Bab21Dengan perasaan kesal bercampur kebencian, Nara menuruti semua perintah Angkasa.Nara bertekad dalam hati, bahwa dia juga kelak akan sukses dan memiliki kekuasaan. Nara berharap, suatu saat bisa membeli kesombongan Angkasa, dan membalas dendam kepada Ibu tiri dan Ayah kandungnya sendiri.Karena bagi Nara saat ini, kelemahanannya hanya karena dia orang miskin, bukan karena dia lulusan SMA.Nara menuju dapur, membuatkan Angkasa sarapan nasi goreng spesial. Aroma masakan Nara, tercium ke hidung Angkasa, membuat perut lelaki itu semakin histeris berteriak.Nara menghampiri meja makan, dan meletakkan hidangan di atasnya, sembari menatanya dengan rapi. Sedangkan Angkasa, lelaki itu masih memainkan ponselnya, tanpa memperdulikan Nara yang menata di atas meja."Sudah siap, silahkan ...." Usai berkata, Nara berniat pergi meninggalkan ruangan makan."Mau kemana?" tanya Angkasa, tanpa melihat ke arah Nara.Nara yang semula mau melangkah, kemudian menatap Angkasa."Mau kembali ke kamar.""D
Bab22"Nara, kau akhirnya datang." Mama Lida tersenyum melihatku, ketika aku berada di muara pintu rumah kontrakkan Siska."Apa yang kalian lakukan? Lepaskan Siska!!" teriakku kesal.Mama Lida terkekeh, dan berjalan angkuh ke arahku. Tiba- tiba, tangan kanannya melayang kepipiku dengan keras.Sangat keras, hingga telingaku berdengung, menyisakan sakit dan panas dipipi.Aku tidak siap sama sekali, wanita itu tiba- tiba saja menamparku."Memangnya kamu siapa? Berani sekali memberi perintah pada anak buahku sembari berteriak." Tatapan matanya begitu tajam.Aku memegangi pipiku yang panas dan sakit, kemudian kuluruskan pandangan ke arah wanita itu."Kenapa menatapku begitu? Gara- gara wanita sialan seperti kamu, aku menghabiskan banyak uang, hanya untuk mendapatkan tanda tangan saja," ujarnya. Tangannya langsung menarik rambutku dengan keras."Awwkkkhhh ...." aku memegangi tangannya, yang terus menarik keras rambutku.Tenagaku belum pulih sepenuhnya. Rasa sakit bekas siksaan tempo hari sa
Sore itu, Angkasa pulang ke apartemennya. Lelaki itu sedikit bingung, karena apartemennya gelap sekali, seakan tidak ada tanda- tanda orang di dalamnya.Angkasa masuk, kemudian meletakkan sepatu kerjanya di tempat sepatu, dan menggantinya dengan sendal."Nara ...." Angkasa menghidupkan lampu, sambil memanggil wanita itu. Namun tidak ada sahutan sama sekali.Angkasa berjalan menuju kamar Nara, dan langsung membukanya begitu saja. Kamar itu kosong, membuat Angkasa benar- benar kesal."Berani sekali dia pergi ...." Angkasa berjalan langsung ke arah ruang kerjanya, dan memeriksa Nara melalui cctv. Nara meninggalkan apartemen Angkasa pada siang hari, dan hingga kini belum kembali. Angkasa pun menghubungi Wili, dan meminta lelaki itu melacak keberadaan Nara."Kenapa aku harus begitu perduli padanya? Dia yang menginginkan pergi dari apartemen ini, lebih baik tidak perlu kucari lagi." Angkasa membatin.************Berita kematian Siska ada ditivi. Sayangnya, berita kematian Nara tidak ada,
Bab24Angkasa terkejut, ketika Nara menggerakkan 1 jari tangannya. Lelaki itu tersenyum dan memanggil dokter.Tidak lama kemudian, Nara membuka matanya, dokter pun mulai memeriksa kondisi wanita itu."Sukurlah, Anda sudah sadar," celetuk dokter."Semua baik- baik saja, anda hanya perlu beristirahat beberapa hari lagi, untuk memulihkan tenaga." Nara terdiam sejenak."Dok, apa yang terjadi?" tanya Nara."Anda koma selama 3 bulan, dan ini sebuah keajaiban, anda sekarang sudah sadar, dan banyak- banyak beristirahatlah dulu, semoga cepat pulih," seru dokter sambil tersenyum."Aku koma 3 bulan?" Nara bingung, dia mencoba mengingat- ngingat semua kejadian yang menimpanya."Baiklah, saya permisi dulu, tolong jaga kesehatan, karena anda sedang mengandung.""Hah, mengandung?" Nara begitu terkejut, ketika mendengar ucapan dokter itu."Ya, anda mengandung." Dokter tersenyum dan kemudian mereka pun keluar.Nara terdiam, masih dalam kebingungannya.Angkasa pun masuk ke dalam ruangan, membuat Nara
"Baiklah, hanya sampai dia melahirkan. Setelah itu, kamu tidak boleh berhubungan dengannya lagi.""Bu, Ibu tahu sendirikan, kalau aku hanya mencintai Monalisa. Jadi Ibu tidak usah begitu khawatir. Aku hanya minta bantuan Ibu, tolong jagakan Nara, dan jangan sampai terjadi sesuatu pada calon anakku," pinta Angkasa."Ya." Nyonya Rengganis menjawab dengan terpaksa.Hatinya begitu kesal, karena tahu bahwa cucunya ada di kandungan wanita yang tidak jelas asal- usulnya.Nara terpaku, ketika berada di dalam kamar mewah Angkasa. Kamar yang bernuansa abu- abu, dengan interior sederhana dan tidak begitu banyak barang di dalamnya.Meskipun Angkasa seorang laki- laki, tapi kamar itu begitu rapi dan wangi, sangat mampu membuat nyaman untuk Nara tempati.Nara merebahkan diri di dalam kamar itu, dan sambil mengelus perutnya yang sedikit terlihat membuncit, sebab bentuk tubuhnya yang memang agak kurus."Entah aku harus bagaimana, kamu jelas bukan sesuatu yang aku harapkan ada. Tapi kenapa takdir begi
Rasanya seakan berada di bawah guyuran hujan. Tubuhku basah, dan aku cukup terkejut. Entah bagaimana, tiba- tiba tadi menjadi gelap. Aku membuka mata, setelah merasakan tubuhku basah bersimbah air.Kutatap sekeliling, ada Ami yang tersenyum sinis ke arahku. Dan nyonya Rengganis, yang menatap tajam."Bangun! Dasar ceroboh, begini saja sampe pingsan," bentak nyonya Rengganis padaku.Sejak awal memasuki rumah ini, aku tahu dia tidak menyukaiku. Tapi tidak kusangka, dia begitu kejam memperlakukan aku di rumah ini.Aku sadar, menjadi wanita miskin, tidak berpendidikan, akan selalu menjadi petaka dalam hidupku.Aku juga tidak berdaya saat ini, kondisiku sedang hamil seperti ini. Melawan? Bukan sifatku melawan orang tua, apalagi dia Nenek dari calon bayiku."Apa yang terjadi?" Suara bariton itu terdengar dingin. Semua menoleh, begitu juga denganku kini yang sudah duduk, masih di genangan air, juga pecahan kaca piring.Angkasa, lelaki itu menatap tajam ke arah kami semua. "Angkasa, kok kamu
Bab27Dalam hidup ini, entah kenapa aku merasa kerdil dan berkecil hati. Keadaanku semakin tidak berdaya, sedangkan orang yang menginginkan kematianku semakin hidup jaya.Pintu apartemen terbuka. Aku yang sedang duduk di ruang tamu pun terkejut."Nona ...." Bi Aya menyapaku. Aku mengulas senyum, rasanya sudah cukup lama tidak melihat wanita ini."Hallo, Bi.""Non, bagaimana keadaannya? Apakah masih ada yang sakit?" tanya bi Aya."Alhamdulilah, semua baik- baik saja, Bi. Terimakasih sudah perhatian," jawabku ramah.Bi Aya tersenyum dan duduk di dekatku."Saya di minta untuk menemani Nona. Apakah Nona Nara membutuhkan sesuatu?"Aku menggeleng lemah."Tidak ada, Bi. Terimakasih.""Jangan sungkan, ini bagian dari tugas saya, Nona." Bi Aya tersenyum kepadaku. Setidaknya, aku merasakan ketenangan di sini.Aku berpamitan untuk beristirahat ke kamar, karena memang kondisiku masih tidak sepenuhnya baik. Di dalam kamar, ponselku terus berbunyi, aku mengernyit, ketika melihat begitu banyak pesan
"Aku tahu kamu membenciku, tapi tolong jangan membantah. Bekerjasamalah, untuk bayi itu," tunjuknya ke arah perutku."Aku tidak senang dengan sikapmu itu, yang seakan- akan, kita ini adalah pasangan. Aku dan anak ini hanyalah korbanmu.""Ya, aku tahu. Itu bagian dari bentuk tanggung jawabku sama kamu, Nara. Aku akan mengurus kamu dengan baik, sampai anak itu lahir.""Kenapa tidak kita gugurkan saja? Setelah itu, kita bersikap saling tidak kenal saja.""Jangan coba- coba berani, kamu menyakiti anak itu."Aku mendengkus."Aku tidak akan pergi ke dokter," ujarku membuang pandangan."Apakah kamu mau, aku menghentikan penjagaan untuk Zaskia? Karena Ibu tirimu, masih bersikeras mengganggu Zaskia. Karena apa? Ia masih penasaran, karena mayatmu hingga detik ini belum di temukan."Aku tersentak, dengan tubuh yang kembali bergetar, mendengar ucapan Angkasa."Mereka masih mengincar Zaskia?" tanyaku."Ya, aku mengirim beberapa orang, untuk menjaga kediaman Zaskia dan keamanan kemana pun Zaskia pe
Bab60Tiba- tiba hati nyonya Rengganis merasa sakit, melihat nasib malang yang menimpa Nara."Kamu lupa tentang asalmu! Kamu juga bukan siapa- siapa, Bu. Harta dan kuasa yang saat ini kita miliki hanyalah titipan. Lihat keadaan kita sekarang, aku sakit- sakitan, kedua anak kita pergi meninggalkan rumah ini. Percuma kita punya rumah mewah, tapi di dalamnya tidak ada cinta. Entah nanti ketika aku mati, apakah kamu mampu hidup sendiri, atau aku mati tanpa ada siapapun disisiku," lirih tuan Tantaka saat itu.Membuat perasaan dihati nyonya Rengganis mulai terketuk."Wanita itu tidak salah apa- apa, tapi dia harus menderita parah dalam hidupnya. Dibuang keluarga, karena Ibu tiri dan adiknya yang gila harta. Aku yakin, dia pun tidak mau hidup begitu, Bu. Tidak sepantasnya kamu menambah luka dihidupnya. Jangan menyumbang derita di hidup orang lain," lanjut tuan Tantaka."Angkasa ...." tuan Tantaka berteriak, mendekati Angkasa yang ternyata sudah menarik rambut Nara seenaknya.Teriakkan tuan T
Bab59"Mona ...."Wanita cantik itu tersenyum dan mendekati Bram."Sudah kuduga ini kamu. Kenapa, kamu kehilangan Nara?""Kenapa kamu bisa tau?""Kamu belum tahu apa- apa, Bram. Angkasa yang membawa Nara pergi, entah pergi kemana aku juga belum tau.""Maksud kamu apa? Dan kenapa Angkasa membawa Nara pergi, jelaskan yang benar, aku nggak lagi baik- baik saja, Mon. Tolong jangan bergurau.""Siapa yang bergurau, faktanya Nara memang pergi bersama Angkasa, suami sah Nara.""Suami sah? Kamu gila, aku sudah tegasin sama kamu ya, Mon. Aku nggak lagi baik- baik saja. Kita memang kenal, tapi kita tidak dekat, jadi jangan seperti ini, aku nggak suka ya."Bramantio nampak marah dan tidak suka, mendengar informasi yang dibawakan Monalisa dengan tujuan tertentu."Angkasa itu memang suaminya, dan lelaki kecil yang saat itu bersama Angkasa, itu adalah anak mereka. Kamu tidak tahu apa- apa, kamu ditipu wanita itu, entah dengan tujuan apa, mungkin saja karena uang. Yang jelas, semua yang aku katakan f
Bab58Jam 9 malam, nyonya Rengganis pulang ke rumahnya, bersama dengan Monalisa.Seharian ini, setelah pergi dari kantor Angkasa, kedua wanita ini memilih untuk pergi shopping dan bersantai di restoran mewah.Plakkk ....1 tamparan keras mendarat di wajah nyonya Rengganis, ketika wanita itu pulang bersama dengan Monalisa."Ibu, ada apa ini? Kenapa Ibu pukul saya?" tanya nyonya Rengganis pada nenek Asia.Pak Tantaka hanya diam disofa single, sambil menatap ponselnya yang terus- menerus melakukan panggilan pada nomor Angkasa."Apa yang sudah kamu dan wanita licik ini lakukan pada cucuku? Sampai- sampai dia memilih pergi dari kota ini?" bentak nenek Asia, membuat nyonya Rengganis terkejut."Maksud Ibu siapa? Angkasa? Bukankah tadi dia ada di kantor."Nyonya Rengganis benar- benar merasa kesal atas semua perbuatan nenek Asia padanya, yang dengan teganya menampar wajahnya begitu saja.Panas, panas pukulan tangan nenek Asia, masih begitu terasa dipipi kirinya."Dasar menantu bodoh! Mau saja
Bab57"Angkasa, buka! Kamu mau Ibu mati di depan ruangan kamu?" tanya suara di depan yang mulai pelan.Angkasa menarik rambutnya dengan kesal, kemudian lelaki yang kini tubuhnya nampak kurus itu pun terlihat bimbang untuk membukakan pintu.Karena dia yakin, jika Ibunya bertemu dengan Nara, maka akan semakin ribet keadaannya.Nara melirik sejenak ke arah Angkasa, memindai wajah yang masih tampan itu. Sayangnya, tubuhnya nampak semakin kurus, tidak terawat lagi.Bahkan hal baru yang Nara mulai ketahui, kini Angkasa mulai mengisap rokok. Terlihat dari asbaknya yang ada di atas meja, dan roko serta korek api yang juga ada di sana.Padahal yang Nara tahu, dulu lelaki di depannya ini, tidak menyukai rokok sama sekali. Setelah sekian tahun terpisah, banyak perubahan Angkasa, yang mengarah ke negatif di mata Nara."Angkasa," lirih suara di depan, yang disusul suara panik lainnya."Angkasa, ibu sesak napas," pekik suara dari luar, yang mereka kenali suara Monalisa."Shiiit." Angkasa sangat kes
Bab56"Angkasa ...." Akhirnya Monalisa berteriak. Sayangnya, Angkasa tidak menghiraukannya sama sekali. Ketika memasuki ruangan, Angkasa melepaskan pergelangan tangan Nara. Nara terdiam sejenak, sembari menarik napas dalam- dalam, mencoba menghilangkan perasaan takut dan gugupnya.Telapak tangan Nara basah, ada perasaan was- was menggerogoti hatinya."Ada apa kemari? Pasti sangat begitu penting, sampai kamu datang kesini, setelah berhari- hari menghilang," ujar Angkasa membuka obrolan.Nara duduk disofa, mencoba menjawab dengan tenang, demi Baskara, anak yang telah mengobati rindu dihatinya, setelah sekian tahun menanggung perasaan sakit hati, karena merindukan anak semata wayang."Demi Baskara," lirih Nara."Aku memberanikan diri datang kemari. Demi dia, demi anakku," lanjut Nara, membuat Angkasa yang tadinya berdiri membelakangi Nara, sambil menatap ke arah dinding kaca, kini berbalik badan, melemparkan pandangan pada Nara yang duduk dengan tatapan datar.Sangat jauh dengan Nara ya
Bab55Nara berdiri, dan perlahan mundur."Ngapain kamu? Jangan mendekat," bentak Nara, dengan tatapan penuh ketidaksukaan."Nara, aku rindu, rindu sama kamu," lirih lelaki itu, yang tidak lagi lanjut melangkah."Rindu apa? Bulshit. Kamu jahat, kamu perusak kebahagiaanku," ucap Nara dengan suara bergetar."Karena kamu aku menderita, aku terbuang dari keluarga dan aku harus melewati berbagai macam kedukaan," lanjut Nara.Tatapan penuh kekecewaan bercampur luka, terpancar jelas diwajah cantik Nara.Nara yang dulu sederhana, kini menjadi Nara yang cantik, modis dan putih bersih terawat.Membuat kekaguman dimata lelaki yang kini berhadapan dengannya."Aku cinta sama kamu, Nara. Aku nggak bahagia, menyaksikan kamu berumah tangga dengan Angkasa. Kembalilah denganku, Nara. Aku janji, aku akan bahagiakan kamu," ucap lelaki itu."Jangan bicara tentang cinta, pengkhianat, penipu. Demi Allah, Abimanyu, aku benci kamu, aku jijik dan seumur hidup aku akan membenci kamu," tegas Nara."Seharusnya ki
Bab54Merasa mendapat tuduhan yang tidak mengenakkan, nenek Asia pun membantahnya."Nenek tidak mungkin melakukan hal itu, Angkasa," jawab nenek Asia dengan suara bergetar."Tapi fakta yang berkata seperti itu. Diam- diam, nenek berhubungan dengan Nara. Padahal Nenek tahu, aku nyaris gila karena dia tinggalkan. Dan Baskara ikut menanggung lukanya. Padahal, dia tidak tahu apa~apa, yang dia tahu Nara pergi dari kehidupannya." Angkasa berkata dengan suara serak, membuat tangis Baskara menjadi pecah."Nenek, Baskara mohon," lirih anak lelaki itu. Membuat dilema nenek Asia."Baiklah, Nenek minta maaf pada kalian, jika Nenek memilih diam dan menyembunyikan keberadaan Nara. Semua Nenek lakukan, atas permintaan Nara, yang tidak ingin terhubung lagi dengan kamu, Angkasa.""Dan Nenek mau menurutinya, membiarkan cucu Nenek sendiri menderita? Dan cicit Nenek menjadi anak broken home, anak malang yang terlahir dari keluarga yang berantakkan?"Nenek Asia meneteskan air mata, merasa tertekan dengan
Bab53Dengan semangat yang tersisa hanya setengah, Nara pun membukakan pintu ruang kerjanya."Ada apa, Wi?" tanya Nara, kepada pegawainya yang bernama Dwi."Ada seseorang yang ingin bertemu dengan anda, Bu. Apakah Ibu mau menemuinya? Katanya ada hal penting yang harus dibicarakan. Jika Ibu menolak, dia akan meminta orang merusak restoran kita."Nara mengeryit."Siapa? Kamu sudah tanyakan namanya?""Pak Angkasa Tantaka, Bu."Mendadak tubuh Nara menjadi gemetar hebat, mendengar nama lelaki itu. Lelaki yang dia rindukan, dia benci dan sekaligus lelaki yang selalu dia hindari selama bertahun- tahun, hingga segumpal kekuatan menariknya kembali dengan berani.Sebelum Nara menjawab, tiba- tiba suara lembut terdengar."Mamah ...." suara kecil anak lelaki itu membuat Nara dan Dwi menoleh ke empu suara.Seorang anak lelaki tampan itu tersenyum, dengan mata yang berkaca- kaca, menatap ke arah Nara.Bola mata kecoklatan itu memancarkan percikkan kerinduan yang mendalam."Mamah, Baskara sudah besa
Bab52Nara terdiam membeku, ketika melihat Bramantio dengan semangatnya berjalan menuju Angkasa.Meskipun dia tahu mengenai status keluarga antara Bram dan Angkasa, tetapi dia tidak mengharapkan adanya pertemuan semacam ini."Lama tidak berjumpa, bagaimana kabar kamu?" tanya Bramantio apa adanya. Angkasa tersenyum sinis, seakan mengejek pertanyaan Bram."Kabarku baik, kamu datang ke Indonesia tanpa memberi kabar kepadaku, kupikir kamu sudah lupa, bahwa kamu mempunyai sepupu.""Kata Nenek kamu selalu sibuk dan nyaris tidak pernah ada di rumahmu. Padahal dari awal aku datang ke Indonesia, aku ingin sekali bertemu kamu, terutama jagoan kecil, Baskara."Angkasa mengernyit, dengan tatapan pertanyaan."Aku tahu dari Nenek, katanya kamu sudah menikah dan memiliki seorang anak laki- laki yang tampan. Kapan- kapan, aku ingin bertamu ke rumah kamu, makan malam gitu." Angkasa terkekeh."Tak usah, aku tidak ingin membuat kamu bahagia."Bramantio mengernyit, mendengar jawaban sarkas Angkasa."Aku