan itu hampir mendarat, O menggunakan Sihir Perisai Es sekali lagi dan memerangkap sang Dullahan dalam tembok es. Kemudian O menjatuhkan diri, terjun ke lentai dasar.Tidak butuh waktu lama bagi sang Dullahan untuk membebaskan diri. Ia menggunakan aura, energi unik yang dimiliki kelas Ksatria, un
Malus sedang duduk malas di birai jendela selebar dua lengan lelaki dewasa. Tatapannya melayang jauh ke balik jendela, ke tembok Kota Magna. Beberapa jam yang lalu, ia telah membagi tugas pada keempat bawahan terkuatnya. Plaga, tangan kanan sekaligus pelayan yang tak pernah meninggalkan sisinya, juga pergi melaksankan tugas.Ordo Pelahap Malam. Organisasi yang didirikan Malus itu dari luar tampak sebagai sindikat penampung kriminal, penjahat, dan orang-orang aneh yang tidak mendapat tempat dalam tatanan masyarakat Valandria. Orang-orang di luar sana melihat Ordo Pelahap Malam sebagai organisasi yang terstruktur, kuat dan nyaris tak tersentuh sejak menguasai Kota Magna 5 tahun yang lalu. Malus sendiri merupakan satu dari Empat Raja Iblis yang mengguncang Valandria, dan itu mengokohkan Ordo Pelahap Maut sebagai salah satu organisasi terkuat di dunia.Namun, semua itu tidaklah benar. Ordo Pelahap Maut bukanlah organisasi yang terstruktur. Memang benar organisasi ini menampung banyak "oran
Selisih jaraknya hanya seruas jari. Terlambat menghindar sedikit saja, tubuh O sudah menjadi bubuk. Tidak, jadi bubuk masih sedikit mending. Batu karang besar saja menguap jadi asap terkena teknik Dullahan itu.Setelah berguling-guling di tanah, O segera menggunakan lagi sihir Flumen. Ia tidak mengarahkan meriam air itu ke arah sang Dullahan, tapi ke atas. O menerjang semburan itu dan terseret arus naik. Ia menjadikan pilar air itu sebagai sebuah lift untuk kabur."Preferensiku benar. Kelas ksatria memang lebih unggul," kata O pada dirinya sendiri. "Aish, kenapa aku otomatis jadi kelas penyihir, sih?"""Um ..."" Narator kehabisan kata-kata, sudah lelah meyakinkan O. Namun akhirnya ia bicara juga. "Seni Senjata tidak hanya bisa dilakukan oleh kelas ksatria, Tuan.""""Sebagai penyihir, Anda juga bisa menggunakan Aura dan menyalurkannya pada senjata Anda untuk menciptakan sebuah teknik Seni Senjata,"" kata Narator lagi."Eh? Beneran, tuh?" O protes. "Aish. Kenapa kau baru bilang sekarang
Dullahan itu menyusul O ke dalam aula yang gelap gulita. Kaki besarnya melangkah dengan irama tetap, karena keadaan gelap atau terang tidak ada bedany baginya. Sebab, ia dapat merasakan dan membedakan Mana yang berada di sekitarnya.Sebagai gambaran bagaimana indra Dullahan yang unik itu digunakan, cobalah kalian meletakkan kertas putih di atas uang koin. Kemudian, sambil menekan kertas itu, gesekkan sebuah pensil ke atas permukaan kertas dengan gaya mengarsir. Maka gambar yang ada pada koin akan tercetak di kertas itu. Dullahan adalah kertasnya, Mana adalah arang pensil itu, sementara koin adalah keadaan sekitarnya. Dullahan itu meraba Mana di sekelilingnya untuk mendapatkan gambaran. Ia sedang mencari seekor monster berjenis Lich yang ditenggarai telah menyerap Nyx dalam jumlah besar. Nyx itu dibutuhkan oleh tuannya. Segera.Namun, setelah berusaha mencari cukup lama, Dullahan itu itu tidak menemukan Lich itu di manapun. Langit-langit kosong. Lantai dipenuhi dengan puing, kotoran, d
"Medicor!"O menggunakan Sihir Penyembuh, sihir cahaya yang beraiinat fatal untuk makhluk kegelapan berjenis mayat hidup. Sihir ini dapat menyembuhkan daging yang luka, tapi pada mayat hidup akan berfungsi sebaliknya, bahkan pada mayat hidup kelas atas seperti Death Knight sekalipun.Siapa sangka sihir dasar seperti ini bisa digunakan untuk mengalahkan monster kelas atas? Namun O sudah membuktikan, bahwa yang terpenting adalah bagaimana sihir itu digunakan, dan bukan kekuatan ataupun tingkat kerumitannya."Medicor!" O menggunakan sihir itu sekali lagi. Ia menerapkan pengalamannya menggunakan sihir ini pada peti-peti mati di Mausoleum Baro Bundon. Seperti pada peti mati itu, gelombang cahaya penyembuh sihir Medicor ini dapat merambat di bebatuan yang mengurung targetnya."Urgh!" O terjatuh dan berlutut. Pandangannya kabur. Ia sudah menggunakan terlalu banyak Mana dalam rentang waktu yang terlalu pendek. "Mudah-mudahan kau sudah tenang di sana, ya Om," katanya penuh harap. ia berharap Du
O mengira bahwa budaya di Valandria tidak berbed jauh dengan budaya Eropa Abad Pertengahan. Namun setelah sesaat mengamati isi ruang tamu, yang barangkali ruangan terbesar, dalam wastu tua itu, perkiraannya tidak begitu tepat.Dalam ruang tamu itu, satu set kursi dan meja tamu tertata melingkar di atas permadani persegi yang membentang dan menutupi lebih dari separuh luasan lantai. Tepat di atas kursi-kursi itu menggantung lampu hias yang terbuat dari kaca, yang mana setiap potongan kaca menyebarkan cahaya dari Lilin-lilin Ahadi yang betengger dalam kandelabra di berbagai tempat. Di sisi ruangan terdapat banyak lemari mewah yang kosong dan rak-rak berisi tumpukan buku usang. Sebuah jam rusak berdiri kaku di seberang ruangan, seolah-olah waktu membeku."Menarik," komentar O. Lalu berbalik menatap Azia yang baru saja menutup pintu. Matanya sempat melihat hibir Azia melngkung tersenyum, lalu segera kembali datar. "Kenapa kau tersenyum begitu, Tante?" Azia menggeleng. "Saya hanya senang,
O memasuki wastu yang berdiri tak jauh dari kataokmba Keluarga Cultio. Dari penampakan luarnya, wastu itu masih berdiri kokoh meskipun lapisan temboknya terkelupas di sana-sini. Bingkai-bingkai jendela dan ambang pintu yang terbuat dari kayu juga masih utuh, bahkan masih menyisakan sedikit cat dan pernis. Semak belukar merimbun di halamannya, menyisakan sedikit saja jalur menuju pintu utama.O menyusuri jalur sempit di antara semak itu. Dari kondisi dedaunan yang merunduk dan patah-patah, tampaknya jalur itu baru saja dilalui oleh seseorang ... seseorang atau sesuatu?O mendadak jadi curiga. Langkahnya terhenti, begitu juga langkah Mithra yang mengekor di belakangnya. Si lelaki misterius berjubah hitam menggantung lemah di punggung Mithra."Kita pergi, Kawan ... atau sebaiknya aku bakar saja rumah mewah ini beserta apapun yang ada di dalamnya?" kata O pada Mithra yang kemudian membalas dengan geraman singkat.O mengangkat tangan kirinya. Hanya tersisa 3 jari di tangan itu, karena keli
O tidak perlu berpikir keras tentang cara agar ia bisa selamat dari penerjunan bebas itu. Di bawah sana, setitik cahaya hijau berkerlip seperti bintang kecil. Cahaya itu berasal dari Mithra, atau lebih tepatnya, dari sihir angin beliung hewan (?) suci itu.Angin kencang menerpa O, meliuk-liuk dan berputar di sekitar tubuhnya. O menari bersama angin itu di udara, berputar dan meluncur dalam lintasan spiral. Seperti seekor burung walet, O menunggangi angin itu dengan anggun. Kedua lengannya merentang serupa sayap, dan saat ketinggiannya hanya beberapa meter saja di atas permukaan tanah, O menggulung tubuhnya.Satu gulungan, dua gulungan. Lalu O menegakkan tubuhnya secara vertikal, persis seperti atlet loncat selam indah. Ia tidak perlu repot memikirkan tempat mendaratnya karena Mithra sudah siap menangkapnya. Dan ...."Hup!" seru O dengan nada penuh kepuasan dan kebanggaan. Ia mendarat di punggung Mithra yang empuk. Jika ia sedang mengikuti sebuah perlombaan atletik, lompatannya barusan
Cockatrice itu mengepakkan sayap, terbang semakin tinggi dan tinggi. Setiap kali si Demon menyemburkan asam atau melemparkan bola api, si Cockatrice berkelit dengan elok. Tubuh besarnya sama sekali tidak mengurangi kegesitan makhluk itu di udara."Hoeek!" O memuntahkan suara (karena ia tidak punya lambung, apalagi isinya). Manuver si Cockatrice di udara membuat pandangan O berputar-putar. Saat itu, ia telah berhasil mencapai punggung si Cockatrice dan duduk di sana. Kemampuan pasif: Keahlian Menunggang membuatnya pantat O bisa menempel dengan baik di bulu-bulu Cockatrice yang sekeras lempeng batu.""Anda baik-baik saja, Tuan O?"" Narator memastikan keadaan O."Menurutmu bagaimana?" balas O, lalu mengeluarkan bunyi-bunyian muntah lagi.Akan tetapi, meskipun mengeluarkan bunyi-bunyi sebagai pertanda tidak baik-baik saja, nyatanya akal O masih sangat encer. Hal itu dibuktikan dengan tiga lingkaran sihir yang menyala-nyala di telapak dan di depan dadanya.O menggunakan tiga sihir berbeda
"Narator, tunjukkan formula sihir medan yang itu ... Sihir Badai!" O setengah berteriak. Dalam suaranya tercampur rasa girang dan waswas. Girang karena ia akan menggunakan sihir baru dan was was karena dirinya tak merasa lebih baik setelah menggunakan Sihir Air Bah sebelum ini.""Anda yakin, Tuan O?""balas Narator, ""Berdasarkan analisis saya, mental Anda masih merasakan imbas penggunaan sihir medan sebelumnya.""Narator benar. Sejujurnya, tengkorak O masih berdenyut-denyut. Sejauh ini tidak begitu terasa karena ia masih terbawa suasana pertempuran."Kau benar," balas O, "Tapi pilihan apa lagi yang aku punya?"O hanya bisa terus berputar-putar di tanah lapang itu. Jika ia masuk ke permukiman, gerakannya akan terhambat dan musuh segera menangkapnya. Jika ia membut perlindungan, katakanlah dengan Sihir Perisai Batu, maka ia akan jadi sasaran empuk sihir Inferna yang luar biasa daya hancurny itu. Lalu, bagaimana dengan Sihir Sanctus, sihir elemen cahaya yang dapat memberinya sayap untuk t
Mithra berlari secepat yang ia bisa melintasi tanah lapang yang membentang sejauh mata memandang. Meskipun sudah menggunakan Sihir Perisai Angin yang dapat menambah kecepatan gerak, Mithra masih kewalahan karena harus membawa penumpang tambahan. Mengingat tubuh Mithra sekarang hanya berupa kerangka dan sepasang sayapnya sudah dicopot ... apalagi, monster hitam raksasa yang mengejar di belakang tak henti-hentinya menyemburkan muntahan bola-bola asam.Monster raksasa yang mengejar O berukuran sangat besar dengan tinggi nyaris 10 meter dan lebar bahu mencapai 3 meter lebih sedikit. Seluruh tubuh monster itu kekar dan berwarna hitam mengilat, seperti atlet binaraga yang mengenakan pakaian silikon di seluruh tubuh.Sepasang kakinya berwujud setengah manusia, setengah kuda; paha besar menjorok ke depan dan betis memanjang ke belakang serupa huruf z dengan kuku-kuku keratin yang terbelah dua. Tubuhnya persis seperti tubuh manusia, kecuali bagian dada yang berjumlah ganda (ya, ada empat puting
Plaga tersenyum puas mengagumi sihirnya yang indah: sebuah menara api yang menjulang ke langit, dengan lidah-lidah api berbentuk tangan yang mencengkram siapapun dan apapun mejadi arang. Udara panas di sekitar melenyapkan kelembaban, membuat tanah rekah dan rumput-rumput di sekitar mengering seperti dihadapkan dengan terik belasan matahari.Sang Demon menikmati tiap detik dari momen apresiasi itu, dan bahkan membuat sebait syair yang mendeskripsikan keindahannya. Ia begitu menyukai sihir, dan itulah alasan bagi Demon sekuat dirinya melayani Master Malus.Malus bukan sekedar tuan bagi Plaga. Bagi sang Demon, Malus adalah seorang Muse, sumber inspirasinya. Apalagi, dari Keempat Tungkai, hanya dirinyalah yang menggunakan sihir sebagai senjata utama. Mars, sang Dullahan, jelas-jelas tidak tahu apapun soal merapal sihir. Fames, sang Harpy, memiliki sihir elemen angin dan kegelapan yang sangat beragam, tapi sayangnya, otak burung Fames tidak mencukupi syarat untuk mengoptimalkan sihir-sihir
"Mua, ha, ha, ha!" tawa O pecah, menggema di udara. Di telinga orang yang tidak mengenal O, tawa itu mungkin terdengar lebih mengerikan dari teriakan seorang Banshee ... Sementara itu, belasan Banshee di kejauhan terendam lumpur tanpa pernah tahu siapa yang menyerang mereka. "" ... "" Narator tidak bisa berkata-kata lagi. O tidak menepati perkataannya untuk berhati-hati saat menggunakn Mana. Namun, di luar itu, Narator sebenarnya mengagumi kemampuan belajar O yang luar biasa. "Grauur!"Mithra menggeram dengan nada imut. Kerangka kucing itu menari-nari di bawah hujan lumpur, meloncat dan berguling sampai tulang putihnya menjadi hitam semua. Seperti O, ia terlihat girang dengan adanya lautan lumpur yang meledak dari perut bumi secara tiba-tiba. "Ugh! Kepalaku sedikit pusing ..."""Anda terlalu banyak menggunakan Mana, Tuan."""Hmm, aku pikir dengan menjadi Lich, kapasitasku meningkat drastis," sanggah O. Ia tidak ingin disalahkan.""Beruntung tidak ada musuh lagi di sini ...""Grrr!
O mengayunkan sabit besarnya dengan anggun. Seperti baling-baling mesin penghalus bumbu, O menebas semua mayat hidup yang merangsek ke arahnya. Tak cukup, O membuat standar tinggi, yaitu sabetan sabitnnya harus mengenai leher atau bagian kepala.SLASH! SLASH!Kepala melayang. Wajah jelek terbagi dua. Leher putus. Tubuh-tubuh mayat hidup itu bergeletakan ke tanah tanpa kepala. Sebagian mencair menjadi Nyx seluruhnya, sebagian lagi tidak menjadi apapun, tapi Nyx tetap merembes dari tubuhnya.Sabit O terus berputar dan berputar. Kepala berterbangan. Nyx berceceran. Kabut hitam mengudara dan berkumpul di kristal inti yang berada dalam rongga dada O. Kemampuan berpikir O memungkinkan semua itu terjadi secara bersamaan.Akhirnya, setelah beberapa menit berputar-putar, jumlah mayat hidup di tanah lapang itu tinggal segelintir saja."Fyuuh! Kenapa banyak sekali mayat hidup di sini?" seru O, "Apa sedang ada arisan?"O berjalan santai di antara potongan-potongan tubuh dan genangan Nyx. Sayangn