Home / Fiksi Remaja / Not Allone / 2 || Awal mula kedekatan

Share

2 || Awal mula kedekatan

Author: Kim-Yn
last update Last Updated: 2021-09-08 13:22:01

Pelajaran selanjutnya segera di mulai, para siswa kembali sibuk mengotak-atik buku pelajaran masing-masing, dan sistem belajar mengajar kembali berlangsung. Setelah melewati hari yang melelahkan, akhirnya saat-saat yang selalu di nantikan para siswa pun tiba.

Saatnya pulang, karena bel pertanda pulang telah di bunyikan. Seluruh siswa bergegas mengatur barang-barang mereka dan keluar menuju rumah masing-masing.

Seperti biasa, Laura di jemput oleh kakaknya, Laurel. Tapi mungkin itu hal baru bagi Rafael. Ia berpikir bahwa itu pacarnya Laura, hal tersebut membuat hatinya sedikit sakit. Entah karena apa, tapi tampaknya yang di katakan Kinan memang benar, ia mempunyai perasaan pada Laura sejak pertama kali bertemu.

"Ra, pulang bareng gue mau nggak?"

"Ekhemm, cie cie." Ejek Kinan sambil menyikut perut Laura. Kinan tertawa melihat ekspresi datar yang Laura tunjukkan.

"Gue selalu di jemput."

"Siapa?" Tanya Rafael penasaran.

"Bukan urusan lo."

"Ya udah, Ra. Gue duluan ya, Akbar udah nungguin gue di depan tuh."

"Iya, hati-hati Kin." Setelah membereskan barang-barangnya, ia juga membereskan lokernya, menatanya dengan rapi.

"Ra, kalo gitu gue antar sampai depan gerbang mau nggak?"

"Serah lo ya. Lakuin apa yang lo suka," jawabnya sambil berjalan santai menuju gerbang.

Sabar Raf, lo hanya terus sabar hadapin cewek super cuek kek gini, batinnya dalam hati. Ia menemani Laura berjalan santai sampai ke depan gerbang. Selama itu, ia terus membuat Laura merasa nyaman di sampingnya dengan berbincang-bincang ringan. Ya, walaupun di jawab dengan seadanya oleh Laura, tidak panjang dan juga tidak begitu singkat.

Kenapa nih cowok, kayaknya kepengen banget dekat ma gue. Baiklah, nggak apa-apa, kita lihat sampai mana ia bertahan dengan sikap ini, monolog Laura dalam hatinya. Sampainya di gerbang sekolah, nampak seseorang dengan mobil sedang melambaikan tangannya ke arah Laura.

Ya, itu Laurel. Ia memang selalu menjemput adik kesayangannya di depan gerbang, menjaganya bagai princess. Begitulah Laurel. Bahkan ia sampai meminta izin kepada dosennya jika ada mata kuliah di jam pulang Laura. Karena Laurel mahasiswa yang pandai dan baik, dosen selalu mengizinkan apapun yang hendak dilakukannya, selagi itu dalam hal positif.

Laura membalas lambaian tangan dari kakaknya. "Thank's Raf."

"Yes, with pleasure." kata-kata singkat Laura mampu mengukir senyum di wajahnya. Namun, Rafael tampak penasaran dengan sosok yang menjemput Laura. Lebih lagi, ia melihat Laura menghambur ke dalam pelukan cowok itu. Setelah melihat Laura masuk dan pergi bersama cowok itu, Rafael pun segera beranjak dari tempatnya menuju tempat mobilnya terparkir rapi.

"Siapa cowok tadi?" Tanya Laurel pada adiknya.

"Teman, dia siswa baru di kelas."

"Yakin? Bukan pacar?" Laurel kembali bertanya seakan menggoda adiknya itu. Namun yang ia dapat hanya tatapan tajam dari Laura. Melihat tatapan tajam itu, Laurel hanya tertawa terbahak-bahak yang membuat Laura makin kesal.

"Kakakku yang menyebalkan, sebaiknya lo fokus menyetir sebelum kita nabrak pohon nanti."

"Siap bu negara," sahutnya sambil mengangkat tangannya seakan memberi hormat. Begitulah keseharian Laura, selalu di jemput oleh kakak kesayangannya yang membuatnya sangat bersyukur. Setidaknya, selalu ada yang selalu mendukungnya. Mobil Laurel berhenti di pekarangan rumah mereka.

"Lo nggak turun kak?"

"Gue masih ada mata kuliah siang ini. Sana turun, jangan lupa makan siangnya," ucap Laurel sambil memandangi layar ponselnya, menampilkan jadwal kuliahnya yang akan di mulai 20 menit lagi.

"Kalau lo ada jadwal kuliah, nggak perlu jemput gue. Kan bisa pesan taksi online."

"Nggak apa-apa, gue suka jemput lo. Pokoknya lo nggak boleh pulang pakai taksi, harus gue yang jemput."

"Selalu aja gitu, gue kan udah gede," ucapnya sambil pura-pura bersikap seperti anak kecil yang merajuk.

Melihat itu, Laurel gemes dengan tingkah adiknya, ia mengacak poni Laura sambil berkata, "bagi gue, lo tetap anak kecil yang harus selalu gue jaga."

Laura tersenyum lebar mendengar kata-kata kakaknya itu. Sedari kecil, Laurel yang selalu ada untuknya dalam situasi apapun.

"Lo mau turun atau ikut gue kuliah Ra? Senyum mulu dari tadi." Celetuk Laurel yang membuat adiknya melupakan senyum yang telah ia ukir barusan.

"Ya udah, gue masuk nih. Hati-hati di jalan kak, jangan ngebut-ngebut." Pesan Laura pada Laurel yang di jawab dengan anggukan.

Laura bergegas masuk ke dalam rumahnya, ia mengintip dari jendela dan yang ia dapati kedua orang tuanya sedang duduk di ruang tamu, berbincang-bincang sambil tertawa. Tidak mau merusak suasana, ia masuk melalui pintu belakang.

"Eh, non bikin Bibi kaget aja."

"Ehee, maafin Laura ya Bik. Bibik sampai kaget."

"Enggak apa-apa kok non, sini masuk." Tanpa menunggu lama, Laura segera masuk dan langsung menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

"Eh, non mau kemana? Makan siang dulu," kata Bibi yang bernama Mia itu. Bik Mia adalah pembantu di rumah Laura, bahkan sudah di anggap bagian dari keluarga Alibasyah. Sudah lama Bik Mia bekerja sebagai pembantu di rumah itu, karena Bik Mia juga hidup sebatang kara.

"Ayah ma bunda udah makan belum?"

"Udah non."

"Aku akan makan sebentar lagi, aku mau mandi dulu Bik," ucapnya dan berlalu pergi.

Bik Mia kembali ke dapur untuk mempersiapkan makan siang Laura. Andai nak, kamu bisa makan bareng orang tua kamu. Pasti rasanya sangat bahagia, tapi sayang semuanya tidak pernah terjadi. Bibik harap, kamu bisa bertahan sedikit lebih lama, batin Bik Mia. Tanpa sadar, air matanya menetes. Dan dengan cepat ia menghapusnya tanpa jejak, dan kembali mengukir senyum di wajahnya.

Setelah selesai melaksanakan ritual mandinya, Laura bergegas turun berniat untuk makan siang karena ia memang sudah merasa lapar. Ia di sambut dengan hangat oleh Bik Mia di meja makan, menemani Laura makan. Kalau bukan ia, siapa lagi yang akan menemani Laura makan selain dirinya.

"Kamu udah tumbuh remaja ya sekarang," kata Bik Mia sambil mengusap kepala lembut kepala Laura, seakan menyalurkan kasih sayang.

"Ya iyalah Bik. Masa aku kecil mulu, kan gak mungkin."

Bin Mia hanya tertawa kecil mendengar jawaban lucu anak majikannya itu. Laura sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri, begitupun Laura. Sejak kecil, Bik Mia dan Laurel yang selalu menjaga Laura, membelanya, dan memberikan kasih sayang yang seharusnya ia dapat langsung dari orang tuanya. 

Laura kehilangan ingatannya secara permanen, ia tidak mengingat apa yang terjadi di masa kecilnya. Laura bahkan tidak tahu, apa yang membuat ibunya sangat membencinya. Sementara ayahnya, hanya diam dan tak bisa berbuat apa-apa.

Laura menyelesaikan makan siangnya dan kembali ke kamar. Dan seperti biasa, ia akan menghabiskan waktunya di kamar, membaca, belajar, dan hal lainnya. Seperti biasanya juga, Bik Mia selalu membawakan secangkir susu putih kesukaan Laura

Tok ... tok ... tok

Tidak seperti biasanya, Laura tidak menjawab ataupun membuka pintu. Bik Mia tetap mengetuk pintu kamar Laura, tapi tetap tidak ada jawaban. Hingga ia langsung membuka pintu kamar itu.

Lenggang dan gelap, itu kondisi kamar yang bernuansa biru. Bik Mia meletakkan nampan yang berisi susu di meja belajar Laura, dan segera mencari saklar lampu. Tapi setelah lampu di nyalakan, Bik Mia melihat Laura yang terkapar di lantai dekat ranjang. Sontak ia kaget dan menghampiri Laura.

"Non, non bangun non." Bik Mia menggoyang-goyangkan badan Laura, namun tidak ada respon apapun. Hingga Bik Mia membalikkan badan Laura, ia terkejut karena Laura ternyata pingsan saat mimisan. Bik Mia berdiri dan berusaha mencari minyak aromaterapi untuk membuat Laura sadar.

"Non, bangunn non. Kamu kenapa?" sambil meletakkan minyak aromaterapi  di hidungnya.

"Bik," Laura sadar dari pingsannya dan segera bangun membersihkan wajahnya.

"Hati-hati non. Non nggak apa-apa?"

"Aku baik-baik saja, Bik. Nggak perlu khawatir," ucapnya sambil tersenyum hangat. "Jangan beri tahu sama kak Laurel ya Bik."

"Tapi non ...."

"Aku mohon, jangan beri tahu kakak."

"I ... iya baik non. Tapi kalau non merasa kurang sehat, non bisa bilang Bibi ya." Laura hanya mengangguk dan tersenyum. Andai ayah dan bunda perhatian begini padaku, batinnya.

✿✿✿

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ummuyusuf
keren banget, suka sama sosok Laura ...... ditunggu kelanjutan kisah nya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Not Allone   3 || Perkara kapten basket

    Hari ini, Laura mempunyai jadwal latihan basket. Ya, karena ia adalah kapten basket putri. Namun, ada sedikit masalah. Kapten basket putra mengundurkan diri karena masalah pribadi. Saat ini, anggota club basket putri dan putra sedang berunding, mencari siapa yang pantas mendapatkan posisi kapten. "Bagaimana ini? Kita kehilangan kapten putra, kita nggak bisa latihan kalau kayak gini." Kata Laura pada anggota tim mereka. Saat ini ia benar-benar bingung harus bagaimana, pertandingan tinggal menghitung minggu."Dari kalian ada gak yang mau ambil posisi kapten?" Laura kembali bertanya, namun tidak ada respon dari tim nya. "Bagaimana? Kalau tidak ada yang mau jadi kapten, kita nggak bisa ikut pertandingan.""Ra, gimana dengan Rafael. Gue denger dia jago main basket," usul salah satu tim basket putra, dan ternyata di setujui oleh seluruh tim."Apa?! Rafael si anak baru itu?" Rafael yang tiba-tiba lewat di tempat itu mendengar namanya di sebut-sebut."Apaan? Kok nama gue di sebut-sebut?""Ah

    Last Updated : 2021-09-08
  • Not Allone   4 || Perlahan, tapi pasti

    "Aku jadi iri deh sama Laura," terdengar bisik-bisikan dari barisan penonton cewek. Mereka sedang membicarakan kecocokan Laura dan Rafael."Iya, mereka terlihat cocok. Kepengen deh ada di posisi Laura." Timpal siswa lainnya yang sedang menonton pertandingan tersebut.Kali ini, bola jatuh pada Laura. Cukup lama ia berhasil mengendalikan bola, tapi tidak berhasil melakukan tembakan. Laura terus mencari celah agar dapat melakukan tembakan ke dalam ring, tapi tetap saja dapat di halang oleh Rafael. Hingga akhirnya, Laura tidak dapat mempertahankan bola.Kini, bola di ambil alih oleh Rafael. Laura tampak kesal, dan ia berniat merebut kembali bola dari tangan Rafael, tapi terlambat. Rafael melakukan shooting dari luar garis lapangan sehingga ia mendapatkan three point. Itu artinya, Laura kalah."Gue menang," ucap Rafael mengejek gadis itu."Ah, lo nggak seru. Secepat ini pertandingannya."Sorakan kembali terdengar beberapa saat, Kinan membawakan dua botol minum dan handuk kecil untuk Laura d

    Last Updated : 2021-09-08
  • Not Allone   5 || Luka Lama Yang Kembali Terulas

    Rafael menghentikan mobilnya di sebuah restoran. Mereka berdua akan makan di tempat itu. Sedari tadi perasaan Laura tidak enak, ia merasa akan ada yang terjadi pad nya. Tapi sejenak, Laura melupakan semua perasaan itu. Mereka berdua memesan dan langsung melahap makanan masing-masing. Tidak butuh waktu lama untuk makan."Nih," Laura hendak memberi uangnya, tapi Rafael melarangnya."Nanti gue yang bayar, nggak ada tapi-tapian." Rafael seakan mengerti ekspresi wajahnya Laura. Sementara Laura hanya bisa menghela nafas dengan sikap Rafael. Mereka bahkan baru bertemu beberapa hari yang lalu, dan sekarang bisa lumayan sedekat ini. Semua terjadi begitu saja, tanpa di rencanakan.Makan malam berlalu begitu cepat. Saatnya untuk Laura kembali ke rumah sebelum ia mendapat masalah besar. Laura menunjukkan jalan menuju rumahnya kepada Rafael karena ini kali pertama Rafael mengantar dirinya pulang. Jalanan kota mulai lenggang, sehingga tidak butuh waktu lama untuk Laura tiba di depan rumah keluarga A

    Last Updated : 2021-09-08
  • Not Allone   6 || I'm Okay

    Tok ... tok ... tokLaura membuka matanya setelah mendengar suara ketukan pintu. Ia beranjak duduk dan melihat jam yang ada di nakas dekat tempat tidurnya. Waktu menunjukkan pukul 5.30 WIB.Hampir aja aku telat, batinnya dalam hati.Tok ... tok ... tok"Laura, ini Bibi bawakan susu.""Iya Bik, bentar." Laura beranjak dari tempat tidur dan segera menuju pintu."Makasih ya Bik.""Laura, kamu baik-baik aja kan?" Bik Mia memperhatikan wajah Laura yang tampak kurang baik."Aku baik-baik aja, nggak perlu khawatir Bik."Laura berusaha tersenyum selebar mungkin untuk menutupi segalanya. Tanpa sengaja, Bik Mia menyentuh pergelangan tangan Laura yang masih terbalut kain kasa itu. Sentuhan Bik Mia mengundang sakit dari luka itu yang membuat Laura sedikit meringis kesakitan. Laura lupa menggunakan deker pelindung pergelangan tangan."Ini kenapa?""Ehh, bukan apa-apa. Hanya luka kecil saja Bik, nggak perlu khawatir.""Kenapa bisa terluka nak? Pasti sakit ya, Bibi akan ambil obat dulu."Laura menghe

    Last Updated : 2021-09-10
  • Not Allone   7 || A Secret

    Tiba saatnya hari H, hari di mana mereka akan bertanding basket. Seluruh aula pertandingan basket telah di penuhi oleh penonton untuk memberikan semangat kepada tim masing-masing."Sebentar lagi kita akan masuk lapangan, gue harap kalian nggak tegang, dan terus melakukan yang selama ini kita latih bersama."Rafael memberi semangat pada tim basketnya, ia berharap latihan mereka tidak sia-sia."Baiklah, jangan membuang waktu lagi. Sekarang mari kita saksikan pertandingan basket antara SMA N 3 Bandung dan SMA N 5 Bandung. Untuk peserta silahkan masuk ke area pertandingan," kata si pembawa acara.Saat ini, yang akan bertanding pertama adalah basket putra. Setelah melalui sedikit pemanasan, pertandingan akhirnya di mulai. Bola jatuh di tim lawan, dan tim Rafael berusaha merebut bola.Cukup lama bola di kuasai oleh tim lawan, tetapi Rafael berhasil mengendalikan bolanya. Namun, saat hendak melakukan tembakan mereka kehilangan bola. Bola kembali di rebut oleh tim lawan dan akhirnya mereka ber

    Last Updated : 2021-10-14
  • Not Allone   8 || Mungkin, saatnya akan segera tiba

    Nuansa biru mendominasi kamar Laura, cahaya lampu yang remang-remang menemaninya dalam kesunyian malam. Ia mengunci dirinya di dalam kamar, terngiang-ngiang di pikirannya tentang perihal yang di katakan dokter siang itu.Laura kembali membaca hasil tes yang ia sembunyikan dari semua orang, menangis dalam diam, dan menikmati luka yang kian lama kian membesar. Mungkin, ini salah satunya jalan untuknya agar dapat mengakhiri semua luka di hati nya."Gue bakalan nantiin hari itu, hari yang mampu membuat Bunda ma Ayah bahagia. Inilah jalan yang di berikan Tuhan buat gue, buat akhiri penderitaan ini."Laura memandangi pil yang ada di genggamannya, ia membelinya secara diam-diam tanpa seorang pun yang tahu. Laura tidak ingin menjadi beban buat siapapun juga. Ia ingin hidup dan menyelesaikan masalahnya sendiri. Sampai tiba waktunya untuk kembali kepada Sang Pencipta.Laura mengambil satu butir pil, lalu meminumnya. Itu pil penghilang rasa sakit, hanya itu tompangannya saat ini. Saat ia benar-be

    Last Updated : 2021-10-15
  • Not Allone   9 || Sekedar rencana masa depan

    Suasana meja makan seperti biasanya, tidak ada yang menarik bagi Laura. Bahkan, ia sangat tidak nyaman jika ada di meja makan, di antara keluarga yang tengah bercanda gurau itu.Laura bisa sesekali tersenyum saat mendapati hal lucu yang di lakukan Laurel, tapi hatinya juga terluka saat ia hanya menjadi penonton, tanpa bisa melakukan apa-apa yang mampu membuat Ayah dan Bundanya bahagia. Laura sangat ingin, melihat senyum dari orang tuanya karena dirinya, tapi itu mustahil. Ia tidak akan pernah bisa melakukannya."Yah, Bun. Seminggu lagi Laurel harus pergi ke London. Ada pertukaran mahasiswa KKN, Laurel di izinkan?""Tentu saja sayang," kata Indah sambil mengusap rambut putranya dengan penuh kasih sayang."Berapa lama kamu di sana?""Hm, nggak lama kok yah. Hanya sekitar 10-14 hari," Laurel tetap melanjutkan makannya."Jaga diri baik-baik tuh di sana."Laurel hanya mengangguk mendengar perkataan Indah, ada sesuatu yang terus menganggu pikirannya, Laura. Bagaimana dengan adik kesayanganny

    Last Updated : 2021-10-18
  • Not Allone   10 || Selalu seperti itu

    Seminggu kemudian, Laura dan keluarganya mengantar Laurel ke bandara. Untunglah, Laura di izinkan ikut mengantar Laurel ke bandara. Laura sedih, selama beberapa hari ia pasti akan merindukan kakaknya.Bukan hanya itu, Laura juga takut dengan apa yang akan terjadi padanya selama Laurel tidak ada. Tapi, mau tidak mau ia harus menjalaninya sendiri. Hanya satu hal yang terlintas di pikirannya, Laura mau kakaknya akan pulang dengan selamat.Setelah berpamitan dengan ayah dan ibunya, Laurel menghampiri Laura, memeluknya erat yang membuat Laura meneteskan air mata."Lo harus bisa baik-baik saja, ya?" Laurel menghapus air mata adiknya dengan tangannya. Dan Laura berusaha tersenyum sebaik mungkin. Ia tidak mau membuat Laurel bersedih saat akan pergi."Gue pasti akan baik-baik aja," katanya sambil tersenyum.Setelah menerima jawaban itu, Laurel segera pergi, karena pesawat akan segera lepas landas. Melihat kakaknya yang sudah berangkat, Laura dan keluarganya kembali ke mobil untuk pulang ke ruma

    Last Updated : 2021-10-22

Latest chapter

  • Not Allone   44 || Bagaimana jika aku salah?

    "Gimana kabar lo di sana?" Tanya seorang cowok dengan perawakan tinggi itu, ia meletakkan benda pipih berteknologi di telinganya, "Semuanya lancar, kan?" Tanyanya kemudian."He'em, gue baik." Jawabnya sekilas sebelum melanjutkan kalimatnya, "Vc ya, gue pen tau lo lagi ngapain sekarang."Akbar mangut-mangut, mengiyakan permintaan sang pujaan hati. Ia menekan ikon video call di layar ponselnya. Tidak berselang lama, monitor ponsel menampilkan sosok seorang gadis dengan rambut di kuncir kuda, berjalan santai di selasar gedung."Di mana, beb?" Cowok yang kerap di sapa Akbar memulai obrolan video tersebut, "sama Laura?"Kinan hanya mengangguk, lantas menggeser ponselnya hingga kamera menangkap sosok gadis yang sedang asik mengotak atik benda pipih berteknologi tinggi tersebut. "Habis kuliah nih, mau balik asrama.""Rafael mana, Bar?" Laura mendekatkan diri pada Kinan, ikut bergabung dalam obrolan kedua pasangan jarak jauh itu. "Dia sibuk, kah?""Rafael?" Kal

  • Not Allone   43 || Kapan Bunda akan berubah?

    Nyonya besar keluarga Alibasyah itu memasuki ruangan seorang dokter yang tidak lain adalah putranya sendiri, Laurel. Wanita paruh baya tersebut melihat perubahan raut wajah penghuni ruangan, seperti nampak tidak ingin di kunjungi olehnya.Wanita paruh baya yang tidak lain adalah Indah, berjalan perlahan ke arah Laurel, lantas mendudukkan dirinya di kursi yang biasa di duduki oleh tamu yang berkunjung ke ruang kerja sang dokter. "Apa ... kamu tidak senang melihat Bunda berkunjung, Nak?"Laurel menatap sekilas, lantas mengalihkan pandangannya, berharap bahwa perasaan gundahnya pun ikut teralihkan, "Bunda ngapain di sini?" Ujarnya datar tanpa menunjukkan raut wajah apapun."Ah, Bunda hanya ingin melihat kamu saja," Indah menatap lekat manik mata Laurel, berusaha membaca isi pikiran yang lawan bicaranya. "Rasanya sudah lama Bunda tidak melihat kamu, rasanya ada yang hilang. Kamu sudah sangat jarang pulang ke rumah, Rel.""Belakangan ini aku cukup sibuk, Bun. Maaf," Laure

  • Not Allone   42 || Terror untuk si dokter tampan

    Dengan perasaan hancur, Aletta mengemudikan mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Hatinya panas, seakan ada baja panas yang tengah di redam di dalamnya. Gadis itu tidak bisa mengendalikan emosi yang kian membesar, menciptakan luka yang kelak menggangu pikiran.Matanya terasa panas hingga beberapa bulir bening berhasil meloloskan diri dari pelupuk mata yang indah itu. Pandangan Aletta mulai memburam akibat hambatan dari bulir bening tersebut, ia memutuskan untuk membawa mobilnya ke tempat yang sepi untuk menghindari kecelakaan beruntun yang berpotensi terjadi.Mobilnya mulai melambat kala memasuki jalanan hutan yang jarang di lalui penduduk lokal. Gadis dengan rambut yang di sanggul itu menepikan mobilnya, lantas menunduk ke arah setir mobil.Tangisnya tidak dapat ia sembunyikan lagi. Bulir-bulir bening itu berdesakan seakan tidak sabar untuk keluar dari pelupuk mata, hingga menciptakan lembab di area mata indahnya. Gadis itu menumpahkan segala tangis yang terdenga

  • Not Allone   41 || Semua tentang perasaan

    Lenggang, hanya beberapa bunyi mendesing dari kenderaan yang sesekali lewat di jalanan itu. Tempat yang sunyi, tetapi damai untuk seseorang yang bisa saja mempunyai beban pikiran. Setidaknya, tempat itu jauh dari hiruk dan pikuknya dunia.Cowok dengan potongan rambut comma layaknya cowok Korea itu duduk termenung sembari menatap kosong hamparan danau yang membentang indah. Entah apa yang sedang menganggu pikirannya, cowok itu hanya terus menatap kosong ke arah danau. Bahkan, ia tidak menyadari kehadiran orang lain di dekatnya."Sepertinya kamu sedang dalam masalah, Rafael. Kamu bisa berbagi masalahnya denganku, kamu tahu? Aku pendengar sejati, loh." Cewek dengan rambut yang di sanggul itu menatap Rafael sejenak sebelum akhirnya ikut menatap danau.Suara itu membuyarkan lamunan Rafael, membuatnya kembali pada kenyataan dan tersadar bahwa ada orang lain di sekitarnya. Untuk sedetik berlalu, Rafael di buat terkejut karena kehadiran yang terkesan tiba-tiba, atau mungkinkah i

  • Not Allone   40 || Semua berjalan sesuai alunan takdir

    Suasana kediaman milik keluarga Alibasyah nampak lebih sepi dari biasanya. Rumah mewah itu menampakkan kesunyian yang terpampang jelas. Sejak Laura pergi ke Turki untuk melanjutkan pendidikan gadis itu, Laurel sangat kecewa karena harus berpisah dengan adik kesayangannya. Hal tersebut membuat cowok itu jarang menampakkan diri di rumah mewah tersebut. Biasanya, ruang makan selalu di selingi dengan canda tawa dari anggota keluarga Alibasyah yang hanya terhitung jari itu. Kini, kadang kala hanya ada Indah dan suaminya. Laurel sering beralasan karena jadwal pemeriksaan yang padat untuk menghindari cowok itu pulang ke rumah dan mengulas luka lama. "Kayaknya aku akan pulang sedikit lebih lama dari biasanya, kamu jangan sampai kecapean, ya?" Lelaki paruh baya yang menyandang status sebagai kepala keluarga Alibasyah sekaligus pemilik beberapa perusahaan besar lainnya membuka percakapan setelah kesunyian menerpa mereka beberapa saat yang lalu.

  • Not Allone   39 || Semua hanyalah andaian belaka

    Rafael duduk di kamarnya, cowok idaman para cewek itu menyandarkan diri di dinding. Mungkin melepaskan lelah setelah melewati hari tanpa gadis terkasihnya, Laura.Cowok itu menghembuskan nafas pelan, berusaha untuk melepaskan beberapa beban hidup melalui hembusan nafas tersebut. Rafael menatap lamat-lamat kamar yang lenggang, hanya ia sendiri yang berada di kamar mewah itu.Namun, apa gunanya berada di kamar mewah nanti sepi itu? Hanya menambah kesunyian di tengah kemewahan yang di nikmati seorang diri. Rafael meraih sebuah foto yang setia terletak di nakas yang berada beberapa sentimeter dari letak ranjangnya.Manik mata cowok itu memandang sendu foto yang kini berada dalam genggamannya, menatapnya dengan tatapan sedih. Dalam tatapan itu bercampur aduk berbagai macam emosi.Marah, sedih, kecewa, semua tergabung dalam tatapan sendu yang cowok itu tunjukkan.Pikirannya kembali ke masa di mana cowok remaja itu masih berusia belia. Ken

  • Not Allone   38 || Seseorang dari masa lalu

    Hilir mudik kenderaan terus menyambut indra pendengaran, membuat siapa saja yang mendengarnya akan merasa bosan. Setiap saat, hanya bunyi kenderaan yang terus terdengar. Mungkin, begitulah nasib orang yang tinggal dan menetap di kota."Rafael?"Suara seorang cewek memanggil nama Rafael, suara yang terdengar tidak begitu asing baginya. Rafael yang sedang membaca buku di taman kota menoleh ke arah suara, mencoba mencari tahu siapa gerangan yang memanggilnya.Terpisah tiga meter dari tempatnya duduk, seorang cewek dengan style berkelas berdiri sembari memperhatikan dirinya. Cewek itu menggunakan rok yang panjangnya bahkan tidak mencapai lutut, dengan atasan pakaian lengan panjang.Rambutnya tergerai rapi, nampak indah jika di pandang. Cewek itu tersenyum, lantas berjalan lebih dekat ke aeah Rafael yang bahkan masih mencoba mencari tahu siapa cewek tersebut."Eh, apa kabar?""Kita saling kenal, ya?" Rafael ber

  • Not Allone   37 || Lo tetap sahabat gue, baik hari ini, besok, maupun di masa depan kelak

    Suasana tempat itu lenggang. Walaupun banyak orang yang berlalu lalang, tetap saja mereka hanya sibuk pada pekerjaan masing-masing. Alya menggulir layar ponselnya malas, ia sedang menunggu Laurel untuk sekedar bertemu sapa.Ponselnya berdering pertanda panggilan masuk, terpampang jelas di layar ponsel nomor tanpa tuan. Tidak ada nama disana."Kau sudah gila, ya!?"Amarahnya memuncak ketika menerima panggilan telepon tersebut. Bukan kata sapaan lagi yang menyambut indra pendengaran si penelpon, tapi kata yang terkesan kasar untuk sekedar awal pembicaraan."Kau ingin membunuhku!?""Eits, tenang nona Alya." Suara berat dari seberang sana menanggapi, "jika saya ingin membunuh anda, pasti dokter Laurel sudah berduka sekarang."Orang itu terkekeh, seakan menikmati permainan yang ia buat. Ekspresi wajah Alya terlihat masam, sepertinya ia tidak menyukai situasi seperti sekarang."Mengapa? Anda sudah takut?

  • Not Allone   36 || Mari berspekulasi

    Kembali terbayang dalam benak Indah tentang senyuman Laura yang baru saja ia lihat. Senyuman yang begitu tulus. Rasanya, keinginan Laura seakan sudah tercapai. Ia hanya ingin mendengar kalimat itu dari mulut Indah, kalimat sayang yang sudah dinantikannya selama 14 tahun terakhir."Laura! Bangun, nak! Bangun!" Indah menggoyang goyangkan tubuh tidak bernyawa milik Laura, berharap keajaiban akan segera datang menyapa hati yang luka, mungkin sekaligus memperbaiki mental yang mulai meremuk."Jangan siksa Bunda seperti ini, Bunda ingin kamu kembali!""Cukup ya, tante!" Kinan menghempaskan tangan Indah dari tubuh Laura. Ia tahu, tidak seharusnya ia ikut campur dalam urusan keluarga Alibasyah. Tapi hati nuraninya tidak menerima hal tersebut."Apa tante belum puas, sudah buat hidup Laura menderita?"Jangankan menjawab pertanyaan Kinan, Indah lebih memilih bungkam dan terus menatap Laura. Ia tahu kesalahan yang di perbuatnya, Indah tahu jelas hal tersebut.Tapi a

DMCA.com Protection Status