"Jadi Kalian mau tinggal di Jakarta? daerah mana? dekat sama Davi?. " Pertanyaan beruntun diucapkan Dwi saat anak dan menantunya berpamitan untuk pulang ke Jakarta.
"Daerah Jakarta Selatan, apartemen aku yang dulu, " jawab Nanda yang akhirnya bisa membujuk Rafa tinggal di sana, bukan di rumah Jagakarsa.
"Jauh ya dari rumah Kakakmu?."tanya Dwi lagi.
"Lumayan"jawab Nanda.
"Oh ya, sebenarnya ada hal penting. Mengenai ibumu. " Dwi menatap Rafa.
"Kenapa?."
"Apa dia tahu tentang pernikahan Kalian? Gimana ya? Maksud Bunda, saat ini Kami ada beberapa proyek bareng, tidak mungkin merahasiakan hal ini, barusan saja dia kirim pesan, naskah novel milik Ana sedang tahap editing. Bunda jadi bingung. "
"Cepat sekali,"Komentar Nanda
"Naskah novel yang mana? Yang seperti kemarin?. " Rafa bertanya kepada istrinya.
"Bukan, beda, yang ini aku tulis selama bertapa di sini. "
Rafa terkeke
"Siapa yang masak?," tanya Radian di tengah acara makan malam saat ini, sang Kepala keluarga itu melihat menu yang tersaji di meja makan. Sop daging sapi dan rica ayam pedas."Istrinya Mas Rafa, Bibi cuma bantuin," jawab asisten rumah tangga di rumah itu."Kenapa Pa, ngga cocok? Aku malah nambah," ujar Restu yang kembali ada di sana untuk alasan mengambil mobil."Enak masakannya." Radian kembali melanjutkan makan.Tidak lama Lelaki itu melihat ke sekeliling ruangan, mencari keberadaan anak dan menantunya."Kemana mereka?.""Mau packing baju katanya, di kamar."jawab Restu."Ooh.""Aku jadi pakai mobil ya Pa, Mama udah kasih izin."Restu kembali mengutarakan niatnya membawa mobil ke Bandung."Iya, hati hati , jangan kebut kebutan. "Rafa dan Nanda terlihat turun dari lantai atas, masing masing membawa ransel."Koper kan ada, kenapa ngga dipakai?." Radian me
Melalui jendela mobil, Nanda melihat Rafa mengarahkan kendaraan mereka ke sebuah hotel.Waktu menunjukkan jam sepuluh malam."Ngapain ke sini?," tanya wanita itu kepada lelaki di samping yang sedang memutar stir mobil dan berusaha mencari tempat untuk memarkir Xpander cross putih miliknya."Tidur." jawab Rafa singkat."Di apartemen juga bisa kali.""Lebih dekat ke kantor, besok rapat direksi takut kesiangan.""Ooh, aku kira mau pacaran di sini.""Sekalian itu juga.kemarin kan ngga jadi. Kita coba lagi. "Nanda terdiam, dia teringat peristiwa kemarin malam. Mereka berdua tidak jadi melewati malam pertama. Karena dia yang menjadi ragu dan Rafa merasa kasihan padanya."Masih takut?, " tanya Rafa dengan senyuman penuh arti."Siapa takut. ""Bener?.""Lihat saja nanti."Rafa membawa salah satu ransel di pundak dan mendorong koper Nanda. Mereka menuju lobby hotel untuk mengambi
Rafa duduk termenung di kursi kerja, membelakangi meja,menatap pemandangan luar gedung dari balik kaca.Azka duduk di sofa sambil meneliti beberapa berkas.Rapat sudah selesai tiga puluh menit yang lalu.Hasil pertemuan selama hampir dua jam itu kembali menempatkan Rafa dalam posisi yang sulit.Dia dianggap tidak becus karena Perusahaan mengalami kerugian tidak sedikit akibat beberapa Ide dan cara mengelola keuangan yang Ia terapkan selama dua bulan bekerja.Kesimpulannya Dia bukan Bendahara Perusahaan yang kompeten.Ada dua buah laporan yang beredar di tengah rapat tadi. Salah satunya yang Dia tanda tangani pada hari Jumat, sebelum berangkat ke Bogor.Sedangkan laporan yang satu lagi datang menyusul setelahnya, dibagikan oleh sekertaris CEO yang menurut pihak mereka berisi data valid Perusahaan. Kondisi keuangan saat ini,paling terbaru.Hampir semua orang yang hadir di sana menganggap dirinya punya kepentingan pribadi, melampa
"Tahu diri sedikit jadi orang, kalau bukan karena Ibuku, Lo ngga bisa apa apa." terdengar suara Raga, membalas perkataan Rafa.Tangan Rafa masih memegang handle pintu.Emosinya mulai naik, dia tidak suka jika seseorang mengungkit nasib dirinya yang dibesarkan ibu tiri dari sejak bayi dan terkesan tidak tahu terima kasih.Siapa juga yang minta perempuan itu untuk merawat dia? Kalau seumur hidup harus membalas budi dengan cara yang menyakitkan. Menuruti semua perintah Ibu tiri termasuk menjauhi Nanda."Gue memang ngga bisa apa apa, termasuk bersaing dengan manusia macam Lo, jadi berhentilah sampai di sini. Lo boleh ambil semuanya termasuk Papa. Jangan usik hidup gue lagi."Rafa keluar dari ruangan setelah mengatakan itu.***Nanda menekan tombol hijau di ponsel, suaminya menelpon. sudah jam dua siang dan dia melupakan makan siang, keasyikan mengetik naskah novel di laptop."Sudah makan? " terdengar suara Rafa dari ujung t
"Apa yang terjadi?, " tanya Radian saat melihat anak tertuanya duduk di sofa yang ada di ruang kerja. Rumah tampak sepi, hanya ada mereka berdua. "Papa pasti sudah tahu. Masa tidak ada yang melapor?. " Rafa berdecak, mana mungkin ayahnya tidak mengawasi keadaan kantor. Ada beberapa orang kepercayaan yang masih sangat loyal.Dan Dia tahu itu. Radian menatap anaknya, serius ,dan berusaha menemukan jawaban atas pertanyaan yang bercokol di pikirannya sejak tadi siang. "Bagaimana selanjutnya?, keputusan apa yang hendak kamu ambil?." Radian akhirnya bertanya untuk lebih jelas daripada sibuk menerka. "Papa pasti sudah tahu juga, kalau di posisi sekarang, aku bakal apa?." "Jangan main tebak tebakan, pusing, Nak!." "Sepertinya Perusahaan masih butuh Papa, bukan aku. Saat Papa masuk usia pensiun, ada Restu yang gantikan." "Kamu menyerah lagi?." "Papa lebih tahu, apa yang menjadi minatku untuk berkarir, lagipula a
Mobil yang dikendarai Rafa berhenti di depan sebuah rumah minimalis yang berada dalam suatu komplek perumahan di daerah Tangerang.Rumah yang tampak sepi, dua buah motor terparkir di halaman. Pemiliknya pasti ada di dalam, mungkin sedang menunggu kedatangan mereka."Bener yang ini rumahnya?." Nanda memeriksa nomor rumah sesuai dengan info dari Davi, beberapa jam yang lalu."Iya, google ngga mungkin salah."Rafa menutup aplikasi maps yang memberinya petunjuk sejak awal keberangkatan.Pintu rumah terbuka, seorang wanita menyambut kedatangan mereka yang membawa banyak pelastik berisi oleh oleh untuk semua penghuni rumah."Sudah datang, dari tadi? Ayo masuk."Nanda mengenali wanita itu adalah istri Papa yang sekarang. Dia hanya tersenyum, tidak menjawab pertanyaan."Baru saja, belum lama. " Nanda menoleh ke samping, suaminya sedang tersenyum dan menjawab pertanyaan Irawaty.Dua orang bocah menyusu
"Nginap dua malam?nanti aku bagaimana?satu malam aja cukup, jam sembilan aku jemput." Rafa tidak setuju keinginan istrinya untuk menginap di tempat Desi terlalu lama.Dia tidak mau tidur sendirian hanya ditemani guling.Nanda yang baru selesai membereskan piring bekas sarapan bergegas menghampiri lelaki itu."Desi menikah tidak setiap hari, kasihan dia sebatang kara. Di hotel sendirian ngga boleh ke mana mana ,dipingit ."Nanda berusaha membujuk suaminya."Ya, tapi kan sekarang kamu udah punya suami, bukan anak gaul seperti dulu.""Kapan aku jadi anak gaul? Temenku cuma dia doang. Emangnya Kamu ,di sekolah juga udah jadi artis. ""Artis apaan? Ngarang.""Pokoknya Kamu terkenal seantero sekolah, banyak penggemarnya.gitu, ngerti ngga sih? , malah ngomongin hal ngga penting. pokoknya aku udah minta izin, aku nginap dua hari, titik.""Awas aja kalo berani. " Rafa tetap melarang."Jangan posesif ya!. ""
Desi dan Arpan sudah sah menjadi sepasang suami istri tadi pagi. Sore ini waktunya resepsi. Rafa yang tugasnya sudah digantikan fotografer lain dari pihak Wedding Organizer terlihat duduk santai sambil makan hidangan khas acara pernikahan. Davi yang datang bersama Mutia dan Alisa menghampiri lelaki itu, ingin berkumpul sebagai keluarga. "Istri Lo mana?."Davi menanyakan keberadaan adiknya. "Dipanggil Desi, tuh ada di Pelaminan. " Rafa menunjuk Nanda yang berdiri di samping kiri Desi. Beberapa orang tamu sedang mengantri untuk bersalaman. "Ooh, kirain tadi siapa yang jadi bridesmaid."ujar Mutia. Rafa melambaikan tangan pada Nanda. Menyuruh perempuan itu turun. Dua orang kakak Arpan akan menggantikan posisinya. Nanda yang sudah ada di bawah, langsung memeluk Alisa. "Tante, katanya udah nikah sama Om?," tanya anak perempuan itu. "Iya, sudah. " "Kok aku ngga dia