Angela melihat-lihat kamarnya, Verrel masih berdiri di tengah pintu sambil melihat Angela. Lelaki itu tidak berani terlalu dekat dengan istrinya takut kena amarah Angela.
"Aku mau istirahat, jadi keluarlah," pinta Angela.
"Baiklah, akan ku suruh pelayan untuk mengantarkan makanan ke kamar ini," ucap Verrel.
"Tidak usah aku mau tidur," tolak Angela.
"Setidaknya kasihanilah bayi dalam perutmu. Sedari tadi ia belum makan," kata Verrel lembut. Angela mengusap perutnya ia lupa jika dirinya tengah hamil.
"Ya sudah tolong suruh pelayan membawa makanannya ke sini," ucap Angela.
Verrel tersenyum ia lalu keluar dari pintu kamarnya Angela. Ada sedikit semangat di hatinya untuk mendekati Angela lagi. Dalam hatinya ia berharap percikan api cinta di hati Angela masih tersisa untuknya.
Tak lama kemudian Verrel sudah datang bersama pelayannya membawa makanan dan minuman di atas nampan. Lalu Verrel mengambilnya dari tangan pelayan.
Angela melihat-lihat kamarnya, Verrel masih berdiri di tengah pintu sambil melihat Angela. Lelaki itu tidak berani terlalu dekat dengan istrinya takut kena amarah Angela."Aku mau istirahat, jadi keluarlah," pinta Angela."Baiklah, akan ku suruh pelayan untuk mengantarkan makanan ke kamar ini," ucap Verrel."Tidak usah aku mau tidur," tolak Angela."Setidaknya kasihanilah bayi dalam perutmu. Sedari tadi ia belum makan," kata Verrel lembut. Angela mengusap perutnya ia lupa jika dirinya tengah hamil."Ya sudah tolong suruh pelayan membawa makanannya ke sini," ucap Angela.Verrel tersenyum ia lalu keluar dari pintu kamarnya Angela. Ada sedikit semangat di hatinya untuk mendekati Angela lagi. Dalam hatinya ia berharap percikan api cinta di hati Angela masih tersisa untuknya.Tak lama kemudian Verrel sudah datang bersama pelayannya membawa makanan dan minuman di atas nampan. Lalu Verrel mengambilnya dari tangan pelayan.
Tak ada yang berbeda dari hari biasanya, Angela lebih suka di kamarnya ketimbang keluar rumah. Perutnya yang makin membesar membuatnya malas untuk ke mana-mana. Sementara Verrel sudah mulai sibuk dengan aktivitasnya di kantor.Angela duduk mengunyah buah apel yang telah di potong-potong di atas mangkuk. Ia melamun menatap ke luar balkon. Tiba-tiba ia melihat seorang pria yang tengah berdiri di depan pintu gerbang rumahnya. Angela mengenal laki-laki itu yang tak lain adalah Yohan.Angela langsung meletakkan mangkuk yang berisikan potongan apel itu di atas meja. Ia bergegas bangkit dari kursinya dan keluar dari kamar. Hatinya berbunga-bunga mendapati Yohan mengunjunginya.Sesampainya di pintu pagar ia langsung menyuruh security untuk membukakan pintunya. Heran dengan tingkah laku nyonya mudanya yang tidak seperti biasa, security itu tidak bisa berbuat banyak. Ia membiarkan Angela masuk."Kenapa tidak meneleponku?" tanya Angela ramah.Yoha
"Oh, jadi begitu, kau tidak ingat kata-katamu dulu bahwa kau begitu mencintaiku! Kau tidak ingatkah?" kata Verrel menggoyangkan kedua pundak Angela."Hahaha ... jangan mengarang cerita. Mana mungkin aku mencintaimu. Kau sudah memiliki kekasih, apa kau pikir aku wanita yang mudah kau bodohi!" Angela masih mengatakan yang tidak-tidak pada Verrel.Verrel tidak habis pikir bagaimana ia bisa meyakinkan istrinya jika mereka pernah saling mencintai sebelum Angela kecelakaan. Lelaki itu memungut kembali kemejanya dan berjalan keluar dari kamar Angela dengan langkah gontai. Angela menatap punggung Verrel dengan perasaan bingung.Verrel masuk ke kamar mandinya dan mengguyur seluruh tubuhnya di bawah kucuran air shower. Ia jengkel dengan istrinya. Ia merasa Angela sudah semakin keterlaluan membawa Yohan masuk ke dalam rumahnya. Untung saja ia pulang cepat, bagaimana kalau tidak? Berbagai pikiran buruk melintas ke dalam otak Verrel. Perasaan cemburu dan sakit hati berkecamu
Angela tidak bisa tidur karena peristiwa ciuman yang baru saja terjadi. Ia merasa dirinya sangat bodoh karena tidak dapat menolak ciuman Verrel. Padahal ia selalu mengatakan pada lelaki itu jika dirinya tidak tertarik dengannya."Ayolah jangan sekarang," kata Angela. Ia merasa perutnya tiba-tiba sangat lapar, usia kehamilannya yang makin bertambah membuatnya mudah kelaparan. Terpaksa Angela pergi ke dapur untuk mencari makanan.Matanya membelalak senang tatkala mendapati di kulkas tersedia berbagai macam makanan yang lezat. Angela seperti layaknya anak kecil kegirangan melihat cake manis yang menggiurkan lidahnya. Ia ambil sepotong lalu makan di pojokan. Sepertinya tak cukup satu, akhirnya ia putuskan untuk mengambil semuanya sambil memegang piringnya yang di gunakan sebagai tatakan.Derap langkah kaki terdengar lirih sedang menuruni anak tangga membuatnya berhenti mengunyah. Telinganya ia pasang untuk mendengarkan langkah kaki yang mendekat ke arah
"Hai," sapa Angela. Melihat Verrel turun memakai setelan jas lengkap seolah-olah Verrel akan menghadiri pesta.Verrel tersenyum pada Angela dan menggeser kursinya ke belakang untuk di duduki. "Apa rencanamu hari ini?" tanya Verrel."Aku mau keluar bersama temanku," kata Angela."Teman? Apa aku mengenalnya?" tanya Verrel.Angela menggeleng. "Hanya teman sekolah dulu," kata Angela."Baguslah, setidaknya kau tidak akan bosan terus di rumah," ucap Verrel."Kau mau kemana serapi ini?" tanya Angela."Bertemu dengan klien, kebetulan mengajak bertemu di sebuah pameran jadi aku harus berpenampilan rapi. Sebenarnya aku ingin mengajakmu, tapi aku takut kau akan bosan. Jadi, lakukanlah kegiatan sesukamu agar kau bahagia," kata Verrel."Oke, makasih ya." Angela sedikit nyaman karena Verrel tidak lagi mengekangnya seperti kemarin."Aku berangkat dulu," pamit Verrel. Angela bangkit dari tempat duduknya berjalan mengantar Verrel sampai
Verrel langsung membawa Angela pulang, rasa cemburunya kembali menguasai hatinya. Ia merasa Angela seperti tidak terikat dengannya. Terbukti Angela merasa bebas pergi dengan laki-laki lain. Terlebih lagi laki-laki itu adalah Yohan mantan kekasihnya.Sepanjang perjalanan di mobil keduanya terdiam, Angela melihat ke luar jendela jengkel dengan sikap Verrel yang seenaknya membawanya dari acara itu. Terlebih ia menghina Yohan, Angela menjadi merasa malu."Setidaknya, hargai aku sebagai suamimu," peringat Verrel."Hargai, kita bisa saling menghargai jika kau tidak menyinggung apa yang aku lakukan," kata Angela ketus."Oke, aku tanya. Apa kau sangat mencintai pria itu?" tanya Verrel.Tanpa berpikir panjang Angela langsung mengiyakan. "Ya, aku mencintainya."Verrel bertambah pusing memikirkan kesadaran Angela yang tak kunjung pulih. Bagaimana jika selamanya Angela hanya mengingat Yohan sebagai kekasihnya. Cerita cinta mereka akan terkubur selamanya
Angela berpapasan dengan Verrel, ia tampak rapi dan cantik hari ini. Seperti yang sudah-sudah terjadi, Verrel takut jika Angela janjian dengan Yohan. Wanita itu sulit di tebak pemikirannya."Mau kemana serapi ini?" tanya Verrel."Pergi," jawab Angela singkat."Pergi kemana?" Verrel mencekal lengan Angela. Angela mengernyit heran pada Verrel."Ke makam mama," jawab Angela."Makam? Kau tahu jika mamamu sudah meninggal?" tanya Verrel.Angela mengangguk. Verrel heran, jika Angela masih ingat mamanya sudah meninggal kenapa Angela tidak dapat mengingat masa lalu bersama dirinya?"Aku ikut," kata Verrel."Bukankah kau mau berangkat kerja hari ini?" tanya Angela."Tidak masalah, lagi pula hari ini tidak ada rapat penting," jawab Verrel."Ya, sudah. Ayo," ajak Angela.Mereka berdua akhirnya pergi ke makam mamanya Angela. Sesekali Verrel melirik Angela ketika mereka duduk bersebelahan di dalam
Setelah ciuman kilatnya di pemakaman, yang membuat Angela kesal pada Verrel. Kini mereka sudah berada di rumah sakit bersalin untuk melakukan tes USG. Verrel tampak antusias mendengarkan penjelasan dari dokter kandungannya."Apa bisa di lakukan sekarang tes USG-nya?" tanya Verrel sudah tidak sabar."Tentu saja, silahkan nyonya masuklah ke ruangan itu," kata dokternya.Angela menuruti perkataan dokter wanita itu. Tirai kamarnya kemudian di tutup. Verrel dengan cemas menunggu di luar ruangan. Tak berapa lama tirai sudah di geser kembali, Angela terlihat bahagia. Verrel yang mati penasaran di buatnya."Bagaimana, apa hasilnya?" tanya Verrel tak sabaran."Selamat, sepertinya Tuhan memberikan kebahagiaan berlipat ganda," ujar dokternya."Apa maksudnya, saya kurang mengerti?" tanya Verrel."Kurasa Nyonya Angela akan sedikit di repotkan oleh kedua bayi kembarnya nanti," kata dokter."Apa? Kembar?!" Verrel terperanjat kaget
Para tamu undangan telah datang memenuhi ballrom Hotel Diamond untuk datang memberikan selamat pada sepasang pengantin baru. Chika tampak memakai balutan gaun berwarna broken white serasi dengan setelan jas yang di pakai Saga.Chika merasa tegang karena baru kali ini ia menikah secara resmi di hadapan publik. Yang lebih mengesankan lagi pernikahan itu merupakan pernikahan ganda antara Chika dan Saga, Devan dan Viona. Sungguh di luar dugaan bagi Angela. Ia bergelayut mesra di lengan suami tercintanya Verrel. Demikian juga Mark dan Clara cukup lega menyaksikan putrinya berbahagia bersama dengan orang yang di cintainya.Bunga-bunga rose berwarna putih, lily putih dan baby breath menghiasi dekorasi pernikahan. Tampak meja-meja tamu sudah di penuhi pengunjung yang menyantap hidangan makanan yang di tawarkan. Di setiap sudut ruangan di hiasi bunga-bunga kering yang sudah tertata apik.Semua tamu tampak kagum dengan pasangan pengantinnya yang tampil sempurn
Wajah Frans murung, hari ini adalah hari pengambilan raport kelulusannya di TK. Semua anak datang bersama kedua orang tuanya, Frans di temani Chika. Dalam hati sebenarnya Frans ingin seperti teman-temannya. Hanya saja ia tidak berani mengungkapkan perasaannya. Ia takut jika mamanya akan sedih.Chika mendapati Frans diam tidak seperti biasanya. Sementara tatapannya tertuju pada temannya yang sedang bercanda tawa dengan papanya membuat Chika cukup mengerti. Ia lalu mengambil ponsel dalam tasnya. Mengirimkan pesan pendek untuk Saga.Di kantor Saga tengah sibuk mengetik di laptopnya. Sekilas ia melihat ponselnya menyala. Bibirnya tersenyum manakala membaca pesan singkat dari Chika. Ia segera meraih jasnya. Lalu meninggalkan pesan pada asisten pribadinya untuk menghandel pekerjaan hari ini.Di sekolah semua anak mendapatkan jatah giliran pentas bersama kedua orang tuanya. Sang anak membacakan puisi lalu kedua orang tua mendampingi di kanan kirinya.Satu persat
"Ma, apa benar Frans memang putraku?" tanya Saga sembari menangis di depan Angela. Ia merasa seperti orang bodoh tidak tahu apa-apa."Ya, akhirnya kau sudah tahu juga," kata Angela.Saga tercengang, ternyata kedua orang tuanya sudah tahu kebenarannya. Lalu mengapa mereka menyembunyikannya?"Kenapa mama tidak mengatakannya padaku? Aku merasa seperti orang paling bodoh, Ma. Putraku sendiri memakiku, membenciku, aku bisa melihat kemarahan di bola matanya," kata Saga."Itu karena Chika melarangku, aku juga tidak ingin melukai hatinya," kata Angela."Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Putraku tidak mau menerimaku," keluh Saga."Kau harus bisa meraih hatinya. Bayangkan ia besar tanpa kasih sayang seorang papa. Frans sering melihat Chika bersedih sendirian. Sebagai seorang anak yang sangat menyayangi mamanya wajar jika dia ikut terluka.""Baiklah, Ma. Saga akan berusaha keras untuk mengambil hati Frans," kata Saga kemudian."Bagus,
Dering suara telepon mengagetkan Chika dari aktivitasnya dengan Saga."Sudah, biarkan saja. Tanggung," kata Saga.Chika mendorong tubuh Saga. Ia yakin jika yang sedang menelepon adalah putranya. Dengan baju yang sudah terlihat berantakan Chika meraih ponselnya. Benar, memang Frans yang meneleponnya."Mamaa!""Cepat pulang!" teriak Frans di telepon."Iya, sayang. Sekarang juga mama pulang," kata Chika menghibur Frans. Ia lalu mematikan ponselnya.Saga langsung mengambil ponsel Chika dengan paksa, untung saja Frans sudah memutus panggilannya. Saga memeriksa riwayat panggilan Chika. Di sana ada gambar foto bocah tampan mirip dirinya."Jangan bilang, jika anak ini adalah putraku," kata Saga. Ia kembali menatap foto Frans lebih dekat lagi. Chika segera merebutnya. Ia tidak ingin Saga tahu jika dirinya sudah memiliki seorang anak."Lima tahun kau menghilang, anak ini juga berusia lima tahun. Itu berarti kemungkinan besar
"Minumlah, agar tubuhmu menjadi hangat," ucap Saga."Terima kasih."Chika tidak langsung meminumnya karena masih terlalu panas. Ia memilih meletakkannya di atas meja."Masih terlalu panas, aku akan meminumnya nanti," ucap Chika."Tunggu sebentar."Saga beranjak dari tempat duduknya ia melangkah menuju ke dapur. Tangannya membuka pintu lemari mengeluarkan beberapa bungkus mie instan. Ia tidak tahu apakah Chika mau mengonsumsi mie instan atau tidak.Ia pun mengambil panci dan memenuhinya dengan air. Setelah mendidih ia masukkan mie nya ke dalam panci. Sambil menunggu mie nya masak ia menyiapkan mangkuknya.Chika merasa sudah terlalu lama Saga meninggalkannya. Ia kemudian bangkit dari tempat duduknya mencari keberadaan Saga. Melihat Saga tengah memasak di dapur membuat nafasnya sedikit sesak. Ia tidak suka melihat kebaikan Saga. Hatinya bisa saja luluh lantah kalau di perlakukan seperti itu.Tidak seharusnya suas
Saga mengikuti langkah Axella dari belakang. Kebetulan restorannya tidak begitu ramai sehingga mereka leluasa memilih tempat yang nyaman. Rupanya Chika memilih tempat di dekat jendela yang menghadap ke arah air terjun kecil. Di luar jendela terlihat taman landscape menghiasi sekitar restoran.Para pengunjung restoran merasa nyaman untuk berlama-lama di sana. Di dinding hotel banyak terpajang lukisan klasik dan ornamen unik yang tidak ada di tempat mana pun."Kenapa kita kesini? Bukankah seharusnya kita langsung ke lokasi untuk meninjau tempatnya," kata Axella."Jangan terlalu terburu-buru, Nona Axella. Saya tidak ingin Anda kelaparan di jalan hanya karena kurang makan," kata Saga sambil tersenyum.Chika malas membantah perkataan Saga. Ia lebih memilih melihat buku menu yang ada di depannya. Saga memberi isyarat pada pelayan untuk menghampirinya."Saya akan segera kembali membawa pesanan Anda."Chika kembali terpaku pada pem
Sepulang dari rumah orang tuanya Saga berpikir tentang apa yang di katakan Angela. Ia merenungi kehidupan rumah tangganya. Memang benar jika rumah tangganya seperti tidak ada tujuan. Ia membiarkan Luna bersikap seenaknya.Ia tahu jika di luar Luna memiliki hubungan gelap dengan beberapa pria. Saga hanya tinggal menunggu waktu menceraikannya. Ia baru mengumpulkan bukti-bukti kuat agar pengadilan menyetujui gugatannya.Terlebih lagi, kerjasama yang di jalin selama bertahun-tahun dengan papanya Luna pasti akan mengalami kerugian besar jika ia bercerai. Bagi diri Saga ia tidaklah gila harta. Hanya saja jika ia merugi maka yang kena imbasnya adalah karyawannya.Di rumah Saga merasa kesepian, memang benar kata mamanya jika dalam pernikahan di butuhkan seorang penerus. Tapi, bagaimana Luna bisa hamil sementara Saga juga sudah enggan menyentuhnya. Ia tidak bisa membayangkan menyentuh tubuh seorang wanita yang sudah di sentuh berganti-ganti pria.Saga menjad
Angela merasa kasihan mendengar cerita Chika. Ia bisa menyimpulkan jika Chika belum menikah dengan Saga. Terlebih Verrel ia justru merasa terpukul karena wanita yang di telantarkan Saga adalah putri sahabatnya sendiri.Melihat wajah polos Frans kecil mengingatkan Verrel pada Saga di waktu kecil. Anak itu tidak bersalah, seharusnya dulu ia mendengarkan permintaan Saga untuk tidak menikahi Luna. Ia yakin putranya itu tidak pernah mencintai istrinya."Kemarilah, Nak. Ini juga kakekmu. Peluk kakek," kata Verrel. Tak terasa air matanya meleleh.Frans sedikit ragu ia melihat sebentar ke arah mamanya seperti meminta persetujuan. Chika menganggukkan kepalanya."Pergilah, mereka juga kakekmu," kata Chika.Verrel memeluk erat Frans kecil. Ia mengecup pipi chubby bocah itu. Seluruh rasa bersalahnya seakan membebani pundaknya. Verrel bahagia, tapi ia juga merasa kasihan dengan Frans.Angela mengusap air matanya, ia memeluk Frans penuh
Sayang, mama berencana mengajakmu ke rumah teman mama," kata Clara."Mereka sudah mama anggap seperti saudara. Kamu mau kan?" tanya Clara."Iya, Ma.""Kapan kita akan kesana?" tanya Chika."Sekarang, bersiap-siaplah. Mumpung hari ini kita weekend," kata Clara."Baik, Ma. Chika juga akan menyiapkan Frans."Tidak memakan waktu lama Chika dan Frans sudah siap. Mereka masuk ke dalam mobil bersama Mark juga. Frans melihat orang di mobil satu persatu. Lalu ia tiba-tiba tertawa."Hei, kenapa kamu tertawa, sayang?" tanya Clara."Bukan begitu, Nek. Hanya saja kalian terlihat lucu," jawab Frans."Lucu? Apa kami seperti badut kesukaanmu itu?" tanya Mark."Hahaha, kakek bisa saja. Frans lihat kalian kalau diam saja berwajah tegang terlihat lucu," terang Frans."Kamu ini." Clara memencet hidung mancung Frans dengan gemas.Sesampainya di kediaman Verrel, mereka di sambut hangat oleh mereka. Frans dengan malu