Hari minggu yang dijanjikan tiba. Entah kenapa untuk beberapa alasan Elma merasa jadi sedikit tegang sendiri. Padahal agenda hari ini hanyalah dia akan memperkenalkan Kai secara langsung kepada sang ayah yang notabene sebenernya mereka sedang bermain peran.Sama seperti yang pernah mereka lakukan di acara pesta waktu itu. Bahkan saat itu mereka bermain di depan umum dan semua orang pun tampaknya terkejut dan percaya saja bahwa mereka berdua adalah pasangan sempurna.Tapi anehnya dalam situasi ini Elma sedikit berharap kalau Kai akan disukai oleh ayahnya secara alami. Sungguh gila mengingat mereka berdua hanya akan bersandiwara saja. Untuk apa menghadirkan rasa yang sesungguhnya untuk sebuah pentas drama kecil-kecilan?Mungkin ini terjadi karena Elma tidak pernah memperkenalkan satu pun pria ke hadapan sang ayah secara langsung. Satu-satunya pria yang Ethan ketahui hanyalah Thomy dan itupun Elma tidak serius dengannya. Ethan hanya sekadar tahu karena Thomy adalah putra bungsu keluarga
“Saya mencintai putri Anda, dan memiliki niatan untuk meminangnya, Tuan Ethan,” sahut Kai dengan begitu lugas di hadapan pria itu. Terlepas dari sandiwaranya untuk menjadi kekasih dari sang nona besar, untuk beberapa alasan apa yang Kai katakan adalah sesuatu yang berasal dari kejujuran. Ya, dia mengakui bahwa dia mulai merasakan getaran berbeda pada wanita itu dan itu adalah sesuatu yang buruk baginya.“Sudahlah, hentikan sandiwaramu sekarang juga. Entah apa yang sudah kalian sepakati di belakangku, tapi apa yang kalian perbuat sudah betul-betul membuatku jengkel,” sahut pria itu sambil memijit pangkal hidungnya. Kai memang sudah menduga hal ini sehingga raut muka keterkejutan saja tidak dia tampakan. Karena orang-orang seperti mereka memang selalu seperti ini.Tetapi dibandingkan mengakui atau melakukan pembelaan, Kai memilih untuk mengamati dan mengantisipasi. Dia tidak ingin salah langkah karena jelas pria ini punya sesuatu yang menarik untuk ditunjukan padanya. Jadinya Kai hanya
Setelah ditinggalkan begitu saja oleh Kai. Elma langsung berlari menuju ke dalam untuk mengambil kunci mobil. Tidak dia pedulikan teriakan sang ayah maupun panggilan ibunya kala itu. Yang ada dipikiran Elma hanya satu. Kai.Lelaki itu terlihat sangat marah, dan bukan saatnya bagi Elma untuk membiarkan lelaki itu sendirian. Terlebih karena dia merasa bertanggung jawab atas apa yang lelaki itu rasakan apalagi kemarahan tersebut karena ayahnya sendiri. Entah apa yang mereka bicarakan di dalam ruang kerja sang ayah. Namun yang jelas perubahan sikap Kai sudah cukup untuk menjelaskan segalanya.Elma tiba di kediaman pria itu dan mencoba mengetuk pintu berkali-kali. Dia sedikit tidak sabar tapi masih punya cukup stok akal sehat untuk tidak mendobrak pintu rumah lelaki itu dengan kasar, setidaknya dia tidak bernyali. Tidak ada jawaban dari dalam meski dia melakukannya berkali-kali. Rasa sesal, pasrah langsung masuk dalam diri. Dan kini Elma hanya bersandar di depan pintu sang lelaki.“Ah … ap
“Jadi kau berpikiran sama dengan mereka Elma? Apa jauh di dalam dirimu kau berpikir aku adalah sampah yang tak pantas menyentuh dan memilikimu? Apa diam-diam kau juga merasa jijik padaku?”Tanpa aba-aba, Kai memasuki wanita itu. Elma mengernyit dan menggigit bibir. Dalam situasi ini sejujurnya dia merasa sangat tidak berharga. Dia merasa hancur dan juga kotor. Sebab dalam setiap dorongan dan sentakan yang pria itu ciptakan Elma tidak merasakan adanya koneksi batin seperti yang biasa dia rasakan. Saat ini apa yang jelas bagi wanita itu hanyalah kemarahan dan juga kebencian Kai yang telah memuncak.Situasi ini memang tidak sepenuhnya salah Kai, meski cara lelaki itu memperlakukannya sekarang memang jauh daripada apa yang seharusnya pria itu lakukan. Hubungan ranjang mereka memang sebenarnya kurang lebih seperti moment ini. Tetapi Kai yang dia kenal selalu memperlakukannya dengan baik, meskipun statusnya master & slave.Situasi yang Elma hadapi sekarang sudah barang tentu merupakan sebua
Bunyi bel di depan pintunya terus menerus ditekan. Seseorang diluar sana menekan bel tersebut dengan tidak sabar. Entah siapa orang tak waras yang mendatangi apartment-nya di jam malam ketika waktunya buat Arash untuk bersantai setelah sibuk seharian. Kalau pun itu Sylla, biasanya orang itu tidak pernah sampai perlu menekan bel. Dia punya kunci kediamannya sehingga hanya dia saja yang bebas keluar masuk tempatnya seperti rumah sendiri.Mulanya Arash hendak abai, tetapi karena bel tersebut terus menerus dibunyikan. Arash menyerah. Dia segera meletakan buku yang sedang dia baca di ranjang. Tak lupa menyimpan pembatas agar dirinya bisa melanjutkan sisa bacaan yang tertunda gara-gara tamu tidak diundang. Arash menuju ke depan pintu dengan langkah sedikit bergoyang.Begitu melihat siapa yang mendatanginya. Buru-buru lelaki itu membuka pintu untuknya.“Elma?”Wanita itu tampak gemetaran dengan tubuh yang basah kuyup. Make up yang biasanya selalu on-point di wajah tampak luntur, menampakan s
Elma terbangun di kamar tidur yang tidak dia kenali. Badannya terasa sakit tetapi hatinya jauh lebih dari itu. Selain terasa sakit juga terasa hampa. Kejadian kemarin berputar kembali di kepala. Memori yang tersimpan lebih seperti sesuatu yang surealis. Elma mencoba memunguti segalanya dan menyusun kembali setiap kepingan tersebut menjadi sebuah cerita yang masuk akal. Namun dua hal yang berhasil dia ingat hanyalah dia yang datang ke apartment Arash dalam kondisi emosional yang tidak stabil. Kemduian dia mabuk dan … sampai situ dia tidak ingat apa yang sudah terjadi diantara mereka berdua.Apa yang telah terjadi? Dia bingung dan kemudian memandang ke sekeliling kamar yang bernuansa maskulin nan luas tersebut. Di sofa yang tak jauh dari ranjang yang sedang dia tempati dia melihat Arash tertidur pulas. Elma yang menyadari ingatannya terhenti setelah dia mabuk, langsung buru-buru menyibak selimut yang menutupi tubuh. Hela napas lega terdengar ketika dia masih memakai pakaian lengkap sesu
Elma tidak menggubris permintaan maaf Arash sama sekali. Sebaliknya Elma justru malah terkesan menantangnya. Wanita itu memberikan tatapan penuh kebencian terhadap Arash. Amarah tercurah dalam setiap kalimat yang hendak dia lontarkan. Tak masalah baginya bila dia dicap sebagai wanita yang jahat atau apapun itu. Elma tidak peduli.“Mungkin kau terkesan memenangkan ini meski dengan caramu yang kotor. Tapi aku berjanji bahwa detik ini aku akan menjadi satu hal yang paling menyulitkanmu. Hidupmu akan sama sulitnya seperti yang telah kau perbuat terhadap Kai. Aku akan menjadi alasan atas kejatuhanmu nanti, Arash.”Arash menghela napas dan mengusap wajahnya. Bagaimana caranya supaya dia bisa bicara dengan cara yang normal dengan perempuan ini? kenapa rasanya segala hal jadi sulit bila dia bersama Elma? Kenapa merasa sulit sekali untuk bisa saling mengerti?“Silahkan, bencilah aku dan rencanakanlah kejatuhanku kalau itu membuatmu merasa puas. Kalau memang hubungan seperti itu yang kauharapka
Elma tiba di rumahnya dalam kondisi perut yang telah terisi. Tadinya Elma memang tidak berniat unuk menyentuh makanan yang sudah Arash siapkan untuknya. Namun untuk beberapa alasan, aroma dari hidangan sup pengar dan juga perut yang keroncongan mendorongnya untuk memasukan benda menggiurkan itu masuk ke dalam tubuh.Dan memang betul, begitu mencicip sedikit sup tersebut sangat lezat hingga Elma tidak bisa menahan diri hingga menuntaskannya sampai akhir. Dia tidak mengira bahwa lelaki itu bisa memasak. Tapi ya, terlepas dari itu semua sekarang Elma merasa kepala mulai kembali penuh. Apalagi ketika dirinya menghempaskan tubuh ke atas tempat tidur. Dia tidak sanggup menahan rasa tangis yang telah dia tahan sejak semalam.Ah, sial sebenarnya apa sih yang sedang Elma lakukan? Dia menyeret Kai yang tidak berdosa hingga terjerat dan masuk ke dalam masalah. Jika saja dia tidak se optimis itu mungkin sekarang Kai akan baik-baik saja. Karena setelah dipikirkan kembali sebenarnya kehancuran hidu
Waktu berlalu begitu saja, dan kini Elma sudah mulai terbiasa hidup tanpa kedua kakinya. Bekas luka bakar yang sebelumnya terlihat mengerikan sudah mulai memudar. Elma bahkan kembali bekerja sebagai pemimpin perusahaan keluarganya. Mengingat hanya dia saja sang pewaris tunggal perusahaan itu. Dia tidak bisa membiarkan hasil usaha kedua orang tuanya sia-sia begitu saja. Oleh sebab itu meski dengan keterbatasan yang ada, Elma tetap maju dan menjadi seorang wanita karir yang sukses. Kekurangan yang dia miliki tidak cukup menjadi penghambatnya. Bahkan disela-sela kesibukannya, Elma juga kadang kerap mengunjungi beberapa panti asuhan atau badan amal untuk melakukan kegiatan sosial. Terutama di tempat rehabilitasi yang memiliki beberapa pasien yang serupa dengan dirinya.Terlepas dari itu, Elma dan Kai juga sudah semakin dekat satu sama lain. Bahkan pria itu sendiri memindahkan Elma ke kediamannya. Dia enggan berpisah mengingat apa yang pernah terjadi di masa lalu. Walaupun Elma sendiri men
Kai dengan tergesa segera mendatangi kediaman Enderson begitu dia mendapatkan telepon dari suster yang merawat Elma. Mimpi buruk yang selalu menghantuinya menjadi nyata. Keringat dingin membanjiri tubuh pria itu, hatinya pilu. Meski dia mencoba untuk tenang dan tidak panik, tetap saja dia tidak bisa memungkiri pikirannya sendiri.Ambulan datang bertepatan dengan kedatangannya, dan mereka segera melakukan tindakan. Sementara Elma berada dalam penanganan, Kai menunggu dengan rasa bersalah yang menggantung di lehernya. Mengapa dia tidak bisa berada disisi wanita itu? Bagaimana dia bisa menyadarkan Elma bahwa hidupnya layak untuk dijalani?Kai merasa tidak bisa menanggung beban ini sendirian. Dia tidak punya kawan, tidak punya keluarga yang bisa dia ajak bicara untuk mengungkap rasa frustasinya atas peristiwa ini. Tanpa sadar tangannya menekan tombol panggilan begitu saja.“Ada apa meneleponku, Kai?” suara pria disebrang sana menerima panggilannya, dan untuk beberapa alasan Kai merasa leg
Mendengar namanya dipanggil, Kai lantas langsung menoleh pada sumber suara. Di depannya telah berdiri Arash Elvander dengan raut muka yang begitu tenang seperti biasa. Memang pada dasarnya Kai pribadi agak kesulitan mengenali emosi pria ini, sebab dia dan Arash punya keahlian yang sama dalam menyembunyikan perasaan.Kai berdiri dari posisinya lalu mendekati Arash yang memanggilnya. “Bagaimana kondisi Elma sekarang?”“Kau bisa tanyakan pada dia sendiri, memangnya kau tidak mau menemui dia langsung?”“Sejujurnya aku tidak bermaksud untuk mengintip kalian. Tapi tadi aku sempat melihat Elma menangis di bahumu. Jadi aku putuskan untuk menunggu percakapan diantara kalian berdua berakhir,” ungkap Kai dengan jujur.Arash menarik napas sebelum memberi tanggapan. “Aku harap kau bisa membuatnya bahagia, Kai. Elma saat ini betul-betul sangat terpuruk,” katanya dengan suara yang di dalamnya terdapat rasa sakit yang begitu kentara ketika pria itu menepuk pundak Kai. “Kurasa yang paling dibutuhkan E
Arash mampir ke rumah sakit keesokan harinya dan dia mendapati Elma sedang dibantu oleh seorang perawat untuk duduk di ranjangnya. Wanita itu tampak sedikit kesulitan hanya untuk sekadar menjaga posisinya. Seolah seluruh ototnya tidak kuat untuk menopang tubuh. Namun dengan sedikit pengaturan, akhirnya Elma bisa diposisikan duduk dengan bantal sebagai penopang yang diletakan di belakang punggung. Saat dia telah cukup nyaman, Elma lantas melirik dan menatap Arash yang mengunjunginya.Arash tertegun ketika kedua mata mereka saling menatap satu sama lain. Kedua manik indah yang biasanya penuh dengan gairah hidup kini memandang dirinya tanpa perasaan apa-apa. Dia tampak lebih seperti sebuah cangkang kosong tanpa isi yang masih bernapas dan diberi nyawa. Melihat kondisi Elma yang seperti ini sungguh mengiris hatinya. Sungguh… tidak pernah terbayang sedikit pun kalau wanita yang kerap menghabiskan sebagian waktunya dengan perdebatan dan kekeras kepalaan yang lucu sekarang berada disini deng
Elma tergolek lemas di ruang perawatan. Sendirian. Begini pun karena memang permintaannya sendiri. Otaknya terlalu lelah menerima banyak informasi dalam satu waktu, dan lagi semua itu banyak memuat hal-hal yang terlalu menekan dirinya. Jadi, Elma memejamkan matanya sendiri dan mencoba untuk menyelami alam mimpi. Berharap ketika dia terbangun nanti semua hal yang dia alami sekarang hanyalah sekadar mimpi buruk belaka.Sebuah kecelakaan yang merenggut segala hal dari hidupnya. Orangtuanya, dan juga dirinya sendiri. Sekarang, bagaimana bisa Elma melanjutkan hidupnya bila kondisinya jadi begini? Tidak ada lagi yang bisa dia banggakan. Sosok Elma Enderson yang cantik, kaya dan rupawan saat ini telah berubah. Hanya sekadar menjadi wanita beruntung yang berhasil selamat dari maut tetapi harus mempertaruhkan tubuhnya sendiri. Wajahnya rusak karena luka bakar, dan kakinya pun lumpuh. Dunia mungkin sekarang menertawakannya karena dia dahulu terlalu congkak.Rangkaian bunga tulip dalam vas menar
Kai yang berdiri duduk di tepi ranjang hanya bisa terdiam ketika dokter selesai menjelaskan situasi dan kondisi Elma secara menyeluruh. Kai bisa melihat ekspresi wajah Elma yang tampak sangat terkejut, tetapi setelah ditenangkan pada akhirnya wanita itu hanya bisa menghela napas dengan air mata yang jatuh membasahi pipi begitu dokter meninggalkan mereka berdua saja.Elma terbaring menatap langit-langit, mengabaikan keberadaan Kai yang sesaat lalu juga ikut mendengarkan penuturan dokter mengenai situasinya. “Kau dengar kata dokter ‘kan, Kai?” Suara Elma terdengar kering dan serak.Kai menganggukan kepala. “Terlepas dari semua itu, semuanya akan segera membaik. Kau akan segera pulih dan sembuh seperti sedia kala,” ujar Kai terdengar sangat optimis.“Bukankah justru situasinya akan lebih baik kalau aku ikut mati saja bersama kedua orangtuaku dari pada menjadi cacat seumur hidup?”“Elma, please… jangan berkecil hati seperti itu. Banyak orang yang tidak ingin kehilanganmu, termasuk aku. Ak
“Elma sekeluarga mengalami kecelakaan lalu lintas.”Gaby langsung terperanjat, kedua matanya membulat. “Bagaimana keadaan mereka?”“Aku tidak tahu, yang pasti mereka di evakuasi ke rumah sakit pusat.”Sylla yang pada saat itu juga mendengarkan percakapan antara Gaby dan Thomy ikut terkejut. Wajahnya menjadi sepucat mayat, dan tubuhnya gemetar hebat. Keinginannya membuat Elma tidak hadir di pesta pernikahan memang terpenuhi, tetapi dia sama sekali tidak mengira bahwa Charles akan melakukan sesuatu yang keji. Lelaki itu betulan tidak peduli akan nyawa orang lain. Bila sampai kejadian ini diusut, dari gelagat Charles saja Sylla bisa menduga bahwa dia akan ikut terseret. Sylla menutup mulutnya dengan kedua tangan.Thomy yang telah lepas dari keterkejutan segera menengahi perkelahian yang tak perlu antara kakaknya dengan Kai. Melerai mereka dengan sebuah kabar buruk yang tentu saja mengejutkan semua orang.“Hentikan perdebatan yang tak penting ini. Aku baru saja mendapat kabar dari polisi,
Elma duduk dengan tenang, membiarkan wajahnya dirias sedemikian rupa oleh sang penata rias yang begitu berkonsentrasi menyapukan produk ke wajah sang pengantin wanita. Sebelumnya mereka sempat terkejut ketika melihat tampilan Elma yang begitu kuyu, berantakan, dengan mata yang sembab. Ketika ditanya alasannya, Elma hanya memberi jawaban bahwa dia tegang dan tidak bisa tidur semalaman. Untungnya alasan itu bisa diterima dan kini seluruh kekurangan yang tampak diwajahnya beberapa saat yang lalu telah diatasi dengan begitu baik. Mereka benar-benar seorang yang professional. Setelah menghabiskan waktu berjam-jam, tampilan Elma kini sudah begitu segar, dan tentu saja sangat bersinar. Mereka bekerja sangat keras untuk menutupi semuanya. Elma patut mengapresiasi hal itu, terutama ketika mereka berkata bahwa tidak ada yang ingin tampil buruk di acara pernikahannya sendiri. Apalagi ketika ada awak media yang siap mengabadikan moment tersebut.Mya dan Gaby, ada disini bersamanya sebagai sahabat
Elam berjinjit dan bibir mereka saling menyentuh. Kali ini bukan lagi sebuah ciuman yang dipenuhi dengan sensasi elektrik yang membakar gairah seperti sebelumnya. Tetapi lebih saling memberi kenyamanan. Mereka mencoba untuk berpura-pura mengabaikan adanya perpisahan, sehingga menenggelamkan diri dalam kenangan. Dan sialnya ciuman yang dimaksudkan untuk memberi sedikit kepastian malah lebih berasa seperti luka dan putus asa.Kai menyentuh pipi Elma. Jari-jarinya yang dingin bertemu dengan kulit putih susu yang terasa lembut dan hangat. Elma menggigit bibir bawahnya yang bergetar menahan rasa bersalah dan juga pedih di dalam hatinya.“Elma, jadilah milikku.” Entah bagaimana, sebuah kalimat yang semestinya dipenuhi dengan intrik dominasi malah terdengar pilu di telinga wanita itu. Kai yang sekarang tidak seperti Kai yang dulu selalu ingin didengar dan memerintah sesuka hati. Tidak lagi seperti seorang pria penuh misteri yang mengintimidasi. Dia bukan lagi menjadi sosok master yang penuh