Bab11"Apakah saya seperti itu? Bukan mau saya ada di sini," jawabku apa adanya. Jujur saja, aku tidak nyaman di rumah mewah ini."Aku tahu, kamu tentu saja sedang kesenangan tinggal di rumah mewah ini kan!""Terserah Anda saja," jawabku lagi. Percuma berdebat dengannya. Karena sejak awal saja, dia jelas tidak menyukai kehadiranku. Lelaki itu hanya mendengkus. Aku pun berlalu menuju dapur, dengan perasaan yang teramat kesal.Belum juga aku menyentuh wajan, tiba- tiba seorang wanita berkemeja putih, dengan bawahan rok pendek hitam selutut menatap ke arahku."Siapa kamu?" tanyanya. Rambut wanita itu dia gelung dengan rapi, tatapannya nampak tegas ke arahku, sembari memindai penampilan diri ini."Kenapa kamu ada di dapur ini?" tanyanya lagi."Saya Nara, pengasuh Nenek," jawabku sambil menyodorkan tangan."Pengasuh Nenek?" tanyanya dengan tatapan tidak percaya. Ia kembali memindai penampilanku."Kamu yakin?" ujarnya lagi, meragukan jawabanku."Iya, baru hari ini saya datang," jawabku sa
Bab12Pak Angkasa nampak terkejut, sama sepertiku. Sedangkan wanita yang berdiri di sampingnya, menatap sedih ke arah Nenek."Aku pamit," ujar wanita itu pada pak Angkasa.Nenek mendengkus, semakin menampakkan ketidaksukaannya pada wanita cantik itu.Pak Angkasa mengejar langkah wanita itu yang nampak berlari."Nek, kenapa harus berkata seperti tadi? Nara menjadi tidak enak pada pak Angkasa," lirihku.Nenek kembali duduk, sambil menghela napas berat."Aku tidak menyukai wanita tadi," ungkap Nenek."Nara tidak mengerti, mengapa Nenek tidak menyukai wanita cantik itu? Ia nampak sempurna di pandang mata, dan dari penampilannya, dia bukan orang dari kalangan biasa, mereka juga sangat cocok untuk menjadi pasangan kekasih.""Sudahlah, kita tidak perlu membahas apapun mengenai mereka." Nenek Asia langsung beranjak dari duduknya, dan pergi masuk ke dalam rumah, meninggalkanku dalam kebingungan."Calon istri apaan?" gumamku seorang diri."Pak Angkasa pasti akan semakin salah paham sama aku," l
"Nara, ada apa?" tanya Nenek Asia padaku.Aku mengulas senyum tipis."Tidak ada apa- apa, Nek." "Nara, kamu jadi pengasuh ya," tebak Mouren."Benar," jawabku apa adanya."Haha, wanita tidak berpendidikan seperti kamu, pastilah cuma bisa bekerja rendahan seperti ini," cibir Mouren, membuat kedua bola mata Nenek Asia membola."Mouren, sudah cukup! Ayo kita pergi."Sebelum Abimanyu berhasil membuat langkah pergi, Nenek Asia bersuara."Tunggu! Siapa kalian? Berani sekali menghina cucuku," bentak Nenek Asia.Mouren terkejut, mendengar ucapan Nenek, begitu juga dengan Abimanyu."Hei, sejak kapan kak Nara ini punya Nenek? Ibu saja dia tak punya, apalagi Nenek." Mouren berkata sambil tertawa lebar."Sejak dia bertemu dengan saya! Kamu siapa? Jadi merasa berhak berkata seperti itu pada cucuku?""Saya? Saya Mouren, saudara tiri wanita tidak berpendidikan ini," sahut Mouren dengan angkuhnya."Oh, jadi kamu berpendidikan?" tanya Nenek Asia. Nampak Abimanyu menghela napas berkali- kali, terlihat
Bab14"Berjanjilah, bahwa Nenek tidak akan menyinggung Monalisa."Senyum sumringah yang semula terbit di wajah cantik Nenek Asia pun memudar seketika."Aku mencintainya, Nek. Kuharap, Nenek mengerti itu," lanjut pak Angkasa.Malang sekali nasib percintaan lelaki di dekatku ini. Nasib kami seakan sama.Nampak Nenek Asia menarik napas berat."Baiklah, untuk hubungan percintaan kamu, Nenek tidak akan ikut campur. Asalkan, kamu jangan meminta Nenek, untuk bersikap manis kepadanya.""Tidak masalah, aku hanya meminta Nenek, untuk tidak menyinggungnya," jawab pak Angkasa."Kamu, tolong jaga Nenek, aku ingin menemui dokter," lanjut lelaki itu, yang kini mengarahkan perintahnya kepadaku.Aku mengangguk patuh. Nenek pun hanya diam, ketika pak Angkasa pergi.Aku duduk kembali, mendekati brankar Nenek."Nek, boleh Nara bertanya?""Hhhmm, apa?" "Kenapa Nenek tidak menyukai wanita yang bersama dengan pak Angkasa? Nara lihat, dia sangat cantik dan nyaris sempurna ...."Terlihat Nenek Asia menarik n
Bab15Aku pun menurut saja, sesuai permintaan Nenek Asia sebelum pergi. Ia ingin aku dan pak Angkasa, bisa akur."Apa tujuan kamu?" tanya pak Angkasa, ketika mobil telah melaju, meninggalkan parkiran Bandara."Tujuan apa?" tanyaku balik."Tujuan kamu, mendekati Nenek saya? Bahkan, kamu nampak dia istimewakan. Jika tujuan kamu adalah uang, sebutkan nominalnya!!""Astagfirullah. Saya memang bekerja dengan Nenek, demi mendapatkan uang. Tapi saya tidak menerima pemberian uang secara cuma- cuma! Saya tidak serendah itu," jawabku kesal. Enak saja, mentang- mentang punya uang, dia bisa merendahkanku seperti ini."Bukankah itu lebih mudah, kamu dapat uang, tanpa harus melakukan apapun. Yang penting, kamu pergi dari kehidupan kami.""Ingat, Bapak ada perjanjian hitam di atas putih, bersama Nenek Asia," ujarku mengingatkan.Lelaki itu terdiam."Saya bisa saja pergi, sesuai permintaan Bapak, tanpa harus diberi uang. Tapi apakah seperti ini, sikap seorang lelaki di keluarga Tantaka?""Shittt ...
Bab16Aku terkejut luar biasa, ketika guyuran air membasahi wajahku. Aku terbatuk, dan bergegas membuka mata.Kupindai dengan jelas, wajah yang kini menatap tajam ke arahku. "Mama Lida," lirihku. Wanita itu tersenyum menyeringai, mentertawakan keadaanku yang kini tidak berdaya, dengan tangan yang terikat."Apa yang Mama lakukan?" pekikku, menatapnya dengan kesal.Lagi- lagi wanita itu terkekeh.Pandanganku menyapu sekeliling, aku berada di dalam gudang yang lembab dan bau, persis bangunan tua yang tak terawat sama sekali.Dibelakangku ada beberapa orang, yang berdiri tegak, orang- orang yang tadi mencegatku di jalan dan mereka juga yang membawaku kemari, rupanya mereka orang- orang suruhan Mama Lida."Kudengar beberapa hari yang lalu, kamu menyinggung Mouren?" Aku mengernyit. Aku bahkan tidak banyak bersuara, tapi Mama Lida menuduhku yang menyinggung anak perempuannya itu."Kamu rupanya terlalu sombong! Oh iya, usia kamu sudah cukup matang sekarang, sudah saatnya kamu menandatangani
Bab17Di perusahaan, lelaki itu terdiam, sembari memandangi laptop yang ada di hadapannya.Seseorang mengetuk pintu, dan memasuki ruang kerja Angkasa. "Bagaimana? Kamu sudah menemukan keberadaannya?" tanya Angkasa, kepada asistennya yang kini berdiri di hadapannya."Dari rekaman cctv terakhir, Nona Nara di bawa mobil sedan hitam dengan nopol KH.**** ke arah hutan lebat yang ada di pinggiran kota.""Kerahkan anak buahmu! Cari dia sampai ketemu!!" titah Angkasa, kepada asistennya itu."Baik, Pak." Asisten Angkasa yang bernama Willi itu pun undur diri, setelah mendapatkan perintah dari atasannya.Angkasa terdiam, memikirkan semua perbuatannya kepada wanita malang itu. Entah kenapa, dia merasa bersalah sekali, atas kejadian yang tidak dia sengaja tempo hari.Angkasa juga sudah meminta seseorang yang dia percaya, untuk menggali informasi tentang Nara Kamila lebih detail lagi, untuk memastikan asal- usul wanita itu, yang sebelumnya tidak ingin dia ketahui sama sekali.Wanita itu pergi sete
Bab18Wili membawa Nara ke apartemen Angkasa, dan di sana sudah ada dokter yang merupakan teman baik Angkasa menunggu mereka."Bagaimana keadaannya?" tanya Angkasa pada Nency, wanita yang berprofesi sebagai dokter keluarga Angkasa, sekaligus teman baiknya itu."Dehidrasi, dan sepertinya dia cukup syok dengan keadaan. Selebihnya tidak ada yang serius," jelas Nency."Kau yakin?""Kau meragukanku tuan Angkasa?" Nency tersenyum, melihat wajah khawatir lelaki itu."Ah tidak, terimakasih, Nency."Wanita itu pun akhirnya undur diri dari apartemen Angkasa, setelah memberikan resep obat, juga vitamin, yang harus mereka tebus ke Apotek.Wili menceritakan semua yang terjadi di lokasi. Tangan Angkasa mengepal kuat, ketika mendengar semua penjelasan dari Wili.Melihat wajah lebam Nara, Angkasa merasa kasihan. Kehidupan yang wanita malang ini jalani, nampaknya begitu berat."Cari tahu perusahaan itu lebih dalam lagi," perintah Angkasa."Baik, Pak." Usai mendapat perintah, Wili pun undur diri dari h
Bab60Tiba- tiba hati nyonya Rengganis merasa sakit, melihat nasib malang yang menimpa Nara."Kamu lupa tentang asalmu! Kamu juga bukan siapa- siapa, Bu. Harta dan kuasa yang saat ini kita miliki hanyalah titipan. Lihat keadaan kita sekarang, aku sakit- sakitan, kedua anak kita pergi meninggalkan rumah ini. Percuma kita punya rumah mewah, tapi di dalamnya tidak ada cinta. Entah nanti ketika aku mati, apakah kamu mampu hidup sendiri, atau aku mati tanpa ada siapapun disisiku," lirih tuan Tantaka saat itu.Membuat perasaan dihati nyonya Rengganis mulai terketuk."Wanita itu tidak salah apa- apa, tapi dia harus menderita parah dalam hidupnya. Dibuang keluarga, karena Ibu tiri dan adiknya yang gila harta. Aku yakin, dia pun tidak mau hidup begitu, Bu. Tidak sepantasnya kamu menambah luka dihidupnya. Jangan menyumbang derita di hidup orang lain," lanjut tuan Tantaka."Angkasa ...." tuan Tantaka berteriak, mendekati Angkasa yang ternyata sudah menarik rambut Nara seenaknya.Teriakkan tuan T
Bab59"Mona ...."Wanita cantik itu tersenyum dan mendekati Bram."Sudah kuduga ini kamu. Kenapa, kamu kehilangan Nara?""Kenapa kamu bisa tau?""Kamu belum tahu apa- apa, Bram. Angkasa yang membawa Nara pergi, entah pergi kemana aku juga belum tau.""Maksud kamu apa? Dan kenapa Angkasa membawa Nara pergi, jelaskan yang benar, aku nggak lagi baik- baik saja, Mon. Tolong jangan bergurau.""Siapa yang bergurau, faktanya Nara memang pergi bersama Angkasa, suami sah Nara.""Suami sah? Kamu gila, aku sudah tegasin sama kamu ya, Mon. Aku nggak lagi baik- baik saja. Kita memang kenal, tapi kita tidak dekat, jadi jangan seperti ini, aku nggak suka ya."Bramantio nampak marah dan tidak suka, mendengar informasi yang dibawakan Monalisa dengan tujuan tertentu."Angkasa itu memang suaminya, dan lelaki kecil yang saat itu bersama Angkasa, itu adalah anak mereka. Kamu tidak tahu apa- apa, kamu ditipu wanita itu, entah dengan tujuan apa, mungkin saja karena uang. Yang jelas, semua yang aku katakan f
Bab58Jam 9 malam, nyonya Rengganis pulang ke rumahnya, bersama dengan Monalisa.Seharian ini, setelah pergi dari kantor Angkasa, kedua wanita ini memilih untuk pergi shopping dan bersantai di restoran mewah.Plakkk ....1 tamparan keras mendarat di wajah nyonya Rengganis, ketika wanita itu pulang bersama dengan Monalisa."Ibu, ada apa ini? Kenapa Ibu pukul saya?" tanya nyonya Rengganis pada nenek Asia.Pak Tantaka hanya diam disofa single, sambil menatap ponselnya yang terus- menerus melakukan panggilan pada nomor Angkasa."Apa yang sudah kamu dan wanita licik ini lakukan pada cucuku? Sampai- sampai dia memilih pergi dari kota ini?" bentak nenek Asia, membuat nyonya Rengganis terkejut."Maksud Ibu siapa? Angkasa? Bukankah tadi dia ada di kantor."Nyonya Rengganis benar- benar merasa kesal atas semua perbuatan nenek Asia padanya, yang dengan teganya menampar wajahnya begitu saja.Panas, panas pukulan tangan nenek Asia, masih begitu terasa dipipi kirinya."Dasar menantu bodoh! Mau saja
Bab57"Angkasa, buka! Kamu mau Ibu mati di depan ruangan kamu?" tanya suara di depan yang mulai pelan.Angkasa menarik rambutnya dengan kesal, kemudian lelaki yang kini tubuhnya nampak kurus itu pun terlihat bimbang untuk membukakan pintu.Karena dia yakin, jika Ibunya bertemu dengan Nara, maka akan semakin ribet keadaannya.Nara melirik sejenak ke arah Angkasa, memindai wajah yang masih tampan itu. Sayangnya, tubuhnya nampak semakin kurus, tidak terawat lagi.Bahkan hal baru yang Nara mulai ketahui, kini Angkasa mulai mengisap rokok. Terlihat dari asbaknya yang ada di atas meja, dan roko serta korek api yang juga ada di sana.Padahal yang Nara tahu, dulu lelaki di depannya ini, tidak menyukai rokok sama sekali. Setelah sekian tahun terpisah, banyak perubahan Angkasa, yang mengarah ke negatif di mata Nara."Angkasa," lirih suara di depan, yang disusul suara panik lainnya."Angkasa, ibu sesak napas," pekik suara dari luar, yang mereka kenali suara Monalisa."Shiiit." Angkasa sangat kes
Bab56"Angkasa ...." Akhirnya Monalisa berteriak. Sayangnya, Angkasa tidak menghiraukannya sama sekali. Ketika memasuki ruangan, Angkasa melepaskan pergelangan tangan Nara. Nara terdiam sejenak, sembari menarik napas dalam- dalam, mencoba menghilangkan perasaan takut dan gugupnya.Telapak tangan Nara basah, ada perasaan was- was menggerogoti hatinya."Ada apa kemari? Pasti sangat begitu penting, sampai kamu datang kesini, setelah berhari- hari menghilang," ujar Angkasa membuka obrolan.Nara duduk disofa, mencoba menjawab dengan tenang, demi Baskara, anak yang telah mengobati rindu dihatinya, setelah sekian tahun menanggung perasaan sakit hati, karena merindukan anak semata wayang."Demi Baskara," lirih Nara."Aku memberanikan diri datang kemari. Demi dia, demi anakku," lanjut Nara, membuat Angkasa yang tadinya berdiri membelakangi Nara, sambil menatap ke arah dinding kaca, kini berbalik badan, melemparkan pandangan pada Nara yang duduk dengan tatapan datar.Sangat jauh dengan Nara ya
Bab55Nara berdiri, dan perlahan mundur."Ngapain kamu? Jangan mendekat," bentak Nara, dengan tatapan penuh ketidaksukaan."Nara, aku rindu, rindu sama kamu," lirih lelaki itu, yang tidak lagi lanjut melangkah."Rindu apa? Bulshit. Kamu jahat, kamu perusak kebahagiaanku," ucap Nara dengan suara bergetar."Karena kamu aku menderita, aku terbuang dari keluarga dan aku harus melewati berbagai macam kedukaan," lanjut Nara.Tatapan penuh kekecewaan bercampur luka, terpancar jelas diwajah cantik Nara.Nara yang dulu sederhana, kini menjadi Nara yang cantik, modis dan putih bersih terawat.Membuat kekaguman dimata lelaki yang kini berhadapan dengannya."Aku cinta sama kamu, Nara. Aku nggak bahagia, menyaksikan kamu berumah tangga dengan Angkasa. Kembalilah denganku, Nara. Aku janji, aku akan bahagiakan kamu," ucap lelaki itu."Jangan bicara tentang cinta, pengkhianat, penipu. Demi Allah, Abimanyu, aku benci kamu, aku jijik dan seumur hidup aku akan membenci kamu," tegas Nara."Seharusnya ki
Bab54Merasa mendapat tuduhan yang tidak mengenakkan, nenek Asia pun membantahnya."Nenek tidak mungkin melakukan hal itu, Angkasa," jawab nenek Asia dengan suara bergetar."Tapi fakta yang berkata seperti itu. Diam- diam, nenek berhubungan dengan Nara. Padahal Nenek tahu, aku nyaris gila karena dia tinggalkan. Dan Baskara ikut menanggung lukanya. Padahal, dia tidak tahu apa~apa, yang dia tahu Nara pergi dari kehidupannya." Angkasa berkata dengan suara serak, membuat tangis Baskara menjadi pecah."Nenek, Baskara mohon," lirih anak lelaki itu. Membuat dilema nenek Asia."Baiklah, Nenek minta maaf pada kalian, jika Nenek memilih diam dan menyembunyikan keberadaan Nara. Semua Nenek lakukan, atas permintaan Nara, yang tidak ingin terhubung lagi dengan kamu, Angkasa.""Dan Nenek mau menurutinya, membiarkan cucu Nenek sendiri menderita? Dan cicit Nenek menjadi anak broken home, anak malang yang terlahir dari keluarga yang berantakkan?"Nenek Asia meneteskan air mata, merasa tertekan dengan
Bab53Dengan semangat yang tersisa hanya setengah, Nara pun membukakan pintu ruang kerjanya."Ada apa, Wi?" tanya Nara, kepada pegawainya yang bernama Dwi."Ada seseorang yang ingin bertemu dengan anda, Bu. Apakah Ibu mau menemuinya? Katanya ada hal penting yang harus dibicarakan. Jika Ibu menolak, dia akan meminta orang merusak restoran kita."Nara mengeryit."Siapa? Kamu sudah tanyakan namanya?""Pak Angkasa Tantaka, Bu."Mendadak tubuh Nara menjadi gemetar hebat, mendengar nama lelaki itu. Lelaki yang dia rindukan, dia benci dan sekaligus lelaki yang selalu dia hindari selama bertahun- tahun, hingga segumpal kekuatan menariknya kembali dengan berani.Sebelum Nara menjawab, tiba- tiba suara lembut terdengar."Mamah ...." suara kecil anak lelaki itu membuat Nara dan Dwi menoleh ke empu suara.Seorang anak lelaki tampan itu tersenyum, dengan mata yang berkaca- kaca, menatap ke arah Nara.Bola mata kecoklatan itu memancarkan percikkan kerinduan yang mendalam."Mamah, Baskara sudah besa
Bab52Nara terdiam membeku, ketika melihat Bramantio dengan semangatnya berjalan menuju Angkasa.Meskipun dia tahu mengenai status keluarga antara Bram dan Angkasa, tetapi dia tidak mengharapkan adanya pertemuan semacam ini."Lama tidak berjumpa, bagaimana kabar kamu?" tanya Bramantio apa adanya. Angkasa tersenyum sinis, seakan mengejek pertanyaan Bram."Kabarku baik, kamu datang ke Indonesia tanpa memberi kabar kepadaku, kupikir kamu sudah lupa, bahwa kamu mempunyai sepupu.""Kata Nenek kamu selalu sibuk dan nyaris tidak pernah ada di rumahmu. Padahal dari awal aku datang ke Indonesia, aku ingin sekali bertemu kamu, terutama jagoan kecil, Baskara."Angkasa mengernyit, dengan tatapan pertanyaan."Aku tahu dari Nenek, katanya kamu sudah menikah dan memiliki seorang anak laki- laki yang tampan. Kapan- kapan, aku ingin bertamu ke rumah kamu, makan malam gitu." Angkasa terkekeh."Tak usah, aku tidak ingin membuat kamu bahagia."Bramantio mengernyit, mendengar jawaban sarkas Angkasa."Aku