Kai mentaap dinding kosong yang dia tempati. Ruangan ini akan segera beralih pemilik sebab dalam waktu kurang dari satu pekan dia sudah akan resmi menduduki posisi CEO perusahaan. Tetapi meski segalanya sudah selancar ini pun dia tetap memiliki rasa sedikit takut dan tidak mengerti apa yang harus dilakukan dalam posisinya saat ini. Dia sama sekali tidak tahu apa-apa soal membuat kebijakan dalam memimpin sebuah perusahaan. Dia butuh orang kepercayaan untuk menjadi penasehatnya sekaligus menyerap banyak ilmu dan pengalaman dari orang tersebut untuk menguatkan posisinya.Bila saja saat ini Elma yang mendampinginya, sudah barang tentu posisi ini tidak akan terlalu membebani pundaknya karena wantia itu punya jam terbang yang tinggi dalam hal pekerjaan. wanita itu pun pasti akan dengan senang hati memberikan masukan dan juga bimbingan dalam mengurusi masalah seperti ini. Ya, tapi dia mengingat betul bahwa alasan mengapa dia sekarang memilih jalan ini pun karena wanita itu tidak ada disisiny
Sylla sudah berusaha mencari keberadaan Kai. Pria yang pernah dia selidiki asal-usulnya. Tetapi usahanya sekarang tampak tidak membuahkan hasil apa-apa. Sylla bahkan menelusuri langsung tempat tinggal pria itu, tetapi sekali lagi dia tidak mendapatkan informasi apa-apa. Tidak ada hasil yang signifikan atas seluruh daya upayanya. Namun ada satu moment dimana Sylla menemukan informasi bahwa Kai pernah bercengkrama dengan Lady Eleanor saat pesta perusahaan. Saat mendengar penuturan sang saksi mata, Sylla hanya bisa merasa aneh. Tentu itu sangat mencengangkan, mengingat Kai adalah seorang pria yang latar belakangnya sangat tidak jelas bahkan terkesan suram. Meski begitu dia malah punya kontak dengan seorang wanita yang berpengaruh macam Lady Eleanor yang notabene adalah seorang politisi.Setidaknya ada sedikit petunjuk, dan Sylla akan memastikan dia menggali semuanya. Dia mungkin akan mengatur pertemuan dengan Lady Eleanor segera untuk menguak seluk beluk pria itu secara rinci. Bagaimana
Kedua mata Elma kontan membelalak tidak percaya atas apa yang baru saja dia dengar dari mulut Arash. “Apa? tidak! tidak! cari hotel lain saja sana. Aku tidak sedang menerima tamu, apalagi pria dengan alasan apa pun,” jelas Elma yang langsung membanting pintu tepat di depan muka Arash.Arash yang merasa sangat lelah karena perjalanannya sudah tidak punya tenaga untuk memahami perempuan itu. Rasa letih dan jet lag membuat pria itu tidak kuasa menahan diri lagi. “Elma, jangan jahat begitu. Kau tahu betul kalau perjalanan yang aku tempuh kemari itu memakan waktu dan aku juga sudah sangat kelelahan. Jika kau menyuruhku untuk pergi mencari tempat lain, itu bisa makan waktu tiga jam, dan sungguh aku tidak sanggup untuk melakukan perjalanan dalam bentuk apa pun untuk sekarang,” teriak pria itu mengungkapkan segalanya. Dia sudah tidak lagi menutup diri dan tidak sekaku dirinya yang dulu. Bersama Elma, Arash memang jadi lebih vocal untuk memperlihatkan semua hal yang dirinya rasakan tanpa meras
Menyadari bahwa Elma bergumam untuk dirinya sendiri dan menutupi wajahnya dengan buku di tangan. Pada saat itulah Arash mencuri lirikan pada jemari Elma yang terpampang di setiap sisi buku yang sedang dia pegang. Arash melihat ada cincin pertunangan mereka disana, dan laki-laki itu langsung tersenyum simpul.“Aku senang melihatmu memakai cincin pertunangan yang aku berikan. Aku rasa kau benar-benar bisa menerimaku sekarang,” ujar pria itu yang kemudian kembali memilih menyibukan diri dengan seluruh proses memasak yang sedang dia lakukan.Mendengar soal cincin, Elma dengan refleks menutupi jemari tangannya sendiri. Tindak tanduknya yang gugup malah membuat wanita itu terlihat lucu. “A—aku hanya suka cincinnya, bukan berarti apa-apa ya. Dan lagi asal kau tahu kalau hatiku masih belum sepenuhnya ikhlas menerimamu jadi tunanganku,” sanggah Elma sedikit gelagapan.Arash hanya mengangguk-anggukan kepalanya. “Baiklah, baiklah. Aku mengerti.”“Jangan mengejekku!” seru Elma lagi mendengar jawa
Bibir Arash yang menyentuhnya membuat Elma merasakan kehangatan yang dia damba. Hanya saja Arash tetaplah Arash, dia bukan Kai dan mereka berdua adalah dua orang yang berbeda. Bibir yang kini dia kecup terasa seperti wine, tidak terlalu mengenakan di awal tetapi semakin dalam malah semakin memabukan. Bila ciuman dari Kai selalu terasa seperti api yang berkobar membakar dirinya dalam sebuah letupan gairah membara maka ciuman milik Arash ini jauh lebih seperti sebuah air danau yang dingin dan tidak beriak, memberikan sebuah ketenangan yang memang sedang Elma butuhkan tetapi sejujurnya Elma membutuhkan lebih dari sekadar penenang untuk sekarang. Sebab ketenangan yang Arash berikan malah membuat dirinya mati rasa.Memang benar, sejenak hatinya jauh terasa lebih lega. Semua hal yang menyesakan terlupakan dengan mudah. Tetapi hanya sebatas itu, tidak ada godaan yang memikat seperti yang biasa dapati dari Kai. Tidak ada.Dia dan Arash, mereka berdua bukanlah musuh, mereka juga sepasang kekas
Arash terbangun dengan ekspresi mengernyit. Kepalanya terasa berdenyut tak karuan. Untuk sesaat dia merasa kebingungan dengan apa yang sudah terjadi. Ingatan terakhir yang muncul dikepalanya adalah mereka berdua makan malam, Elma yang setengah mabuk, dan … secara beruntun semua potongan itu mulai bermunculan membentuk sebuah cerita secara utuh. Arash kontan menutup wajahnya dengan tangan. Rasa malu dan juga penyesalan menerpa bagaikan air bah, wajahnya memanas. Mereka berdua telah melakukannya. Mereka terlalu tenggelam dalam nafsu birahi hingga mengabaikan semua hal. Padahal Arash berencana mendekati Elma dengan cara yang benar, dengan cara yang baik. Sebagaimana para gentleman berlaku. Tetapi setelah kejadian semalam, tentu saja harapan itu pupus sudah dan sekarang Arash malah tidak tahu harus bersikap bagaimana. Dia takut wanita itu menanyakan sesuatu, dia tidak tahu bagaimana harus menjelaskan semuanya. Karena sesungguhnya semalam dia adalah yang paling sadar diantara mereka.Arash
“Thomy, ayo kita makan siang!” Gaby masuk ke dalam kantor sang tunangan dengan santai, karena memang hal itu sudah biasa dia lakukan. Namun melihat raut muka kekasihnya tampak ditekuk bersamaan dengan tumpukan file yang tak biasa di atas meja kerjanya cukup memberikan informasi jawaban yang akan dia terima dari pria itu.“Maafkan aku, Gaby. Kau bisa lihat sendiri sepertinya aku tidak akan bisa menemanimu makan siang keluar. Yang bisa aku tawarkan sekarang hanya sebatas memesan makanan siap antar dan makan disini. Itupun kalau kau tidak keberatan,” jawab Thomy yang mempertegas dugaan Gaby sebelumnya.Alih-alih kecewa, wanita itu malah menatap wajah tunangannya dengan ekspresi yang khawatir. “Apa yang terjadi?”Thomy memijat batang hidungnya. Matanya tampak lelah membaca setiap laporan yang masuk ke meja kerjanya. Thomy memang biasanya bekerja semampunya, jadi ini adalah kali pertama Gaby melihat sang kekasih tercinta frustasi atas pekerjaan. “Arash kabur mengejar Elma ke Italia, dan si
Elma dan Arash kembali setelah dua minggu berturut-turut menghabiskan waktu berdua saja di Italia. Setelah insiden yang terjadi ketika mereka mabuk, entah bagaimana kini hubungan mereka berdua sudah menjadi lebih akrab dari pada sebelumnya. Elma menyadari bahwa Arash adalah patner yang sempurna, serta dia tipikal teman serumah yang baik. Pria itu bisa memasak dan situasi rumah jadi lebih terorganisir sejak dia ikut tinggal bersamanya dibandingkan saat hanya ada Elma disana. Perbedaan yang terlalu mencolok tersebut membuat Elma sedikit membuka hatinya. Apalagi setelah dia kerap melihat Arash yang selalu membereskan setiap kekacauan yang Elma buat.Seementara di sisi Arash sendiri, dia bersyukur dan sangat senang lantaran usahanya menyusul wanita itu tidak sia-sia. Liburan mereka berjalan lancar dan memberikan progress positif dihubungan mereka berdua. Dia juga berhasil membuat Elma tertarik dengan pesta pernikahan yang akan mereka gelar dalam waktu dekat dengan mengunjungi beberapa WO
Waktu berlalu begitu saja, dan kini Elma sudah mulai terbiasa hidup tanpa kedua kakinya. Bekas luka bakar yang sebelumnya terlihat mengerikan sudah mulai memudar. Elma bahkan kembali bekerja sebagai pemimpin perusahaan keluarganya. Mengingat hanya dia saja sang pewaris tunggal perusahaan itu. Dia tidak bisa membiarkan hasil usaha kedua orang tuanya sia-sia begitu saja. Oleh sebab itu meski dengan keterbatasan yang ada, Elma tetap maju dan menjadi seorang wanita karir yang sukses. Kekurangan yang dia miliki tidak cukup menjadi penghambatnya. Bahkan disela-sela kesibukannya, Elma juga kadang kerap mengunjungi beberapa panti asuhan atau badan amal untuk melakukan kegiatan sosial. Terutama di tempat rehabilitasi yang memiliki beberapa pasien yang serupa dengan dirinya.Terlepas dari itu, Elma dan Kai juga sudah semakin dekat satu sama lain. Bahkan pria itu sendiri memindahkan Elma ke kediamannya. Dia enggan berpisah mengingat apa yang pernah terjadi di masa lalu. Walaupun Elma sendiri men
Kai dengan tergesa segera mendatangi kediaman Enderson begitu dia mendapatkan telepon dari suster yang merawat Elma. Mimpi buruk yang selalu menghantuinya menjadi nyata. Keringat dingin membanjiri tubuh pria itu, hatinya pilu. Meski dia mencoba untuk tenang dan tidak panik, tetap saja dia tidak bisa memungkiri pikirannya sendiri.Ambulan datang bertepatan dengan kedatangannya, dan mereka segera melakukan tindakan. Sementara Elma berada dalam penanganan, Kai menunggu dengan rasa bersalah yang menggantung di lehernya. Mengapa dia tidak bisa berada disisi wanita itu? Bagaimana dia bisa menyadarkan Elma bahwa hidupnya layak untuk dijalani?Kai merasa tidak bisa menanggung beban ini sendirian. Dia tidak punya kawan, tidak punya keluarga yang bisa dia ajak bicara untuk mengungkap rasa frustasinya atas peristiwa ini. Tanpa sadar tangannya menekan tombol panggilan begitu saja.“Ada apa meneleponku, Kai?” suara pria disebrang sana menerima panggilannya, dan untuk beberapa alasan Kai merasa leg
Mendengar namanya dipanggil, Kai lantas langsung menoleh pada sumber suara. Di depannya telah berdiri Arash Elvander dengan raut muka yang begitu tenang seperti biasa. Memang pada dasarnya Kai pribadi agak kesulitan mengenali emosi pria ini, sebab dia dan Arash punya keahlian yang sama dalam menyembunyikan perasaan.Kai berdiri dari posisinya lalu mendekati Arash yang memanggilnya. “Bagaimana kondisi Elma sekarang?”“Kau bisa tanyakan pada dia sendiri, memangnya kau tidak mau menemui dia langsung?”“Sejujurnya aku tidak bermaksud untuk mengintip kalian. Tapi tadi aku sempat melihat Elma menangis di bahumu. Jadi aku putuskan untuk menunggu percakapan diantara kalian berdua berakhir,” ungkap Kai dengan jujur.Arash menarik napas sebelum memberi tanggapan. “Aku harap kau bisa membuatnya bahagia, Kai. Elma saat ini betul-betul sangat terpuruk,” katanya dengan suara yang di dalamnya terdapat rasa sakit yang begitu kentara ketika pria itu menepuk pundak Kai. “Kurasa yang paling dibutuhkan E
Arash mampir ke rumah sakit keesokan harinya dan dia mendapati Elma sedang dibantu oleh seorang perawat untuk duduk di ranjangnya. Wanita itu tampak sedikit kesulitan hanya untuk sekadar menjaga posisinya. Seolah seluruh ototnya tidak kuat untuk menopang tubuh. Namun dengan sedikit pengaturan, akhirnya Elma bisa diposisikan duduk dengan bantal sebagai penopang yang diletakan di belakang punggung. Saat dia telah cukup nyaman, Elma lantas melirik dan menatap Arash yang mengunjunginya.Arash tertegun ketika kedua mata mereka saling menatap satu sama lain. Kedua manik indah yang biasanya penuh dengan gairah hidup kini memandang dirinya tanpa perasaan apa-apa. Dia tampak lebih seperti sebuah cangkang kosong tanpa isi yang masih bernapas dan diberi nyawa. Melihat kondisi Elma yang seperti ini sungguh mengiris hatinya. Sungguh… tidak pernah terbayang sedikit pun kalau wanita yang kerap menghabiskan sebagian waktunya dengan perdebatan dan kekeras kepalaan yang lucu sekarang berada disini deng
Elma tergolek lemas di ruang perawatan. Sendirian. Begini pun karena memang permintaannya sendiri. Otaknya terlalu lelah menerima banyak informasi dalam satu waktu, dan lagi semua itu banyak memuat hal-hal yang terlalu menekan dirinya. Jadi, Elma memejamkan matanya sendiri dan mencoba untuk menyelami alam mimpi. Berharap ketika dia terbangun nanti semua hal yang dia alami sekarang hanyalah sekadar mimpi buruk belaka.Sebuah kecelakaan yang merenggut segala hal dari hidupnya. Orangtuanya, dan juga dirinya sendiri. Sekarang, bagaimana bisa Elma melanjutkan hidupnya bila kondisinya jadi begini? Tidak ada lagi yang bisa dia banggakan. Sosok Elma Enderson yang cantik, kaya dan rupawan saat ini telah berubah. Hanya sekadar menjadi wanita beruntung yang berhasil selamat dari maut tetapi harus mempertaruhkan tubuhnya sendiri. Wajahnya rusak karena luka bakar, dan kakinya pun lumpuh. Dunia mungkin sekarang menertawakannya karena dia dahulu terlalu congkak.Rangkaian bunga tulip dalam vas menar
Kai yang berdiri duduk di tepi ranjang hanya bisa terdiam ketika dokter selesai menjelaskan situasi dan kondisi Elma secara menyeluruh. Kai bisa melihat ekspresi wajah Elma yang tampak sangat terkejut, tetapi setelah ditenangkan pada akhirnya wanita itu hanya bisa menghela napas dengan air mata yang jatuh membasahi pipi begitu dokter meninggalkan mereka berdua saja.Elma terbaring menatap langit-langit, mengabaikan keberadaan Kai yang sesaat lalu juga ikut mendengarkan penuturan dokter mengenai situasinya. “Kau dengar kata dokter ‘kan, Kai?” Suara Elma terdengar kering dan serak.Kai menganggukan kepala. “Terlepas dari semua itu, semuanya akan segera membaik. Kau akan segera pulih dan sembuh seperti sedia kala,” ujar Kai terdengar sangat optimis.“Bukankah justru situasinya akan lebih baik kalau aku ikut mati saja bersama kedua orangtuaku dari pada menjadi cacat seumur hidup?”“Elma, please… jangan berkecil hati seperti itu. Banyak orang yang tidak ingin kehilanganmu, termasuk aku. Ak
“Elma sekeluarga mengalami kecelakaan lalu lintas.”Gaby langsung terperanjat, kedua matanya membulat. “Bagaimana keadaan mereka?”“Aku tidak tahu, yang pasti mereka di evakuasi ke rumah sakit pusat.”Sylla yang pada saat itu juga mendengarkan percakapan antara Gaby dan Thomy ikut terkejut. Wajahnya menjadi sepucat mayat, dan tubuhnya gemetar hebat. Keinginannya membuat Elma tidak hadir di pesta pernikahan memang terpenuhi, tetapi dia sama sekali tidak mengira bahwa Charles akan melakukan sesuatu yang keji. Lelaki itu betulan tidak peduli akan nyawa orang lain. Bila sampai kejadian ini diusut, dari gelagat Charles saja Sylla bisa menduga bahwa dia akan ikut terseret. Sylla menutup mulutnya dengan kedua tangan.Thomy yang telah lepas dari keterkejutan segera menengahi perkelahian yang tak perlu antara kakaknya dengan Kai. Melerai mereka dengan sebuah kabar buruk yang tentu saja mengejutkan semua orang.“Hentikan perdebatan yang tak penting ini. Aku baru saja mendapat kabar dari polisi,
Elma duduk dengan tenang, membiarkan wajahnya dirias sedemikian rupa oleh sang penata rias yang begitu berkonsentrasi menyapukan produk ke wajah sang pengantin wanita. Sebelumnya mereka sempat terkejut ketika melihat tampilan Elma yang begitu kuyu, berantakan, dengan mata yang sembab. Ketika ditanya alasannya, Elma hanya memberi jawaban bahwa dia tegang dan tidak bisa tidur semalaman. Untungnya alasan itu bisa diterima dan kini seluruh kekurangan yang tampak diwajahnya beberapa saat yang lalu telah diatasi dengan begitu baik. Mereka benar-benar seorang yang professional. Setelah menghabiskan waktu berjam-jam, tampilan Elma kini sudah begitu segar, dan tentu saja sangat bersinar. Mereka bekerja sangat keras untuk menutupi semuanya. Elma patut mengapresiasi hal itu, terutama ketika mereka berkata bahwa tidak ada yang ingin tampil buruk di acara pernikahannya sendiri. Apalagi ketika ada awak media yang siap mengabadikan moment tersebut.Mya dan Gaby, ada disini bersamanya sebagai sahabat
Elam berjinjit dan bibir mereka saling menyentuh. Kali ini bukan lagi sebuah ciuman yang dipenuhi dengan sensasi elektrik yang membakar gairah seperti sebelumnya. Tetapi lebih saling memberi kenyamanan. Mereka mencoba untuk berpura-pura mengabaikan adanya perpisahan, sehingga menenggelamkan diri dalam kenangan. Dan sialnya ciuman yang dimaksudkan untuk memberi sedikit kepastian malah lebih berasa seperti luka dan putus asa.Kai menyentuh pipi Elma. Jari-jarinya yang dingin bertemu dengan kulit putih susu yang terasa lembut dan hangat. Elma menggigit bibir bawahnya yang bergetar menahan rasa bersalah dan juga pedih di dalam hatinya.“Elma, jadilah milikku.” Entah bagaimana, sebuah kalimat yang semestinya dipenuhi dengan intrik dominasi malah terdengar pilu di telinga wanita itu. Kai yang sekarang tidak seperti Kai yang dulu selalu ingin didengar dan memerintah sesuka hati. Tidak lagi seperti seorang pria penuh misteri yang mengintimidasi. Dia bukan lagi menjadi sosok master yang penuh