“Kenapa lo telepon Kaivan? Si Imelda ‘kan bukan ceweknya lagi.” Gerry memprotes tindakan Richard.
“Trus gue harus telepon siapa? Elo?” Richard balik menyerang, pria itu tidak terima.“Ya kalian bisa urus sendiri ... atau kasih ke keluarganya, Kaivan udah punya istri kenapa malah kasih tau Kaivan.” Gerry mengatakannya tanpa perasaan.“Heh! Lo enggak punya hati ya, kita semua tau kalau Imelda pacaran sama Kaivan udah tiga belas tahun lebih bahkan sebelum lo kenal Kaivan—Kaivan udah pacaran sama Imelda ... Kaivan harus tau tentang Imelda, apalagi sepanjang perjalanan ke rumah sakit, Imelda enggak berhenti manggil nama Kaivan.” Rifani tampak emosi ketika berkata demikian sampai melototkan matanya pada Gerry.“Ya terus urusannya sama Kai apa? Imelda cuma mantan, udah enggak ada hubungan lagi ... trus sekarang apa? Memangnya Kai bisa apa? Selamat ya Rifani—lo udah bawa Kaivan ke kehancuran rumah tangganya,” sindir Gerry ketus.“Tenang“Ayang.” Panggilan sayang yang di ucapkan Kaivan dengan suara parau nan lemah itu membuat Zhafira yang sedang bersandar pada headboard menegakan tubuhnya. “Mas Kai kenapa?” tanya Zhafira panik. “Enggak apa-apa, kamu udah makan?” Kaivan mengalihkan pembicaraan setelah mendengar nada cemas istrinya. “Mas kemana aja? Tiga hari Mas enggak bisa dihubungi, chat juga lama balesnya ... are you oke?” Suara lembut Zhafira dengan nada yang tersirat banyak kekhawatiran itu membuat Kaivan tergugu dihantam perasaan bersalah yang begitu besar. “Maaas,” panggil Zhafira lagi karena tidak ada jawaban dari suaminya. “Iya, Mas enggak apa-apa ... cuma capek kerja aja,” sahut Kaivan tercekat. “Mas Kai udah sampe rumah?” “Baru sampe, Fir.” “Ya udah, Mas langsung bobo ya ... besok Fira telepon lagi.” Padahal Zhafira masih ingin mendengar suara suaminya lebih lama dan berharap Kaivan menah
Zhafira berulang kali menghubungi Kaivan tapi tidak ada jawaban dan malah tersambung pada voice mail. Ia cemas karena seharusnya Kaivan telah tiba di Singapura sesuai janji. Lelah menghubungi Kaivan tanpa mendapat jawaban akhirnya Zhafira menghubungi Gerry yang kemudian tersambung di nada panggil ketiga. “Hallo ... Pak Gerry.” “Ya Fir.” Zhafira menangkap nada yang lain dari biasanya dari sahutan Gerry barusan meski begitu ia tetap berpikiran positif. “Pak Gerry, Fira mau tanya ... tadi pesawat Mas Kai terbang jam berapa ya? Harusnya sekarang Mas Kai udah sampe ... Fira khawatir.” Hembusan napas terdengar panjang diujung telepon sana. Gerry mengusap wajahnya sambil memikirkan apa yang harus ia katakan pada Zhafira. Nada lembut yang tersirat banyak kekhawatiran itu seakan meremat jantung Gerry erat. “Gini Fir, tadi itu tiba-tiba ada trouble di proyek jadi Kai harus n
“Kai ....” Suara lemah Imelda membuat Kaivan mendongak. Pria itu duduk di kursi yang berada di sisi ranjang Imelda yang kini telah dipindahkan ke ruang rawat inap VIP. Tangannya menggenggam tangan Imelda cukup lama sejak Imelda masih tertidur tadi. “Mel ... mau minum? Atau makan? Laper enggak? Apa yang sakit?” Imelda dihujani banyak pertanyaan dari Kaivan membuat bibir perempuan itu tersenyum dengan mata memanas karena haru sekaligus bahagia. Begitu lah Kaivan, akan selalu menjadi kekasih yang penuh perhatian. Kaivannya yang dulu telah kembali tapi Imelda harus menahan diri karena sekarang status pria itu adalah suami orang. “Aku mau minum aja, Kai ... boleh tolong ambilkan air?” Imelda meminta. “Sebentar.” Kaivan langsung berdiri, mengisi gelas kosong dengan air dari dispenser kemudian memasukan sedotan dan mendekatkan ke bibir Imelda. “Makasih Kai,” kata Imelda setelah tengg
Kaivan pikir undangan sang grandpa bukan tentang dirinya tapi ketika ia tiba di rumah Edward—sudah banyak mobil keluarganya terparkir di sana. Perasaan Kaivan mulai tidak enak. “Duduk Kai!” titah Edward dingin. Dua abangnya-Kama dan Arkana ada di sana termasuk sang kakek Kallandra tapi Kaivan tidak menemukan istri mereka bahkan sang grandma pun tidak ada. Kaivan duduk di single sofa di ruang tamu rumah Edward tanpa sempat menyalami abang dan kakeknya kadung ciut ketika melihat tampang garang para pria Gunadhya yang sudah lebih dulu duduk di sana. “Si Zara pasti ngadu nih kayanya.” Kaivan membatin. Semua mata menatap ke arah Kaivan dengan sorot mata tajam menghakimi. “Akhir-akhir ini hampir tiap hari Grandpa liat mobil kamu di parkiran VIP ... awalnya Grandpa heran karena enggak biasanya kamu ke rumah sakit tanpa minta rekomendasi Grandpa, ternyata lagi jengukin mantan.” Kaivan menelan sal
Zhafira bergegas menuju pintu ketika mendengar suara benda tersebut dibuka dari luar. Ia tau jika itu pasti suaminya karena hanya Kaivan yang mengetahui pascode unit apartemen yang kini mereka tinggali sementara. “Mas Kai,” panggil Zhafira sebelum presensinya tiba dihadapan Kaivan. Tampang kuyu Kaivan langsung memenuhi pandangan mata Zhafira. “Mas Kai.” Zhafira melirih dengan raut sendu. Tadi pagi Kaivan meminta doa sebelum melakukan presentasi dengan klien besar untuk meyakinkannya menjalin kerja sama dengan AG Group. Tapi melihat Kaivan yang sekrang tampak sedih membuat Zhafira berpikir jika presentasi suaminya tidak berjalan lancar. Zhafira merentangkan kedua tangan langsung memeluk suaminya ketika langkah gontai Kaivan berhenti tepat di depannya. “Everything is gonna be okay,” kata Zhafira menenangkan. “Mas bisa usaha lagi nanti,” sambung Zhafira sok tau. Kaiva
“Kenapa muka lo?” celetuk Arkana bertanya pada Kaivan yang baru saja tiba. Sepulang kerja, Kama meminta Arkana dan Kaivan agar menemuinya disebuah coffe shop untuk membicarakan mengenai bisnis. “Emangnya kenapa muka gue?” Kaivan balik bertanya tidak santai. “Enggak dikasih jatah sama Fira ya?” tebak Kama bermaksud meledek tapi tidak mengira jika tebakannya benar. Kaivan mengangguk lesu. “Anjuran dokter setelah Fira theraphy jangan dibuahi dulu selama satu bulan.” Adunya pada sang kakak pertama. “Masih ada cara lain, Kai ... tuh belajar sama Arkana.” Kama memberi saran. “Fira tuh polos banget Bang, kalau gue ajarin gaya bercinta enggak biasa aja—awal-awal dia kaya yang enggak menikmati ... apalagi kalau disuruh ngemut ‘si Joni’ enggak akan mau kayanya.” Kaivan tentu tau cara lain yang dimaksud Kama itu apa. Arkana dan Kama sampai tergelak kencang mendengar penuturan sang adik yang sebenarn
Liburan bersama pun akhirnya terlaksana, berangkat dari Jakarta Kama, Arkana dan Kaivan beserta istri. Tentu saja Arshavina istri dari Kama begitu bahagia dan bukan hanya Arshavina—Zhafira yang paling bahagia karena ia adalah anak tunggal dan setelah menikahi Kaivan jadi memiliki banyak kakak yang menyayanginya. Beberapa jam lamanya Zhafira yang duduk di kabin tengah bersama Zara-istri dari Arkana dan Arshavina-istri dari Kama begitu antusias menceritakan tentang pengalaman theraphynya. “Mas Kai nemenin Fira di masa terakhir theraphy, Fira jadi semangat ... seneng banget bisa ditemanin Mas Kai ... Mas Kai juga sabar banget trus sayang sama Fira, Fira beruntung banget ya Mbak?” celoteh Zhafira panjang lebar. Zara dan Arshavina yang sudah mengetahui kelakuan Kaivan selama Zhafira di Singapura pun hanya bisa tersenyum miris kemudian saling melempar pandang saling tatap. Sebagai wanita tentu mereka tidak menyukai kelakuan Kaiva
Zhafira terduduk lesu di atas closet setelah melihat bercak darah di celana dalamnya. Ia mendapatkan menstruasi dan itu berarti program kehamilan yang dijalaninya gagal. Apa yang salah? Padahal Zhafira sudah melakukan semua yang disarankan oleh dokter. Air matanya luruh tidak terbendung. Zhafira kecewa. Theraphy dan program kehamilan ini telah menghabiskan banyak uang. Zhafira merasa hanya menjadi beban suaminya saja. Ia tidak berguna. Lama meratapi nasibnya di kamar mandi, Zhafira akhirnya keluar dari sana setelah air matanya mengering bersamaan dengan suara pintu kamar yang diketuk dari luar. “Masuk!” titah Zhafira kepada siapa pun yang mengetuk pintu. Ceklek. Dan pintu pun dibuka dari luar. “Nyonya makan siang ....” Pak Haris menghentikan kalimatnya ketika melihat mata Zhafira yang bengkak. “Apa yang terjadi?” tanya pak Haris lancang kemu