Angela telah menyelesaikan semua pekerjaannya. Ia berniat untuk segera pulang sambil menunggu atasannya. Gadis itu melirik gelisah kearah atasannya. Dengan sedikit keberanian ia memutuskan untuk ijin pulang duluan.
"Maaf, pekerjaan saya sudah selesai. Jam kerja juga sudah habis waktunya. Saya mohon ijin pulang duluan," kata Angela membungkukkan badannya memberi hormat.
"Hemm, pergilah!" kata Verrel.
Angela sangat senang ia bisa bernafas dengan lega setelah seharian berkutat dalam pekerjaan yang menumpuk. Dengan riang ia melangkahkan kakinya menuju pintu keluar.
"Tunggu dulu !" seru Verrel lantang.
Angela kaget lalu menghentikan langkahnya secara mendadak. Iapun membalikkan badannya kembali.
"Kita pulang bersama," ucap Verrel.
Didalam lift mereka berdua hanya terdiam. Suasana tampak canggung. Angela agak kikuk ia hanya memegang tali tasnya dengan erat. Ia masih ingat bagaimana dengan rakusnya Verrel menciumnya. Angela mendesah berat.
Verrel pura - pura cuek. Mereka berdua pun keluar dari lift bersama - sama. Sesampainya di pintu keluar utama Verrel tiba - tiba menghentikan langkahnya. Angela tidak sengaja melihat kearah Verrel. Mereka berdua saling bertatapan, Angela segera memilih melihat kearah lain.
Verrel mengambil ponselnya. Jari - jarinya mengetikkan sesuatu. Angela merasa ponselnya bergetar, ia melihat ponselnya menyala. Ada notifikasi pesan masuk.
"Ikut aku memilihkan baju untuk pertemuan besok!" watshapp dari Verrel.
Angela menatap heran kearah atasannya. Bisa - bisanya ia memilih mengirim pesan lewat ponsel padahal mereka berdiri bersebelahan.
TING
Notifikasi pesan masuk.
"Jika tidak mau aku tidak segan menghukummu nanti malam!" ancam Verrel lewat watshapnya.
Angela mengangguk mengikuti kemauan Verrel. Sebenarnya ia sudah cukup lelah hari ini dengan pekerjaan barunya. Verrel wajahnya sangat mengerikan jika ditolak kemauannya bisa berakhir dengan ulahnya di ranjang. Bisa-bisa Angela tidak bisa tidur semalaman.
Angela mengikuti langkah Verrel dari belakang masuk ke mobilnya. Suasana sunyi senyap ia berusaha menyibukkan dirinya melihat keluar jendela.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Angela melihat sebuah butik ternama dengan bangunan megah berdiri kokoh di pinggir jalan. Mobil Verrel lajunya tampak lebih pelan, rupanya ia berhenti tepat di butik yang di lihat Angela tadi."Ayo, masuk!" perintah Verrel.Angela hanya diam menuruti perintah Verrel, ia melangkahkan kakinya di butik yang cukup ternama di kota Jakarta. Tidak asing bagi Angela karena ia sudah terbiasa berbelanja bersama mamanya. Kali ini ia berbelanja tapi dengan status lain bukan sebagai Nona Besar melainkan sebagai karyawan.
"Tolong pilihkan baju kerja yang bagus, baju pesta, baju harian untuknya!" perintah Verrel pada salah satu karyawan butik.
"Baik, Pak."
"Mari, Nona saya bantu anda," ajak karyawan butik itu dengan ramah.
"Tapi _" tolak Angela.
Wajah Verrel muram Angela pun mengurungkan niatnya untuk menolak tawarannya. Ia berjanji dalam hati ia akan mencicil seluruh pembayaran barang yang dibelikan oleh Verrel.
Angela masuk ke kamar pas. Mencoba gaun pesta. Baginya gaun itu terlalu seksi menunjukkan punggung bagian belakang. Walaupun tertutup bahan yang transparan tetap saja menunjukkan kemolekan tubuhnya. Ia berjalan bak peragawati menuju ke arah Verrel.
"Bagaimana?" tanya Angela was - was.
Verrel melihat Angela dari atas sampai ke bawah. Sempurna. Tapi ia tidak ingin terlalu menunjukkan kekagumannya.
"Tidak jelek juga," komentarnya.
"Tolong bungkus saja semuanya!" perintah Verrel.
Verrel kemudian mengajak Angela makan di sebuah restoran yang terkenal masakan jepang. Verrel memesan Sushi dan Takoyaki sementara Angela memesan Ramen. Angela membayangkan makan Ramen seperti ala korea yang lagi hits sekarang ini. Setidaknya ada pria tampan yang menemaninya makan. Angela tersenyum sendiri melihat beberapa wajah pemuda chinese yang lewat. Ia kembali berkhayal bertemu dengan oppa - oppa korea.
"Ehem, apa kau sudah gila tersenyum sendiri?" sindir Verrel.
"Maaf, saya hanya melihat mereka yang lewat seperti artis korea," kata Angela polos seraya melahap mie ramennya.
"Huh, berani sekali di depanku masih melihat lelaki lain," batin Verrel kesal.
"Apa kau tidak pernah melihat laki - laki tampan. Seleramu rendahan sekali," sindir Verrel.
Angela hampir tersedak mendengar kata terakhir "rendahan" cukup membuatnya ingin marah. Namun ia segera menguasai perasaannya karena kali ini yang berbicara adalah atasan sekaligus suaminya.
"Minumlah," Verrel memberikan gelas kearah Angela.
"Terimakasih." kata Angela meraih gelasnya.
"Apa pacarmu pernah mengajakmu kemari?" tanya Verrel.
"Sering," jawab Angela.
"Apa? Sering?" Verrel merasa tidak terima.
"Kalau begitu kita cari tempat lain," ucap Verrel.
"Gak mau, masakannya enak di sini," bantah Angela.
Verrel menjadi kehilangan selera makannya. Tiba-tiba Angela memberikan sesuap makanan pada Verrel.
"Makanlah." Angela menyodorkan sendoknya.
Verrel menatap jijik karena sendok itu sudah di pakai Angela.
"Memangnya aku penyakitan," gerutu Angela. Tak di sangka Verrel menarik tangan Angela sehingga makanan itu masuk ke dalam mulut Verrel.
"Gimana enak kan?" tanya Angela.
Verrel menjadi kembali bersemamgat memakan malanannya.
"Ngomong-ngomong terimakasih karena sudah membelikan aku baju begitu banyak," ucap Angela.
"Hemm," jawab Verrel singkat.
"Yohan dulu juga sering mengajakku membeli baju, ia selalu memilihkanku baju yang ia sukai untuk ku kenakan," kata Angela. Mendengar nama Yohan di sebut, Verrel merasa di bandingkan. Suasana hatinya kembali tidak enak.
"Apa kamu pikir aku tertarik padamu. Ingat, aku hanya tidak ingin membawa sekretaris dengan baju kucel ketika bertemu dengan klien. Paham?" tegas Verrel.
"I ...ya . Maaf," kata Angela kesal. Ia merasa lelaki itu mudah sekali berubah temperamennya.
"Baguslah, jika kau paham." Verrel melanjutkan menikmati sushinya sampai habis. Angela hanya bisa melongo melihat Verrel seperti orang kelaparan. Sebenarnya ia ingin mencicipi shusi itu tapi kelihatannya Verrel sangat menyukai shusinya.
Pelayan restoran datang membawa shusi yang baru diletakkan di atas meja.
"Makanlah, wajahmu sangat mengenaskan kalau kelaparan." sindir Verrel.
Hah, bagaimana ia tahu jika aku menginginkan shusi itu? batin Angela.
Meskipun Verrel terkadang mudah marah tapi ia tergolong perhatian juga. Namun Angela menepis semua prasangkanya itu, ia tidak ingin memikirkan kebaikan Verrel karena ia sendiri juga takut jika hatinya tidak bisa di kendalikan. Angela berusaha mengingatkan jika ada Yohan di hatinya. Ia tidak ingin mengkhianati Yohan.
"Tidak perlu cepat-cepat makannya, kau seperti orang yang tertimpa musubah kelaparan," kata Verrel.
Angela tidak mempedulikan perkataan Verrel. Orang itu memamg terkadang bicaranya seperti pisau, tidak berpikir dulu apa yang pantas di katakan untuk orang lain.
"Makanlah ini," kata Angela meletakkan pisau di piring Verrel.
"Pisau? Untuk apa?" tanya Verrel bingung.
"Untuk kamu makan Tuan Verrel," tandas Angela.
"Kau sudah mulai berani pada suamimu?" gertak Verrel.
"Habis ... siapa suruh perkataanmu setajam pisau. Apa setiap hari kamu makan pisau di piringmu!" kata Angela ketus.
"Ha ... ha ... ha!" Verrel malah tertawa lebar. Baru kali ini ada perempuan yang berani mengatainya seperti itu.
Dasar orang gila! pikir Angela.
---Bersambung----
Angela sudah kekenyangan ia ingin langsung buru - buru merebahkan tubuhnya di ranjang yang empuk. Tak sengaja ia menguap beberapa kali dengan gugup ia menutupi mulutnya, mencoba melebarkan matanya berulangkali agar tidak mengantuk. Tapi apa daya rasanya matanya sudah lengket tidak bisa menahan kantuknya.Udara dingin yang ditimbulkan dari Ac mobil menambah kenyamanan tidurnya. Verrel tersenyum melihat wanita di sampingnya yang sudah tertidur. Lelaki itu meminjamkan pundaknya sebagai tumpuan Angela. Sesekali ia melirik wajah cantiknya. Tangannya meraih ponsel dan melihat serlok yang menunjukkan arah kontrakan pegawainya itu.Setelah beberapa menit akhirnya sampai juga di depan rumah kecil kontrakan Angela. Verrel menatap kearah Angela melihatnya sesaat menikmati wajah cantik Angela yang imut. Bibir merah Angela sungguh menggoda imannya. Verrel memiringkan kepalanya ingin menikmati bibir tipis Angela sesaat. Tiba - tiba Angela membuka mata dan terkejut.
"Bersiap - siaplah, temani aku ke pesta," kata Verrel.Angela melotot kearah Verrel."Aku tidak mau. Bukankah kau punya Hellen. Jangan bilang kalau kau sudah bosan dengannya," sindir Angela."Benar sekali. Dan sekarang aku hanya ingin main - main denganmu." jawab Verrel sinis."Sayangnya aku tidak tertarik sama sekali," kata Angela melenggang pergi."Bagaimana jika ku telepon mamamu, ku katakan bahwa kau hanya mengajakku main-main dalam pernikahan ini. Selebihnya semua modal yang di kucurkan perusahaan Burhan Prayoga akan di tarik secepatnya? Kau bisa bayangkan perusahaan peninggalan papamu akan gulung tikar!" ancam Verrel.Angela menghentikan langkahnya. Ia termenung sesaat. Laki - laki itu selalu saja mempunyai alasan untuk memaksakan kehendaknya."Persiapkan dirimu!" Verrel meletakkan paperbag yang berisi gaun pesta.Angela melirik kearah paperbag nya setelah Verrel pergi. Tak ada jalan lain selain menuruti perkataan V
Angela hanya bisa pasrah mengikuti langkah Verrel. Ia mulai ke lantai dansa. Tangan Adelia memegang kedua pundak Verrel. Sementara Verrel merangkul pinggang Angela. Perlahan - lahan mereka mulai berdansa."Kau lupa kau milikku, jadi jangan pikir bisa tertawa dengan pria lain." ancam Verrel.Angela tersenyum sinis menanggapi pernyataan Verrel. Ia sangat membenci pria di depannya yang selalu saja mengatur gerak - geriknya. Angela memegang pundak Verrel matanya melihat kearah lain. Ia enggan menatap Verrel. Tatapan Angela berhenti pada seorang lelaki yang berdiri di pojok yang berusaha melihat wajahnya di antara kerumunan. Iya dialah Yohan, mantan kekasih Angela. Ia bersama wanita lain.Buru - buru Angela menyembunyikan wajahnya. Jantungnya berdetak kencang ia tidak ingin bertemu dengan Yohan di saat seperti ini. Tanpa sadar wajah Angela terlalu dekat dengan Verrel. Angela melirik kearah Yohan, lelaki itu tampak melangkah mendekatinya. Angela semakin gugup. Ia tida
"Sudahlah, aku lelah. Tak ada gunanya kau jelaskan padaku," kata Angela masuk ke dalam mobil.Sepanjang perjalanan Angela hanya terdiam. Terlalu banyak kejadian yang menimbulkan rasa pusing di kepalanya. Pertemuan yang tak di inginkan dengan Yohan, sosok Felix, hinaan wanita yang bersama Yohan dan terlebih lagi sikap arogan Verrel Burhan Prayoga."Angela," panggil Verrel."Cih," gerutu Verrel memperhatikan sikap Angela yang hanya melamun menatap jendela mobil mengabaikan panggilannya.Ya baru kali ini ia di acuhkan oleh seorang gadis. Biasanya ia yang mulai cuek setelah para gadis mulai tertarik padanya."Angela!" seru Verrel sekali lagi.Kontan saja Angela tersentak dari lamunannya. Ia langsung menoleh ke arah Verrel."Apa kau sudah gila berteriak padaku!" seru Angela."Aku tidak suka kau mengenakan baju pemberian lelaki itu," protes Verrel."Lelaki itu punya nama!" bantah Angela."Kau menyukainya?! Kenapa kau membelanya,"
Verrel Burhan Prayoga menatap tubuhnya pada cermin yang cukup besar di hadapannya sembari mengancingkan jas hitamnya yang melekat pas di tubuhnya yang perfect.Wanita mana pun yang melihatnya saat ini pasti terpesona dengan ketampanannya. Verrel keluar dari kamarnya bersiap - siap untuk pergi ke kantor. Angela sibuk menyiapkan sarapan di dapur.Sekilas Angela mencium parfum yang sangat familiar untuknya. Siapa lagi kalau bukan Verrel Burhan Prayoga yang datang ke meja makan untuk menyantap sarapannya. Angela dengan cekatan sudah menata semuanya di meja lengkap dengan minumannya.Ia tidak berkata banyak. Hanya menyodorkan makanan kepada Verrel kemudian kembali ke tempat duduknya untuk menyantap makanannya sendiri. Sesekali Verrel melirik kearah Angela, namun gadis itu lebih asyik menikmati makanannya.Seusai makan Verrel menghampiri Angela."Kau bisa membeli segala sesuatu menggunakan ini." Verrel menyerahkan black card pada Angela."Tidak, t
Angela dan Verrel masuk ke ruangan pribadi CEO. Verrel mengunci pintunya, Angela melirik heran tapi ia pura - pura tidak tahu. Ia menata berkas - berkas yang ada di mejanya. Sudah saatnya ia mengerjakan berkas yang sudah di taruh di atas meja kerjanya. Keinginan keras Verrel agar dirinya senantiasa bersamanya saat kerja membuat Angela tidak nyaman.Tiba - tiba Angela merasakan ada sebuah tangan melingkar di perut langsingnya. Siapa lagi kalau bukan Verrel suaminya."Aku merindukanmu," kata Verrel menyandarkan kepalanya di pundak Angela. Mencium bau sampo tiap helaian rambutnya."Jangan begini. Ini kantor," peringat Angela menggeser punggungnya."Ini kantorku, aku bisa melakukan apa saja," kata Verrel.Pria itu membalikkan tubuh Angela. Mereka berhadapan. Kedua tangan Verrel masih melingkar di pinggangnya Angela. Verrel mengecup kening istrinya, tangannya naik ke atas mengusap bukit kembar yang terlihat menonjol dalam balutan baju kerja Angela yang membe
Seorang wanita berpakaian seksi dengan leher rendah datang ke kantor Verrel. Sepertinya ia sudah terbiasa dengan kantor Verrrel, tampak sekali resepsionist, para pegawai menyapanya ramah dan meloloskan wanita itu ke lantai paling atas untuk menemui Verrel Burhan Prayoga.Ia tampak percaya diri sesekali membenarkan letak kacamatanya dan menggerai rambutnya sebahu dengan berjalan menuju lift. Ia sudah hafal nomor berapa yang harus ia tekan, senyumnya merekah dengan lipstik warna merah marun matte.TingPintu lift terbuka, kaki jenjangnya melangkah menyusuri lantai granit berukuran bigsize dengan kualitas platinum, menuju ke sebuah pintu yang bertuliskan ruang Ceo.CeklekPintu tidak terkunci, membuatnya bisa masuk leluasa. Verrel masih sibuk berkutat dengan laptopnya. Angela baru keluar dari ruangan untuk mengambil sesuatu.Suara ketukan higheels melangkah mendekat menggema di atas permukaan lantai membuat laki-laki di depann
"Sayang, apa suamimu tahu kalau kau menginap di sini?" tanya Yanti. "Tahu, Ma. Dia sedang sibuk jadi tidak bisa mengantar Angel," terang Angela. "Ya, sudah kamu bersihkan dulu tubuhmu setelah ini makan," kata Yanti. Angela mengangguk, ia lalu bergegas ke kamarnya yang terletak di lantai atas. Saat membuka pintu kamarnya, ia heran kenapa mamanya tidak merubah apapun dekorasi kamarnya. Semua barang pernak-pernik tempatnya masih sama. Kamar dimana dulu ia masih single belum menikah. Rasanya ia sudah ingin menikmati ranjang yang empuk. Angela tidak membawa koper karena baju-bajunya yang lama masih banyak tersimpan di lemari. Ia membersihkan badannya di kamar mandi, kucuran air shower cukup menyegarkannya. Ia ingin jauh dari masalah dengan Verrel yang membuat suasana hatinya semakin gerah. Setelah berganti pakaian yang lebih santai Angela turun tangga untuk menikmati makanan yang telah di siapkan mamanya. "Duduklah
Para tamu undangan telah datang memenuhi ballrom Hotel Diamond untuk datang memberikan selamat pada sepasang pengantin baru. Chika tampak memakai balutan gaun berwarna broken white serasi dengan setelan jas yang di pakai Saga.Chika merasa tegang karena baru kali ini ia menikah secara resmi di hadapan publik. Yang lebih mengesankan lagi pernikahan itu merupakan pernikahan ganda antara Chika dan Saga, Devan dan Viona. Sungguh di luar dugaan bagi Angela. Ia bergelayut mesra di lengan suami tercintanya Verrel. Demikian juga Mark dan Clara cukup lega menyaksikan putrinya berbahagia bersama dengan orang yang di cintainya.Bunga-bunga rose berwarna putih, lily putih dan baby breath menghiasi dekorasi pernikahan. Tampak meja-meja tamu sudah di penuhi pengunjung yang menyantap hidangan makanan yang di tawarkan. Di setiap sudut ruangan di hiasi bunga-bunga kering yang sudah tertata apik.Semua tamu tampak kagum dengan pasangan pengantinnya yang tampil sempurn
Wajah Frans murung, hari ini adalah hari pengambilan raport kelulusannya di TK. Semua anak datang bersama kedua orang tuanya, Frans di temani Chika. Dalam hati sebenarnya Frans ingin seperti teman-temannya. Hanya saja ia tidak berani mengungkapkan perasaannya. Ia takut jika mamanya akan sedih.Chika mendapati Frans diam tidak seperti biasanya. Sementara tatapannya tertuju pada temannya yang sedang bercanda tawa dengan papanya membuat Chika cukup mengerti. Ia lalu mengambil ponsel dalam tasnya. Mengirimkan pesan pendek untuk Saga.Di kantor Saga tengah sibuk mengetik di laptopnya. Sekilas ia melihat ponselnya menyala. Bibirnya tersenyum manakala membaca pesan singkat dari Chika. Ia segera meraih jasnya. Lalu meninggalkan pesan pada asisten pribadinya untuk menghandel pekerjaan hari ini.Di sekolah semua anak mendapatkan jatah giliran pentas bersama kedua orang tuanya. Sang anak membacakan puisi lalu kedua orang tua mendampingi di kanan kirinya.Satu persat
"Ma, apa benar Frans memang putraku?" tanya Saga sembari menangis di depan Angela. Ia merasa seperti orang bodoh tidak tahu apa-apa."Ya, akhirnya kau sudah tahu juga," kata Angela.Saga tercengang, ternyata kedua orang tuanya sudah tahu kebenarannya. Lalu mengapa mereka menyembunyikannya?"Kenapa mama tidak mengatakannya padaku? Aku merasa seperti orang paling bodoh, Ma. Putraku sendiri memakiku, membenciku, aku bisa melihat kemarahan di bola matanya," kata Saga."Itu karena Chika melarangku, aku juga tidak ingin melukai hatinya," kata Angela."Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Putraku tidak mau menerimaku," keluh Saga."Kau harus bisa meraih hatinya. Bayangkan ia besar tanpa kasih sayang seorang papa. Frans sering melihat Chika bersedih sendirian. Sebagai seorang anak yang sangat menyayangi mamanya wajar jika dia ikut terluka.""Baiklah, Ma. Saga akan berusaha keras untuk mengambil hati Frans," kata Saga kemudian."Bagus,
Dering suara telepon mengagetkan Chika dari aktivitasnya dengan Saga."Sudah, biarkan saja. Tanggung," kata Saga.Chika mendorong tubuh Saga. Ia yakin jika yang sedang menelepon adalah putranya. Dengan baju yang sudah terlihat berantakan Chika meraih ponselnya. Benar, memang Frans yang meneleponnya."Mamaa!""Cepat pulang!" teriak Frans di telepon."Iya, sayang. Sekarang juga mama pulang," kata Chika menghibur Frans. Ia lalu mematikan ponselnya.Saga langsung mengambil ponsel Chika dengan paksa, untung saja Frans sudah memutus panggilannya. Saga memeriksa riwayat panggilan Chika. Di sana ada gambar foto bocah tampan mirip dirinya."Jangan bilang, jika anak ini adalah putraku," kata Saga. Ia kembali menatap foto Frans lebih dekat lagi. Chika segera merebutnya. Ia tidak ingin Saga tahu jika dirinya sudah memiliki seorang anak."Lima tahun kau menghilang, anak ini juga berusia lima tahun. Itu berarti kemungkinan besar
"Minumlah, agar tubuhmu menjadi hangat," ucap Saga."Terima kasih."Chika tidak langsung meminumnya karena masih terlalu panas. Ia memilih meletakkannya di atas meja."Masih terlalu panas, aku akan meminumnya nanti," ucap Chika."Tunggu sebentar."Saga beranjak dari tempat duduknya ia melangkah menuju ke dapur. Tangannya membuka pintu lemari mengeluarkan beberapa bungkus mie instan. Ia tidak tahu apakah Chika mau mengonsumsi mie instan atau tidak.Ia pun mengambil panci dan memenuhinya dengan air. Setelah mendidih ia masukkan mie nya ke dalam panci. Sambil menunggu mie nya masak ia menyiapkan mangkuknya.Chika merasa sudah terlalu lama Saga meninggalkannya. Ia kemudian bangkit dari tempat duduknya mencari keberadaan Saga. Melihat Saga tengah memasak di dapur membuat nafasnya sedikit sesak. Ia tidak suka melihat kebaikan Saga. Hatinya bisa saja luluh lantah kalau di perlakukan seperti itu.Tidak seharusnya suas
Saga mengikuti langkah Axella dari belakang. Kebetulan restorannya tidak begitu ramai sehingga mereka leluasa memilih tempat yang nyaman. Rupanya Chika memilih tempat di dekat jendela yang menghadap ke arah air terjun kecil. Di luar jendela terlihat taman landscape menghiasi sekitar restoran.Para pengunjung restoran merasa nyaman untuk berlama-lama di sana. Di dinding hotel banyak terpajang lukisan klasik dan ornamen unik yang tidak ada di tempat mana pun."Kenapa kita kesini? Bukankah seharusnya kita langsung ke lokasi untuk meninjau tempatnya," kata Axella."Jangan terlalu terburu-buru, Nona Axella. Saya tidak ingin Anda kelaparan di jalan hanya karena kurang makan," kata Saga sambil tersenyum.Chika malas membantah perkataan Saga. Ia lebih memilih melihat buku menu yang ada di depannya. Saga memberi isyarat pada pelayan untuk menghampirinya."Saya akan segera kembali membawa pesanan Anda."Chika kembali terpaku pada pem
Sepulang dari rumah orang tuanya Saga berpikir tentang apa yang di katakan Angela. Ia merenungi kehidupan rumah tangganya. Memang benar jika rumah tangganya seperti tidak ada tujuan. Ia membiarkan Luna bersikap seenaknya.Ia tahu jika di luar Luna memiliki hubungan gelap dengan beberapa pria. Saga hanya tinggal menunggu waktu menceraikannya. Ia baru mengumpulkan bukti-bukti kuat agar pengadilan menyetujui gugatannya.Terlebih lagi, kerjasama yang di jalin selama bertahun-tahun dengan papanya Luna pasti akan mengalami kerugian besar jika ia bercerai. Bagi diri Saga ia tidaklah gila harta. Hanya saja jika ia merugi maka yang kena imbasnya adalah karyawannya.Di rumah Saga merasa kesepian, memang benar kata mamanya jika dalam pernikahan di butuhkan seorang penerus. Tapi, bagaimana Luna bisa hamil sementara Saga juga sudah enggan menyentuhnya. Ia tidak bisa membayangkan menyentuh tubuh seorang wanita yang sudah di sentuh berganti-ganti pria.Saga menjad
Angela merasa kasihan mendengar cerita Chika. Ia bisa menyimpulkan jika Chika belum menikah dengan Saga. Terlebih Verrel ia justru merasa terpukul karena wanita yang di telantarkan Saga adalah putri sahabatnya sendiri.Melihat wajah polos Frans kecil mengingatkan Verrel pada Saga di waktu kecil. Anak itu tidak bersalah, seharusnya dulu ia mendengarkan permintaan Saga untuk tidak menikahi Luna. Ia yakin putranya itu tidak pernah mencintai istrinya."Kemarilah, Nak. Ini juga kakekmu. Peluk kakek," kata Verrel. Tak terasa air matanya meleleh.Frans sedikit ragu ia melihat sebentar ke arah mamanya seperti meminta persetujuan. Chika menganggukkan kepalanya."Pergilah, mereka juga kakekmu," kata Chika.Verrel memeluk erat Frans kecil. Ia mengecup pipi chubby bocah itu. Seluruh rasa bersalahnya seakan membebani pundaknya. Verrel bahagia, tapi ia juga merasa kasihan dengan Frans.Angela mengusap air matanya, ia memeluk Frans penuh
Sayang, mama berencana mengajakmu ke rumah teman mama," kata Clara."Mereka sudah mama anggap seperti saudara. Kamu mau kan?" tanya Clara."Iya, Ma.""Kapan kita akan kesana?" tanya Chika."Sekarang, bersiap-siaplah. Mumpung hari ini kita weekend," kata Clara."Baik, Ma. Chika juga akan menyiapkan Frans."Tidak memakan waktu lama Chika dan Frans sudah siap. Mereka masuk ke dalam mobil bersama Mark juga. Frans melihat orang di mobil satu persatu. Lalu ia tiba-tiba tertawa."Hei, kenapa kamu tertawa, sayang?" tanya Clara."Bukan begitu, Nek. Hanya saja kalian terlihat lucu," jawab Frans."Lucu? Apa kami seperti badut kesukaanmu itu?" tanya Mark."Hahaha, kakek bisa saja. Frans lihat kalian kalau diam saja berwajah tegang terlihat lucu," terang Frans."Kamu ini." Clara memencet hidung mancung Frans dengan gemas.Sesampainya di kediaman Verrel, mereka di sambut hangat oleh mereka. Frans dengan malu