Bab 25
"Iya, satu pembantu sudah cukup," angguk Rayna. Perempuan itu duduk di pinggir ranjang dan mulai melepaskan kain pelapis kepalanya.
"Kamu sudah sarapan?" tanyanya lagi.
Rayna menggeleng. "Belum."
"Di dapur masih ada roti buat sarapan. Nanti aku ambilkan. Untuk beberapa jam ke depan, jangan dulu keluar kamar ya, karena aku perlu waktu untuk menjelaskan kepada Mama soal kita," ujarnya.
Lelaki itu melirik jam dinding kemudian melenggang pergi meninggalkan kamar itu.
Rayna tersenyum samar sembari memijat dahi, lantas merebahkan tubuhnya di ranjang.
Seumur-umur baru kali ini dia menikmati ranjang dan kasur empuk. Selama berada di rumah ini, dia selalu tidur di kasur lipat yang tipis, bahkan terkadang tidak mampu menahan dingin lantai kamar tidur mereka.
Sembari berbarin
Bab 26 Setelah melewati drama yang menguras emosi di pagi hari, akhirnya ia sampai di kantor. Kedatangannya di sambut oleh Ghina yang sudah bertengger manis, menghadap meja kerjanya. "Suntuk lagi?" tegur Ghina melihat penampilan Ziyad. Wajah lelaki muda itu terlihat masam. "Rayna sudah pulang ke rumah, Ghin," ujarnya pendek. Perempuan berwajah cantik itu spontan terlonjak dari tempat duduknya. "Rayna sudah pulang? Bagus dong!" "Ya, begitulah." Ziyad menghempaskan tubuhnya di kursi berhadapan dengan Ghina. "Tahu sendiri lah. Jikalau Rayna bisa kembali ke rumah, berarti ada syarat yang harus aku penuhi. Dan ini permintaan dari Ravin." "Emangnya Ravin minta syarat apa?" tanya Ghina. "Aku harus menyediakan pembantu untuk Rayna.
Bab 27Gina terus menjejeri tubuh Ziyad yang tengah berjalan menuju motornya. Lelaki itu menatapnya jengah. Ini memang masih berada di wilayah kantor. Namun, bukankah semua orang sudah tahu hubungan mereka?"Memang tidak ada, Ghina. Tapi apakah pantas jika seorang laki-laki membawa perempuan lain ke rumahnya, sementara ada istrinya?" Ziyad membantah."Bahkan kamu memasuki tubuhku tanpa sepengetahuan istrimu," protes Ghina. Perempuan itu teramat jengkel.Lelaki ini benar-benar mau enaknya sendiri, tak peduli dengan perasaannya. Mereka sudah terlalu jauh berhubungan. Namun faktanya, Ziyad selalu menganggapnya sebatas untuk bersenang-senang."Ya sudahlah. Terserah kamu saja. Kalau kamu ingin ke rumahku, ya silakan. Tapi pakai mobil kamu sendiri ya. Aku pulang pakai motor," tegas laki-laki itu. Dia paling tak tega melihat Ghina merajuk.
Bab 28Sepanjang perjalanan Rayna merasa tidak enak. Masih segar dalam ingatannya, sorot mata Ghina yang menatapnya dengan cemburu. Perempuan itu hanya tersenyum samar. Dia tahu perlakuan manis sang suami hanyalah dusta, topeng untuk menutupi kelemahannya sendiri berhadapan dengan pengaruh bos besar Al-Fatih Mart itu."Nanti pulang kerjanya aku jemput lagi ya. Kamu tunggu di depan minimarket. Aku akan datang.""Baiklah," sahut Rayna sembari mengembalikan helm kepada suaminya. "Aku masuk dulu ya, soalnya sudah terlambat ...."Rayna bergegas menjauh dan masuk ke gedung minimarket Al-Fatih Mart. Tempat ini memang sudah buka dan pergantian shift telah terjadi beberapa saat yang lalu. Dia memang terlambat sekali kali ini."Bagus ya, mentang-mentang punya hubungan spesial dengan petinggi minimarket ini, jadi bisa seenaknya keluar mas
Bab 29 "Ziyad!" pekik Rayna. Tepat hadapannya, sepasang insan tengah tertidur sembari berpelukan mesra. Rayna maju beberapa langkah mendekati tempat tidur. Plak! Tangannya terulur menampar pipi lelaki itu, membuat Ziyad sontak terbangun dari tidurnya. Rasa pusing di kepalanya ditambah dengan tamparan yang baru saja dia terima. "Kenapa aku berada disini?" pekiknya kaget. Apalagi saat mendapati dirinya yang hanya bertelanjang dada. "Kenapa, kamu bilang? Drama macam apa ini, Ziyad?" pekik Rayna. Perempuan itu benar-benar emosi. "Dan kamu!" Perempuan itu menunjuk Ghina yang tangannya masih saja melingkar di pinggang Ziyad, meskipun kenyataanya dia sudah membuka matanya. "Dasar perempuan jalang! Berani sekali kamu
Bab 30Rayna menghela nafas. Dia yang sudah muak dengan keadaan ini, akhirnya memutuskan bangkit dari tempat duduk dan menyeret tasnya, tanpa memperdulikan Ziyad. Setibanya di teras, dia kembali mengecek ponsel. Sebentar lagi taksi pesanannya akan datang. Perempuan itu memilih berdiri di dekat salah satu tiang, sementara Ziyad menyusul wanita itu dan berdiri di belakangnya.Benar. Tak sampai lima menit kemudian, sebuah mobil berhenti di pinggir jalan depan rumah. Rayna melangkah bergegas menuju mobil dan segera masuk ke dalamnya.Mobil itu meluncur manis menuju suatu tempat. Malam ini Rayna sengaja menginap di hotel. Setelah itu dia akan berpikir untuk mencari rumah kontrakan murah yang akan dia gunakan untuk tempat tinggalnya.Tekadnya sudah bulat. Dia tidak mau lagi tinggal dengan lelaki itu, apalagi sekarang sudah ada wanita lain diantara mereka dan ce
Bab 31Masih dengan menyeret tas besarnya, Rayna mendorong pintu rumah kontrakan. Rumah ini hanyalah rumah petak dengan ukuran yang sangat terbatas. Hanya ada satu ruangan, dapur kecil dan kamar mandi menempel di belakang. Semuanya persis seperti yang ia lihat pada postingan promosi di grup sosial media dengan icon warna biru itu.Tak apalah. Dia hanya memerlukan tempat untuk berteduh dari panas dan hujan. Ruangan ini cukup bersih. Tampaknya sang pemilik kontrakan merawat tempat ini dengan baik selama belum ada orang yang menyewanya.Rayna mulai membuka tas, mengeluarkan isinya yang tak seberapa itu. Dia menaruh baju-baju ke dalam lemari yang sudah di sediakan. Di ruangan ini hanya ada satu lemari pakaian, kasur dan cermin besar yang menempel di dinding.Setelah pekerjaannya selesai, Rayna pun melangkah menuju dapur. Dapur ini pun cukup bersih, meskipun ukurannya sanga
Bab 32 "Papa yang kerja mencari uang, sedangkan Mama di rumah. Mama harus menurut apapun kata-kata Papa. Semua hal dan keputusan di rumah kita didominasi oleh papa. Mama hampir tidak pernah punya kesempatan untuk mengemukakan pendapat sendiri. Mama tumbuh menjadi wanita yang menurut terhadap suami." Ziyad memutar kembali memori yang pernah ia rekam di otaknya saat mereka masih bersama dengan sang papa. "Namun apa yang terjadi padaku dan Rayna beda kasusnya, Ma. Lagi pula zaman sudah berubah...." Ziyad menelan ludah saat merasakan tenggorokannya kering seperti orang yang yang habis berceramah. Ah dia memang berceramah. Bedanya yang diceramahi adalah ibunya sendiri. "Ya, zaman memang sudah berubah, tetapi yang tidak berubah adalah tugas dan peran seorang istri di rumah," pangkas ibunya.
Bab 33Lelaki itu berjalan menghampiri Rayna tanpa peduli dengan ekspresi wanita itu yang menyilangkan tangan ke dadanya. Kakinya yang semula berselonjor kini ditarik ke depan, membuat lutut berdempetan dengan dadanya. Rayna terlihat mengejapkan mata, menatapnya tak percaya.Ravin telah tiba di tepi pembaringan. Dia duduk dan menatap wajah itu dalam-dalam."Maafkan jika caraku salah, membawamu ke tempat ini. Namun aku tidak mau mengambil resiko mendapat bantahan darimu," jelasnya."Jadi benar kamu yang membawaku ke tempat ini?" telisik Rayna sembari menaikturunkan alisnya.Lelaki itu mengangguk. "Benar, Rayna. Sekali lagi aku minta maaf. Hanya inilah satu-satunya jalan untuk mengenalkan diri ini kepadamu." Lelaki itu menelan ludahnya sebelum melanjutkan kata-katanya."Kamu masih ingat nggak, ini tempat apa?"