Usai jam istirahat siang, mendadak banyak telefon kantor berdering terutama di bagian divisi marketing. Perasaan para karyawan sudah tidak enak sejak telefon itu berbunyi secara bersamaan. Dan benar saja yang mereka khawatirkan, sesuatu yang buruk telah terjadi."Halo, dari divisi marketing Prana Packaging, ada yang bisa saya bantu?"Salsa menjawab telefon pertama dan disusul teman-temannya yang lain."Halo, saya mau menuntut Prana Packaging. Sebenarnya gimana cara kerja perusahaan Anda dalam menjaga rahasia klien?""Maaf, apa maksudnya, Bu?" Salsa berdebar mendengar klien akan memuntut perusahaan.Dan ternyata bukan hanya dirinya yang terkejut. Teman-temannya pun merespon hal yang sama pada panggilan yang mereka terima.Kini mereka mendengarkan keluhan para klien dengan saling berpandangan dan kebingungan. Para staf pun tidak bisa berkata banyak setelah mendengar makian dari klien."Mohon maaf, Bu. Mengenai masalah itu akan saya bicarakan dengan pimpinan saya nanti."Staf marketing h
Hanum pergi menemui Husna dengan diantar oleh sopir. Ternyata karena dia berangkat dengan Reyna, Hajin menyiapkan mobil dan sopir untuknya. Hanum pun pergi bersama sopir karena Husna menyuruhnya buru-buru. Namun, sampai di sana Husna justru belum datang. Hanum pun merasa kesal. Dia menunggu Husna beberapa menit sampai saudara perempuannya itu tiba. "Cepat katakan apa yang kamu inginkan dan berhenti bikin masalah buat perusahaan!" Hanum menegaskan tanpa basa-basi. Bahkan, sebelum Husna bisa duduk. "Woi, santai. Belum juga duduk udah langsung jeplak aja." Husna kemudian memanggil pelayan dan memesan minuman. Baru setelahnya dia berbicara dengan Hanum. "Well, kamu pasti takut Hajin jatuh, kan? Tapi, gimana ya? Pacarku suka tuh kalau dia jatuh." Ketika itu Hanum seolah jengah dan melempar ponselnya ke meja hingga ponselnya lebih dekat dengan Husna. Hanum kemudian mendecih. "Cih! Kalau pasangan itu memang mirip ya? Sama-sama jahat dan licik. Emang apa salah Pak Hajin sih sampe kalia
Hajin mengikuti dokter IGD dengan perasaan gelisah. Banyak pikiran buruk yang berkecamuk di kepalanya, tetapi dia berusaha berpikir bahwa meski terluka, Hanum tidak akan terluka parah. Namun, bangkar pasien yang ditunjukkan dokter padanya membuat Hajin tertegun. "Mohon maaf, Bapak. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi saat tiba di sini, korban sudah henti jantung. Meski telah dilakukan CPR dan kejut jantung, tetapi detak jantungnya tidak kembali. Sekali lagi saya minta maaf, Pak. Tapi, istri Bapak sudah meninggal." Deg! Deg! Di titik itu dada Hajin berdebar hebat setelah sebelumnya terasa berhenti di tempat. Dia ingin melangkah mendekat, tetapi tubuhnya terasa kaku dan berat. "Ini gak mungkin, Dok ..." gumam Hajin dengan suara gemetar. Dia menatap bangkar yang tertutup selimut putih rapat dengan nanar. Ada bekas darah di bagian wajah dan beberapa tubuh lainnya yang membuat orang pasti tahu bahwa ini pasien korban kecelakaan. "Gak mungkin kecelakaannya separah itu. Dia
"Saya gak nyangka bacaan Bapak bisa sefasih itu." Hanum membuka pembicaraan setelah mereka menyelesaikan salat bersama. Kini dia berada di pangkuan Hajin masih dengan mengenakan mukena. "Aku masuk di sekolah Islam pas kecil. Dari guruku, aku diajari teknik qiroah sab'ah. Aku juga sekolah di madrasah dan ikut ngaji non mukim di pesantren." Hanum memainkan jari-jari panjang Hajin dan beberapa kali membandingkannya dengan jarinya sendiri. "Ah, pantes aja. Kalau saya, guru ngaji saya itu bikin sistem ngaji kayak pesantren. Jadi, 5 hari ngaji Qur'an, 2 hari ngaji kitab. Tapi, saya sekolahnya di sekolah biasa, cuma memang masuk di madrasah diniyyah juga." "Hm ..." Hajin merapatkan telapak tangannya hingga kini jari-jari miliknya dan milik Hanum saling menggenggam. Dia juga menumpukan kepalanya di bahu Hanum sembari sesekali mengecup pipinya. "Bapak ... apa sekarang saya bisa mengartikan kalau hubungan kita udah gak sebatas kontrak lagi? Dalam Islam seharusnya gak boleh nikah kontrak
"Apa kamu bilang?"Prana meminta Hajin mengulangi ucapannya, tetapi yang keluar dari mulut Hajin hanya sindiran."Memang ya ... faktor umur membuat Kakek tidak bisa mendengar dengan benar lagi. Kakek harus lebih rajin ke rumah sakit nanti."Seketika pria tua itu menyentak cucunya."Hajin?! Apa kamu ke sini cuma mau membuat Kakek naik darah, hah?" Prana menjeda ucapannya."Datang-datang langsung bilang mau posisi ketua. Kamu pikir, posisi itu mainan untukmu?" Prana berusaha memancing keseriusan Hajin."Jika ini main-main untuk apa aku datang ke sini, Kek? Aku bisa saja menelpon Kakek dan mengatakan hal-hal omong kosong. Jadi, apa Kakek tidak senang dengan keputusanku?"Hajin balik bertanya.Prana mengedip dan menghembuskan napasnya."Kamu serius?" Prana bertanya untuk memastikan. Bukan dia tidak senang Hajin akhirnya mau melangkah untuk menempati posisi yang memang seharusnya menjadi miliknya, tetapi dia perlu tahu Hajin tergerak untuk apa? Dan karena apa?"Ya. Aku akan mendapatkan ta
Arvin menjatuhkan dokumen berisi gugatan yang dilayangkan Hajin pada Husna. Wanita itu mengernyitkan dahinya. "Apa-apaan ini Arvin?" tanya Husna. "Kamu yang apa-apaan! Gimana bisa Hajin menuntutmu atas percobaan pembunuhan? Kamu ingin membunuh Hanum saat kamu bertemu dengannya kemarin?" Arvin berbicara tanpa basa-basi. Husna mengedip dan mendengus napas kasar. "Siapa yang mau membunuhnya? Aku hanya ingin memberinya sedikit pelajaran. Nyatanya gak ada kabar dia mati."Husna membalas tanpa sedikit rasa bersalah. Arvin menyibak rambutnya frustrasi. Dia ngeri sendiri. "Heh, apa kamu spikopat? Bisa-bisanya kamu bicarain nyawa orang dengan gampangnya begitu?" Mendengar omelan Arvin, Husna cemberut. "Jadi, kamu belain Husna daripada aku?" Dia menyedekapkan tangannya. Arvin mengusap wajahnya kasar lalu menarik kursi yang diduduki oleh Husna. "Hei, aku bukan bermaksud begitu. Tapi, Beib … sejahat-jahatnya aku, aku tidak menginginkan nyawa Hajin. Aku hanya mau dia jatuh perlahan," ujar
Subuh hari ini di kamar Hajin. Hanum masih malas untuk bergerak, padahal dia harus salat. Hajin menggaruk lehernya meksi tidak gatal saat melihat Hanum masih menutup dirinya sangat rapat menggunakan selimut. "Masih males jalan? Mau aku gendong aja ke kamar mandi?" Hajin menawarkan. Hanum menunjukkan wajahnya yang semula tertutup bantal. "Bapak bener-bener keterlaluan. Padahal, aku harus masuk kantor hari ini. Ish! Bisa-bisanya beneran dibikin susah jalan." Hanum memprotes. Hajin memunculkan senyum kecil di wajahnya. "Kamu sendiri yang nantang," balasnya tanpa merasa bersalah. Hanum mendesis dan beranjak dari kasur. Dia duduk sembari menahan ringisan. Bukan dia benar-benar tidak bisa berjalan. Hanya saja rasanya tidak nyaman dan sedikit perih saja. Sama seperti saat pertama kali mereka melakukannya. "Awas ya, kalau besok Kak Reyna sampai ledekin aku, aku marah sama Bapak! Jangan harap dapet jatah seminggu ini!" ancam Hanum. Dia berjalan dengan pelan ke kamar mandi. Hajin hanya
"Bapak mau bicarain apa? Kayaknya serius banget?"Hanum bertanya di antara kegelisahan hati yang coba dia sembunyikan. Hajin kini sudah duduk di seberang sofa depannya."Minggu depan kamu harus ikut aku ke Seoul. Yi Jin bakal ngadain konferensi pers buat perilisan perusahaan mobil dan aku akan datang sebagai investor utama."Penuturan Hajin membuat keresahan Hanum hilang dan berganti rasa penasaran."Investor utama? Bukan owner?" Hanum memastikan bahwa dia tidak salah dengar."Ya, investor. Aku gak jadi pindah ke Seoul. Karena satu dan hal lain, aku mutusin buat ikut pemilihan suksesor ketua Prana Group."Seketika Hanum tercengang."Apa? Prana Group yang itu?" kata Hanum masih terkejut."Maksud Bapak, Bapak mau ikut perebutan posisi ketua grup?" lanjut Hanum berusaha meluruskan pikirannya.Hajin mengangguk dengan mantap. Hanum justru mengerutkan dahinya."Kenapa tiba-tiba?" Hanum bertanya, terlihat dia begitu khawatir pada Hajin."Bapak bilang gak mau terikat dengan Prana Grup lagi. T
Hanum masih mematung di tempat saat Salsa menunjukkan foto dirinya dengan Hajin di sebuah hotel. Sementara itu terlihat Hajin masuk ke lobi dengan diikuti oleh seorang perempuan muda dengan blouse dan rok panjang modis khas seorang putri kaya. Dia adalah Yuna Sanjaya. Sudah sejak turun di depan gedung, gadis itu mengikuti Hajin. Namun, Hajin mengabaikannya sehingga Yuna merasa kesal. Dia pun menyentak dengan suara nyaring untuk menarik perhatian Hajin."Kak Hajin!"Namun, bukannya Hajin yang menghentikan langkah dan mulai memperhatikannya, orang-orang yang ada di lobi lah yang menatap Yuna, termasuk Hanum.Karena kesal tetap diabaikan oleh Hajin, akhirnya Yuna pun berbicara dengan sembarangan."Kak Hajin, apa kamu benar-benar mau mengabaikanku seperti ini? Apa kamu gak keterlaluan? Aku masih 19 tahun dan kehamilan tanpa pernikahan adalah hal yang sulit. Kamu benar-benar mau tega sama aku kayak gini? Kakak ..."Suara Yuna menjadi parau di akhir.Sementara itu semua orang menjadi tercen
Hanum benar-benar makan malam di luar dengan Hajin. Usai menyelesaikan makannya, Hajin berbicara dengan Hanum. "Besok, kita ke dokter, periksa." Hanum hanya mengangguk dengan senyuman. Sejujurnya dia merasa sangat lega karena sudah memberitahukan tentang kehamilannya pada Hajin. Apalagi respon Hajin juga cukup baik. Hati Hanum menjadi sangat tenang saat ini. "Hm, mau jam berapa? Kalau ke rumah sakit kan biasanya lama. Mau izin kerja?" Hanum memastikan. "Agak siang.""Okay."Setelah menjawab dengan cepat, Hanum kembali melihat meja makannya dan ingin membawa pulang dessert dan cake."Bapak, aku mau dessert sama cake buat dimakan di rumah." "Ya, boleh."Hajin lantas menekan tombol di meja dan seorang waiterss menghampiri mereka. Hanum menyebutkan makanan-makanan yang ingin dia pesan untuk dibawa pulang. Bersamaan dengan itu, ponselnya menyala. Sebenarnya sudah sejak tadi, panggilan dari orang yang sama itu masuk, tetapi Hajin malas mengangkatnya. Ini bukan telefon dari Yuna, mela
"Ada apa? Kamu sama Bi Inah kok ngelihatin aku kayak gitu?"Tingkat kepekaan Hajin yang tinggi membuat pria itu bertanya tanpa basa-basi. Hanum mengambil tangan Hajin untuk disalimi sebelum memberikan jawaban apa-apa."Ada yang mau ditanyain Non Hanum, Tuan muda."Akhirnya Bi Inah yang memulai obrolan. Hajin lantas duduk di samping Hanum. Bi Inah pergi untuk memberi ruang pada suami-istri itu."Ada masalah apa? Apa ada yang gangguin kamu di kantor? Atau Husna neror kamu?" Hajin bertanya seraya menatap Hanum yang menghindari matanya."Gak, bukan apa-apa. Gak ada yang gangguin aku kok." Hanum mengelak. Entah kenapa dia jadi ragu untuk mengungkapkan isi hatinya. Padahal, beberapa waktu lalu dia masih resah dengan sosok tunangan Hajin. Namun, setelah dia pikirkan kembali, Hanum merasa dia tidak perlu menanyakannya. Karena bisa jadi benar apa kata Bi Inah, Hajin saja tidak menganggap bahwa dirinya memiliki tunangan. "Katanya, di kamus cewek itu kalau gak ada apa-apa, artinya ada sesuatu.
Persidangan Husna atas tuduhan percobaan pembunuhan terhadap Hanum berlangsung dengan gaduh. Pasalnya Husna mengelak tuduhan itu dan mengkambinghitamkan anak buahnya. Sampai-sampai bawahannya itu mengaku bahwa dialah yang berinisiatif mencelakai Hanum. "Ya, benar. Apa yang dikatakan Nona Husna, Pak Hakim. Saya yang melakukan kejahatan itu sendiri karena saya benci dengan Nona Hanum. Saya dipecat dari pekerjaan saya sebab Nona Hanum sehingga istri saya … istri saya meminta cerai dan keluarga saya jadi berantakan …"Hajin menghela napas kasar menyaksikan pria paruh baya itu memberikan pernyataan dengan suara gemetar. Seharusnya melihat gestur tubuh sopir itu, hakim meragukan pernyataannya. Namun, pengacara keluarga Thana berdalih bahwa sopir itu gugup dan ketakutan. Jaksa penuntut dari Hajin pun meminta penyelidikan lebih lanjut dan persidangan ditunda. Hajin segera keluar dari pengadilan setelahnya. Walaupun ada Arvin yang memanggil-manggil namanya, Hajin mengabaikan sepupunya itu be
Hanum tampil cantik dengan long dress berwarna sage. Baju dengan perpaduan kain tile yang elegan itu tampak membalut tubuhnya dengan sangat pas. Sedikit berlebihan menurut Hanum jika ini hanya untuk makan malam klien.Hanum pun bertanya pada sopir."Pak, tahu gak nanti aku sama Pak Hajin bakal ketemu siapa?"Edo, sang sopir pun menggeleng."Mohon maaf, Nyonya. Saya cuma disuruh Tuan buat nganterin Nyonya ke tempat tujuan. Soal bertemu siapa dan keperluan apa, saya kurang tahu."Hanum mengangguk pelan dan bersandar di jok penumpang."Baiklah, Pak."Mereka kemudian melanjutkan perjalanan dalam keheningan. Sesampainya di depan hotel bintang 5, Edo membukakan pintu mobil. Hanum keluar dan langsung disambut oleh karyawan. Perasaannya agak aneh. Dia diperlakukan terlalu baik untuk ukuran pertemuan binis. Hanum jadi penasaran sebenarnya siapa klien yang akan dia temui bersama Hajin.Karyawan hotel mengantarnya ke restoran dan didapatinya Hajin sedang menunggu sendirian. Hanum pun memanggilny
Siang hari ini persidangan pertama antara Prana Packaging dan Artaya Packaging telah digelar. Meskipun agak riweh dengan bantahan-batahan oleh Arvin, pada akhirnya pihak Prana Packaging lebih memiliki cukup bukti atas hak milik produk bio nature.Tok! Tok! Tok!Terlihat hakim mengetok palu untuk memberikan keputusan."Baik, atas bukti-bukti baru yang diberikan oleh penggugat, Pengadilan akan mempelajari dan memverifikasi bukti tersebut. Jika terbukti bahwa Artaya Packaging telah melakukan plagiat atas desain dan peluncuran produk, pihak tergugat akan dihukum sebagai mana mestinya. Untuk itu keputusan persidangan hari ini ditunda."Mendengar ucapan hakim, Arvin mengumpat pelan. Sementara itu Hajin mendengus napas kemudian pergi setelah persidangan ditutup. Tanpa dia sangka, di luar gedung pengadilan telah berjajar para wartawan yang ingin menemuinya. Reyhan dengan sigap menghadang para wartawan itu. Namun, mereka masih tetap memaksa untuk mengajukan pertanyaan."Pak Hajin ... setelah l
"Pelan-pelan makannya, Hanum. Gak ada yang minta."Hajin mengingatkan sembari menyeka bibir Hanum yang belepotan saat memakan tteobokki. Hanum meringiskan senyumnya. "Habis enak, Pak. Bapak yakin gak mau?" tanya Hanum memastikan. "Lihat kamu makan aja udah kenyang ak-"Belum sampai Hajin menyelesaikan kata-katanya, Hanum sudah menyuapinya. Hajin sedikit terkejut, sedangkan Hanum hanya meringis. "Pedes ya, Pak?"Dia lalu mendekatkan minuman pada Hajin. Pria itu menelan makanannya kemudian minum."Gak terlalu," jawab Hajin dengan singkat."Mau lagi?""No."Hajin menggeleng. Hanum kemudian mengambil Bugoppangnya."Mau yang ini? Isinya kacang merah, pasti manis." Dia menawarkan. Hajin menggeleng kembali. "Buat kamu aja."Hanum kemudian mengerucutkan bibir dan mulai mengeluarkan kue yang masih panas itu dari wadahnya. "Ya udah, aku makan sendiri aja kalau gitu."Hanum lantas menikmati makanannya dengan gigitan sedang seperti biasa. Hajin hanya memperhatikannya dengan tatapan dalam se
Sinar blitz dan suara kamera memenuhi ruang konferensi pers yang diadakan oleh Yi Jin. Pria itu terlihat tampan dengan setelan jas formal yang mahal. Aktor Korea populer yang telah merambah ke Hollywood itu menggemparkan para fans dengan isunya yang akan berhenti dari aktivitas entertaiment. Dia dikabarkan ingin berfokus pada bisnisnya. Karena itu dia mengadakan jumpa pers untuk mengklarifikasi isu yang ada.Yi Jin tersenyum tanpa gugup di depan kamera. Dia juga melambaikan tangannya pada penggemar yang ikut datang hari ini. Sementara itu Hanum hanya bisa mengamati Yi Jin dari jauh dengan topi dan masker bersama Reyna.Sejak awal Hajin mengajaknya ikut ke Seoul bukan untuk menunjukkan Hanum pada publik, melainkan mengamankan wanita itu di sisinya. Jadi, hanya Hajin sendiri yang akan tampil di depan kamera hari ini. "Halo, saya Kim Yi Jin. Isu tentang saya akan berhenti dari dunia hiburan dan berfokus untuk bisnis saya memang benar."Yi Jin memulai konferensi persnya. Dia tetap tenang
"Bapak mau bicarain apa? Kayaknya serius banget?"Hanum bertanya di antara kegelisahan hati yang coba dia sembunyikan. Hajin kini sudah duduk di seberang sofa depannya."Minggu depan kamu harus ikut aku ke Seoul. Yi Jin bakal ngadain konferensi pers buat perilisan perusahaan mobil dan aku akan datang sebagai investor utama."Penuturan Hajin membuat keresahan Hanum hilang dan berganti rasa penasaran."Investor utama? Bukan owner?" Hanum memastikan bahwa dia tidak salah dengar."Ya, investor. Aku gak jadi pindah ke Seoul. Karena satu dan hal lain, aku mutusin buat ikut pemilihan suksesor ketua Prana Group."Seketika Hanum tercengang."Apa? Prana Group yang itu?" kata Hanum masih terkejut."Maksud Bapak, Bapak mau ikut perebutan posisi ketua grup?" lanjut Hanum berusaha meluruskan pikirannya.Hajin mengangguk dengan mantap. Hanum justru mengerutkan dahinya."Kenapa tiba-tiba?" Hanum bertanya, terlihat dia begitu khawatir pada Hajin."Bapak bilang gak mau terikat dengan Prana Grup lagi. T