Kai sadar betul bahwa dia bukanlah seorang pria yang baik. Dia memang lahir menyandang nama Sanders meski didapatnya dari luar pernikahan, tetapi Kai lebih banyak menghabiskan waktunya di lingkungan yang penuh dengan kekerasan, prostitusi dan kriminalitas yang tinggi sejak kabur dari persembunyian yang telah ayahnya siapkan. Apa yang dia ketahui dari dunia luar adalah bagaimana caranya dia mempertahankan diri dan tidak mempecayai orang lain. Di dunia itulah dia tahu bahwa segalanya tidak pernah adil, dan minim belas kasih.Elma adalah perempuan nekat yang datang kehidupnya, jatuh cinta padanya meski Kai tidak pernah memberikan sesuatu yang dia butuhkan. Dan bagi pria tersebut hal itu layaknya seperti sebuah musim semi yang tidak pernah dia berani khayalkan ada di hidupnya sama sekali. Tidak peduli setebal apa dinding yang dia buat untuk mencoba denial terhadap hal tersebut, Elma selalu punya cara mencairkannya dan sekarang dengan seluruh kehangatan yang tersisa di hati lelaki itu, Elm
“Jadi, bagaimana kau memulainya?” kata Elma.Kini mereka berdua sudah berpindah posisi dan duduk berhadapan di ruang tengah. Sekarang situasinya sudah jauh lebih tenang, dan Arash berhasil mengenyahkan suasana membingungkan beberapa saat lalu dengan baik. Lelaki itu memandang Elma lekat-lekat sebelum memberikan jawaban.“Satu pertanyaan dan satu jawaban,” timpal Arash dengan tenang memberikan keputusan.“Kalau begitu kau yang mulai duluan,” sahut Elma lagi. Dia menyilangkan kaki dan bersikap kembali menjadi dirinya padahal beberapa saat lalu wanita itu terlihat sangat rentan dan lemah. Dari situasi tadi, Arash jadi punya pemikiran liar bahwa sebenarnya Elma bukanlah wantia yang belaian seperti yang dia sangka.Barangkali wanita itu hanya sedang berada di titik terendah dan menggunakan sentuhan pria sebagai obat jangka pendek untuk menutupi kegundahan dan kegelisahan dalam hati. Elma tidak peduli dengan siapa dia melakukannya, karena yang saat itu dia perlukan hanyalah kehangatan tubuh
“Kai?!” Elma mencoba memanggil pria yang dia kejar. Suaranya sedikit pecah ketika menyebut nama yang telah lama tidak dia ucapkan. Jantungnya berdegup kencang penuh antisipasi, apalagi ketika pria itu berhenti sebentar di posisinya dan secara perlahan menoleh kepadanya.Sebuah senyuman dihadirkan, dan seketika pula hatinya mencelos penuh rasa kecewa. Itu bukan dia, dia bukanlah Kai.“Ah, Ms. Elma. Apakah Anda memanggil saya? Sungguh sebuah keberuntungan karena saya bisa bertemu dengan Anda di acara ini. Kebetulan sekali saya punya jadwal pertemuan dengan Anda minggu depan, jadi bila tidak keberatan dapatkah kita bicara soal itu? perusahaan kami ingin menjajaki kerja sama dengan perusahaan Anda,” jelas pria itu dengan sumringah seolah dia melihat oasis di gurun pasir.Tetapi Elma justru telah menghilang dari peredaran, dan dia lebih fokus kepada kekecewaannya sendiri. “Maaf, saya salah mengira Anda dengan seseorang. Tentu saya tidak keberatan dengan gagasan Anda. Tetapi untuk hari ini
Kai kala itu berada di ruang kerja Charlie bersama dengan pengacara Yamada. Kebetulan saat itu pria yang sedang dia tunggu belum datang, makanya Kai menunggunya dengan kesabaran penuh. Dia sudah menunggu hari ini tiba karena seluruh persiapannya telah rampung. Rencananya hari ini memang waktunya bagi Kai untuk mengkonfrontasi secara langsung seluruh perbuatan Charlie atas dirinya yang berbuat sewenang-wenang dengan posisi yang dia dudukinya selama ini. Tentu saja, hari ini pun akan menjadi kali pertama Kai resmi mengambil alih perusahaannya.Langkah kaki tak lama terdengar dari luar, orang yang ditunggu tampaknya telah tiba. Pria yang dinantikan muncul dari pintu, dan dia sedikit tersentak menyadari ada orang yang menantikan kehadirannya. Meski tatapan pria itu tidak bersahabat, tetapi Kai sama sekali tidak gentar. Malah dia balik menantangnya dengan tatapan tak kalah sengit. Kai tentu tidak segegabah itu hingga berani begini bila tidak punya banyak kartu dalam sakunya. Dia sudah meng
Kai mentaap dinding kosong yang dia tempati. Ruangan ini akan segera beralih pemilik sebab dalam waktu kurang dari satu pekan dia sudah akan resmi menduduki posisi CEO perusahaan. Tetapi meski segalanya sudah selancar ini pun dia tetap memiliki rasa sedikit takut dan tidak mengerti apa yang harus dilakukan dalam posisinya saat ini. Dia sama sekali tidak tahu apa-apa soal membuat kebijakan dalam memimpin sebuah perusahaan. Dia butuh orang kepercayaan untuk menjadi penasehatnya sekaligus menyerap banyak ilmu dan pengalaman dari orang tersebut untuk menguatkan posisinya.Bila saja saat ini Elma yang mendampinginya, sudah barang tentu posisi ini tidak akan terlalu membebani pundaknya karena wantia itu punya jam terbang yang tinggi dalam hal pekerjaan. wanita itu pun pasti akan dengan senang hati memberikan masukan dan juga bimbingan dalam mengurusi masalah seperti ini. Ya, tapi dia mengingat betul bahwa alasan mengapa dia sekarang memilih jalan ini pun karena wanita itu tidak ada disisiny
Sylla sudah berusaha mencari keberadaan Kai. Pria yang pernah dia selidiki asal-usulnya. Tetapi usahanya sekarang tampak tidak membuahkan hasil apa-apa. Sylla bahkan menelusuri langsung tempat tinggal pria itu, tetapi sekali lagi dia tidak mendapatkan informasi apa-apa. Tidak ada hasil yang signifikan atas seluruh daya upayanya. Namun ada satu moment dimana Sylla menemukan informasi bahwa Kai pernah bercengkrama dengan Lady Eleanor saat pesta perusahaan. Saat mendengar penuturan sang saksi mata, Sylla hanya bisa merasa aneh. Tentu itu sangat mencengangkan, mengingat Kai adalah seorang pria yang latar belakangnya sangat tidak jelas bahkan terkesan suram. Meski begitu dia malah punya kontak dengan seorang wanita yang berpengaruh macam Lady Eleanor yang notabene adalah seorang politisi.Setidaknya ada sedikit petunjuk, dan Sylla akan memastikan dia menggali semuanya. Dia mungkin akan mengatur pertemuan dengan Lady Eleanor segera untuk menguak seluk beluk pria itu secara rinci. Bagaimana
Kedua mata Elma kontan membelalak tidak percaya atas apa yang baru saja dia dengar dari mulut Arash. “Apa? tidak! tidak! cari hotel lain saja sana. Aku tidak sedang menerima tamu, apalagi pria dengan alasan apa pun,” jelas Elma yang langsung membanting pintu tepat di depan muka Arash.Arash yang merasa sangat lelah karena perjalanannya sudah tidak punya tenaga untuk memahami perempuan itu. Rasa letih dan jet lag membuat pria itu tidak kuasa menahan diri lagi. “Elma, jangan jahat begitu. Kau tahu betul kalau perjalanan yang aku tempuh kemari itu memakan waktu dan aku juga sudah sangat kelelahan. Jika kau menyuruhku untuk pergi mencari tempat lain, itu bisa makan waktu tiga jam, dan sungguh aku tidak sanggup untuk melakukan perjalanan dalam bentuk apa pun untuk sekarang,” teriak pria itu mengungkapkan segalanya. Dia sudah tidak lagi menutup diri dan tidak sekaku dirinya yang dulu. Bersama Elma, Arash memang jadi lebih vocal untuk memperlihatkan semua hal yang dirinya rasakan tanpa meras
Menyadari bahwa Elma bergumam untuk dirinya sendiri dan menutupi wajahnya dengan buku di tangan. Pada saat itulah Arash mencuri lirikan pada jemari Elma yang terpampang di setiap sisi buku yang sedang dia pegang. Arash melihat ada cincin pertunangan mereka disana, dan laki-laki itu langsung tersenyum simpul.“Aku senang melihatmu memakai cincin pertunangan yang aku berikan. Aku rasa kau benar-benar bisa menerimaku sekarang,” ujar pria itu yang kemudian kembali memilih menyibukan diri dengan seluruh proses memasak yang sedang dia lakukan.Mendengar soal cincin, Elma dengan refleks menutupi jemari tangannya sendiri. Tindak tanduknya yang gugup malah membuat wanita itu terlihat lucu. “A—aku hanya suka cincinnya, bukan berarti apa-apa ya. Dan lagi asal kau tahu kalau hatiku masih belum sepenuhnya ikhlas menerimamu jadi tunanganku,” sanggah Elma sedikit gelagapan.Arash hanya mengangguk-anggukan kepalanya. “Baiklah, baiklah. Aku mengerti.”“Jangan mengejekku!” seru Elma lagi mendengar jawa
Suara langkah kaki terdengar mendekat, memecah kesunyian yang terjadi diantara dua insan yang tampak saling bersitegang satu sama lain. Arash muncul dihadapan mereka dengan ekspresi yang sulit ditebak. Namun yang paling terlihat adalah ketidaksukaannya atas situasi yang terjadi diantara mereka berdua. Tentu saja fakta bahwa tunangannya beberapa saat lalu kabur darinya kini tengah berduaan dengan pria yang dulunya punya ikatan dengan wanita itu. Membuat dia terlihat begitu teriritasi.Melihat keberadaan Arash, raut muka Elma terlihat agak panik. Untungnya Kai menyadari raut wajah itu dan dengan tahu dirinya dia beranjak pergi dari sisi wanita itu. Namun ketika dia berpapasan dengan Arash, Kai malah membisikan sebuah peringatan kepada putra sulung keluarga Elvander tersebut dengan penuh kepercayaan diri dan arogansi yang tinggi.“Aku akan mengingatkan padamu bahwa aku akan mengambil kembali apa yang menjadi milikku sejak awal. Kau tidak berhak atasnya karena kau merebut dia dariku secar
Melihat Elma berjalan sendirian tanpa Arash disisinya, Kai memanfaatkan hal tersebut untuk mendekat. Pria itu mengikuti kemana Elma pergi, dan menemukan wanita itu duduk sendirian di bangku taman. Cahaya lampu yang temaram sangat tidak memungkinkan bagi Kai untuk melihat secara jelas bagaimana ekspresi wajah wanita itu apalagi dari jaraknya yang jauh. Karena itulah, lelaki tersebut memutuskan untuk menghapus jarak diantara mereka berdua, mengesampingkan semua hal yang kemungkian terjadi setelahnya. Dia lebih memfokuskan untuk mengambil moment terbaik dengan Elma di kesempatan pertamanya.“Elma!”Wanita itu menyatukan kedua tangannya di pangkuan. Menutup mata seolah dirinya sedang berdoa untuk mencari kekuatan untuk tidak menoleh dan memandang sosok pria yang paling dia rindukan. Bahkan pria ini pula yang dia usahakan untuk dapat dia hapus di dalam memori kepalanya sampai dia perlu pergi ke Italia. Tetapi sialnya, lelaki itu malah menampakan diri dan menghancurkan semua upaya Elma untu
Mereka bertiga tepat di tengah ruangan. Waktu seakan berhenti berputar untuk ketiganya dan hanya ada eksistensi mereka saja yang ada disana. Diluar itu segalanya mengabur begitu saja. Elma sendiri berjuang untuk tetap mempertahankan ekspersinya menajdi terlihat normal, dari sudut matanya dia melirik ke arah Arash yang kini juga telah mengatur air mukanya dengan baik. Meski untuk beberapa saat dirinya langsung shock atas pernyataan tidak bertanggung jawab yang orang itu katakan di muka umum seperti sekarang.Kai menatap lurus pada Elma. Mencoba mencari sekelumit emosi yang tampaknya dapat wanita itu tutupi dengan baik. Tanpa merasa perlu memperhatikan tangan Arash yang berada di pinggang wanita secara posesif. Kai justru dengan terang-terangan meraih tangan Elma sambil membungkukan tubuh seraya mendaratkan kecupan ringan di punggung tangan wanita itu. “Anda terlihat sangat cantik Ms. Gorgeous,” ucapnya tuus. Langkah ini jelas dia lakukan untuk memprovokasi lawannya.Jantung Elma berdeb
Elma dan Arash kembali setelah dua minggu berturut-turut menghabiskan waktu berdua saja di Italia. Setelah insiden yang terjadi ketika mereka mabuk, entah bagaimana kini hubungan mereka berdua sudah menjadi lebih akrab dari pada sebelumnya. Elma menyadari bahwa Arash adalah patner yang sempurna, serta dia tipikal teman serumah yang baik. Pria itu bisa memasak dan situasi rumah jadi lebih terorganisir sejak dia ikut tinggal bersamanya dibandingkan saat hanya ada Elma disana. Perbedaan yang terlalu mencolok tersebut membuat Elma sedikit membuka hatinya. Apalagi setelah dia kerap melihat Arash yang selalu membereskan setiap kekacauan yang Elma buat.Seementara di sisi Arash sendiri, dia bersyukur dan sangat senang lantaran usahanya menyusul wanita itu tidak sia-sia. Liburan mereka berjalan lancar dan memberikan progress positif dihubungan mereka berdua. Dia juga berhasil membuat Elma tertarik dengan pesta pernikahan yang akan mereka gelar dalam waktu dekat dengan mengunjungi beberapa WO
“Thomy, ayo kita makan siang!” Gaby masuk ke dalam kantor sang tunangan dengan santai, karena memang hal itu sudah biasa dia lakukan. Namun melihat raut muka kekasihnya tampak ditekuk bersamaan dengan tumpukan file yang tak biasa di atas meja kerjanya cukup memberikan informasi jawaban yang akan dia terima dari pria itu.“Maafkan aku, Gaby. Kau bisa lihat sendiri sepertinya aku tidak akan bisa menemanimu makan siang keluar. Yang bisa aku tawarkan sekarang hanya sebatas memesan makanan siap antar dan makan disini. Itupun kalau kau tidak keberatan,” jawab Thomy yang mempertegas dugaan Gaby sebelumnya.Alih-alih kecewa, wanita itu malah menatap wajah tunangannya dengan ekspresi yang khawatir. “Apa yang terjadi?”Thomy memijat batang hidungnya. Matanya tampak lelah membaca setiap laporan yang masuk ke meja kerjanya. Thomy memang biasanya bekerja semampunya, jadi ini adalah kali pertama Gaby melihat sang kekasih tercinta frustasi atas pekerjaan. “Arash kabur mengejar Elma ke Italia, dan si
Arash terbangun dengan ekspresi mengernyit. Kepalanya terasa berdenyut tak karuan. Untuk sesaat dia merasa kebingungan dengan apa yang sudah terjadi. Ingatan terakhir yang muncul dikepalanya adalah mereka berdua makan malam, Elma yang setengah mabuk, dan … secara beruntun semua potongan itu mulai bermunculan membentuk sebuah cerita secara utuh. Arash kontan menutup wajahnya dengan tangan. Rasa malu dan juga penyesalan menerpa bagaikan air bah, wajahnya memanas. Mereka berdua telah melakukannya. Mereka terlalu tenggelam dalam nafsu birahi hingga mengabaikan semua hal. Padahal Arash berencana mendekati Elma dengan cara yang benar, dengan cara yang baik. Sebagaimana para gentleman berlaku. Tetapi setelah kejadian semalam, tentu saja harapan itu pupus sudah dan sekarang Arash malah tidak tahu harus bersikap bagaimana. Dia takut wanita itu menanyakan sesuatu, dia tidak tahu bagaimana harus menjelaskan semuanya. Karena sesungguhnya semalam dia adalah yang paling sadar diantara mereka.Arash
Bibir Arash yang menyentuhnya membuat Elma merasakan kehangatan yang dia damba. Hanya saja Arash tetaplah Arash, dia bukan Kai dan mereka berdua adalah dua orang yang berbeda. Bibir yang kini dia kecup terasa seperti wine, tidak terlalu mengenakan di awal tetapi semakin dalam malah semakin memabukan. Bila ciuman dari Kai selalu terasa seperti api yang berkobar membakar dirinya dalam sebuah letupan gairah membara maka ciuman milik Arash ini jauh lebih seperti sebuah air danau yang dingin dan tidak beriak, memberikan sebuah ketenangan yang memang sedang Elma butuhkan tetapi sejujurnya Elma membutuhkan lebih dari sekadar penenang untuk sekarang. Sebab ketenangan yang Arash berikan malah membuat dirinya mati rasa.Memang benar, sejenak hatinya jauh terasa lebih lega. Semua hal yang menyesakan terlupakan dengan mudah. Tetapi hanya sebatas itu, tidak ada godaan yang memikat seperti yang biasa dapati dari Kai. Tidak ada.Dia dan Arash, mereka berdua bukanlah musuh, mereka juga sepasang kekas
Menyadari bahwa Elma bergumam untuk dirinya sendiri dan menutupi wajahnya dengan buku di tangan. Pada saat itulah Arash mencuri lirikan pada jemari Elma yang terpampang di setiap sisi buku yang sedang dia pegang. Arash melihat ada cincin pertunangan mereka disana, dan laki-laki itu langsung tersenyum simpul.“Aku senang melihatmu memakai cincin pertunangan yang aku berikan. Aku rasa kau benar-benar bisa menerimaku sekarang,” ujar pria itu yang kemudian kembali memilih menyibukan diri dengan seluruh proses memasak yang sedang dia lakukan.Mendengar soal cincin, Elma dengan refleks menutupi jemari tangannya sendiri. Tindak tanduknya yang gugup malah membuat wanita itu terlihat lucu. “A—aku hanya suka cincinnya, bukan berarti apa-apa ya. Dan lagi asal kau tahu kalau hatiku masih belum sepenuhnya ikhlas menerimamu jadi tunanganku,” sanggah Elma sedikit gelagapan.Arash hanya mengangguk-anggukan kepalanya. “Baiklah, baiklah. Aku mengerti.”“Jangan mengejekku!” seru Elma lagi mendengar jawa
Kedua mata Elma kontan membelalak tidak percaya atas apa yang baru saja dia dengar dari mulut Arash. “Apa? tidak! tidak! cari hotel lain saja sana. Aku tidak sedang menerima tamu, apalagi pria dengan alasan apa pun,” jelas Elma yang langsung membanting pintu tepat di depan muka Arash.Arash yang merasa sangat lelah karena perjalanannya sudah tidak punya tenaga untuk memahami perempuan itu. Rasa letih dan jet lag membuat pria itu tidak kuasa menahan diri lagi. “Elma, jangan jahat begitu. Kau tahu betul kalau perjalanan yang aku tempuh kemari itu memakan waktu dan aku juga sudah sangat kelelahan. Jika kau menyuruhku untuk pergi mencari tempat lain, itu bisa makan waktu tiga jam, dan sungguh aku tidak sanggup untuk melakukan perjalanan dalam bentuk apa pun untuk sekarang,” teriak pria itu mengungkapkan segalanya. Dia sudah tidak lagi menutup diri dan tidak sekaku dirinya yang dulu. Bersama Elma, Arash memang jadi lebih vocal untuk memperlihatkan semua hal yang dirinya rasakan tanpa meras