Bab 28
Sepanjang perjalanan Rayna merasa tidak enak. Masih segar dalam ingatannya, sorot mata Ghina yang menatapnya dengan cemburu. Perempuan itu hanya tersenyum samar. Dia tahu perlakuan manis sang suami hanyalah dusta, topeng untuk menutupi kelemahannya sendiri berhadapan dengan pengaruh bos besar Al-Fatih Mart itu.
"Nanti pulang kerjanya aku jemput lagi ya. Kamu tunggu di depan minimarket. Aku akan datang."
"Baiklah," sahut Rayna sembari mengembalikan helm kepada suaminya. "Aku masuk dulu ya, soalnya sudah terlambat ...."
Rayna bergegas menjauh dan masuk ke gedung minimarket Al-Fatih Mart. Tempat ini memang sudah buka dan pergantian shift telah terjadi beberapa saat yang lalu. Dia memang terlambat sekali kali ini.
"Bagus ya, mentang-mentang punya hubungan spesial dengan petinggi minimarket ini, jadi bisa seenaknya keluar mas
Bab 29 "Ziyad!" pekik Rayna. Tepat hadapannya, sepasang insan tengah tertidur sembari berpelukan mesra. Rayna maju beberapa langkah mendekati tempat tidur. Plak! Tangannya terulur menampar pipi lelaki itu, membuat Ziyad sontak terbangun dari tidurnya. Rasa pusing di kepalanya ditambah dengan tamparan yang baru saja dia terima. "Kenapa aku berada disini?" pekiknya kaget. Apalagi saat mendapati dirinya yang hanya bertelanjang dada. "Kenapa, kamu bilang? Drama macam apa ini, Ziyad?" pekik Rayna. Perempuan itu benar-benar emosi. "Dan kamu!" Perempuan itu menunjuk Ghina yang tangannya masih saja melingkar di pinggang Ziyad, meskipun kenyataanya dia sudah membuka matanya. "Dasar perempuan jalang! Berani sekali kamu
Bab 30Rayna menghela nafas. Dia yang sudah muak dengan keadaan ini, akhirnya memutuskan bangkit dari tempat duduk dan menyeret tasnya, tanpa memperdulikan Ziyad. Setibanya di teras, dia kembali mengecek ponsel. Sebentar lagi taksi pesanannya akan datang. Perempuan itu memilih berdiri di dekat salah satu tiang, sementara Ziyad menyusul wanita itu dan berdiri di belakangnya.Benar. Tak sampai lima menit kemudian, sebuah mobil berhenti di pinggir jalan depan rumah. Rayna melangkah bergegas menuju mobil dan segera masuk ke dalamnya.Mobil itu meluncur manis menuju suatu tempat. Malam ini Rayna sengaja menginap di hotel. Setelah itu dia akan berpikir untuk mencari rumah kontrakan murah yang akan dia gunakan untuk tempat tinggalnya.Tekadnya sudah bulat. Dia tidak mau lagi tinggal dengan lelaki itu, apalagi sekarang sudah ada wanita lain diantara mereka dan ce
Bab 31Masih dengan menyeret tas besarnya, Rayna mendorong pintu rumah kontrakan. Rumah ini hanyalah rumah petak dengan ukuran yang sangat terbatas. Hanya ada satu ruangan, dapur kecil dan kamar mandi menempel di belakang. Semuanya persis seperti yang ia lihat pada postingan promosi di grup sosial media dengan icon warna biru itu.Tak apalah. Dia hanya memerlukan tempat untuk berteduh dari panas dan hujan. Ruangan ini cukup bersih. Tampaknya sang pemilik kontrakan merawat tempat ini dengan baik selama belum ada orang yang menyewanya.Rayna mulai membuka tas, mengeluarkan isinya yang tak seberapa itu. Dia menaruh baju-baju ke dalam lemari yang sudah di sediakan. Di ruangan ini hanya ada satu lemari pakaian, kasur dan cermin besar yang menempel di dinding.Setelah pekerjaannya selesai, Rayna pun melangkah menuju dapur. Dapur ini pun cukup bersih, meskipun ukurannya sanga
Bab 32 "Papa yang kerja mencari uang, sedangkan Mama di rumah. Mama harus menurut apapun kata-kata Papa. Semua hal dan keputusan di rumah kita didominasi oleh papa. Mama hampir tidak pernah punya kesempatan untuk mengemukakan pendapat sendiri. Mama tumbuh menjadi wanita yang menurut terhadap suami." Ziyad memutar kembali memori yang pernah ia rekam di otaknya saat mereka masih bersama dengan sang papa. "Namun apa yang terjadi padaku dan Rayna beda kasusnya, Ma. Lagi pula zaman sudah berubah...." Ziyad menelan ludah saat merasakan tenggorokannya kering seperti orang yang yang habis berceramah. Ah dia memang berceramah. Bedanya yang diceramahi adalah ibunya sendiri. "Ya, zaman memang sudah berubah, tetapi yang tidak berubah adalah tugas dan peran seorang istri di rumah," pangkas ibunya.
Bab 33Lelaki itu berjalan menghampiri Rayna tanpa peduli dengan ekspresi wanita itu yang menyilangkan tangan ke dadanya. Kakinya yang semula berselonjor kini ditarik ke depan, membuat lutut berdempetan dengan dadanya. Rayna terlihat mengejapkan mata, menatapnya tak percaya.Ravin telah tiba di tepi pembaringan. Dia duduk dan menatap wajah itu dalam-dalam."Maafkan jika caraku salah, membawamu ke tempat ini. Namun aku tidak mau mengambil resiko mendapat bantahan darimu," jelasnya."Jadi benar kamu yang membawaku ke tempat ini?" telisik Rayna sembari menaikturunkan alisnya.Lelaki itu mengangguk. "Benar, Rayna. Sekali lagi aku minta maaf. Hanya inilah satu-satunya jalan untuk mengenalkan diri ini kepadamu." Lelaki itu menelan ludahnya sebelum melanjutkan kata-katanya."Kamu masih ingat nggak, ini tempat apa?"
Bab 34"Mama?" ulang Ravin."Iya, ibuku di kampung. Aku tidak bisa membayangkan seandainya beliau tahu bagaimana nasib rumah tanggaku sekarang. Pasti hatinya sakit," tuturnya sendu."Kita bisa menjelaskan semua itu pelan-pelan, Rayna.""Tapi aku masih ragu ....""Kita belum mencobanya," tukas Ravin. "Seorang ibu pasti bisa menerima kondisi rumah tanggamu. Dia pasti tidak akan membiarkan putrinya tersiksa di dalam sebuah rumah tangga toxid.""Entahlah ...." Rayna masih saja terisak.Tidak pernah seumur hidupnya ia merasa sehancur ini, kecuali saat itu. Luka lama yang sudah ia balut seiring berjalannya waktu, tiba-tiba saja mengeluarkan rasa sakit yang jauh lebih parah dari sebelumnya."Kamu mengingatkanku pada rasa sakit yang kualami saat itu, Ravin," ujarnya frustasi. Rayna meremas ujung jilbabnya."Aku bisa merasakan bagaimana sakit hatimu saat itu. Seandainya waktu itu kamu tidak langsung meninggalkan kamar ini, kita masih bisa bicara baik-baik ...."
Bab 35"Rayna, dengar dulu." Lelaki itu setengah membentak. "Sejak malam itu aku selalu teringat dirimu." Ravin kembali memejamkan matanya sejenak. "Lima tahun aku mencarimu, Rayna. Itu bukan waktu yang sebentar. Aku tahu kedatanganku sudah terlambat, tetapi rasa yang tertinggal sejak malam itu tak bisa aku pungkiri begitu saja.""Rasa yang tertinggal?" Rayna beringsut, bermaksud menjauh. Namun lelaki terus menggenggam tangannya. Lagi-lagi perempuan itu hanya bisa pasrah."Ya, rasa itu. Dan terus berkembang sampai kini. Sedetikpun aku tidak pernah melupakanmu. Aku selalu mencarimu. Aku menyusuri kota demi kota, berkeliling sembari mengontrol gerai-gerai Al-Fatih Mart, berharap suatu saat Tuhan mempertemukan kita kembali, demi sebuah tanggung jawab yang belum aku tunaikan kepadamu." Sebelah tangannya menarik bantal yang tengah di peluk Rayna, sehingga membuat wajah wanita itu terangkat."Aku tidak butuh tanggung jawabmu! Se
Bab 36"Tunggu, Ravin!""Ada apa, Rayna?"Perempuan itu bergegas turun dari ranjang, lantas berdiri di belakang lelaki itu."Beri waktu buatku untuk berpikir. Dan selama aku berpikir, aku harap kamu jangan menggangguku. Jangan menghubungiku, karena aku tidak mau terganggu."Lelaki itu mengerjapkan mata. "Oke. Namun aku tetap mengawasimu, karena aku tidak mau sesuatu hal yang buruk terjadi padamu. Deal?""Deal!" seru Rayna.Akhirnya keduanya pun bersalaman.Ravin meneruskan langkahnya menuju kamarnya, yang bersebelahan dengan kamar yang di tempati Rayna.Sebenarnya ia bisa saja tidur di kamar yang sama. Demi kenyamanan wanita itu, akhirnya dia mengalah. Rayna wanita baik-baik dan ia tidak mau membuat perempuan itu tidak nyaman dengan kehadirannya di kamar itu. Wala