"Bay, kenapa dia pakai kamarku?" tanya Hira yang sejak melihat Sara, ia langsung menginterogasi Banyu dan mendesak supaya Banyu menjawab dengan cepat.
Banyu melajukan mobilnya sedikit lebih cepat. Bisa-bisanya Hira masih mengklaim jika itu kamarnya. Padahal perempuan ini sendiri yang pamit pergi untuk meninggalkan kamar itu, rumah itu, juga Banyu. Jujur, Banyu agak sedikit sakit hati dengan pertanyaan Hira yang satu ini."Kamu udah meninggalkan kamar itu, satu tahun lalu. Ingat?"Berbeda dengan Sara, Banyu jelas akan selalu kalah jika berdebat dengan Hira. Perempuan ini selalu bisa mengkounter apapun argumennya seperti apa yang ia pikirkan. Dan juga, bersama Hira, sejujurnya ia lebih banyak mengalah."Bay, aku udah tinggal di kamar itu gak satu dua hari aja loh. Ada banyak kenangan di kamar itu, terutama tentang kita. Kok kamu dengan gampangnya mengijinkan saudara jauhmu tadi tidur di sana?"Banyu tidak menjawab. Ia sudah tahu ini akan sa"Deal!"Kedua tangan itu berjabat dengan mantap. Akhirnya Sara dipercaya untuk menjadi bagian dari projek trip ini. Ia tersenyum kepada Kak Ica, salah satu perwakilan perusahaan 'Rekreasik'. Mereka mau Sara menjadi salah satu selebgram yang akan mempromosikan Rekreasik. Tentu saja, ia akan difasilitasi untuk pergi ke beberapa destinasi premium di Indonesia salah satunya adalah pantai pink.Dalam dua hari ke depan, ia juga akan membuat konten dengan Rekreasik di beberapa spot menarik di Jakarta. Itu artinya ia akan mulai sibuk kembali. Sibuk tapi senang-senang karena jalan-jalan. "Apa gue bilang, mereka tuh percaya sama kredibilitas lo sebagai selebgram travel. Udah deh, jangan rendah diri. Mulai besok, lo harus aktif lagi di sosmed."Sara memeluk lengan Babal yang besar dan hampir menggigitnya karena gemas. "Akhirnya gue dapat kerjaan lagi. Thanks ya Bal." Ia pun mulai berkhayal bahwa ia akan segera lepas dari Banyu dan tidak menggantungkan diri padanya lagi. Semoga saja rejekinya ak
Sara seperti sedang memasuki dunia lain, padahal ia hanya masuk rumah Banyu. Mulutnya yang tadinya melongo, kini terkatup saat tubuhnya terguncang oleh tubuh lain yang memeluknya. Ia kebingungan, linglung dan nge-freeze. Perempuan setengah baya, berkerudung panjang, dan berpenampilan syar'i yang ada di hadapannya ini memeluknya hangat setelah bertanya dengan nada yang antusias. "Jadi ini yang namanya Sara?" Sara hanya menarik bibirnya tersenyum tipis dan kedua tangannya belas memeluk dengan ragu-ragu. Sumpah ia belum pernah bertemu dengan beliau dan tidak kenal sama sekali."Loh, Mami pulang?" Banyu berceletuk sama kagetnya dengan Sara. Tapi apa? Jadi ini mami Banyu? Astaga! Masalahnya Banyu tidak pernah memberitahunya foto keluarganya, Banyu hanya pernah bilang bahwa orang tua dan satu adiknya tinggal di luar negeri dan papanya sangat sibuk. Sudah, hanya sebatas itu dan Sara juga tidak ingin banyak tahu karena itu privasi Banyu. Namun sekarang maminya ada di hadapannya, memeluknya
"Ya udah Mami temenin Banyu dulu telpon Papi ya." ujar Banyu sambil merangkul maminya dan melepaskan tangannya dari gandengan Sara."Ngapain harus di temenin, telpon tinggal telpon aja kok. Apa susahnya?""Mi, please, temenin Banyu ya telpon Papi." Banyu memohon pada maminya sambil terus mendorong maminya untuk berpindah tempat.Sekali waktu, Banyu mengkode Sara dengan kedipan satu mata supaya Sara segera beraksi, membereskan pakaian dan barangnya yang ada di kamar itu."Ya udah duduk di sini aja, ngapain harus ke teras samping segala?!" protes mami yang sudah mau berbalik arah dan duduk di sofa ruang tengah.Namun, bukan Banyu namanya jika ia tidak bisa membuat maminya luluh. Banyu pun mengusap punggung maminya dengan lembut."Di sini suka gak ada sinyal. Mami kan tahu Banyu sama Papi komunikasinya gimana. Udah sekian lama dan pasti akan jadi canggung banget. Banyu cuma butuh Mami temenin aja, supaya Banyu tenang, ya?"Beberapa saat mami hanya terdiam, lalu mendengus dan akhirnya meng
Banyu kembali ke kantor setelah makan siang. Meninggalkan Sara dan Mami di rumah. Sebenarnya ada Mbak Yah juga yang hari ini seperti betah sekali di rumah, mungkin karena ia sudah lebih dulu bekerja dengan mami Lucy dulunya. Jadi, mami merasa mbak Yah yang akan selalu beliau butuhkan ketika di rumah."Syukur Alhamdulillah, Banyu beliin Sara hadiah mobil. Mami kira anak mami yang blangsak itu cuek-cuek aja meski udah punya istri. Tapi MasyaAllah, dia bucin sekali. Makasih ya sayang udah menjadikan Banyu lelaki yang baik dan bertanggung jawab." ujar Mami begitu adem sambil mengelus lengan Sara yang sedang menyetir. Mereka berjalan-jalan mengelilingi kota sambil mencoba mobil barunya. Sebetulnya mami Lucy agak berlebihan sih. Banyu begitu bukan karena dirinya. Banyu memang lelaki yang brtanggung jawab sejak awal, hanya kadang kejailan dan slengeannya membuatnya terkesan seperti lelaki yang suka main-main dan tidak serius. Namun bukan berarti Banyu sebaik itu juga. Tentu mobil ini ia bel
Saat keluar kamar memakai baju olahraga dengan persiapan secepat kilat, Sara dan Banyu menghampiri mami Lucy yang sudah pemanasan di halaman rumah. Beliau mengenakan baju olahraga syar'i yang longgar dengan jilbab dengan warna serba hitam dan terlihat nyaman. Sara cukup kaget dengan usia mami yang sudah tidak muda lagi, tapi beliau begitu energik. Pagi ini, mami yang paling bersemangat. Sementara Banyu dan Sara masih diam-diaman karena insiden di ranjang tadi yang membuat keduanya kesal.Mereka berlari ringan mengitari kompleks. Mami beberapa kali mengajak ngobrol mereka berdua dan terpaksa Sara harus menurunkan egonya untuk berbicara juga dengan Banyu."Kalian sering-sering jogging begini deh kalau pagi. Ya selain biar sehat juga interaksi sama orang-orang biar gak dikira sombong." ujar mami Lucy setelah menyapa Pak Satpam, tukang kebun yang sedang menyapu dan ibu tukang sayur keliling."Iya Mi." ujar Sara sambil terkekeh canggung. Mana pernah mereka berdua jogging begini? Banyu serin
Di kepala Sara kini bergumul banyak sekali hipotesis yang belum terpecahkan terkait bagaimana reaksi mami Lucy setelah tahu tentang keluarganya. Apakah beliau akan meminta Banyu menceraikannya? atau malah mami Lucy mengerti posisinya sekarang? Sara tidak terlalu mengkhawatirkan kalau itu soal perpisahan dengan Banyu. Dari awal mereka memang tak pernah melibatkan perasaan yang mendalam, jadi mungkin itu akan bisa diterima dengan mudah. Hanya saja ia takut mengecewakan mami Lucy yang semenjak kedatangannya ke rumah ini, beliau begitu baik dan sayang dengannya. Mami benar-benar memperlakukan Sara sebagai seorang menantu kesayangan dan itu adalah impian banyak perempuan di luar sana."Kamu ingin aku gimana?" tanya Banyu dengan santai saat Sara sedang mengeringkan rambutnya dan duduk di kursi yang ia pindahkan ke depan standing mirror."Ceritakan aja semua ke Mami Lucy." ujar Sara tanpa menoleh. Setelah ini, Mami Lucy pasti akan bertanya soal perkataan lelaki asing tadi dan Sara memutuskan
"Mau kemana Bay?" Suara Mami itu terdengar saat Banyu dengan langkah sedikit terburu melewati ruang tengah. Ia pun menghentikan langkahnya lalu menoleh pada Mami dengan wajah yang lumayan semrawut tapi mencoba dipaksa tersenyum khas Banyu biasanya. "Ada urusan bentar Mi. Gak lama.""Mami tanyanya kemana, bukan ngapain."Aduh, Mami mulai mode interogasi."Ke tempat temen Banyu Mi, dia lagi butuh bantuan Banyu." Sejujurnya ia sudah merasa banyak bersalah hari ini karena membohongi maminya. Namun, kali ini ia belum bisa jujur apalagi ini menyangkut Hira. Lima menit lalu, Hira telepon dan meminta Banyu datang sambil menangis. Entah apa yang terjadi dengan perempuan itu, tapi Banyu cukup tahu dari tangisannya, Hira sedang tidak baik-baik saja. "Kalau gitu boleh kan Mami nebeng ke rumah Jeng Ana?" tanya Mami.Banyu mengingat kembali nama itu. Nama sahabat maminya yang rumahnya tentu saja lawan arah dari apartemen.
Sore itu, Banyu tidak menyangka jika ia ditelpon oleh orang asing menggunakan nomor Hira. Badan yang sudah lelah karena mengurus perusahaan rintisan yang baru dua tahun dibangun dengan berbagai masalahnya. Ia memijat pelipisnya sambil terus menyetir ke tempat dimana orang asing itu menginformasikan lokasi Hira.Atap sebuah Mall besar itu dilingkupi langit yang gelap mendung. Banyu melihat tubuh Hira yang berdiri di ambang pembatas dengan nanar. Ia tahu masalah Hira sangat rumit; orang tua yang tidak peduli, kekasih yang ia cintai memutuskan pergi, dan vonis bahwa ia mengalami gangguan mental ringan. Hira yang ceria, lembut dan penuh senyum itu tak pernah ia lihat lagi. Banyu paham situasi dan ia harus menolong Hira, perempuan yang sejak lama menjadi sahabat yang diam-diam ia sukai.Banyu memanggil Hira dengan penuh kelembutan. Langkahnya perlahan mendekat dan mencoba tak bersuara terlalu keras supaya Hira tak terganggu dengan suara apapun. Angin pertanda hujan yang kian kencang, mener