Hanum tidak pernah pacaran dengan hubungan yang sangat intim. Selama ini dia hanya sibuk bertahan hidup. Orang tua kandungnya mengalami kecelakaan mobil saat dia berusia 9 tahun. Dia harus ikut dengan Thana, pamannya. Di rumah sang paman dia diperlakukan semena-mena oleh Husna selama bertahun-tahun. Jadi, tidak ada waktu untuknya berpacaran.
Pengalaman Hanum hanya dengan seniornya di kampus yang sama. Namun, daripada pacar, mereka lebih bisa disebut sebagai hubungan tanpa status. Mereka tahu bahwa mereka menyukai satu sama lain, tapi hanya sebatas itu. Mereka juga berjalan ke arah tujuan masing-masing tanpa melibatkan satu sama lain. Karena itu sekarang mereka sudah tidak berhubungan. Pria itu sibuk mengejar karirnya sendiri, sedang Hanum terus terpesorok sejak penelitian skripsinya tidak berjalan lancar. Hanum menjadi mudah melupakan seniornya itu. Setelahnya, Hanum tidak pernah menjalin hubungan dengan orang lain lagi.Sekarang, saat tiba-tiba Hanum harus menikah dan melakukan malam pertama, tentu saja dia sangat takut. Dinginnya ac bahkan tak mampu menenangkan tubuhnya yang seperti terbakar saat ini. Walaupun Hajin memperlakukannya dengan lembut, tetap saja dia gugup. Sebagai orang yang tak pernah bergandengan tangan, cara berciuman pun dia tidak tahu."Buka mulutmu, Hanum …"Mendengar ucapan Hajin, Hanum gugup dan takut meski dia memejamkan mata. Namun, dia tetap harus mengikuti Hajin, bukan?Hanum pun menyakinkan dirinya sendiri.Ini pilihanmu, Hanum. Jadi, jangan takut. Dia suamimu sekarang. Meskipun pernikahan kalian tidak normal, kamu tetap berdosa jika menolaknya. Ini juga tujuanmu menikah, bukan? Menyerahkan tubuh demi hutang sekaligus menyelamatkan diri dari keluarga laknatmu, ujar Hanum dalam hati.Dia terus-menerus mengatakan hal itu, tetapi sebanyak apapun dia berusaha, dia tetap gemetar dan ketakutan. Sentuhan tangan Hajin yang menyusuri jengkal demi jengkal dirinya membuat Hanum merasa panas, tegang dan sangat tidak bisa rileks.Hanum yang terus saja kaku membuat Hajin menenangkannya dengan membelai rambut Hanum dan memberinya ciuman kening. Hanum bisa merasakan sebuah kehangatan di sana."Tenanglah, Sayang … aku tidak akan menyakitimu. Kamu tahu, aku tidak akan dengan sengaja merusak barang milikku bukan?"Hanum mengedip-ngedipkan matanya. Napasnya memburu. Dia menahan dada Hajin lalu mengatakan,"Tunggu sebentar. Saya tidak bisa bernapas, Pak …"Hanum berbicara dengan polosnya. Hajin jadi gemas dan ingin menertawainya. Di saat bersamaan, pandangannya kian bertambah gelap."Padahal, ini belum apa-apa. Tapi, kamu sudah tidak bisa bernapas saja."Hajin menjeda ucapannya. Tangan Hajin turun dari dada ke pinggang Hanum."Ekspresi dan tubuhmu sekarang, benar-benar membuatmu gila, Hanum. Jangan mati dulu, bernapaslah dengan benar."Hajin menciumnya lagi. Hanum masih merasa tidak karuan. Ini benar-benar hal baru baginya. Hajin menyatukan kening mereka dan kembali berbicara."Tenang saja. Aku orang yang menepati ucapanku. Saat aku bilang selalu menjaga milikku, aku pasti menjaganya dengan baik. Aku tidak akan merusaknya sedikit pun. Jadi, percayalah padaku, Hanum?"Sekian detik Hanum merasa tersihir dengan kata-kata Hajin. Sungguh, saat ini, Hajin terlihat seperti pria yang paling menjanjikan di dunia dengan bibir lembut dan kata-kata manisnya. Tapi, hal itu tak bertahan lama. Hanum tersentak dengan apa yang dilakukan Hajin sekarang.Wajahnya memerah antara panas sekaligus malu. Napasnya pun memburu."Pak … bisa Bapak keluarkan tangan Bapak dari sana? Rasanya aneh."Mata Hanum mulai berkaca akibat sentakan yang dirasakannya tadi. Dia memegang lengan Hajin. Namun, Hajin hanya menciumi wajahnya."Tidak apa, aku melakukannya dengan baik. Jadi, jangan khawatir dan nikmati saja, Sayang …"Hanum menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia menggerakkan kakinya karena dia merasakan sensasi aneh dari sana. Dia memegang lengan Hajin lebih erat. Dia menatap Hajin dengan tatapan memohon cenderung sangat memelas."Tidak. Tidak. Tolong, keluarkan itu dulu. Ini tidak benar, Pak. Seharusnya kita salat pengantin dan Bapak harus mendoakan ssya. Atau setidaknya Bapak harus membaca doa dulu. Saya tidak ingin ada setan yang terlibat dalam hubungan kita … saya mohon … Pak …"Deg!Seketika Hajin membeku. Dia menghentikan pergerakannya dan menyibak rambutnya ke atas dengan amarah. Dia lalu membentak."Ha, jadi ini caramu?"Hanum terperanjat karena Hajin sangat marah."Ini cara agar kamu lepas dariku malam ini?" tuduhnya.Hanum menyangga dirinya untuk duduk dan menutup tubuhnya dengan selimut."Tidak, tidak, Pak. Saya tidak bermaksud begitu. Saya-hwaaa …"Hanum berteriak karena Hajin menarik kedua kakinya. Dia jadi sangat ketakutan sekarang. Apalagi mata Hajin yang gelap dengan kabut bertambah ngeri dengan amarah."Pak … Bapak … saya …"Hanum terbata-bata dengan perasaan takut, tetapi Hajin tidak menggubrisnya."Aku tidak peduli. Yang pasti aku akan mematahkan ekspektasimu sekarang, karena aku tidak akan berhenti. Ini justru membuatku bertambah semangat, Hanum."Setelahnya hanya terdengar teriakan Hanum. Tidak ada lagi sentuhan lembut Hajin sampai Hanum benar-benar menangis dan memohon."Seharusnya, kamu menurut saja, kenapa harus menyinggungku?"Hajin mencium pelipis Hanum yang mengalir air mata."Sudah baik, aku menikah denganmu. Jadi, jangan bersikap seolah kita menikah dengan benar. Kamu cuma pelacur, Hanum."Air mata Hanum merembes ke bantal saat memalingkan wajahnya antara malu juga sakit hati."Iya, saya memang pelacur. Tapi, saya pelacur halal buat Bapak …"Hajin tidak membalas. Dia hanya melanjutkan kegiatan mereka sampai dini hari, tentu dengan lebih lembut. Akan tetapi, selembut apapun itu … Hanum tidak bahagia.Bodoh sekali dirinya mengharap malam pertamanya akan bisa juga dia lalui sesuai syariat seperti akad nikahnya. Padahal, sejak awal ini hanya pernikahan nafsu.Apa yang bisa Hanum harapkan?***
"Lelah? Masih sakit?"Hajin bertanya setelah mereka selesai mandi.Dia membelai kepala Hanum. Perempuan itu memegangi selimutnya sampai leher."Iya, sakit, Pak."Hajin mencium keningnya."Gak papa, itu normal. Nanti juga membaik. Kamu libur aja, gak usah masuk kantor hari ini. Aku bakal bawa kamu ke rumah. Kamu bisa istirahat dulu."Hajin berkata begitu. Hanum jadi ingin menangis saja.Setelah memperlakukannya dengan kasar meski sebentar, tetap saja hati Hanum terluka. Dia jadi takut untuk membantah."Iya."Mendengar jawaban Hanum yang patuh, Hajin menarik tubuhnya dan mendekapnya."Tidur aja. Masih ada waktu sebelum pagi."Saat itu Hanum menggigit bibirnya."Saya harus salat subuh, Pak," cicitnya.Dia takut Hajin akan menyentaknya lagi."Ya, masih ada 2 jam sebelum jam 4. Tidur aja. Tubuhmu pasti lelah. Aku bakal stel alarm."Mendengar jawaban Hajin, Hanum langsung lega. Debar-debar takut di dadanya berangsur hilang.Hanum masih belum sepenuhnya tahu bagaimana karakter Hajin. Sebagai seorang CEO, dia dingin dan menakutkan. Tapi, sebagai pria? Adakalanya dia sangat dingin, tetapi ada juga kalanya dia memakluminya seperti sekarang.Hanum tidak mau berpikir panjang dan membuatnya kian merasa rumit. Dia pun memutuskan untuk tidur. Perlahan kesadaran Hanum mulai menghilang dalam pelukan Hajin yang kini terasa hangat.Hanum yakin sekali, Hajin menikahinya dengan akad agama Islam. Hanum juga mendengar Hajin mengucapkan basmalah dan semua rentetannya mengikuti Pak Kyai saat ijab kabul dengan baik. Dia bukan seperti amatir yang agama hanya untuk pelengkap KTP. Namun, kenapa? Malam tadi saat Hajin menolak salat pengantin dengannya, Hanum bisa mengerti. Mungkin Hajin ingin melakukan itu dengan wanita yang dia cintai suatu hari nanti. Akan tetapi, Subuh ini ... saat Hajin membangunkan Hanum untuk salat sesuai janjinya, pria itu justru bermain ponsel saja di ranjang.Dia tak bergeming bahkan ketika Hanum sengaja menggelar sajadah di tepi ranjang yang dekat dengan Hajin. Selesai salat, Hanum ingin sekali bertanya, tetapi dia merasa takut pada Hajin. Masih segar di ingatannya, bagaimana semalam Hajin marah dan menyiksa dirinya, meski bukan siksaan dalam arti sebenarnya. Namun, jika tetap diam, Hanum merasa tidak nyaman. Mereka suami-istri sekarang. Ah, tidak! Tidak! Jika Hanum mengatas namakan hubungan yang
Hanum menjadi pusat perhatian saat tiba di kantor. Dia mengentri presensi pukul 10. Sudah terlambat masuk, eh ... pakaiannya juga ikut mencolok. Bukan sebab lusuh atau aneh justru dia mengenakan pakaian baru yang bermerk. Tapi, karena itulah dia jadi sangat berbeda. Bisa-bisanya anak magang yang baru saja menghilangkan uang perusahaan malah datang dengan baju mahal? Apalagi Hanum biasanya hanya mengenakan kemeja murah yang dijual obralan saja. Jadi, bagaimana bisa orang-orang tidak berisik membicarakannya lagi? Tentu saja, dia menjadi sasaran empuk sebagai kopi panas hari ini.Semuanya gara-gara Hajin.Pagi tadi ... saat mengajak keluar dari hotel, Hanum berpikir Hajin akan mengantarkannya ke rumah. Akan tetapi, yang dimaksud rumah oleh pria itu adalah rumahnya sendiri bukan rumah Hanum.Hanum baru tersadar ketika mereka sampai di depan sebuah rumah megah milik Hajin. Saat akan turun, Hanum menghentikan Hajin. "Tunggu sebentar, Pak. Saya gak punya baju ganti buat ngantor. Saya lupa,
Hanum tidak tahu mengapa Husna sangat membencinya. Saat mereka masih kecil, Hanum berpikir … Husna hanya belum dewasa. Kehadirannya yang tiba-tiba dalam hidup Husna pasti mengganggu. Namun, seiring berjalannya waktu dan mereka telah dewasa sekarang. Hanum mulai menyadari bahwa Kakaknya ini hanya tidak suka padanya. Dia hanya tidak suka Hanum hidup dan bernapas seperti perkataannya. Karena itu, rasanya jika Hanum balik membenci Husna pun tidak salah. Husna benar-benar sudah keterlaluan padanya. Plak!"Jaga ucapan kamu, Husna Thana! Kamu pikir, karena siapa aku jadi kayak gini?" Hanum membentak Husna setelah dia melayangkan tamparan. Dia cepat-cepat memperbaiki blazer dan kerudungnya. "Siapa yang ngilangin uang, siapa juga yang tanggung jawab? Kalau kamu emang masih punya nurani, lebih baik kamu diem! Kecuali kamu bisa ngembaliin kehormatanku lagi."Detik itu juga Husna yang tadi akan meledak setelah ditampar kini tercengang. Akan tetapi, tak lama dia malah mendengus tawa. "Ha, jad
"Masuk!"Hajin menyahuti ucapan Hanum dengan cepat. Saat dia sampai di ruangannya, Hajin tidak membalikkan kursinya seperti biasa. Dia sudah menghadap kedepan lengkap dengan beberapa lembar kertas di meja. Itu adalah kertas-kertas yang muncul dari fax mail."Kenapa lama sekali? Aku sudah nyuruh Wina untuk memanggilmu sejak tadi. Kamu ke mana? Jangan-jangan kamu keluyuran lagi pas jam kerja?!" Hajin menatapnya curiga. Hanum sedikit tercengang atas tuduhan Hajin. Jika soal pekerjaan, pria itu jadi sangat menyebalkan. "Tidak, Pak. Mana berani saya begitu. Saya cuma ke toilet tadi. Bukan salah saya juga kan saya jadi lama?" Mendengar jawaban Hanum, Hajin menyentuh pangkal hidungnya seakan sedang pusing."Baiklah. Kemari ..."Hajin memundurkan tempat duduknya sedikit dan mengambil salah satu lembar kertas di mejanya dengan tangan kiri. Hanum mendekat ke depan meja sesuai perintah. Namun, Hajin menyuruhnya untuk lebih dekat. "Mendekatlah ..."Hanum bergerak dari depan meja ke samping.
Pukul 12.30, jam istirahat sudah berlalu 30 menit, tapi tak ada tanda-tanda Hajin akan beranjak dari kursinya untuk keluar. Hanum jadi heran, apa setiap hari Haji seperti itu? Hanya kerja? Kerja? Dan kerja? Hanum sungguh tidak paham dengan pikiran orang-orang kaya yang gila kerja. Mereka sudah kaya, tapi karena sifat gila kerjanya itu mereka terus bertambah kaya, sedang orang-orang yang seperti dirinya justru inginnya cepat-cepat rebahan saja. Huh, yang salah memang hanya kebiasaannya. Meski begitu, mana bisa terus bekerja tanpa makan?"Pak ..." Hanum pun memanggil Hajin. Pria itu berdehem karena sedang mengetik di komputernya. "Bapak gak istirahat? Setidaknya, makan?" "Bilang aja kamu yang lapar dan pengen istirahat Hanum," balas Hajin tanpa menatapnya. Dia lantas menghidupkan ponsel pribadinya untuk menelfon seseorang."Na? Udah dapat makanannya belum?"Suara berisik udara luar langsung terdengar. Hajin me-loud speaker panggilan itu hingga Hanum ikut mendengarkan. Hanum memainka
Hanum merutuki kebodohannya sembari menatap ponsel di tangan. Dia baru sadar bahwa dia tidak memiliki nomor pribadi Hajin. Padahal, hari ini dia akan mengambil barangnya dari rumah. Sementara Hajin tidak kembali ke ruangannya bahkan setelah jam pulang kantor. Helaan napas berat terus menemani Hanum sepanjang perjalanannya menaiki bus. Sekarang, dia hanya bisa berdoa semoga Husna tidak langsung pulang ke rumah. Semoga Husna nongkrong sampai malam sehingga mereka tidak perlu bertemu. Jadi, Hanum bisa keluar dari rumah dengan tenang. Sayangnya, harapan dan keinginan selalu saja tak sama dengan kenyataan. Ketika baru saja melangkah dari pintu, suara Husna sudah langsung terdengar. "Nah, datang juga anaknya, Yah! Cepat hukum dia! Dia tidur sama atasan dan mau jadi simpanannya. Malu-maluin keluarga aja."Husna mengadu pada Thana. Pria paruh baya itu masih mengenakan jas formalnya, terlihat dia juga baru saja datang. Husna pun masih memakai rok mini meskipun blazernya telah dia lepas.
"Husna, hentikan!"Hampir saja ujung gunting itu melukai wajah Hanum jika Thana tidak sampai tepat waktu. Dia memang berniat menyusul Hanum ke kamarnya, tetapi karena sakit kepala, dia baru beranjak setelah mendengar bunyi benda dibanting. Saat sampai di depan pintu, Thana terkejut karena Husna memegang gunting. Thana segera menghampiri Husna dan merebut guntingnya."Apa yang kamu lakukan, Husna? Kamu ingin melukai Adikmu? Apa kamu hilang akal? Dan kenapa tangan Hanum berdarah?"Sakit kepala seketika menyerang Thana lagi. Dia memegang kepalanya sebentar kemudian berteriak. "Sudah, cukup, kalian! Ayah sakit kepala sekarang. Jadi, kita bicarain ini lain waktu. Husna kembali ke kamar! Dan Hanum ... obati tanganmu."Saat itu Husna yang masih kesal, ingin protes. Namun, Thana langsung menyentaknya."Kembali ke kamarmu, Husna! Jangan buat ayah bicara 2 kali."Alih-alih langsung kembali ke kamarnya, Husna masih tidak juga beranjak. Dia masih menatap Hanum dengan penuh kebencian. Sementa
"Lukanya tidak dalam, jadi gak perlu dijahit. Jangan kena air dulu ya dan 2 hari lagi, bisa kontrol ke rumah sakit buat bersihin lukanya supaya gak membekas."Dokter mengatakan itu setelah mengobati punggung tangan Hanum. Wanita itu mengiyakan nasehat dokter dan berterima kasih. Setelah itu, dia kembali ke rumah bersama Hajin. Sesampainya di rumah, Karimah-asisten rumah tangga Hajin yang menyambut, langsung terkejut melihat tangan Hanum. "Ya Allah, Nyonya ... kenapa tangannya? Apa ini ulah Tuan?" Karimah lantas menatap dengan menyelidik pada Hajin. Karena sudah merawat Hajin bertahun-tahun, Karimah sudah seperti Bibi sendiri untuk Hajin. "Bukan aku! Memangnya apa yang bisa aku lakuin sampe bikin tangannya kayak gitu, Bi?!"Hajin mengelak. Karimah menghela napas."Ya, siapa yang tahu? Tuan dan nyonya muda kan pengantin baru dan masih semangat-semangatnya. Tuan bisa saja kelewatan.""Astaga! Yang benar saja! Aku tidak sebringas itu, Bi!" ujar Hajin menegaskan."Tolong, siapkan maka
Hanum masih mematung di tempat saat Salsa menunjukkan foto dirinya dengan Hajin di sebuah hotel. Sementara itu terlihat Hajin masuk ke lobi dengan diikuti oleh seorang perempuan muda dengan blouse dan rok panjang modis khas seorang putri kaya. Dia adalah Yuna Sanjaya. Sudah sejak turun di depan gedung, gadis itu mengikuti Hajin. Namun, Hajin mengabaikannya sehingga Yuna merasa kesal. Dia pun menyentak dengan suara nyaring untuk menarik perhatian Hajin."Kak Hajin!"Namun, bukannya Hajin yang menghentikan langkah dan mulai memperhatikannya, orang-orang yang ada di lobi lah yang menatap Yuna, termasuk Hanum.Karena kesal tetap diabaikan oleh Hajin, akhirnya Yuna pun berbicara dengan sembarangan."Kak Hajin, apa kamu benar-benar mau mengabaikanku seperti ini? Apa kamu gak keterlaluan? Aku masih 19 tahun dan kehamilan tanpa pernikahan adalah hal yang sulit. Kamu benar-benar mau tega sama aku kayak gini? Kakak ..."Suara Yuna menjadi parau di akhir.Sementara itu semua orang menjadi tercen
Hanum benar-benar makan malam di luar dengan Hajin. Usai menyelesaikan makannya, Hajin berbicara dengan Hanum. "Besok, kita ke dokter, periksa." Hanum hanya mengangguk dengan senyuman. Sejujurnya dia merasa sangat lega karena sudah memberitahukan tentang kehamilannya pada Hajin. Apalagi respon Hajin juga cukup baik. Hati Hanum menjadi sangat tenang saat ini. "Hm, mau jam berapa? Kalau ke rumah sakit kan biasanya lama. Mau izin kerja?" Hanum memastikan. "Agak siang.""Okay."Setelah menjawab dengan cepat, Hanum kembali melihat meja makannya dan ingin membawa pulang dessert dan cake."Bapak, aku mau dessert sama cake buat dimakan di rumah." "Ya, boleh."Hajin lantas menekan tombol di meja dan seorang waiterss menghampiri mereka. Hanum menyebutkan makanan-makanan yang ingin dia pesan untuk dibawa pulang. Bersamaan dengan itu, ponselnya menyala. Sebenarnya sudah sejak tadi, panggilan dari orang yang sama itu masuk, tetapi Hajin malas mengangkatnya. Ini bukan telefon dari Yuna, mela
"Ada apa? Kamu sama Bi Inah kok ngelihatin aku kayak gitu?"Tingkat kepekaan Hajin yang tinggi membuat pria itu bertanya tanpa basa-basi. Hanum mengambil tangan Hajin untuk disalimi sebelum memberikan jawaban apa-apa."Ada yang mau ditanyain Non Hanum, Tuan muda."Akhirnya Bi Inah yang memulai obrolan. Hajin lantas duduk di samping Hanum. Bi Inah pergi untuk memberi ruang pada suami-istri itu."Ada masalah apa? Apa ada yang gangguin kamu di kantor? Atau Husna neror kamu?" Hajin bertanya seraya menatap Hanum yang menghindari matanya."Gak, bukan apa-apa. Gak ada yang gangguin aku kok." Hanum mengelak. Entah kenapa dia jadi ragu untuk mengungkapkan isi hatinya. Padahal, beberapa waktu lalu dia masih resah dengan sosok tunangan Hajin. Namun, setelah dia pikirkan kembali, Hanum merasa dia tidak perlu menanyakannya. Karena bisa jadi benar apa kata Bi Inah, Hajin saja tidak menganggap bahwa dirinya memiliki tunangan. "Katanya, di kamus cewek itu kalau gak ada apa-apa, artinya ada sesuatu.
Persidangan Husna atas tuduhan percobaan pembunuhan terhadap Hanum berlangsung dengan gaduh. Pasalnya Husna mengelak tuduhan itu dan mengkambinghitamkan anak buahnya. Sampai-sampai bawahannya itu mengaku bahwa dialah yang berinisiatif mencelakai Hanum. "Ya, benar. Apa yang dikatakan Nona Husna, Pak Hakim. Saya yang melakukan kejahatan itu sendiri karena saya benci dengan Nona Hanum. Saya dipecat dari pekerjaan saya sebab Nona Hanum sehingga istri saya … istri saya meminta cerai dan keluarga saya jadi berantakan …"Hajin menghela napas kasar menyaksikan pria paruh baya itu memberikan pernyataan dengan suara gemetar. Seharusnya melihat gestur tubuh sopir itu, hakim meragukan pernyataannya. Namun, pengacara keluarga Thana berdalih bahwa sopir itu gugup dan ketakutan. Jaksa penuntut dari Hajin pun meminta penyelidikan lebih lanjut dan persidangan ditunda. Hajin segera keluar dari pengadilan setelahnya. Walaupun ada Arvin yang memanggil-manggil namanya, Hajin mengabaikan sepupunya itu be
Hanum tampil cantik dengan long dress berwarna sage. Baju dengan perpaduan kain tile yang elegan itu tampak membalut tubuhnya dengan sangat pas. Sedikit berlebihan menurut Hanum jika ini hanya untuk makan malam klien.Hanum pun bertanya pada sopir."Pak, tahu gak nanti aku sama Pak Hajin bakal ketemu siapa?"Edo, sang sopir pun menggeleng."Mohon maaf, Nyonya. Saya cuma disuruh Tuan buat nganterin Nyonya ke tempat tujuan. Soal bertemu siapa dan keperluan apa, saya kurang tahu."Hanum mengangguk pelan dan bersandar di jok penumpang."Baiklah, Pak."Mereka kemudian melanjutkan perjalanan dalam keheningan. Sesampainya di depan hotel bintang 5, Edo membukakan pintu mobil. Hanum keluar dan langsung disambut oleh karyawan. Perasaannya agak aneh. Dia diperlakukan terlalu baik untuk ukuran pertemuan binis. Hanum jadi penasaran sebenarnya siapa klien yang akan dia temui bersama Hajin.Karyawan hotel mengantarnya ke restoran dan didapatinya Hajin sedang menunggu sendirian. Hanum pun memanggilny
Siang hari ini persidangan pertama antara Prana Packaging dan Artaya Packaging telah digelar. Meskipun agak riweh dengan bantahan-batahan oleh Arvin, pada akhirnya pihak Prana Packaging lebih memiliki cukup bukti atas hak milik produk bio nature.Tok! Tok! Tok!Terlihat hakim mengetok palu untuk memberikan keputusan."Baik, atas bukti-bukti baru yang diberikan oleh penggugat, Pengadilan akan mempelajari dan memverifikasi bukti tersebut. Jika terbukti bahwa Artaya Packaging telah melakukan plagiat atas desain dan peluncuran produk, pihak tergugat akan dihukum sebagai mana mestinya. Untuk itu keputusan persidangan hari ini ditunda."Mendengar ucapan hakim, Arvin mengumpat pelan. Sementara itu Hajin mendengus napas kemudian pergi setelah persidangan ditutup. Tanpa dia sangka, di luar gedung pengadilan telah berjajar para wartawan yang ingin menemuinya. Reyhan dengan sigap menghadang para wartawan itu. Namun, mereka masih tetap memaksa untuk mengajukan pertanyaan."Pak Hajin ... setelah l
"Pelan-pelan makannya, Hanum. Gak ada yang minta."Hajin mengingatkan sembari menyeka bibir Hanum yang belepotan saat memakan tteobokki. Hanum meringiskan senyumnya. "Habis enak, Pak. Bapak yakin gak mau?" tanya Hanum memastikan. "Lihat kamu makan aja udah kenyang ak-"Belum sampai Hajin menyelesaikan kata-katanya, Hanum sudah menyuapinya. Hajin sedikit terkejut, sedangkan Hanum hanya meringis. "Pedes ya, Pak?"Dia lalu mendekatkan minuman pada Hajin. Pria itu menelan makanannya kemudian minum."Gak terlalu," jawab Hajin dengan singkat."Mau lagi?""No."Hajin menggeleng. Hanum kemudian mengambil Bugoppangnya."Mau yang ini? Isinya kacang merah, pasti manis." Dia menawarkan. Hajin menggeleng kembali. "Buat kamu aja."Hanum kemudian mengerucutkan bibir dan mulai mengeluarkan kue yang masih panas itu dari wadahnya. "Ya udah, aku makan sendiri aja kalau gitu."Hanum lantas menikmati makanannya dengan gigitan sedang seperti biasa. Hajin hanya memperhatikannya dengan tatapan dalam se
Sinar blitz dan suara kamera memenuhi ruang konferensi pers yang diadakan oleh Yi Jin. Pria itu terlihat tampan dengan setelan jas formal yang mahal. Aktor Korea populer yang telah merambah ke Hollywood itu menggemparkan para fans dengan isunya yang akan berhenti dari aktivitas entertaiment. Dia dikabarkan ingin berfokus pada bisnisnya. Karena itu dia mengadakan jumpa pers untuk mengklarifikasi isu yang ada.Yi Jin tersenyum tanpa gugup di depan kamera. Dia juga melambaikan tangannya pada penggemar yang ikut datang hari ini. Sementara itu Hanum hanya bisa mengamati Yi Jin dari jauh dengan topi dan masker bersama Reyna.Sejak awal Hajin mengajaknya ikut ke Seoul bukan untuk menunjukkan Hanum pada publik, melainkan mengamankan wanita itu di sisinya. Jadi, hanya Hajin sendiri yang akan tampil di depan kamera hari ini. "Halo, saya Kim Yi Jin. Isu tentang saya akan berhenti dari dunia hiburan dan berfokus untuk bisnis saya memang benar."Yi Jin memulai konferensi persnya. Dia tetap tenang
"Bapak mau bicarain apa? Kayaknya serius banget?"Hanum bertanya di antara kegelisahan hati yang coba dia sembunyikan. Hajin kini sudah duduk di seberang sofa depannya."Minggu depan kamu harus ikut aku ke Seoul. Yi Jin bakal ngadain konferensi pers buat perilisan perusahaan mobil dan aku akan datang sebagai investor utama."Penuturan Hajin membuat keresahan Hanum hilang dan berganti rasa penasaran."Investor utama? Bukan owner?" Hanum memastikan bahwa dia tidak salah dengar."Ya, investor. Aku gak jadi pindah ke Seoul. Karena satu dan hal lain, aku mutusin buat ikut pemilihan suksesor ketua Prana Group."Seketika Hanum tercengang."Apa? Prana Group yang itu?" kata Hanum masih terkejut."Maksud Bapak, Bapak mau ikut perebutan posisi ketua grup?" lanjut Hanum berusaha meluruskan pikirannya.Hajin mengangguk dengan mantap. Hanum justru mengerutkan dahinya."Kenapa tiba-tiba?" Hanum bertanya, terlihat dia begitu khawatir pada Hajin."Bapak bilang gak mau terikat dengan Prana Grup lagi. T