“Bi, buah rambutan Fira mana?”
Zhafira bertanya pada Bi Eneng begitu ia sampai di Villa.“Bibi cuci dulu dan pindahkan ke piring ya, Non.”“Jangan Bi, tetap simpan di karungnya saja … nanti bawa ke ruang tv ya, Bi … Fira mandi dulu.”“Iya, Non.”Zhafira menggandeng tangan Kaivan dengan hati riang menaiki anak tangga menuju kamar.“Mandi bareng ya, Mas.”Tumben-tumbenan Fira mengajak mandi bersama membuat perasaan Kaivan tidak enak.“Ayang enggak akan minta aku yang ngabisin rambutan sekarung itu, kan?”Zhafira tergelak melihat raut wajah was-was Kaivan.“Enggak lah, Mas … Fira aja yang makan, nanti kalau Fira sama bayi kenyang bisa buat di makan besok … terus besoknya lagi.”Segera saja hati Kaivan terasa lega mendengarnya, ia pun jadi semangat mandi bersama Zhafira.Usai mandi dan mengganti pakaian, keduanya langsung menuju ruang makan untuXander sudah mendengar berita kehamilan Zhafira tapi baru sekarang ia melihat Zhafira dengan perutnya yang sedikit membuncit. Tubuh Zhafira kini lebih berisi dan kulitnya tampak bercahaya meski beberapa bulan ini terpapar sinar matahari tapi tidak membuat kulitnya tampak kusam. Dengan kata lain Zhafira lebih cantik dari terakhir Xander melihatnya. Dan kedatangan Xander ke proyek ini tidak lain karena merindukan Zhafira, sebetulnya sebagai pemilik perusahaan ia tidak perlu datang. Kepala proyek yang akan melaporkan kepadanya dan ada tim yang meninjau kinerja para pekerja di proyek beserta mengecek kualitas bahan agar sesuai dalam kontrak. Bila tidak begitu pun, Zhafira akan menerornya langsung jika ada yang tidak sesuai. “Pak Xander … apa Pak Xander baik-baik saja?” Zhafira bertanya karena pria tampan di depannya membatu dengan memaku tatap padanya. Xander berdekhem kemudian melarikan pandangan ke ara
Keluarga Gunadhya mengadakan Baby shower untuk Zara dan Zhafira sekaligus. Perhelatan megah itu mengundang ribuan orang layaknya seperti sebuah acara pernikahan. Semua ini adalah bentuk rasa sayang dan cinta kasih kakek Kallandra Gunadhya kepada cucu dan cucu menantu juga cicit yang sebentar lagi akan lahir ke dunia. Juga bentuk rasa syukur kepada Tuhan karena akhirnya dua cucu mantunya diberi kepercayaan untuk menjadi seorang ibu. Seluruh keluarga dan kerabat tentunya diundang dalam acara tersebut termasuk klien dan partner AG Group. Mungkin kakek Kallandra lupa jika ayah dari banyak teman Kaivan adalah klien AG Grup bahkan ada yang klien dan kerabat AG Group itu sendiri sehingga pertemuan dengan Imelda tidak dapat dihindarkan. Imelda sengaja menghampiri Zhafira yang baru saja masuk ke dalam Ball room hotel tempat acara berlangsung. Zhafira begitu cantik dan tampak elegan dengan balutan gaun peranca
Beberapa hari terakhir Kaivan selalu terbangun tengah malam terusik oleh pergerakan Zhafira yang gelisah dalam tidurnya. Perut Zhafira sudah sangat besar, dokter mengatakan jika sebentar lagi akan melahirkan tapi Zhafira masih bertahan tinggal di Puncak hingga peresmian resort. Begitulah permintaan Zhafira pada Kaivan yang tidak bisa Kaivan tolak. “Yang,” panggil Kaivan menegakan sedikit tubuhnya mengecek keadaan sang istri. “Begah, Mas … Fira juga engap banget, keluh Zhafira dengan mata berkaca-kaca. Semenjak hamil Zhafira memang mudah mengeluarkan air mata membuat Kaivan kalang kabut berusaha agar air mata Zhafira berhenti mengalir. “Coba bobonya sambil duduk, nanti aku benerin posisi tidur kamu kalau kamu udah terlelap.” Kaivan mencoba mencari solusi dengan terlebih dahulu ia menegakan tubuhnya bersandar pada headboard agar Zhafira bisa bersandar di dadanya. Zhafira menurut, dengan ban
Zhafira merasakan tubuhnya tidak nyaman, perutnya mulas tapi setiap kali duduk di atas closet—mulas itu lenyap entah ke mana. Sayangnya Zhafira tidak memiliki waktu untuk mengkhawatirkannya karena besok adalah peresmian resort dan hari ini segala sesuatunya harus sudah siap seratus persen. Jam sembilan malam Zhafira masih sibuk menata venue padahal sudah ada Event Organizer tapi Zhafira tidak percaya begitu saja dan tetap mengecek setiap detailnya satu persatu. Kakinya yang bengkak terasa kebas, belum lagi rasa mulas semakin sering mendera meski hilang timbul. “Yang, kita pulang sekarang … udah malem.” Nada suara dan sorot mata yang tegas milik Kaivan tidak bisa Zhafira tawar lagi, ia harus menurut. Selama ini Kaivan selalu mengalah, berusaha mengerti keinginannya jadi tidak semestinya Zhafira membantah apalagi ini demi kebaikan dirinya dan si janin. “Iya Mas, Fira pamit sama EO-nya dulu.”
Zhafira memejamkan matanya tatkala rasa mulas dan nyeri di bagian pinggang menghantam begitu dahsyat. Genggaman tangan Zhafira di tangan Kaivan yang duduk di samping sambil mengusap perutnya pun mengerat kuat. Keduanya sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit. Kebetulan heli milik kakek Kallandra yang beberapa bulan terakhir ini terparkir di halaman belakang Villa merupakan heli jenis KA 62 yang mampu menampung hingga sepuluh orang sehingga grandpa Edward, grandma Monica juga nenek Shareena bisa ikut menemani Zhafira yang akan melakukan persalinan.Sementara kakek Kallandra dan keluarga yang lain akan menyusul setelah acara peresmian resort selesai. Di antara rasa sakit yang sedang Zhafira alami selama ini, terselip lega dan puas karena dengan mengepalai proyek pembangunan resort tersebut—ia bisa membuktikan siapa dirinya kepada dunia. Zhafira bukan hanya Zhafira yang berasal dari keluarga broken home dan manta
Bayi laki-laki gempal yang diberi nama Reynand Arkananta Gunadhya itu hanya selisih satu bulan lahir ke dunia dengan anak keempat pasangan Arkana dan Zara. Bahkan Zara sudah bisa menghadiri peresmian resort kemarin. Zhafira jadi semangat untuk cepat pulih karena ada rumah baru mereka yang menanti di Bandung. “Eeeh, sudah cantik cucu Nenek.” Nenek Shareena memuji Zhafira yang sudah mandi dan cantik sepagi ini. Nenek Shareena bersama grandma Monica masuk ke ruangan rawat Zhafira. “Nenek … Grandma.” Zhafira balas menyapa dengan senyumnya yang khas. Zhafira duduk bersandar di ranjang yang bagian kepalanya dibuat tegak. Wajah Zhafira berseri-seri, segar dan cantik. “Kemarin Grandma pulang duluan anterin nenek kamu ini yang masuk angin … pakai acara kerokan lah kita sampe rumah.” Grandma Monica misuh-misuh karena gara-gara itu ia tidak bisa langsung bertemu cicitnya. “Terus sekarang
Suara tangis Rey yang membahana membuat Kaivan dan Zhafira terjaga dari tidur yang lelap di dini hari. Kaivan menegakan tubuhnya lebih dulu, menurunkan kedua kakinya lalu beranjak menghampiri box bayi Rey. “Tunggu aja di sana, Yang … aku bawa Rey ke sana.” Zhafira menaikkan kakinya kembali, menumpuk bantal untuk membuatnya nyaman bersandar ketika menyusui. Sementara itu Kaivan mengecek popok Rey. “Alexa, play You Are My Sunshine,” perintah Kai pada smart speaker yang berada di atas nakas. Lagu You Are My Sunshine mengalun dengan volume rendah dan tangis Rey perlahan berhenti. Kaivan jadi bisa dengan mudah mengganti popok Rey yang sudah penuh. Zhafira memperhatikan Kaivan dari atas ranjang, suaminya begitu mahir mengganti popok dengan lebih dulu membersihkan bagian bawah tubuh Rey. Tidak sia-sia Kaivan resign, karena selain memiliki banyak waktu untuk bersama Zhafira—ia juga me
Setelah resign, Zhafira tidak memiliki kegiatan selain menggambar sketsa. Setiap hari ia menghabiskan waktunya di perpustakaan menggambar banyak bangunan menunggu Kaivan pulang kerja yang saat itu sedang asyik dengan kedekatan bersama Imelda sehingga pulang selalu larut malam. Ternyata apa yang ia kerjakan itu tidak sia-sia. Zhafira mengirim semua karyanya pada Architecture Design Competition yang diadakan oleh Ikatan Arsitek Indonesia dan juga Lomba design gedung dan jembatan yang diadakan pemerintah. Dan hasil Karya Zhafira selalu menjadi pemenangnya. Seperti malam ini, Zhafira diundang oleh Gubernur Jawa Barat untuk menerima penghargaan dan hadiah atas kemenangannya dalam mendesain ulang bangunan yang tidak berfungsi dengan baik atau bahkan terbengkalai di Kota Bandung menjadi bangunan dengan fungsi baru yang nyaman, aman, berkelanjutan, dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan kota itu sendiri.