Elma mengetuk-ngetukan jari di atas meja kerjanya. Dokumen menggunung dan file berserakan di sana-sini. Dia sungguh sibuk. Saking sibuknya dia bahkan tidak sempat berkabar atau bertemu muka dengan Kai. Karena kesibukannya pulalah mereka kehilangan kontak satu sama lain. Selama jeda waktu absen tersebut, Kai hanya pernah sekali mengiriminya sebuah pesan yang berisi pertanyaan tentang kapan Elma mau meluangkan waktu untuk mampir ke apartment-nya.Kalau dibilang kecewa, Elma jelas kecewa lantaran pria itu seolah menegaskan bahwa dirinya tidak punya intensi apapun kecuali hubungan badan dengannya. Lelaki itu tidak menunjukan rasa semacam rasa rindu atau minimal punya minat untuk bertanya soal kehidupan pribadinya. Dia sangat apatis. Namun kalau dipikir-pikir lagi memang sebaiknya harus begini. Tidak ada ikatan emosional yang menghambat, yang ada diantara mereka hanyalah sekadar urusan sebagai patner ranjang.Disisi lain, Elma juga bersyukur Arash tidak lagi menampakan diri atau mengganggu
Hari minggu yang dijanjikan tiba. Entah kenapa untuk beberapa alasan Elma merasa jadi sedikit tegang sendiri. Padahal agenda hari ini hanyalah dia akan memperkenalkan Kai secara langsung kepada sang ayah yang notabene sebenernya mereka sedang bermain peran.Sama seperti yang pernah mereka lakukan di acara pesta waktu itu. Bahkan saat itu mereka bermain di depan umum dan semua orang pun tampaknya terkejut dan percaya saja bahwa mereka berdua adalah pasangan sempurna.Tapi anehnya dalam situasi ini Elma sedikit berharap kalau Kai akan disukai oleh ayahnya secara alami. Sungguh gila mengingat mereka berdua hanya akan bersandiwara saja. Untuk apa menghadirkan rasa yang sesungguhnya untuk sebuah pentas drama kecil-kecilan?Mungkin ini terjadi karena Elma tidak pernah memperkenalkan satu pun pria ke hadapan sang ayah secara langsung. Satu-satunya pria yang Ethan ketahui hanyalah Thomy dan itupun Elma tidak serius dengannya. Ethan hanya sekadar tahu karena Thomy adalah putra bungsu keluarga
“Sampai kapan aku harus duduk disini? membosankan sekali! Arrghh … tulisan-tulisan ini membuatku muak!”“Mohon bersabar, Ms. Elma. Pekerjaan Anda bahkan baru dimulai.” Mya sang sekretaris tiba-tiba menyahut dan masuk ke dalam ruangan dengan setumpuk berkas baru di tangan. Elma langsung pasang muka masam, ketika berkas tersebut sudah berpindah ke meja yang telah selesai setengahnya dan kini upaya penyelesaian itu sepertinya sudah tidak lagi terlihat adanya.“Oh … ya Tuhan, kenapa kau harus membawa berkas sialan itu kemari sekarang?” keluh Elma. Sebetulnya keluhan macam itu lebih pada sisi tenang sang nona besar. Sebelumnya bahkan sang nona besar bisa mengamuk, galak, temperamental pada semua karyawan. Tetapi hari ini tampaknya dia sedikit jauh lebih rileks meski masih sesekali mengeluh ketika sedang bertugas.“Ini dokumen yang harus Anda periksa dan tanda tangani,” jelas Mya cuek, dia sama sekali tidak mengindahkan perkataan Elma sebelumnya.“Ini banyak sekali lho, Mya. Ini sudah mau ja
Elma menggunakan waktu yang dia minta untuk sekadar meracau dan mengeluarkan semua kekesalannya hingga lelah. Setelah itu, dia keluar tepat di menit kelima, dan mulai melangkah beriringan dengan Arash untuk keluar dari kantornya. Tidak lupa Elma juga memberikan Mya yang rupanya masih berada di mejanya dengan pandangan yang menusuk karena wanita itu malah kabur padahal dia bisa mengusir Arash saat itu dengan alasan apapun.Mya menanggapinya dengan menjulurkan lidah. Elma jelas tahu bahwa semua rangkaian peristiwa ini adalah sebuah konpsirasi antara dia dengan ayahnya. Terlebih tadi pagi saja, Mya sudah memperingatkan Elma tentang pernikahan, jelas sekratarisnya itu sudah dapat perintah khusus dari sang ayah dan Mya sudah memberikan dia bocoran.Elma memberikan Mya jari tengah, sementara Mya malah melambai mengantar kepergiannya dengan sumringah. Memang dasar sahabat bangsat.“Mukamu masam sekali, sebegitu tidak sukanya kau bersamaku?”Pertanyaan itu keluar dari mulut Arash setelah merek
Diluar restoran Elma menghentak kedua kakinya, meluapkan seluruh emosi dengan gesture tubuh tanpa kenal tempat. Dia mendengus kesal karena ini adalah kali pertama dia bertengkar hebat dengan ayahnya. Biasanya pria itu sangat mudah dinego, apalagi kalau Elma sudah merengek dan terang-terangan menolak. Namun malam ini, sikapnya tidak seperti ayahnya yang dia kenal. Memangnya sepenting apa sih menikah itu? Ibu dan ayahnya saja bercerai dulu, lantas kenapa Elma perlu menjalin hubungan yang bisa retak kapan saja macam itu? Elma tidak akan mau menikah, apalagi kalau mempelai prianya adalah Arash Elvander. Kakak dari mantan pacarnya.“Elma!”“Mau apa kau kemari? Tinggalkan aku sendiri. Aku sudah sangat muak sekarang,” sahut Elma penuh emosi. Dia mengeluarkan sebatang rokok dari tas tangannya dan menghisap benda itu sambil menarik napas dalam-dalam. Arash hanya menyaksikan tingkah polah sang nona besar, dan kemudian memandang wajah wanita itu lekat-lekat.“Kau mau pergi kesuatu tempat kan? ka
Elma memutuskan menunggu diluar club, ketika akhirnya dia melihat Kai keluar dari pintu belakang khusus staff. Melihat pria itu telah berganti pakaian, dia tahu bahwa itu saatnya bagi Elma untuk turun dan membungkus ikan yang telah dia pancing.Pria itu langsung terkejut melihat keberadaan Elma yang sudah bersender pada dinding gedung bar, sekadar menantikan kepulangannya. Sejujurnya Kai hanya bercanda dan sekadar menggoda balik wanita itu saja, dia tidak pernah punya ekspektasi bahwa leluconnya akan ditanggapi dengan serius oleh perempuan ini. Buat Kai mana mungkin wanita secantik dia mau tidur dengan pria yang bekerja sebagai bartender club malam? hanya satu dari sejuta kemungkinan, dan tampaknya malam ini dia keruntuhan bulan.“Hallo lagi, Tuan Bartender seksi. Tawaran darimu masih berlaku kan?” tanya Elma to the point sambil mengedipkan sebelah matanya.Kai sedikit shock, ini sungguhan. Dia tidak sedang bermimpi mala mini. “Apa yang sebenarnya wanita cantik sepertimu inginkan dari
“Selamat datang di tempat saya yang kecil. Saya tidak berharap kamu akan suka tempat ini, tetapi tolong buatlah dirimu senyaman mungkin disini. Apa kamu mau minum sesuatu, Ms. Confident?” kata Kai setelah membuka pintu rumah kecilnya yang jujur saja buat Elma sangat tidak layak huni. Terlebih alih-alih menjawab pertanyaannya beberapa saat lalu dia malah menyeret Elma masuk ke dalam rumah seperti ini.Elma untuk beberapa saat tidak langsung menjawab pertanyaan Kai yang ramah kepadanya, malah dia lebih memilih mengitari pandangannya ke segala penjuru arah di dalam rumah tersebut. Seperti yang dia duga, tidak ada yang mewah disana, tetapi ruangan tersebut sangat rapi, bersih dan yang paling penting sangat terorganisir. Elma curiga kalau Kai adalah seorang neat freak karena semua yang dia lihat terlalu sempurna untuk ukuran tempat tinggal seorang pria lajang. Kecuali, sudut ruang tamu yang dimana terdapat sebuah kanvas, kuas, dan juga cat yang berserakan.“Ms. Elma?” panggil Kai sekali la
Elma tercekat ketika bibir mereka berdua bertemu untuk kedua kalinya. Intensinya untuk melawan luluh lantah, terkalahkan oleh insting hawa nafsu. Ciuman itu berhasil meredam teriakan Elma, bahkan seluruh tubuh mendadak lumpuh karenanya. Pada akhirnya Elma hanya bisa disana dalam diam menikmati setiap sensasi yang pria itu bagi berikut dengan tangan Kai yang berada dikulitnya. Memeluk dirinya dengan erat ketika pria itu memperdalam ciuman diantara mereka berdua. Lidah mereka berdansa, mencoba untuk saling mendominasi satu sama lain. Kai mencoba untuk mengeksplorasi setiap inchi dari mulut wanita itu seperti orang yang kelaparan. Mereka melepaskan diri masing-masing dalam dekapan hasrat. Kai meraba setiap lekuk tubuhnya dengan sangat lembut dan hati-hati membuat Elma terbuai. Wanita itu bahkan mendesah ketika Kai menggigit bibir bawahnya sebelum melepaskan kulumannya dari bibir Elma. Kai memberi wanita itu tatapan penuh intensi serta senyuman manis, terutama karena Kai menyadari bahwa E
Hari minggu yang dijanjikan tiba. Entah kenapa untuk beberapa alasan Elma merasa jadi sedikit tegang sendiri. Padahal agenda hari ini hanyalah dia akan memperkenalkan Kai secara langsung kepada sang ayah yang notabene sebenernya mereka sedang bermain peran.Sama seperti yang pernah mereka lakukan di acara pesta waktu itu. Bahkan saat itu mereka bermain di depan umum dan semua orang pun tampaknya terkejut dan percaya saja bahwa mereka berdua adalah pasangan sempurna.Tapi anehnya dalam situasi ini Elma sedikit berharap kalau Kai akan disukai oleh ayahnya secara alami. Sungguh gila mengingat mereka berdua hanya akan bersandiwara saja. Untuk apa menghadirkan rasa yang sesungguhnya untuk sebuah pentas drama kecil-kecilan?Mungkin ini terjadi karena Elma tidak pernah memperkenalkan satu pun pria ke hadapan sang ayah secara langsung. Satu-satunya pria yang Ethan ketahui hanyalah Thomy dan itupun Elma tidak serius dengannya. Ethan hanya sekadar tahu karena Thomy adalah putra bungsu keluarga
Elma mengetuk-ngetukan jari di atas meja kerjanya. Dokumen menggunung dan file berserakan di sana-sini. Dia sungguh sibuk. Saking sibuknya dia bahkan tidak sempat berkabar atau bertemu muka dengan Kai. Karena kesibukannya pulalah mereka kehilangan kontak satu sama lain. Selama jeda waktu absen tersebut, Kai hanya pernah sekali mengiriminya sebuah pesan yang berisi pertanyaan tentang kapan Elma mau meluangkan waktu untuk mampir ke apartment-nya.Kalau dibilang kecewa, Elma jelas kecewa lantaran pria itu seolah menegaskan bahwa dirinya tidak punya intensi apapun kecuali hubungan badan dengannya. Lelaki itu tidak menunjukan rasa semacam rasa rindu atau minimal punya minat untuk bertanya soal kehidupan pribadinya. Dia sangat apatis. Namun kalau dipikir-pikir lagi memang sebaiknya harus begini. Tidak ada ikatan emosional yang menghambat, yang ada diantara mereka hanyalah sekadar urusan sebagai patner ranjang.Disisi lain, Elma juga bersyukur Arash tidak lagi menampakan diri atau mengganggu
Arash berdiri menghadap jendela kamar yang tirainya dia buka selebar-lebarnya. Lelaki itu tampak diam disana. Merenung menatapi hamparan lampu-lampu kota yang berkilauan di luar sana. Berbeda dengan suasana terang benderang di luar Arash justru membiarkan apartment yang dia tempati gelap gulita. Membiarkannya seperti itu lantaran dia terlalu malas hanya untuk sekadar melangkahkan kaki menekan saklar lampu. Dia tidak bergairah melakukan apapun untuk saat ini.Arash kemudian menyesap bourbonnya. Rasa alkohol yang familiar langsung menyengat di lidah, memberikan sebuah sensasi yang memang teramat dia butuhkan. Pikiran pria itu sedang mencoba untuk merasionalisasikan segala hal terutama pada emosi yang melandanya. Dia tidak terbiasa menghadapi emosinya seperti ini, oleh sebab itu Arash merasa bahwa dirinya overwhelming hanya karena hal yang mungkin bagi kebanyakan orang merupakan sesuatu yang remeh. Tidak ada apa-apanya.Apa yang salah dengan dirinya sekarang? dia merasa sangat amat terpu
Kenapa baru sekarang? sisi dalam diri Elma berbisik. Jangan terpengaruh, jangan bersimpati. Kau tidak boleh lengah, Elma.Tentu saja, karena Elma sudah bertekad bahwa dia tidak akan terjebak dengannya. Terutama karena Arash adalah alasan yang sempurna mengapa dirinya lebih suka menutup diri. Patah hati yang dia rasakan cukup untuk membuat Elma tidak ingin jatuh cinta lagi.“Tidak … mungkin seharusnya akulah yang berterima kasih padamu. Entah sejak kapan tepatnya berkat kata-kata jahatmu aku berusaha keras mengubah diriku. Mungkin pada saat itu aku memang mengharapkan validasi bahwa semua kata-kata kejam yang kau peruntukan padaku tidaklah benar. Tetapi sekarang justru aku sudah tidak peduli dengan apapun yang kau katakan soal aku. Aku bangga pada diriku sebab sekarang aku menjadi salah satu wanita sukses yang cukup sebanding untuk menyaingi dirimu.”Ah … Elma rasa dia benar-benar sudah mabuk sekarang. Untuk apa dia mengatakan omong kosong itu pada Arash? Elma rasa dia sudah terlalu ba
Jawaban Elma sungguhlah sangat tidak memuaskan. Tapi Arash tentu tidak akan menyerah. Dia punya sejuta akal untuk mengatasi setiap permasalahan. Namun selain dari itu pula Arash punya satu pertanyaan yang beberapa hari ini kerap berputar di kepala dan tanpa dia sadari sudah menjadi beban pikirannya. Lelaki itu kemudian menatap Elma dengan serius.“Katakan padaku apa yang membuatmu sebegitu membenci aku, Elma? Kau bahkan tidak memberikanku kesempatan untuk mendekati dengan benar saat kau bisa dengan mudah memberikan akses kepada pria lain untuk mendekatimu.”Elma menghabiskan gelas keduanya dengan hanya tiga kali tegukan. Kepalanya sudah mulai berkabut, dan di titik itu pula dia merasa bisa jauh lebih bebas mengekspresikan diri tanpa perlu mempertimbangkan banyak hal yang menyulitkan di moment kedepannya. Kontrol emosi wanita itu lepas bebas.“Ralat, bukan pria lain tapi pria yang aku menaruh minat padanya. Jika pria itu tidak menarik minatku tentu aku tidak akan pernah memberinya kese
Elma menaikan sebelah alis sekaligus menyunggingkan senyum di ujung bibir sebelah kanannya. Ada tawa kecil yang merdu keluar dari wanita itu sebelum akhirnya dia angkat bicara terhadap penjelasan penuh kepercayaan diri yang beberapa saat lalu dia dengar dari Arash.“Sungguh lelaki yang arogan,” komentarnya. “Untuk kebaikanmu sendiri, sebaiknya jangan terlalu yakin dulu, Arash.”Dengan tenang pria itu memberikan tatapan super serius terhadap Elma. “Lantas kenapa? Arogansi yang kau tudingkan kepadaku hanyalah bentuk dari insecurity terhadap dirimu sendiri.”“Hah?” tanggapan demikian tentu tidak bisa dipungkiri keluar dari Elma. Selain Kai, dia tidak mengira bahwa Arash bahkan berani bicara soal insecurity terhadap dirinya yang selalu penuh percaya diri dalam semua hal yang dia lakukan. Elma jelas selalu penuh perhitungan dan tentu tidak akan terima bila dia dituduh sebagai seorang wanita yang insecure. Apalagi insecure itu dikarenakan oleh seorang pria. Tidak ada dalam sejarahnya.“Kala
“Aku tidak habis pikir dari semua tempat kau malah mengajakku kemari,” komentar Elma begitu mereka tiba.Mereka berdua berkendara dalam diam selama dua jam penuh di dalam mobil, dan Elma sungguh sangat bosan dengan pantat yang terasa panas. Tidak ada musik, tidak ada obrolan. Hanya ada mereka berdua dan suara deru mesin mobil yang menyala menjadi saksi dari perjalanan mereka.Sebetulnya Elma benci perjalanan tanpa sesuatu yang mengisi kesunyian. Hanya saja dia tidak mau menaruh harga dirinya dibawah hanya karena itu, dia juga terlalu gengsi untuk mengajak Arash bicara. Lagipula kalau pun bicara, Elma tidak yakin pembicaraan itu akan cukup menyenangkan.Sebab sepanjang yang dia ingat, obrolan mereka selalu seputar hal-hal yang membuat darahnya mendidih, dan kemudian mereka berdua akan saling serang. Terus terang saja, Elma sedang tidak mood untuk adu argument dan memenangkannya.“Mengajakku bicara?” kata lelaki itu yang membuat Elma langsung beringsut memberinya tatapan sinis.“Kau pik
Arash duduk di pinggir tempat tidur dengan sebelah tangan menggenggam erat ponsel yang beberapa saat lalu dia gunakan untuk menelepon Elma. Pria itu menghembuskan napas berat dan secara otomatis tangannya yang bebas memijat pangkal hidungnya. Selalu saja seperti itu, selalu saja setiap percakapan yang terjadi antara dia dan Elma tidak pernah berjalan dengan lancar dan mulus. Wanita itu selalu bersikap defensif, kasar dan selalu mencoba melawannya.Kalau dipikir lagi sebenarnya apa yang salah? Arash saat ini hanya mencoba untuk membangun sebuah rasa familiar untuk saling mengenal dengan mengajaknya kencan sebelum mereka berdua resmi menikah seperti rencana kedua orang tua mereka. Toh, memangnya dia bisa menolak keputusan itu? Harusnya perempuan itu mulai belajar untuk menghargai dan menghormatinya dari sekarang.Saat itulah Sylla kembali dari kamar mandi, dan menemukan sang patner tampak terlihat gusar.“Arash apa yang terjadi? Wajahmu terlihat kusut. Apa kau baik-baik saja? apa sesuat
Elma balas menatap Kai dan sebuah senyuman berkembang disana. Maka seketika hilang sudah ekspresi dingin maupun keras yang biasa Elma lihat dari pria itu. Bahkan garis wajah Kai tampak jauh lebih lembut ketika dirinya rileks. Membuat Kai terlihat dua kali lipat lebih tampan dari pria yang Elma temui beberapa waktu lalu. Kai mengelus pipi Elma dan mengunci pandangan mereka.It’s wrong but feel right. “Kenapa kau tersenyum, Elma?”“Aku? Tentu saja itu karenamu, Kai. Entah bagaimana aku jadi merasa lebih baik setelah melewati hari yang begitu memberatkan. Padahal awalnya aku merasa lelah dan stress.” “It’s just because the sex we had. Good sex lift your mood up.”“Kau pikir begitu?”Entah kenapa Elma sedikit merasa kecewa atas jawaban lelaki itu. Kai berkata bahwa semua perasaan yang kini sedang Elma rasakan tidaklah valid. Dia seolah berkata bahwa semua kesenangan yang mereka rasakan hanya karena mereka bercinta. Meski begitu memang ada benarnya juga bila bicara soal logika. Itu masuk