Banyu kembali ke kantor setelah makan siang. Meninggalkan Sara dan Mami di rumah. Sebenarnya ada Mbak Yah juga yang hari ini seperti betah sekali di rumah, mungkin karena ia sudah lebih dulu bekerja dengan mami Lucy dulunya. Jadi, mami merasa mbak Yah yang akan selalu beliau butuhkan ketika di rumah."Syukur Alhamdulillah, Banyu beliin Sara hadiah mobil. Mami kira anak mami yang blangsak itu cuek-cuek aja meski udah punya istri. Tapi MasyaAllah, dia bucin sekali. Makasih ya sayang udah menjadikan Banyu lelaki yang baik dan bertanggung jawab." ujar Mami begitu adem sambil mengelus lengan Sara yang sedang menyetir. Mereka berjalan-jalan mengelilingi kota sambil mencoba mobil barunya. Sebetulnya mami Lucy agak berlebihan sih. Banyu begitu bukan karena dirinya. Banyu memang lelaki yang brtanggung jawab sejak awal, hanya kadang kejailan dan slengeannya membuatnya terkesan seperti lelaki yang suka main-main dan tidak serius. Namun bukan berarti Banyu sebaik itu juga. Tentu mobil ini ia bel
Saat keluar kamar memakai baju olahraga dengan persiapan secepat kilat, Sara dan Banyu menghampiri mami Lucy yang sudah pemanasan di halaman rumah. Beliau mengenakan baju olahraga syar'i yang longgar dengan jilbab dengan warna serba hitam dan terlihat nyaman. Sara cukup kaget dengan usia mami yang sudah tidak muda lagi, tapi beliau begitu energik. Pagi ini, mami yang paling bersemangat. Sementara Banyu dan Sara masih diam-diaman karena insiden di ranjang tadi yang membuat keduanya kesal.Mereka berlari ringan mengitari kompleks. Mami beberapa kali mengajak ngobrol mereka berdua dan terpaksa Sara harus menurunkan egonya untuk berbicara juga dengan Banyu."Kalian sering-sering jogging begini deh kalau pagi. Ya selain biar sehat juga interaksi sama orang-orang biar gak dikira sombong." ujar mami Lucy setelah menyapa Pak Satpam, tukang kebun yang sedang menyapu dan ibu tukang sayur keliling."Iya Mi." ujar Sara sambil terkekeh canggung. Mana pernah mereka berdua jogging begini? Banyu serin
Di kepala Sara kini bergumul banyak sekali hipotesis yang belum terpecahkan terkait bagaimana reaksi mami Lucy setelah tahu tentang keluarganya. Apakah beliau akan meminta Banyu menceraikannya? atau malah mami Lucy mengerti posisinya sekarang? Sara tidak terlalu mengkhawatirkan kalau itu soal perpisahan dengan Banyu. Dari awal mereka memang tak pernah melibatkan perasaan yang mendalam, jadi mungkin itu akan bisa diterima dengan mudah. Hanya saja ia takut mengecewakan mami Lucy yang semenjak kedatangannya ke rumah ini, beliau begitu baik dan sayang dengannya. Mami benar-benar memperlakukan Sara sebagai seorang menantu kesayangan dan itu adalah impian banyak perempuan di luar sana."Kamu ingin aku gimana?" tanya Banyu dengan santai saat Sara sedang mengeringkan rambutnya dan duduk di kursi yang ia pindahkan ke depan standing mirror."Ceritakan aja semua ke Mami Lucy." ujar Sara tanpa menoleh. Setelah ini, Mami Lucy pasti akan bertanya soal perkataan lelaki asing tadi dan Sara memutuskan
"Mau kemana Bay?" Suara Mami itu terdengar saat Banyu dengan langkah sedikit terburu melewati ruang tengah. Ia pun menghentikan langkahnya lalu menoleh pada Mami dengan wajah yang lumayan semrawut tapi mencoba dipaksa tersenyum khas Banyu biasanya. "Ada urusan bentar Mi. Gak lama.""Mami tanyanya kemana, bukan ngapain."Aduh, Mami mulai mode interogasi."Ke tempat temen Banyu Mi, dia lagi butuh bantuan Banyu." Sejujurnya ia sudah merasa banyak bersalah hari ini karena membohongi maminya. Namun, kali ini ia belum bisa jujur apalagi ini menyangkut Hira. Lima menit lalu, Hira telepon dan meminta Banyu datang sambil menangis. Entah apa yang terjadi dengan perempuan itu, tapi Banyu cukup tahu dari tangisannya, Hira sedang tidak baik-baik saja. "Kalau gitu boleh kan Mami nebeng ke rumah Jeng Ana?" tanya Mami.Banyu mengingat kembali nama itu. Nama sahabat maminya yang rumahnya tentu saja lawan arah dari apartemen.
Sore itu, Banyu tidak menyangka jika ia ditelpon oleh orang asing menggunakan nomor Hira. Badan yang sudah lelah karena mengurus perusahaan rintisan yang baru dua tahun dibangun dengan berbagai masalahnya. Ia memijat pelipisnya sambil terus menyetir ke tempat dimana orang asing itu menginformasikan lokasi Hira.Atap sebuah Mall besar itu dilingkupi langit yang gelap mendung. Banyu melihat tubuh Hira yang berdiri di ambang pembatas dengan nanar. Ia tahu masalah Hira sangat rumit; orang tua yang tidak peduli, kekasih yang ia cintai memutuskan pergi, dan vonis bahwa ia mengalami gangguan mental ringan. Hira yang ceria, lembut dan penuh senyum itu tak pernah ia lihat lagi. Banyu paham situasi dan ia harus menolong Hira, perempuan yang sejak lama menjadi sahabat yang diam-diam ia sukai.Banyu memanggil Hira dengan penuh kelembutan. Langkahnya perlahan mendekat dan mencoba tak bersuara terlalu keras supaya Hira tak terganggu dengan suara apapun. Angin pertanda hujan yang kian kencang, mener
"Mami istirahat aja ya, udah malam. Biar Sara yang bicara sama Banyu." ujar Sara sambil merangkul bahu maminya dan membawanya berjalan menuju kamar setelah Banyu masuk duluan.Lelaki itu hanya tersenyum terpaksa melihat mami dan Sara pulang bersama. Entah apa yang Banyu pikirkan, tapi ia langsung masuk begitu saja. Mami yang melihat hanya mengucapkan istighfar dan mengelus dadanya.Di depan pintu kamar, mami meraih tangan Sara dan menatap perempuan itu dengan sedih. "Maafin anak Mami ya sayang. Dia gak bisa jaga sikapnya kalau lagi ada masalah. Mami gak tahu masalahnya apa, tapi sejak dulu selalu begitu Sabar-sabar menghadapinya ya."Sara menipiskan bibirnya dan mengangguk. "Iya Mi."Selama ini memangnya Sara kurang sabar apa tinggal satu atap dan menghadapi Banyu setiap hari? Lelaki itu sulit ditebak dan misterius di saat-saat tertentu. Ia extrovert, menjadi manusia paling gamblang sedunia, tapi kadang introvert yang tidak tersentuh da
Banyu pikir, Sara memang punya banyak energi baik yang bisa ditranfer kepadanya. Namun, setelah ia pikir ulang, alasan mengapa ia selalu bisa mengembalikan energinya setelah menyandarkan kepalanya di bahu Sara, itu karena ia sudah berada di titik nyaman. Ya, Banyu merasa nyaman ada di posisi seperti ini hingga ia menyimpulkan bahwa ini adalah formula yang tepat untuk mengisi energinya kembali. Bisa jadi juga karena bau sabun atau shampoo strawberry Sara yang membelai lembut dan menenangkan. Seolah ikut membantu Banyu menjadi sangat relaks.Mereka menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang dengan kepala Banyu yang menyeruk nyaman di bahu perempuan itu."Begini, nyaman." ujar Banyu."Bay, Kenapa aku?" tanya Sara.Tentu Banyu tahu apa yang dimaksud Sara. Perempuan ini bertanya soal kebiasaan Banyu meminjam bahunya ini bukan?"Kamu punya banyak energi baik yang bisa di transfer ke aku. Maka berbaik hatilah berbagi."Sara tertawa sumbang
Hal yang tidak terduga menyapa Sara. Babal meneleponnya pagi-pagi untuk mengabarkan jika ia pergi ke IGD karena diare setelah makan mie instan yang kemasukan cicak mati.Iyuhh!!Namun, ada yang lebih tidak terduka lagi selain kisah memilukan Babal, yaitu ternyata Papa dan Mami Lucy pernah saling mengenal. Rupanya Papa adalah teman sekolah tante Ana yang kemarin mentraktirnya makan di cafenya. Melihat interaksi kedua orang di depannya ini membuatnya sangsi bahwa ini adalah papanya yang biasa ia lihat; kalem dan tidak banyak bicara. Namun sekarang berbeda seratus delapan puluh derajat. Atau mungkin karena Mami Lucy pandai membawa suasana, yang jelas ruangan penjengukan yang tidak seberapa luasnya ini diisi oleh tawa lepas keduanya. "Ana itu dulu sering banget curhat soal kamu. Dia tuh generasi sakit jiwa yang naksir kamu juga. Astaga, ternyata kita malah besanan begini." Mario tertawa. Ia tidak menyangka jika ibu Banyu adalah sahabat Ana —teman sekelasnya yang dulu naksir berat padanya