Saga menyerahkan pembalut pada Chika, wanita itu tidak menyangka seorang Saga mau membelikan pembalut untuknya. Ia langsung buru-buru ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dan memakai pembalut.
Chika keluar dari kamar mandi setelah melakukan ritual kewanitaannya. Saga tidak ada di kamar, hasrat lelaki itu pupus sudah ketika mengetahui Chika tengah datang bulan. Ia memilih duduk di ruang TV.
"Oh, kau di sini rupanya," kata Chika.
Saga tersenyum melihat Chika datang, ia langsung menyambut wanuta itu dengan tangan terbuka. Chika masuk ke dalam rangkulan Saga. Lelaki itu mengecup pipi Chika dengan lembut, mereka lalu menonton TV bersama.
Sesaat Saga melirik ke arah Chika, ia sebenarnya ingin menceritakan perihal hubungannya dengan Luna. Tapi, apakah Chika mau menerima keputusan Saga?
"Kenapa lirik-lirik aku terus?" tanya Chika tanpa melihat ke arah Saga.
"Ada yang ingin aku bicarakan sebenarnya," kata Saga.
Seharian bersama Luna, wajah Saga terlihat kurang bahagia. Ia berjalan gontai memasuki rumahnya. Lalu masuk ke kamarnya dan langsung merebahkan diri. Ia sudah lelah berjalan tidak sesuai kata hatinya. Bagaimanapun ia tidak bisa berpura-pura mencintai Luna. Dulu memang ia pernah menyukai wanita itu tapi entah kenapa lambat laun perasaan itu pudar dengan sendirinya semenjak Luna memutuskan untuk meninggalkannya saat itu.Viona melongok di pintu kamar Saga yang sedikit terbuka. Ia menyipitkan matanya mengintip apa yang di lakukan Saga. 'Aneh, kenapa dia tampak murung seperti itu?' batin Viona.Viona tidak ingin saudara kembarnya terlihat murung. Ia mencari sesuatu di tempat penyimpanan mainannya dulu waktu kecil. Viona tersenyum nakal, akhirnya ia menemukan ide untuk menggoda Saga.Gadis itu mengendap-endap mengintip lagi di balik pintu kamarnya Saga. Ia membuka pintunya perlahan lalu dengan cepat ia melemparkan sesuatu dari tangannya."Ular!""
Setelah berhasil mengerjai Saga, Viona menemui papanya. Ia tidak ingin melihat saudara kembarnya murung terus. Viona mampir ke perusahaan papanya. Baru sampai di lobi, Viona melihat seorang laki-laki yang amat di kenalnya. Siapa lagi kalau bukan Devan. Beberapa hari tidak bertemu, Viona melihat ada perbedaan sedikit. Tapi ia bingung apa perbedaannya. Yang tidak berbeda adalah kekasihnya yang selalu menempel di lengan Devan."Hai, kamu temannya Devan yang waktu itu di pesta reuni kan?" sapa Isabel. Devan melihat tajam ke arah Viona, ada sedikit rasa rindu yang terlihat di matanya. Namun Isabel segera menarik lengan Devan lebih erat. Ia tidak ingin Devan berpaling darinya."Iya, maaf aku masih ada perlu di dalam," kata Viona menyisih dari mereka."Hei, tidak sembarang orang bisa ketemu dengan presdir. Aku ke sini karena pihak agensi modelku mengajak kerja sama perusahaan ini," terang Isabel.Viona tersenyum mendengar perkataan Isabel, ia tidak tahu jika pre
Sepulang dari kerja Verrel tampak lesu, sebagai seorang papa ia merasa tidak bisa membahagiakan putranya. Verrel teringat dengan keinginan Viona jika ingin dirinya menggagalkan pertunangan Saga dengan Luna. Alih-alih menggagalkan, justru sekarang nasib Saga semakin pelik. Ia akan menikah dengan Luna.Angela menyambut kedatangan Verrel dengan membawakan tas kerja suaminya. Ia lalu mengikutinya dari belakang menuju kamar utama mereka. Angela merasa ada yang berbeda dari suaminya. Wajah Verrel tidak terlihat bahagia.Verrel mengambil nafas berat kemudian duduk di pinggiran ranjang. Angela tengah mengambilkan pakaian ganti untuk suaminya di lemari. "Mandi dulu, biar segar," kata Angela tanpa menoleh pada Verrel. Karena ia masih sibuk memilih kaos yang cocok untuk Verrel.Angela lalu berbalik dan memberikan handuk bersih pada Verrel. Lelaki itu bangkit dari duduknya berjalan gontai masuk ke kamar mandi. Angela tahu jika Verrel sedang ada masalah berat. Tapi, ia
Sentuhan Devan tidak hanya berhenti di situ saja, ia menciumi leher jenjang Viona kemudian pandangannya tertuju pada leher rendah yang menyembunyikan kedua gundukan Viona.Devan membopong tubuh Viona kemudian ia duduk di sofa dengan posisi Viona di pangkuannya. Mereka masih saling melumat satu sama lain. Entah mengapa Viona sudah tidak bisa berpikir lagi, sentuhan dari Devan sudah membuatnya ikut menggila.Viona baru tersadar jika dirinya terlampau jauh, ia segera mendorong tubuh Devan. Laki-laki itu kaget merasa di tolak oleh Viona. "Kenapa kau menghentikannya?" tanya Devan."Karena aku ingin berhenti," jawab Viona beranjak dari pangkuan Devan."Katakan apa alasannya?" tanya Devan menarik dagu Viona mendekatkan bibirnya di bibir Viona seakan mau menciumnya lagi."Hubungan kita tidak jelas, kau kekasihnya Isabel, tapi kau bermain cinta denganku. Bagiku sungguh ironi," jelas Viona."Tapi, aku mencintaimu. Bahkan sejak dulu k
Pernikahan Saga dan Luna di beritakan di sosial media mana pun. Acara di gelar sangat meriah. Luna tampak memakai gaun pengantin berwarna broken white dengan detail brokat yang menunjukkan lekuk tubuhnya. Punggungnya lebih terbuka sementara gaunnya mekar sebatas atas betis dengan ekor tipis memanjang ke belakang menyentuh lantai. Wajahnya kelihatan berseri-seri karena ambisinya untuk menikah dengan Saga tercapai juga.Chika menyaksikan pernikahan megah itu di layar tv, sambil menangis terisak-isak. Ia sadar akan status dirinya yang bukan siapa-siapa bagi Saga. Ia hanya bisa mengelus perutnya, satu-satunya kenangan yang ia dapat dari Saga tanpa di ketahui lelaki itu.Chika sengaja memilih apartemen yang jauh dari kota untuk menghindari pertemuan dengan Saga. Ia tidak ingin laki-laki itu tahu dirinya hamil, Chika takut jika Saga akan merebut bayinya kelak. Hanya bayi dalam perutnya yang menjadi alasan Chika tetap bersemangat menjalani hari-harinya. Ia juga bekerja
Seorang anak kecil berusia lima tahun berlari-lari kecil sedang membawa es krim. Ia menabrak seorang wanita yang tengah membuka pintu mobilnya."Maaf." Wajah bocah lelaki tampan itu sedikit ketakutan tatkala es krimnya tumpah di lengan baju wanita cantik itu.Chika berlari mendekati putranya, ia sedikit cemas jika putranya mendapatkan amarah dari orang lain."Maaf, tolong maafkan putraku ... dia tidak sengaja melakukannya," kata Chika membungkukkan badannya. Frans nama bocah itu langsung bersembunyi di belakang mamanya. Ia mengintip sedikit di balik punggung Chika.Clara tersenyum, ia mendekat ke arah anak kecil itu lalu meraih tangan mungilnya sambil berjongkok dan tersenyum. "Tante tidak marah sayang, kamu tampan sekali. Siapa namamu?" tanya Clara."Francois, panggil saja Frans," jawab Frans lirih. Chika melihat Clara mencoba meraih tangan putranya."Maaf, Nyonya kami masih ada perlu lainnya. Sekali lagi, maaf atas ketidakn
Clara masih teringat pertemuannya dengan Chika. Rasa bersalah itu kembali menghantui dirinya. Mungkinkah itu yang di rasakan Amber dulu ketika mencari dirinya. Saat itu ia sempat membenci Amber karena merasa di buang. Di saat hatinya sudah luluh semuanya sudah terlambat. Amber tak sengaja mengalami kecelakaan lalu lintas hingga sampai meregang nyawa di rumah sakit.Clara mendapatkan hak waris atas semua kekayaan yang di hasilkan Amber. Namun, bagi Clara kekayaan itu tidak penting baginya sekarang. Ia kesepian, butuh cinta. Rasa rindu untuk bertemu putrinya melebihi apapun. Untung saja Mark selalu setia mendampinginya.Waktu terus bergulir, tak terasa banyak waktu yang terlewati. Melihat anak kecil kemarin membuatnya bersemangat ingin mencari tahu keberadaan mereka. Saat Clara di sibukkan dengan lamunannya, ia tidak menyadari jika Mark sudah ada di belakangnya."Sayang," sapanya. Clara tertegun, ia menoleh ke belakang."Eh, sejak kapan pulang? Bikin
"Kapan kau akan pulang?" tanya Luna. Saga tersenyum sinis mendengar pertanyaan istrinya."Sejak kapan kau peduli aku pulang atau tidak?" sindir Saga."Bukan begitu, setidaknya aku tahu kapan kau pulang. Aku juga pasti akan merindukanmu," jawab Luna."Merindukanku? Tidak usah terlalu berkamuflase. Sebenarnya kau senang dengan kepergianku, jadi kau bisa bebas bersenang-senang dengan teman-temanmu," balas Saga.Luna menyodorkan kopernya pada Saga. "Ini kopermu, masukkan saja semua bajumu di sini sendiri. Percuma aku bertanya baik-baik denganmu, tapi tetap saja kau selalu berkata sinis padaku," kata Luna. Ia membanting pintu kamarnya dan keluar entah kemana.Hari ini Saga ada perjalanan bisnis, ia berpamitan dengan Luna. Tapi, seperti biasa mereka selalu saja bertengkar. Saga yang tidak mencintai Luna sudah jenuh dengan tingkah laku Luna yang seenaknya. Sedangkan Luna yang tidak mendapatkan cinta dari Saga mencari pelampiasan di luar.
Para tamu undangan telah datang memenuhi ballrom Hotel Diamond untuk datang memberikan selamat pada sepasang pengantin baru. Chika tampak memakai balutan gaun berwarna broken white serasi dengan setelan jas yang di pakai Saga.Chika merasa tegang karena baru kali ini ia menikah secara resmi di hadapan publik. Yang lebih mengesankan lagi pernikahan itu merupakan pernikahan ganda antara Chika dan Saga, Devan dan Viona. Sungguh di luar dugaan bagi Angela. Ia bergelayut mesra di lengan suami tercintanya Verrel. Demikian juga Mark dan Clara cukup lega menyaksikan putrinya berbahagia bersama dengan orang yang di cintainya.Bunga-bunga rose berwarna putih, lily putih dan baby breath menghiasi dekorasi pernikahan. Tampak meja-meja tamu sudah di penuhi pengunjung yang menyantap hidangan makanan yang di tawarkan. Di setiap sudut ruangan di hiasi bunga-bunga kering yang sudah tertata apik.Semua tamu tampak kagum dengan pasangan pengantinnya yang tampil sempurn
Wajah Frans murung, hari ini adalah hari pengambilan raport kelulusannya di TK. Semua anak datang bersama kedua orang tuanya, Frans di temani Chika. Dalam hati sebenarnya Frans ingin seperti teman-temannya. Hanya saja ia tidak berani mengungkapkan perasaannya. Ia takut jika mamanya akan sedih.Chika mendapati Frans diam tidak seperti biasanya. Sementara tatapannya tertuju pada temannya yang sedang bercanda tawa dengan papanya membuat Chika cukup mengerti. Ia lalu mengambil ponsel dalam tasnya. Mengirimkan pesan pendek untuk Saga.Di kantor Saga tengah sibuk mengetik di laptopnya. Sekilas ia melihat ponselnya menyala. Bibirnya tersenyum manakala membaca pesan singkat dari Chika. Ia segera meraih jasnya. Lalu meninggalkan pesan pada asisten pribadinya untuk menghandel pekerjaan hari ini.Di sekolah semua anak mendapatkan jatah giliran pentas bersama kedua orang tuanya. Sang anak membacakan puisi lalu kedua orang tua mendampingi di kanan kirinya.Satu persat
"Ma, apa benar Frans memang putraku?" tanya Saga sembari menangis di depan Angela. Ia merasa seperti orang bodoh tidak tahu apa-apa."Ya, akhirnya kau sudah tahu juga," kata Angela.Saga tercengang, ternyata kedua orang tuanya sudah tahu kebenarannya. Lalu mengapa mereka menyembunyikannya?"Kenapa mama tidak mengatakannya padaku? Aku merasa seperti orang paling bodoh, Ma. Putraku sendiri memakiku, membenciku, aku bisa melihat kemarahan di bola matanya," kata Saga."Itu karena Chika melarangku, aku juga tidak ingin melukai hatinya," kata Angela."Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Putraku tidak mau menerimaku," keluh Saga."Kau harus bisa meraih hatinya. Bayangkan ia besar tanpa kasih sayang seorang papa. Frans sering melihat Chika bersedih sendirian. Sebagai seorang anak yang sangat menyayangi mamanya wajar jika dia ikut terluka.""Baiklah, Ma. Saga akan berusaha keras untuk mengambil hati Frans," kata Saga kemudian."Bagus,
Dering suara telepon mengagetkan Chika dari aktivitasnya dengan Saga."Sudah, biarkan saja. Tanggung," kata Saga.Chika mendorong tubuh Saga. Ia yakin jika yang sedang menelepon adalah putranya. Dengan baju yang sudah terlihat berantakan Chika meraih ponselnya. Benar, memang Frans yang meneleponnya."Mamaa!""Cepat pulang!" teriak Frans di telepon."Iya, sayang. Sekarang juga mama pulang," kata Chika menghibur Frans. Ia lalu mematikan ponselnya.Saga langsung mengambil ponsel Chika dengan paksa, untung saja Frans sudah memutus panggilannya. Saga memeriksa riwayat panggilan Chika. Di sana ada gambar foto bocah tampan mirip dirinya."Jangan bilang, jika anak ini adalah putraku," kata Saga. Ia kembali menatap foto Frans lebih dekat lagi. Chika segera merebutnya. Ia tidak ingin Saga tahu jika dirinya sudah memiliki seorang anak."Lima tahun kau menghilang, anak ini juga berusia lima tahun. Itu berarti kemungkinan besar
"Minumlah, agar tubuhmu menjadi hangat," ucap Saga."Terima kasih."Chika tidak langsung meminumnya karena masih terlalu panas. Ia memilih meletakkannya di atas meja."Masih terlalu panas, aku akan meminumnya nanti," ucap Chika."Tunggu sebentar."Saga beranjak dari tempat duduknya ia melangkah menuju ke dapur. Tangannya membuka pintu lemari mengeluarkan beberapa bungkus mie instan. Ia tidak tahu apakah Chika mau mengonsumsi mie instan atau tidak.Ia pun mengambil panci dan memenuhinya dengan air. Setelah mendidih ia masukkan mie nya ke dalam panci. Sambil menunggu mie nya masak ia menyiapkan mangkuknya.Chika merasa sudah terlalu lama Saga meninggalkannya. Ia kemudian bangkit dari tempat duduknya mencari keberadaan Saga. Melihat Saga tengah memasak di dapur membuat nafasnya sedikit sesak. Ia tidak suka melihat kebaikan Saga. Hatinya bisa saja luluh lantah kalau di perlakukan seperti itu.Tidak seharusnya suas
Saga mengikuti langkah Axella dari belakang. Kebetulan restorannya tidak begitu ramai sehingga mereka leluasa memilih tempat yang nyaman. Rupanya Chika memilih tempat di dekat jendela yang menghadap ke arah air terjun kecil. Di luar jendela terlihat taman landscape menghiasi sekitar restoran.Para pengunjung restoran merasa nyaman untuk berlama-lama di sana. Di dinding hotel banyak terpajang lukisan klasik dan ornamen unik yang tidak ada di tempat mana pun."Kenapa kita kesini? Bukankah seharusnya kita langsung ke lokasi untuk meninjau tempatnya," kata Axella."Jangan terlalu terburu-buru, Nona Axella. Saya tidak ingin Anda kelaparan di jalan hanya karena kurang makan," kata Saga sambil tersenyum.Chika malas membantah perkataan Saga. Ia lebih memilih melihat buku menu yang ada di depannya. Saga memberi isyarat pada pelayan untuk menghampirinya."Saya akan segera kembali membawa pesanan Anda."Chika kembali terpaku pada pem
Sepulang dari rumah orang tuanya Saga berpikir tentang apa yang di katakan Angela. Ia merenungi kehidupan rumah tangganya. Memang benar jika rumah tangganya seperti tidak ada tujuan. Ia membiarkan Luna bersikap seenaknya.Ia tahu jika di luar Luna memiliki hubungan gelap dengan beberapa pria. Saga hanya tinggal menunggu waktu menceraikannya. Ia baru mengumpulkan bukti-bukti kuat agar pengadilan menyetujui gugatannya.Terlebih lagi, kerjasama yang di jalin selama bertahun-tahun dengan papanya Luna pasti akan mengalami kerugian besar jika ia bercerai. Bagi diri Saga ia tidaklah gila harta. Hanya saja jika ia merugi maka yang kena imbasnya adalah karyawannya.Di rumah Saga merasa kesepian, memang benar kata mamanya jika dalam pernikahan di butuhkan seorang penerus. Tapi, bagaimana Luna bisa hamil sementara Saga juga sudah enggan menyentuhnya. Ia tidak bisa membayangkan menyentuh tubuh seorang wanita yang sudah di sentuh berganti-ganti pria.Saga menjad
Angela merasa kasihan mendengar cerita Chika. Ia bisa menyimpulkan jika Chika belum menikah dengan Saga. Terlebih Verrel ia justru merasa terpukul karena wanita yang di telantarkan Saga adalah putri sahabatnya sendiri.Melihat wajah polos Frans kecil mengingatkan Verrel pada Saga di waktu kecil. Anak itu tidak bersalah, seharusnya dulu ia mendengarkan permintaan Saga untuk tidak menikahi Luna. Ia yakin putranya itu tidak pernah mencintai istrinya."Kemarilah, Nak. Ini juga kakekmu. Peluk kakek," kata Verrel. Tak terasa air matanya meleleh.Frans sedikit ragu ia melihat sebentar ke arah mamanya seperti meminta persetujuan. Chika menganggukkan kepalanya."Pergilah, mereka juga kakekmu," kata Chika.Verrel memeluk erat Frans kecil. Ia mengecup pipi chubby bocah itu. Seluruh rasa bersalahnya seakan membebani pundaknya. Verrel bahagia, tapi ia juga merasa kasihan dengan Frans.Angela mengusap air matanya, ia memeluk Frans penuh
Sayang, mama berencana mengajakmu ke rumah teman mama," kata Clara."Mereka sudah mama anggap seperti saudara. Kamu mau kan?" tanya Clara."Iya, Ma.""Kapan kita akan kesana?" tanya Chika."Sekarang, bersiap-siaplah. Mumpung hari ini kita weekend," kata Clara."Baik, Ma. Chika juga akan menyiapkan Frans."Tidak memakan waktu lama Chika dan Frans sudah siap. Mereka masuk ke dalam mobil bersama Mark juga. Frans melihat orang di mobil satu persatu. Lalu ia tiba-tiba tertawa."Hei, kenapa kamu tertawa, sayang?" tanya Clara."Bukan begitu, Nek. Hanya saja kalian terlihat lucu," jawab Frans."Lucu? Apa kami seperti badut kesukaanmu itu?" tanya Mark."Hahaha, kakek bisa saja. Frans lihat kalian kalau diam saja berwajah tegang terlihat lucu," terang Frans."Kamu ini." Clara memencet hidung mancung Frans dengan gemas.Sesampainya di kediaman Verrel, mereka di sambut hangat oleh mereka. Frans dengan malu