“Arash?”Seketika lelaki itu langsung tersentak. Khayalan tak senonohnya dipatahkan oleh suara Elma yang baru saja kembali dengan membawa segelas air untuknya sementara lemonade dingin untuk dirinya sendiri. Wanita itu menyimpan gelas tersebut di meja. Arash sungguh sangat malu lantaran untuk sekejap dia sudah membayangkan Elma dengan cara yang kurang ajar.“Y—ya?”“Kau kenapa?” tanya Elma keheranan lantaran pria itu terlihat aneh.“Tidak apa-apa,” sahut lelaki itu cepat lalu meminum air yang disuguhkan padanya dalam sekali teguk. Elma sempat menaikan sebelah alisnya, tetapi kemudian wanita itu memilih abai dan beranjak dari sana untuk sekadar membuka jendela lebar-lebar. Membiarkan semilir angin menghalau hawa panas di dalam ruangan.Sebentar lagi matahari akan segera terbenam. Semburat jingga sudah menghiasi cakrawala diselingi dengan beberapa awan kelabu. Elma menyesap minuman dinginnya setelah itu dengan cara yang anggun seraya menikmati pemandangan sore hari dengan tatapan yang t
Malam di kediaman yang Kai tempati suasananya tampak begitu sunyi. Hanya terdengar suara gesekan dari kuas di atas kanvas di sebuah ruangan yang telah di sulap khusus untuk menjadi studio. Kai tampak memfokuskan perhatiannya dalam setiap goresannya terhadap sketsa yang telah dia buat sebelumnya. Gambar tersebut adalah potret Elma yang dia coba lukiskan sesuai dengan ingatan terakhirnya. Pria itu tenggelam jauh dalam pemikirannya sendiri untuk mengingat setiap jengkal lekuk dan sudut tubuh dari wanita yang telah selalu mengisi ruang di hati dan pikirannya. Dia terus mencoba menuangkan semua hal yang dia ingat dan rasakan terhadap wanita itu dalam setiap tarikan kuasnya, mencoba membentuk ulang potret wanita itu dalam bentuk dua dimensi.Elma meninggalkannya saat itu dan itu menjadi luka yang sulit untuk dia obati. Namun terlepas dari itu semua, sebenarnya hal itu pun juga salahnya karena Kai yang mendorongnya pergi dan mengusirnya setelah dia melakukan hal tidak pantas pada Elma. Maka
Kai sadar betul bahwa dia bukanlah seorang pria yang baik. Dia memang lahir menyandang nama Sanders meski didapatnya dari luar pernikahan, tetapi Kai lebih banyak menghabiskan waktunya di lingkungan yang penuh dengan kekerasan, prostitusi dan kriminalitas yang tinggi sejak kabur dari persembunyian yang telah ayahnya siapkan. Apa yang dia ketahui dari dunia luar adalah bagaimana caranya dia mempertahankan diri dan tidak mempecayai orang lain. Di dunia itulah dia tahu bahwa segalanya tidak pernah adil, dan minim belas kasih.Elma adalah perempuan nekat yang datang kehidupnya, jatuh cinta padanya meski Kai tidak pernah memberikan sesuatu yang dia butuhkan. Dan bagi pria tersebut hal itu layaknya seperti sebuah musim semi yang tidak pernah dia berani khayalkan ada di hidupnya sama sekali. Tidak peduli setebal apa dinding yang dia buat untuk mencoba denial terhadap hal tersebut, Elma selalu punya cara mencairkannya dan sekarang dengan seluruh kehangatan yang tersisa di hati lelaki itu, Elm
“Jadi, bagaimana kau memulainya?” kata Elma.Kini mereka berdua sudah berpindah posisi dan duduk berhadapan di ruang tengah. Sekarang situasinya sudah jauh lebih tenang, dan Arash berhasil mengenyahkan suasana membingungkan beberapa saat lalu dengan baik. Lelaki itu memandang Elma lekat-lekat sebelum memberikan jawaban.“Satu pertanyaan dan satu jawaban,” timpal Arash dengan tenang memberikan keputusan.“Kalau begitu kau yang mulai duluan,” sahut Elma lagi. Dia menyilangkan kaki dan bersikap kembali menjadi dirinya padahal beberapa saat lalu wanita itu terlihat sangat rentan dan lemah. Dari situasi tadi, Arash jadi punya pemikiran liar bahwa sebenarnya Elma bukanlah wantia yang belaian seperti yang dia sangka.Barangkali wanita itu hanya sedang berada di titik terendah dan menggunakan sentuhan pria sebagai obat jangka pendek untuk menutupi kegundahan dan kegelisahan dalam hati. Elma tidak peduli dengan siapa dia melakukannya, karena yang saat itu dia perlukan hanyalah kehangatan tubuh
“Kai?!” Elma mencoba memanggil pria yang dia kejar. Suaranya sedikit pecah ketika menyebut nama yang telah lama tidak dia ucapkan. Jantungnya berdegup kencang penuh antisipasi, apalagi ketika pria itu berhenti sebentar di posisinya dan secara perlahan menoleh kepadanya.Sebuah senyuman dihadirkan, dan seketika pula hatinya mencelos penuh rasa kecewa. Itu bukan dia, dia bukanlah Kai.“Ah, Ms. Elma. Apakah Anda memanggil saya? Sungguh sebuah keberuntungan karena saya bisa bertemu dengan Anda di acara ini. Kebetulan sekali saya punya jadwal pertemuan dengan Anda minggu depan, jadi bila tidak keberatan dapatkah kita bicara soal itu? perusahaan kami ingin menjajaki kerja sama dengan perusahaan Anda,” jelas pria itu dengan sumringah seolah dia melihat oasis di gurun pasir.Tetapi Elma justru telah menghilang dari peredaran, dan dia lebih fokus kepada kekecewaannya sendiri. “Maaf, saya salah mengira Anda dengan seseorang. Tentu saya tidak keberatan dengan gagasan Anda. Tetapi untuk hari ini
Kai kala itu berada di ruang kerja Charlie bersama dengan pengacara Yamada. Kebetulan saat itu pria yang sedang dia tunggu belum datang, makanya Kai menunggunya dengan kesabaran penuh. Dia sudah menunggu hari ini tiba karena seluruh persiapannya telah rampung. Rencananya hari ini memang waktunya bagi Kai untuk mengkonfrontasi secara langsung seluruh perbuatan Charlie atas dirinya yang berbuat sewenang-wenang dengan posisi yang dia dudukinya selama ini. Tentu saja, hari ini pun akan menjadi kali pertama Kai resmi mengambil alih perusahaannya.Langkah kaki tak lama terdengar dari luar, orang yang ditunggu tampaknya telah tiba. Pria yang dinantikan muncul dari pintu, dan dia sedikit tersentak menyadari ada orang yang menantikan kehadirannya. Meski tatapan pria itu tidak bersahabat, tetapi Kai sama sekali tidak gentar. Malah dia balik menantangnya dengan tatapan tak kalah sengit. Kai tentu tidak segegabah itu hingga berani begini bila tidak punya banyak kartu dalam sakunya. Dia sudah meng
Kai mentaap dinding kosong yang dia tempati. Ruangan ini akan segera beralih pemilik sebab dalam waktu kurang dari satu pekan dia sudah akan resmi menduduki posisi CEO perusahaan. Tetapi meski segalanya sudah selancar ini pun dia tetap memiliki rasa sedikit takut dan tidak mengerti apa yang harus dilakukan dalam posisinya saat ini. Dia sama sekali tidak tahu apa-apa soal membuat kebijakan dalam memimpin sebuah perusahaan. Dia butuh orang kepercayaan untuk menjadi penasehatnya sekaligus menyerap banyak ilmu dan pengalaman dari orang tersebut untuk menguatkan posisinya.Bila saja saat ini Elma yang mendampinginya, sudah barang tentu posisi ini tidak akan terlalu membebani pundaknya karena wantia itu punya jam terbang yang tinggi dalam hal pekerjaan. wanita itu pun pasti akan dengan senang hati memberikan masukan dan juga bimbingan dalam mengurusi masalah seperti ini. Ya, tapi dia mengingat betul bahwa alasan mengapa dia sekarang memilih jalan ini pun karena wanita itu tidak ada disisiny
Sylla sudah berusaha mencari keberadaan Kai. Pria yang pernah dia selidiki asal-usulnya. Tetapi usahanya sekarang tampak tidak membuahkan hasil apa-apa. Sylla bahkan menelusuri langsung tempat tinggal pria itu, tetapi sekali lagi dia tidak mendapatkan informasi apa-apa. Tidak ada hasil yang signifikan atas seluruh daya upayanya. Namun ada satu moment dimana Sylla menemukan informasi bahwa Kai pernah bercengkrama dengan Lady Eleanor saat pesta perusahaan. Saat mendengar penuturan sang saksi mata, Sylla hanya bisa merasa aneh. Tentu itu sangat mencengangkan, mengingat Kai adalah seorang pria yang latar belakangnya sangat tidak jelas bahkan terkesan suram. Meski begitu dia malah punya kontak dengan seorang wanita yang berpengaruh macam Lady Eleanor yang notabene adalah seorang politisi.Setidaknya ada sedikit petunjuk, dan Sylla akan memastikan dia menggali semuanya. Dia mungkin akan mengatur pertemuan dengan Lady Eleanor segera untuk menguak seluk beluk pria itu secara rinci. Bagaimana
Waktu berlalu begitu saja, dan kini Elma sudah mulai terbiasa hidup tanpa kedua kakinya. Bekas luka bakar yang sebelumnya terlihat mengerikan sudah mulai memudar. Elma bahkan kembali bekerja sebagai pemimpin perusahaan keluarganya. Mengingat hanya dia saja sang pewaris tunggal perusahaan itu. Dia tidak bisa membiarkan hasil usaha kedua orang tuanya sia-sia begitu saja. Oleh sebab itu meski dengan keterbatasan yang ada, Elma tetap maju dan menjadi seorang wanita karir yang sukses. Kekurangan yang dia miliki tidak cukup menjadi penghambatnya. Bahkan disela-sela kesibukannya, Elma juga kadang kerap mengunjungi beberapa panti asuhan atau badan amal untuk melakukan kegiatan sosial. Terutama di tempat rehabilitasi yang memiliki beberapa pasien yang serupa dengan dirinya.Terlepas dari itu, Elma dan Kai juga sudah semakin dekat satu sama lain. Bahkan pria itu sendiri memindahkan Elma ke kediamannya. Dia enggan berpisah mengingat apa yang pernah terjadi di masa lalu. Walaupun Elma sendiri men
Kai dengan tergesa segera mendatangi kediaman Enderson begitu dia mendapatkan telepon dari suster yang merawat Elma. Mimpi buruk yang selalu menghantuinya menjadi nyata. Keringat dingin membanjiri tubuh pria itu, hatinya pilu. Meski dia mencoba untuk tenang dan tidak panik, tetap saja dia tidak bisa memungkiri pikirannya sendiri.Ambulan datang bertepatan dengan kedatangannya, dan mereka segera melakukan tindakan. Sementara Elma berada dalam penanganan, Kai menunggu dengan rasa bersalah yang menggantung di lehernya. Mengapa dia tidak bisa berada disisi wanita itu? Bagaimana dia bisa menyadarkan Elma bahwa hidupnya layak untuk dijalani?Kai merasa tidak bisa menanggung beban ini sendirian. Dia tidak punya kawan, tidak punya keluarga yang bisa dia ajak bicara untuk mengungkap rasa frustasinya atas peristiwa ini. Tanpa sadar tangannya menekan tombol panggilan begitu saja.“Ada apa meneleponku, Kai?” suara pria disebrang sana menerima panggilannya, dan untuk beberapa alasan Kai merasa leg
Mendengar namanya dipanggil, Kai lantas langsung menoleh pada sumber suara. Di depannya telah berdiri Arash Elvander dengan raut muka yang begitu tenang seperti biasa. Memang pada dasarnya Kai pribadi agak kesulitan mengenali emosi pria ini, sebab dia dan Arash punya keahlian yang sama dalam menyembunyikan perasaan.Kai berdiri dari posisinya lalu mendekati Arash yang memanggilnya. “Bagaimana kondisi Elma sekarang?”“Kau bisa tanyakan pada dia sendiri, memangnya kau tidak mau menemui dia langsung?”“Sejujurnya aku tidak bermaksud untuk mengintip kalian. Tapi tadi aku sempat melihat Elma menangis di bahumu. Jadi aku putuskan untuk menunggu percakapan diantara kalian berdua berakhir,” ungkap Kai dengan jujur.Arash menarik napas sebelum memberi tanggapan. “Aku harap kau bisa membuatnya bahagia, Kai. Elma saat ini betul-betul sangat terpuruk,” katanya dengan suara yang di dalamnya terdapat rasa sakit yang begitu kentara ketika pria itu menepuk pundak Kai. “Kurasa yang paling dibutuhkan E
Arash mampir ke rumah sakit keesokan harinya dan dia mendapati Elma sedang dibantu oleh seorang perawat untuk duduk di ranjangnya. Wanita itu tampak sedikit kesulitan hanya untuk sekadar menjaga posisinya. Seolah seluruh ototnya tidak kuat untuk menopang tubuh. Namun dengan sedikit pengaturan, akhirnya Elma bisa diposisikan duduk dengan bantal sebagai penopang yang diletakan di belakang punggung. Saat dia telah cukup nyaman, Elma lantas melirik dan menatap Arash yang mengunjunginya.Arash tertegun ketika kedua mata mereka saling menatap satu sama lain. Kedua manik indah yang biasanya penuh dengan gairah hidup kini memandang dirinya tanpa perasaan apa-apa. Dia tampak lebih seperti sebuah cangkang kosong tanpa isi yang masih bernapas dan diberi nyawa. Melihat kondisi Elma yang seperti ini sungguh mengiris hatinya. Sungguh… tidak pernah terbayang sedikit pun kalau wanita yang kerap menghabiskan sebagian waktunya dengan perdebatan dan kekeras kepalaan yang lucu sekarang berada disini deng
Elma tergolek lemas di ruang perawatan. Sendirian. Begini pun karena memang permintaannya sendiri. Otaknya terlalu lelah menerima banyak informasi dalam satu waktu, dan lagi semua itu banyak memuat hal-hal yang terlalu menekan dirinya. Jadi, Elma memejamkan matanya sendiri dan mencoba untuk menyelami alam mimpi. Berharap ketika dia terbangun nanti semua hal yang dia alami sekarang hanyalah sekadar mimpi buruk belaka.Sebuah kecelakaan yang merenggut segala hal dari hidupnya. Orangtuanya, dan juga dirinya sendiri. Sekarang, bagaimana bisa Elma melanjutkan hidupnya bila kondisinya jadi begini? Tidak ada lagi yang bisa dia banggakan. Sosok Elma Enderson yang cantik, kaya dan rupawan saat ini telah berubah. Hanya sekadar menjadi wanita beruntung yang berhasil selamat dari maut tetapi harus mempertaruhkan tubuhnya sendiri. Wajahnya rusak karena luka bakar, dan kakinya pun lumpuh. Dunia mungkin sekarang menertawakannya karena dia dahulu terlalu congkak.Rangkaian bunga tulip dalam vas menar
Kai yang berdiri duduk di tepi ranjang hanya bisa terdiam ketika dokter selesai menjelaskan situasi dan kondisi Elma secara menyeluruh. Kai bisa melihat ekspresi wajah Elma yang tampak sangat terkejut, tetapi setelah ditenangkan pada akhirnya wanita itu hanya bisa menghela napas dengan air mata yang jatuh membasahi pipi begitu dokter meninggalkan mereka berdua saja.Elma terbaring menatap langit-langit, mengabaikan keberadaan Kai yang sesaat lalu juga ikut mendengarkan penuturan dokter mengenai situasinya. “Kau dengar kata dokter ‘kan, Kai?” Suara Elma terdengar kering dan serak.Kai menganggukan kepala. “Terlepas dari semua itu, semuanya akan segera membaik. Kau akan segera pulih dan sembuh seperti sedia kala,” ujar Kai terdengar sangat optimis.“Bukankah justru situasinya akan lebih baik kalau aku ikut mati saja bersama kedua orangtuaku dari pada menjadi cacat seumur hidup?”“Elma, please… jangan berkecil hati seperti itu. Banyak orang yang tidak ingin kehilanganmu, termasuk aku. Ak
“Elma sekeluarga mengalami kecelakaan lalu lintas.”Gaby langsung terperanjat, kedua matanya membulat. “Bagaimana keadaan mereka?”“Aku tidak tahu, yang pasti mereka di evakuasi ke rumah sakit pusat.”Sylla yang pada saat itu juga mendengarkan percakapan antara Gaby dan Thomy ikut terkejut. Wajahnya menjadi sepucat mayat, dan tubuhnya gemetar hebat. Keinginannya membuat Elma tidak hadir di pesta pernikahan memang terpenuhi, tetapi dia sama sekali tidak mengira bahwa Charles akan melakukan sesuatu yang keji. Lelaki itu betulan tidak peduli akan nyawa orang lain. Bila sampai kejadian ini diusut, dari gelagat Charles saja Sylla bisa menduga bahwa dia akan ikut terseret. Sylla menutup mulutnya dengan kedua tangan.Thomy yang telah lepas dari keterkejutan segera menengahi perkelahian yang tak perlu antara kakaknya dengan Kai. Melerai mereka dengan sebuah kabar buruk yang tentu saja mengejutkan semua orang.“Hentikan perdebatan yang tak penting ini. Aku baru saja mendapat kabar dari polisi,
Elma duduk dengan tenang, membiarkan wajahnya dirias sedemikian rupa oleh sang penata rias yang begitu berkonsentrasi menyapukan produk ke wajah sang pengantin wanita. Sebelumnya mereka sempat terkejut ketika melihat tampilan Elma yang begitu kuyu, berantakan, dengan mata yang sembab. Ketika ditanya alasannya, Elma hanya memberi jawaban bahwa dia tegang dan tidak bisa tidur semalaman. Untungnya alasan itu bisa diterima dan kini seluruh kekurangan yang tampak diwajahnya beberapa saat yang lalu telah diatasi dengan begitu baik. Mereka benar-benar seorang yang professional. Setelah menghabiskan waktu berjam-jam, tampilan Elma kini sudah begitu segar, dan tentu saja sangat bersinar. Mereka bekerja sangat keras untuk menutupi semuanya. Elma patut mengapresiasi hal itu, terutama ketika mereka berkata bahwa tidak ada yang ingin tampil buruk di acara pernikahannya sendiri. Apalagi ketika ada awak media yang siap mengabadikan moment tersebut.Mya dan Gaby, ada disini bersamanya sebagai sahabat
Elam berjinjit dan bibir mereka saling menyentuh. Kali ini bukan lagi sebuah ciuman yang dipenuhi dengan sensasi elektrik yang membakar gairah seperti sebelumnya. Tetapi lebih saling memberi kenyamanan. Mereka mencoba untuk berpura-pura mengabaikan adanya perpisahan, sehingga menenggelamkan diri dalam kenangan. Dan sialnya ciuman yang dimaksudkan untuk memberi sedikit kepastian malah lebih berasa seperti luka dan putus asa.Kai menyentuh pipi Elma. Jari-jarinya yang dingin bertemu dengan kulit putih susu yang terasa lembut dan hangat. Elma menggigit bibir bawahnya yang bergetar menahan rasa bersalah dan juga pedih di dalam hatinya.“Elma, jadilah milikku.” Entah bagaimana, sebuah kalimat yang semestinya dipenuhi dengan intrik dominasi malah terdengar pilu di telinga wanita itu. Kai yang sekarang tidak seperti Kai yang dulu selalu ingin didengar dan memerintah sesuka hati. Tidak lagi seperti seorang pria penuh misteri yang mengintimidasi. Dia bukan lagi menjadi sosok master yang penuh