“Bapak, kenapa seperti ini sama saya?”Hajin tertegun karena Husna membalasnya dengan berekspresi sok teraniaya. Dia lantas menghembaskan tangan perempuan itu dengan wajah muak. Sementara Husna melanjutkan aktingnya. Dia bahkan sampai mengeluarkan air mata palsu.“Cuma karena saya nolak permintaan Bapak kemarin, Bapak jadi sungguhan mau memecat saya?”Husna benar-benar membuat banyak orang tercengang terutama teman-temannya.“Apa Bapak gak punya hati? Bagaimana pimpinan seperti Bapak melakukan ini pada karyawannya?” lanjut Husna.Dia sungguh terlihat seperti orang yang tertindas dengan suara yang dia buat bergetar sekarang.Salsa yang melihat temannya seperti itu langsung maju.“Hei, Husna … pimpinan apa maksudmu? Apa yang dia minta darimu? Jangan cuma menangis dan ketakutan kayak gini. Memangnya dia siapa?” ucapnya dengan sengak di hadapan Hajin.Memang, para karyawan masih tidak tahu bagaimana wajah pimpinan asli mereka. Husna menggelengkan kepala seolah dia wanita baik-baik yang t
Udara kian dingin saat Hanum membuka jendela untuk melihat bintang. Setelah lama tidak melihat skripsinya yang dinyatakan gagal, otak Hanum benar-benar mengepul, padahal baru beberapa baris saja yang bisa dia tulis. Ternyata meski dia merasa sedikit ada harapan, semuanya masih saja jauh. "Allah, apa aku bisa?"Hanum mengambil napas panjang karena sesak yang mulai menggerayai hatinya. Dia sudah agak memiliki semangat sekarang, tetapi tetap saja pikiran tentang kemungkinan hasil pengerjaannya kali ini bisa sia-sia lagi sungguh membuat dadanya pedih. Dia ingin percaya Tuhan tidak membawanya sejauh ini hanya untuk gagal, tetapi bangkit setelah terpuruk adalah hal paling sulit di dunia. Ketakutan akan kegagalan yang berulang, tentang kesia-siaan maupun kekecewaan pada dirinya sendiri. Dia merasa masih terjebak dalam pasir hisap yang kapan saja bisa menenggelamkan tubuhnya lagi. Tepat saat pikiran Hanum masih berkecamuk, sesuatu yang dingin menyentuh pipinya. Dia sedikit terperanjat ke s
Hari-hari Hanum lalui dengan cukup sibuk. Tidak mudah baginya untuk membagi fokus sama rata antara pekerjaan dan skripsinya. Akan tetapi, saat dia merah lelah dan pusing, dia selalu mengingat kata-kata dari Hajin.“Gak peduli mau kamu lelah, pusing, muak, kamu harus tetep ngerjain kalau mau lulus. Kalau gak kamu, siapa lagi? Laptopmu bisa jalan sendiri? Gak mungkin!”Berkat Hajin, walaupun harus begadang, Hanum tetap mengerjakan skripsinya. Sementara itu di kantor terdengar masalah berkaitan dengan keluarnya Husna. Kekhawatiran yang Hanum pikirkan sebelumnya benar-benar terjadi. Husna menghasut para klien untuk membatalkan kontrak dengan Prana Packaging. Alhasil, saat ini Divisi Marketing sedang kebingungan. Parahnya, terjadi beberapa kerugian dalam sebagian kontrak yang tengah berjalan. Hajin jadi lebih sibuk. Tak jarang dia lembur dan turun ke pabrik untuk pengawasan langsung.Seperti hari ini.Saat jam kantor telah selesai dan Hanum bersiap pulang, Reyna justru datang dengan makana
Pagi hari ini, Hanum terbangun dengan perasaan yang baik. Dia pun memiliki pikiran bahwa bimbingannya akan berjalan dengan lancar. Karena itu dia sangat bersemangat. Dia bahkan langsung membuatkan sarapan untuk Hajin dan dirinya saat Hajin masih tidur. Siapa sangka, ketika masakannya matang, Hajin justru menemuinya sudah rapi dengan setelan jas. Hanum jadi bertanya-tanya. “Bapak mau langsung berangkat sekarang? Gak makan dulu?” “Aku ada pertemuan penting.” Hajin menjawab seadanya sembari memperbaiki letak jam tangan.“Ah, aku masukin bekal ya nasi gorengnya. Ada jus juga. Bapak harus makan sebelum pertemuan penting. Sebentar aja kok.” Hanum kemudian bergegas mengemas bekal untuk Hajin. Dan entah kenapa Hajin juga menunggu, padahal dia bukan orang yang sabar seperti ini sebelumnya. “Dimakan ya, gak habis gak papa. Yang penting tubuh Bapak ada asupannya.” Hanum memberikan wadah bekal pada Hajin. “Ah, ya, salim dulu dong, bair kayak istri beneran.” Dia meringiskan senyum sembari
Hajin tiba di rumah setelah jam 7 lewat. Yang menyapanya saat datang adalah Bi Inah. "Balik ke sini jam berapa, Bi?" tanya Hajin. Dia menanyakan sesuatu yang sama persis dengan Hanum sebelumnya. Dia melepaskan sepatu dan Bi Inah mengambilkan sandal rumah. "Sudah dari pagi, Tuan muda. Kenapa baru pulang? Banyak kerjaan tah? Kasihan Non Hanum jadi makan malam sendirian. Mana wajahnya lesu lagi." Bi Inah bercerita. Hajin refleks menatap ke atas, di mana letak kamarnya berada. Dia sudah membaca pesan dari Hanum tadi. Tapi, karena dia juga sudah akan pulang saat melihat pesan itu, dia tidak membalasnya dan langsung cepat-cepat ke rumah saja. Hajin membathin, apa perasaan Hanum sedang buruk? Tapi, dia bilang bimbingannya lancar. Atau cuma alibi? pikirnya."Hanum udah pulang dari tadi?""Iya. Jam 5 Non Hanum sudah sampai rumah. Tapi, ya itu muka lesu, gak semangat. Atau kecapekan kerja ya?" Bi Inah terlihat berpikir. "Mungkin aja, Bi. Coba buatin cokelat panas. Siapa tahu moodnya jadi
Pagi hari ini, Hanum terbangun dengan perasaan yang baik. Ada Hajin di sisinya yang tertidur pulas. Seperti biasa, dirinya yang selalu bangun terlebih dulu karena harus melaksanakan ibadah. Jika memikirkan tentang hal itu, Hanum merasa agak sedih. Seharusnya mereka bisa menanti Subuh bersama dan mungkin kebahagiaan yang dirasakan Hanum akan terasa nyata. Namun, hati Hajin seperti karang.Hanum tidak bisa melakukan apapun selain berdoa agar Hajin cepat mendapatkan hidayahnya."Selamat Subuh, Pak ..."Hanum mengecup dahi Hajin seraya mengatakan hal itu meski Hajin menutup matanya. Hanum tidak berniat mengganggu, hanya saja dia ingin memberikan salam yang manis sebelum beranjak dari tempat tidur.Siapa sangka saat Hanum akan berbalik, Hajin menarik pinggangnya?"Pagi, Hanum. Jam berapa sekarang? Kamu selalu bangun duluan."Suara Hajin serak khas orang yang bangun tidur."Masih jam 4 kurang, Pak. Saya harus sholat. Bapak mau ikut?" tawar Hanum.Walau dia tahu Hajin pasti menolak, tapi dia
Husna memojokkan Hanum di dinding lorong menuju toilet. Hanum mengernyitkan dahinya. Dia tahu Thana pasti akan menghukum Husna setelah apa yang dia adukan. Namun, Hanum tidak menyangka, Husna akan mendatanginya ke kantor dan mengintimidasinya seperti ini. "Gara-gara kamu, ayah jadi nahan kartu kreditku! Aku juga tidak diizinkan keluar rumah kecuali buat bekerja! Sialan!" Husna memaki. Hanum membuang mukanya dan tersenyum miring sekilas sebelum membalas. "Itu salahmu sendiri. Kenapa jadi menyalahkanku? Aku cuma ngasih tahu Paman kenyataannya. Dia juga harus sadar, anak perempuan yang dia anggap bak tuan putri itu aslinya sebobrok apa!" Seketika Husna menyentaknya. "Hei! Jaga bicaramu!" Husna sudah akan menampar Hanum, tetapi kali ini Hanum dapat menangkisnya karena dia tahu Husna pasti akan begitu. "Bukan aku yang harus jaga bicara! Tapi, kamu! Ini kantorku, aku bisa panggil satpam buat ngusir kamu dari sini!" Hanum menepis tangan Husna dengan kasar. Husna semakin naik pitam.
"Sayang! Aku gak mau tahu pokoknya kamu harus bales semua penghinaan yang aku terima dari Hanum! Kamu juga hancurin tuh Prana Packaging!" Husna mencak-mencak di perusahaan Artaya Packaging. Itu adalah cabang perusahaan lain dari Prana Group yang menjadi pesaing untuk Prana Packahing. Artaya Packaging tergolong baru berdiri 2 tahun tepatnya saat Hajin kembali dari luar negeri. Artaya Packanging memang sengaja didirikan dan diberikan pada Arvin-kekasih Husna saat ini-untuk menyulitkan Hajin yang merupakan sepupunya sendiri. Namun, tetap saja perusahaan yang baru berdiri tidak akan mampu mengalahkan perusahaan lama meskipun instansi itu hampir bangkrut sebelumnya. Arvin menarik tangan Husna yang bersedekap hingga perempuan itu jatuh ke pangkuannya. "Kamu tenang aja, Sayang. Aku udah punya rencana," kata Arvin seraya membelai wajah Husna. “Tapi, aku butuh sedikit bantuanmu dulu,” lanjut Arvin. “Apa itu?” Husna bertanya dengan penasaran. “Apa kamu kenal seseorang dari divisi perenca
Hanum masih mematung di tempat saat Salsa menunjukkan foto dirinya dengan Hajin di sebuah hotel. Sementara itu terlihat Hajin masuk ke lobi dengan diikuti oleh seorang perempuan muda dengan blouse dan rok panjang modis khas seorang putri kaya. Dia adalah Yuna Sanjaya. Sudah sejak turun di depan gedung, gadis itu mengikuti Hajin. Namun, Hajin mengabaikannya sehingga Yuna merasa kesal. Dia pun menyentak dengan suara nyaring untuk menarik perhatian Hajin."Kak Hajin!"Namun, bukannya Hajin yang menghentikan langkah dan mulai memperhatikannya, orang-orang yang ada di lobi lah yang menatap Yuna, termasuk Hanum.Karena kesal tetap diabaikan oleh Hajin, akhirnya Yuna pun berbicara dengan sembarangan."Kak Hajin, apa kamu benar-benar mau mengabaikanku seperti ini? Apa kamu gak keterlaluan? Aku masih 19 tahun dan kehamilan tanpa pernikahan adalah hal yang sulit. Kamu benar-benar mau tega sama aku kayak gini? Kakak ..."Suara Yuna menjadi parau di akhir.Sementara itu semua orang menjadi tercen
Hanum benar-benar makan malam di luar dengan Hajin. Usai menyelesaikan makannya, Hajin berbicara dengan Hanum. "Besok, kita ke dokter, periksa." Hanum hanya mengangguk dengan senyuman. Sejujurnya dia merasa sangat lega karena sudah memberitahukan tentang kehamilannya pada Hajin. Apalagi respon Hajin juga cukup baik. Hati Hanum menjadi sangat tenang saat ini. "Hm, mau jam berapa? Kalau ke rumah sakit kan biasanya lama. Mau izin kerja?" Hanum memastikan. "Agak siang.""Okay."Setelah menjawab dengan cepat, Hanum kembali melihat meja makannya dan ingin membawa pulang dessert dan cake."Bapak, aku mau dessert sama cake buat dimakan di rumah." "Ya, boleh."Hajin lantas menekan tombol di meja dan seorang waiterss menghampiri mereka. Hanum menyebutkan makanan-makanan yang ingin dia pesan untuk dibawa pulang. Bersamaan dengan itu, ponselnya menyala. Sebenarnya sudah sejak tadi, panggilan dari orang yang sama itu masuk, tetapi Hajin malas mengangkatnya. Ini bukan telefon dari Yuna, mela
"Ada apa? Kamu sama Bi Inah kok ngelihatin aku kayak gitu?"Tingkat kepekaan Hajin yang tinggi membuat pria itu bertanya tanpa basa-basi. Hanum mengambil tangan Hajin untuk disalimi sebelum memberikan jawaban apa-apa."Ada yang mau ditanyain Non Hanum, Tuan muda."Akhirnya Bi Inah yang memulai obrolan. Hajin lantas duduk di samping Hanum. Bi Inah pergi untuk memberi ruang pada suami-istri itu."Ada masalah apa? Apa ada yang gangguin kamu di kantor? Atau Husna neror kamu?" Hajin bertanya seraya menatap Hanum yang menghindari matanya."Gak, bukan apa-apa. Gak ada yang gangguin aku kok." Hanum mengelak. Entah kenapa dia jadi ragu untuk mengungkapkan isi hatinya. Padahal, beberapa waktu lalu dia masih resah dengan sosok tunangan Hajin. Namun, setelah dia pikirkan kembali, Hanum merasa dia tidak perlu menanyakannya. Karena bisa jadi benar apa kata Bi Inah, Hajin saja tidak menganggap bahwa dirinya memiliki tunangan. "Katanya, di kamus cewek itu kalau gak ada apa-apa, artinya ada sesuatu.
Persidangan Husna atas tuduhan percobaan pembunuhan terhadap Hanum berlangsung dengan gaduh. Pasalnya Husna mengelak tuduhan itu dan mengkambinghitamkan anak buahnya. Sampai-sampai bawahannya itu mengaku bahwa dialah yang berinisiatif mencelakai Hanum. "Ya, benar. Apa yang dikatakan Nona Husna, Pak Hakim. Saya yang melakukan kejahatan itu sendiri karena saya benci dengan Nona Hanum. Saya dipecat dari pekerjaan saya sebab Nona Hanum sehingga istri saya … istri saya meminta cerai dan keluarga saya jadi berantakan …"Hajin menghela napas kasar menyaksikan pria paruh baya itu memberikan pernyataan dengan suara gemetar. Seharusnya melihat gestur tubuh sopir itu, hakim meragukan pernyataannya. Namun, pengacara keluarga Thana berdalih bahwa sopir itu gugup dan ketakutan. Jaksa penuntut dari Hajin pun meminta penyelidikan lebih lanjut dan persidangan ditunda. Hajin segera keluar dari pengadilan setelahnya. Walaupun ada Arvin yang memanggil-manggil namanya, Hajin mengabaikan sepupunya itu be
Hanum tampil cantik dengan long dress berwarna sage. Baju dengan perpaduan kain tile yang elegan itu tampak membalut tubuhnya dengan sangat pas. Sedikit berlebihan menurut Hanum jika ini hanya untuk makan malam klien.Hanum pun bertanya pada sopir."Pak, tahu gak nanti aku sama Pak Hajin bakal ketemu siapa?"Edo, sang sopir pun menggeleng."Mohon maaf, Nyonya. Saya cuma disuruh Tuan buat nganterin Nyonya ke tempat tujuan. Soal bertemu siapa dan keperluan apa, saya kurang tahu."Hanum mengangguk pelan dan bersandar di jok penumpang."Baiklah, Pak."Mereka kemudian melanjutkan perjalanan dalam keheningan. Sesampainya di depan hotel bintang 5, Edo membukakan pintu mobil. Hanum keluar dan langsung disambut oleh karyawan. Perasaannya agak aneh. Dia diperlakukan terlalu baik untuk ukuran pertemuan binis. Hanum jadi penasaran sebenarnya siapa klien yang akan dia temui bersama Hajin.Karyawan hotel mengantarnya ke restoran dan didapatinya Hajin sedang menunggu sendirian. Hanum pun memanggilny
Siang hari ini persidangan pertama antara Prana Packaging dan Artaya Packaging telah digelar. Meskipun agak riweh dengan bantahan-batahan oleh Arvin, pada akhirnya pihak Prana Packaging lebih memiliki cukup bukti atas hak milik produk bio nature.Tok! Tok! Tok!Terlihat hakim mengetok palu untuk memberikan keputusan."Baik, atas bukti-bukti baru yang diberikan oleh penggugat, Pengadilan akan mempelajari dan memverifikasi bukti tersebut. Jika terbukti bahwa Artaya Packaging telah melakukan plagiat atas desain dan peluncuran produk, pihak tergugat akan dihukum sebagai mana mestinya. Untuk itu keputusan persidangan hari ini ditunda."Mendengar ucapan hakim, Arvin mengumpat pelan. Sementara itu Hajin mendengus napas kemudian pergi setelah persidangan ditutup. Tanpa dia sangka, di luar gedung pengadilan telah berjajar para wartawan yang ingin menemuinya. Reyhan dengan sigap menghadang para wartawan itu. Namun, mereka masih tetap memaksa untuk mengajukan pertanyaan."Pak Hajin ... setelah l
"Pelan-pelan makannya, Hanum. Gak ada yang minta."Hajin mengingatkan sembari menyeka bibir Hanum yang belepotan saat memakan tteobokki. Hanum meringiskan senyumnya. "Habis enak, Pak. Bapak yakin gak mau?" tanya Hanum memastikan. "Lihat kamu makan aja udah kenyang ak-"Belum sampai Hajin menyelesaikan kata-katanya, Hanum sudah menyuapinya. Hajin sedikit terkejut, sedangkan Hanum hanya meringis. "Pedes ya, Pak?"Dia lalu mendekatkan minuman pada Hajin. Pria itu menelan makanannya kemudian minum."Gak terlalu," jawab Hajin dengan singkat."Mau lagi?""No."Hajin menggeleng. Hanum kemudian mengambil Bugoppangnya."Mau yang ini? Isinya kacang merah, pasti manis." Dia menawarkan. Hajin menggeleng kembali. "Buat kamu aja."Hanum kemudian mengerucutkan bibir dan mulai mengeluarkan kue yang masih panas itu dari wadahnya. "Ya udah, aku makan sendiri aja kalau gitu."Hanum lantas menikmati makanannya dengan gigitan sedang seperti biasa. Hajin hanya memperhatikannya dengan tatapan dalam se
Sinar blitz dan suara kamera memenuhi ruang konferensi pers yang diadakan oleh Yi Jin. Pria itu terlihat tampan dengan setelan jas formal yang mahal. Aktor Korea populer yang telah merambah ke Hollywood itu menggemparkan para fans dengan isunya yang akan berhenti dari aktivitas entertaiment. Dia dikabarkan ingin berfokus pada bisnisnya. Karena itu dia mengadakan jumpa pers untuk mengklarifikasi isu yang ada.Yi Jin tersenyum tanpa gugup di depan kamera. Dia juga melambaikan tangannya pada penggemar yang ikut datang hari ini. Sementara itu Hanum hanya bisa mengamati Yi Jin dari jauh dengan topi dan masker bersama Reyna.Sejak awal Hajin mengajaknya ikut ke Seoul bukan untuk menunjukkan Hanum pada publik, melainkan mengamankan wanita itu di sisinya. Jadi, hanya Hajin sendiri yang akan tampil di depan kamera hari ini. "Halo, saya Kim Yi Jin. Isu tentang saya akan berhenti dari dunia hiburan dan berfokus untuk bisnis saya memang benar."Yi Jin memulai konferensi persnya. Dia tetap tenang
"Bapak mau bicarain apa? Kayaknya serius banget?"Hanum bertanya di antara kegelisahan hati yang coba dia sembunyikan. Hajin kini sudah duduk di seberang sofa depannya."Minggu depan kamu harus ikut aku ke Seoul. Yi Jin bakal ngadain konferensi pers buat perilisan perusahaan mobil dan aku akan datang sebagai investor utama."Penuturan Hajin membuat keresahan Hanum hilang dan berganti rasa penasaran."Investor utama? Bukan owner?" Hanum memastikan bahwa dia tidak salah dengar."Ya, investor. Aku gak jadi pindah ke Seoul. Karena satu dan hal lain, aku mutusin buat ikut pemilihan suksesor ketua Prana Group."Seketika Hanum tercengang."Apa? Prana Group yang itu?" kata Hanum masih terkejut."Maksud Bapak, Bapak mau ikut perebutan posisi ketua grup?" lanjut Hanum berusaha meluruskan pikirannya.Hajin mengangguk dengan mantap. Hanum justru mengerutkan dahinya."Kenapa tiba-tiba?" Hanum bertanya, terlihat dia begitu khawatir pada Hajin."Bapak bilang gak mau terikat dengan Prana Grup lagi. T