"Mama sama Papa apa-apaan sih? Kok bisik-bisik kayak orang pacaran saja?" Lintang tiba-tiba datang dan mengagetkanku kedua orang tuanya yang sedang berbisik-bisik.
"Kamu ini, bikin Mama kaget saja!" seru Ajeng sambil menepuk lengan anak gadisnya yang baru saja duduk di sampingnya.
"Papa, bisikkin apa sih, Ma? Kok kayak ada rahasia gitu." Lintang menggerutu.
"Nggak, kok, Mama sama Papa cuma lagi merencanakan sesuatu aja," jawab Ajeng.
"Tuh, kan, Lintang nggak dikasih tahu." Lintang makin mengerucutkan bibirnya.
"Tenang saja, sayang. Kamu pasti diberi tahu, kok. Mama lagi merencanakan untuk memisahkan kakakmu dari Laila."
"Bener, Ma. Kak Aris memang harus dipisahkan dari Laila. Aku juga sekarang nggak suka sama Laila. Nggak ngerti juga, kok, Kak Aris kayak yang terhipnotis gitu. Keluarga kita itu keluarga baik-baik, kehadiran Laila hanya akan mencoreng nama baik saja."
"Mama juga berpikir seperti itu, Nak. Keluarganya Lintang memiliki b
Mata Ajeng seketika terbelalak, kabar yang baru saja disampaikan oleh pihak kepolisian sangat mengejutkan. Heru mengaku telah memperkosa Laila, itu artinya ....Seketika pandangan Ajeng gelap dan tubuhnya ambruk ke lantai."Mama!!" teriak Laila yang kebetulan kekuar dari kamarnya."Mama," ulangnya sambil mengguncang tubuh Ajeng."Kak Aris, tolong Mama!" teriak Laila lagi.Mendengar teriakan Laila, Lintang keluar dari kamarnya"Mama? Mama kenapa, Ma? Bangun, Ma!" pekiknya setelah melihat mamanya tergeletak di lantai."Tolong!""Tolong!"Teriak Lintang dan Laila bersamaan. Aris yang mendengar adik dan istrinya berteriak, tergesa-gesa keluar dari kamar."Ada apa?""Mama pingsan, kak!" jawab Lintang."Ya ampun, Mama! Kenapa bisa begini?""Nggak tahu, aku tadi mendengar Laila teriak. Begitu keluar kamar Mama sudah seperti ini," jawab Lintang.Aris menoleh ke arah istrinya seakan minta jawaba
Di tempat yang agak jauh, pria yang tadi menemui pak Kadus nampak tersenyum puas sambil memegang ponselnya."Lapor boss, pemuda itu sudah meninggalkan rumah Rani." ucapnya sambil tersenyum miring. Matanya bergerak liar mengawasi sekitar khawatir ada yang melihat atau menguping aktivitasnya."Apakah gadis itu mencoba menghalangi?" tanya suara seorang laki-laki di ujung telepon."Dia tidak berani karena warga mengancam akan membakar rumah mereka kalau Aris tidak segera pergi.""Bagus, saya suka pekerjaan anda.""Apakah aku perlu membuat mereka lebih ketakutan lagi?" tanya pemuda yang tadi mengaku bernama Dino itu."Tidak perlu, untuk saat ini cukup. Aku hanya perlu anakku kembali, itu saja. Aku akan menghubungimu lagi kalau ada pekerjaan tambahan," jawab pria di seberang sana yang tak lain adalah Papanya Aris."Baiklah boss, saya tunggu transferan untuk sisa pembayarannya.""Oke, saya transfer sekarang."Panggilan berakhir
Aris menghela panjang sebelum dia berbicara. Dadanya terasa sesak, bagaimana ini pilihan yang sulit untuknya. Memilih satu diantara orang-orang yang dia sayangi. Antara orang tua dan kekasih hatinya."Aku menyayangi kalian semua, jujur saja ini adalah pilihan yang sulit. Tapi aku harus punya pilihan 'kan? Dan aku akan mempertahankan pernikahanku dengan Laila. Aku sudah terlanjur menikahinya jadi sudah menjadi kewajibanku untuk melindunginya.""Aris!? Apa kamu yakin dengan keputusanmu itu?" tanya Ajeng dengan suara tinggi."Maaf, Ma, kalau keputusanku ini menyakitkan untuk kalian. Tapi aku tidak punya pilihan lain selain bertahan." Aris menunduk."Mama kecewa, Ris. Mama nggak nyangka kamu akan lebih memilih Laila yang sudah fitnah kamu ketimbang memikirkan perasaan Mamamu ini." Ajeng mulai terisak."Mama justru harus bangga karena Aris bertanggung jawab .... ""Tanggung jawab apa? Tanggung jawab atas kesalahan yang tidak pernah kamu lakukan?"
"Apa?!" Aris terlonjak dan mundur satu langkah. Matanya menelisik gadis di hadapannya yang masih menutup mulutnya itu.Mata Laila berair karena menahan mual. Mulutnya mengeluarkan suara seperti orang muntah, tapi tidak ada yang keluar dari mulutnya."Apa ... kamu hamil, Laila?" tanya Aris dengan suara bergetar.Laila menggeleng beberapa kali dengan cepat."Tidak mungkin!" jawabnya sambil terus mengeluarkan suara-suara khas orang mual.Bunda yang sedang berada di dapur mendengar samar-samar suara dari dalam kamar Laila. Karena rumah Rani terbilang kecil maka jarak antara ruangan satu dan yang lainnya sangat dekat.Penasaran Rani mendekati kamar Laila, dan semakin jelas terdengar suara itu termasuk percakapan Laila dengan Aris.'Jangan-jangan Laila hamil.' batin Rani.Rani kembali ke dapur dan mengambil satu gelas air hangat, lalu membawanya ke depan.Sampai di depan pintu kamar Laila, Rani ragu. Tapi beberapa detik kemudi
Sosok yang berdiri di samping meja dan membelakanginya itu tiba-tiba berbalik setelah tahu Heru sudah berada di belakangnya.Dengan satu gerakan pria itu mendaratkan tinjunya pada wajah Heru. Membuat Heru hampir saja terjatuh karena mendapat serangan dadakan."Aw!" Heru sempoyongan sambil memegang pipinya. Ia berusaha untuk berdiri tegak dan menatap pria di hadapannya yang nampak sangat emosi.Untuk beberapa saat keduanya saling menatap tajam. Amarah Aji sudah diubun-ubun. Rasanya ia ingin menghabisi pria yang telah menodai anak gadisnya itu."Bajingan kamu! Penjara bukan tempat yang cocok untukmu. Seharusnya kamu sudah mati!" maki Aji sambil mengepalkan tinjunya."Mau menghabisi aku? Lakukan saja sekarang! Aku akan mati dan kamu yang menggantikan aku di penjara ini," seru Heru sambil menyeringai.Aji menatap Heru dengan semua rasa benci di dalam hatinya. Masalah yang mereka hadapi sekarang adalah buah dari perbuatan Heru, makanya Aji tidak
s TespackDi dalam penjara, setelah dibawa kembali ke dalam sel, Heru memegangi pipinya yang lebam karena pukulan Aji. Lalu duduk bersandar pada dinding."Kenapa, lu?" tanya seorang lelaki yang menjadi teman satu selnya.Heru melirik sekilas, ke arah pria dengan banyak tatto itu."Heh! Lu denger nggak! Ditanya nggak jawab! Lu budek, ya?!" Teman yang lainnya menambahkan.Heru tetap diam, ia masih kesal dengan Aji yang tiba-tiba memukulnya. Dan sekarang teman-temannya malahan kepo."Lu punya kuping kaga?" Pria bertatto tadi mendekati Heru."Lu kaga liat kuping gue dua nih?!" Heru memperlihatkan kedua telinganya."Terus kenapa nggak jawab?!" Pria berambut gondrong itu mendekat dan meraih krah baju Heru."Gue dipukul, " jawab Heru singkat."Dipukul siapa?""Bokapnya gadis yang gue perkosa, " jawab Heru datar."Apa? Jadi lu tukang perkosa gadis?""Ya, anak tiri gue.""Anak
Pria itu melihat bayangan wajahnya pada cermin sekali lagi karena belum yakin rambutnya telah tersisir dengan benar. Setelah memastikan, baru dia letakkan sisir di tempat semula. Ia mengambil jaket dan helm, tak lupa kunci motor yang tergeletak di atas meja.Duduk di atas jok motor dan memakai helm. Percuma saja tadi dia bercermin beberapa kali memastikan rambutnya rapi kalau ujung-ujungnya ditimpa helm."Mas, tunggu!" Aji menghentikan aktivitasnya memakai helm ketika Adrian memanggilnya."Ya, kenapa?" Aji menoleh ke arah adiknya."Mas Aji mau ke mana?""Ke rumah Rani, ada hal yang harus aku bicarakan dengannya.""Sendirian?""Iya," jawab Aji heran. Kenapa Adrian jadi se-kepo itu."Mas Aji tidak kapok ya, pergi ke rumah Mbak Rani sendirian? Nanti kena fitnah lagi bagaimana?"Aji nampak berpikir sejenak."Iya juga, ya. Kok aku sampai lupa.""Kalau begitu aku ikut!" Tanpa menunggu persetujuan dari kakaknya, A
aila ViralMelihat keadaan Laila yang sangat terpuruk, Aji merasa kasihan. Dia tidak tega kalau Laila terus menangis. Mata gadis itu sudah bengkak, Rani juga sudah berusaha menenangkan dengan berbagai cara. Tapi Laila tetap tidak mau makan ataupun bicara. Ia hanya duduk memeluk lutut di atas kasur sambil sesekali terisak.Aji bingung harus berbuat apa, sebagai laki-laki dia tidak begitu paham apa yang harus dilakukan ketika hati seorang gadis sedang bersedih.Dia berpikir mungkin kehadiran orang yang disayang akan banyak membantu.'Oh iya, bukankah Laila menangis karena Aris pergi!' batin Aji.Pria itupun pergi ke ruang tamu dimana Ardian adiknya sedang duduk. Lalu Aji mengeluarkan ponselnya dan segera menghubungi Aris. Namun nomor Aris tidak aktif.Melihat Aji mencebik, Ardian yang sejak tadi hanya memperhatikan kini bersuara."Siapa, Mas?""Aris.""Tidak diangkat?""Tidak aktif," jawab Aji sam
Acara lamaran Lintang berlangsung sangat khidmat. Senyum tak lepas dari bibir gadis itu. Akhirnya pemuda yang selama hampir tiga tahun dekat dengannya ini, membuktikan keseriusannya.Begitu juga dengan Aris, kedua sahabat ini pernah berkelakar bahwa mereka akan jadi sodara ipar. Fanno berkali-kali pernah menawarkan diri untuk jadi adik ipar sahabatnya ini.Ternyata benar, ucapan itu adalah doa, maka ucapkanlah yang baik-baik agar menjadi doa yang baik-baik pula.Selesai acara lamaran, semua yang hadir menyantap hidangan yang telah disediakan oleh Ajeng.Fanno mendekati sahabat sekaligus calon Abangnya itu."Gimana kerjaan lu?""Sopan dikit kek, sekarang gue udah jadi calon Abang lu. Masa masih manggil seperti itu?" Aris protes."Oke, Bang, gue ralat. Gimana sekarang kerjaan lu, Bang?""Tetap aja, ya, tapi gapapa lah gue maklum.""Lagian, begitu aja jadi masalah. Pertanyaan gue kagak dijawab juga.""Lu kepo aja uru
Ekstra Part 19Menuju AkhirAris berusaha untuk menikmati pekerjaannya sebagai tukang cuci mobil. Meski bayaran yang dia terima tidak sebanyak ketika bekerja di kantor Papanya David. Tetap saja ia syukuri.Dua hari sudah waktu yang David janjikan untuk membawa Zara kepada keluarga Aris. Tapi belum ada tanda-tanda pria itu akan menepati janjinya."Gue cuma mau ngingetin, ini sudah hampir 2 x 24 jam, Dav," kata Aris lewat sambungan telepon."Gue usahain nanti malam, Ris.""Bener, ya?""Bener. Entar gue kirim alamatnya.""Lu datang ke rumah gue saja.""Enggak bisa, Ris. Lu tahu Zara seperti apa? Ini juga gue enggak yakin.""Lah, gue pikir udah deal.""Tadi 'kan gue bilang mau usahain.""Oke, gue tunggu kabar selanjutnya."Aris memutus sambungan telepon. Ia berharap David bisa membuktikan ucapannya.***Selepas magrib David mengirimkan alamat pad
Malam itu juga Aris pergi ke rumah David. Tidak sulit baginya untuk menemukan alamat orang kaya dan terkenal seperti keluarga David.Sebelumnya Aris mengirim pesan terlebih dahulu pada pria berambut klimis itu kalau dia sedang dalam perjalanan ke rumahnya.[Gue lagi di luar, Ris. Besok aja, ya, kita ketemu di kantor.]David beralasan.[Tanggung gue udah di jalan. Enggak apa-apa kalau lu enggak ada, gue ketemu Bokap lu aja.]Tulis Aris sambil tersenyum.[Oke, gue balik. Lu tunggu gue, jangan ngadu macem-macem sama bokap gue!]Aris tersenyum membaca balasan dari David. Pria itu ternyata sangat sayang dengan jabatannya, sehingga dia sangat takut kehilangan.Ternyata Aris sampai terlebih dahulu dari tuan rumah. Dia menunggu di dekat pos satpam. Kata Pak satpam barusan, David belum sampai ke rumah.Berselang lima belas menit, mobil David memasukkan pintu gerbang. Ia langsung mengajak Aris masuk melalui pintu samping dan duduk
"Mama tidak menyangka kamu tega mencoreng muka Mama dan Papa. Memberikan kesan buruk pada keluarga kita, Ris. Maksudnya apa ini?" Ajeng mengetuk-ngetuk layar ponselnya."Itu fitnah, Ma. Aris dijebak, Mama tahu 'kan wanita itu yang mengacau di acara wisudaku beberapa bulan ke belakang.""Iya, Mama tahu. Tapi ini tidak bisa dikatakan fitnah. Sedangkan jelas orang di dalam poto ini adalah kamu. Mama tidak bisa membayangkan kalau Papa sampai tahu." Ajeng merasa terpukul.Lagipula, Aris tak habis pikir, dari mana wanita itu mendapat nomor Ajeng."Aku bisa jelaskan, Ma.""Apa lagi yang mau dijelaskan? Semuanya sudah jelas, kamu tidak bisa beralasan." Ajeng berpaling."Adegan dalam poto ini rekayasa, Ma.""Tidak mungkin, kamu tidak bisa membodohi Mama. Kalau kamu tidak mau harusnya berontak dan menolak. Dari segi mana itu dibilang rekayasa. Atau kamu mau bilang itu adegan poto untuk kepentingan komersial? Kalaupun ia, Mama tidak setuju!"
Selama perjalanan menuju rumah sakit, Laila maupun Aris tidak banyak bicara. Keduanya bingung harus bersikap, secara dari semalam Laila masih belum bersikap manis pada suaminya.Aris ingin segera menunjukkan video itu pada Laila. Tapi sepertinya waktunya tidak tepat jika sekarang.Laila pun tak tahu harus bagaimana memulai untuk minta maaf pada Aris. Ia merasa canggung karena dari semalam dia tidak bersikap baik pada suaminya.Keduanya hanya bersikap biasa ketika berbicara dengan Ariel. Selebihnya seperti dua orang asing yang baru saja bertemu.Kaku.Di rumah sakit, untung saja Laila segera datang, karena ternyata Rani sendirian. Beberapa menit yang lalu, Aji pamit pulang dulu untuk mengambil sesuatu di rumah. Itu kata Rani, wanita itu tidak mau berterus terang bahwa Aji sedang mencari pinjaman uang untuk melunasi biaya rumah sakit.Tabungan mereka belum cukup untuk melunasi semua biaya. Aji sedang menemui beberapa teman kerjanya siapa tahu
"Ini surat pengunduran diri saya." Aris meletakkan surat itu dihadapan Pak Jani, pria yang dulu menerimanya bekerja."Saya perlu tahu, kenapa kamu ingin berhenti bekerja di sini. Padahal kamu termasuk karyawan terbaik meski baru dua bulan bergabung bersama kami. Apa kamu ada masalah dengan salah satu karyawan di sini?" Pak Jani bersandar pada kursinya sambil memperhatikan Aris."Saya tidak ada masalah, Pak. Selama bekerja di sini saya sangat senang. Tapi saat ini, saya ingin mencoba mengembangkan usaha sendiri meski kecil-kecilan." Aris beralasan."Saya sangat menyayangkan saja, Ris. Harus kehilangan karyawan baik seperti kamu. Next kalau kamu ingin bergabung kembali dengan kami, jangan sungkan, ya. Pintu selalu terbuka buat kamu.""Baik, Pak. Terima kasih telah memberikan kesempatan buat saya bekerja di sini. Saya permisi." Aris bangkit dan mengulurkan tangannya."Terima kasih juga sudah pernah bergabung bersama kami," jawab Pak Jani sambil meneri
Mobil melaju dengan kecepatan tinggi, Aris seperti kesetanan mengemudikan mobilnya. Ia terus merutuki kebodohannya, kenapa harus menuruti David. Bukankah ia sudah punya janji dengan Laila dan Ariel.Kenapa pula ia harus terus menerus merasa tidak enak pada David, bukankah ia juga punya hak untuk menolak."Sial. Seharusnya aku sudah berhenti kerja setelah tahu David itu sepupuan dengan Zara. Sebab aku tahu Zara itu licik dan nekad." Aris memukul setir.Berkali-kali ia menekan klakson karena ada yang menghalangi jalannya. Hingga satu ketika mobilnya oleng dan hampir saja menabrak pembatas jalan."Astaghfirullah," ucapan sambil memelankan mobilnya.Ia usap wajahnya berkali-kali, lalu membuang nafas perlahan. Ini salah, melampiaskan kekesalan dengan cara ugal-ugalan saat menyetir, memang tidak dibenarkan. Bisa membahayakan dirinya juga pengendara lain. Bukannya mengurangi masalah malah akan manambah masalah jadinya."Papa?!" Matanya membola keti
Ekstra Part 13Hati WanitaLaila mondar mandir sambil terus mengotak-atik ponselnya. Dari tadi ia menghubungi Aris tapi tidak diangkat. Akhir pekan ini, pria halalnya itu berjanji akan pulang cepat demi mengajak Ariel jalan-jalan."Habis ashar kamu dan Ariel langsung siap-siap, ya. Supaya aku tidak nunggu lama dan kita punya banyak waktu untuk mengajak Ariel jalan-jalan." Itu pesan Aris beberapa jam yang lalu lewat telepon.Tapi sampai saat ini suaminya itu belum juga datang. Laila mencoba menghubunginya, tapi tak satupun panggilan darinya diangkat."Mungkin Kak Aris terjebak macet, maklum ini sudah masuk akhir pekan jadi banyak yang ke luar untuk liburan," guman Laila menghibur diri.Matanya tak lepas dari layar ponsel yang masih menyala."Tapi ... kalau memang iya terjebak macet, kenapa sampai tidak bisa menjawab telepon?"Laila bangkit dari duduknya lalu melihat ke luar rumah melalui kac
"Lepaskan aku! Kalian tidak punya hak menangkapku!"Helen terus meronta ketika dua orang sipir memegangi tangannya. Kedua pria itu membawa Helen ke luar sel tersebut."Lepaskan!!" Helen mencoba mengayunkan tangannya agar terlepas, tapi sia-sia karena tenaga dua orang pria itu tentu saja lebih kuat.Tiba-tiba wanita itu berhenti. Ia berusaha mundur ketika dua orang berseragam itu menariknya."Aku bilang lepaskan! Kalian akan membawa aku kemana?""Tindakanmu barusan itu membahayakan penghuni lain. Kamu harus dipisahkan," ujar salah satunya."Tidak mau! Aku tidak mau sendirian! Aku mau bersama dengan yang lain. Lepas, aku bilang lepas!!"Lama-lama tenaga Helen terkuras sia-sia karena terus meronta. Wanita yang dulu selalu berpenampilan bak artis ibu kota itu akhirnya harus pasrah ketika dirinya dimasukkan ke sel terpisah tanpa teman."Heeyy! Lepaskan aku!! Kalian tidak tahu pacarku kaya, banyak duitnya. Sebentar lagi dia akan data