Rafa duduk termenung di kursi kerja, membelakangi meja,menatap pemandangan luar gedung dari balik kaca.Azka duduk di sofa sambil meneliti beberapa berkas.
Rapat sudah selesai tiga puluh menit yang lalu.Hasil pertemuan selama hampir dua jam itu kembali menempatkan Rafa dalam posisi yang sulit.
Dia dianggap tidak becus karena Perusahaan mengalami kerugian tidak sedikit akibat beberapa Ide dan cara mengelola keuangan yang Ia terapkan selama dua bulan bekerja.Kesimpulannya Dia bukan Bendahara Perusahaan yang kompeten.
Ada dua buah laporan yang beredar di tengah rapat tadi. Salah satunya yang Dia tanda tangani pada hari Jumat, sebelum berangkat ke Bogor.
Sedangkan laporan yang satu lagi datang menyusul setelahnya, dibagikan oleh sekertaris CEO yang menurut pihak mereka berisi data valid Perusahaan. Kondisi keuangan saat ini,paling terbaru.
Hampir semua orang yang hadir di sana menganggap dirinya punya kepentingan pribadi, melampa
"Tahu diri sedikit jadi orang, kalau bukan karena Ibuku, Lo ngga bisa apa apa." terdengar suara Raga, membalas perkataan Rafa.Tangan Rafa masih memegang handle pintu.Emosinya mulai naik, dia tidak suka jika seseorang mengungkit nasib dirinya yang dibesarkan ibu tiri dari sejak bayi dan terkesan tidak tahu terima kasih.Siapa juga yang minta perempuan itu untuk merawat dia? Kalau seumur hidup harus membalas budi dengan cara yang menyakitkan. Menuruti semua perintah Ibu tiri termasuk menjauhi Nanda."Gue memang ngga bisa apa apa, termasuk bersaing dengan manusia macam Lo, jadi berhentilah sampai di sini. Lo boleh ambil semuanya termasuk Papa. Jangan usik hidup gue lagi."Rafa keluar dari ruangan setelah mengatakan itu.***Nanda menekan tombol hijau di ponsel, suaminya menelpon. sudah jam dua siang dan dia melupakan makan siang, keasyikan mengetik naskah novel di laptop."Sudah makan? " terdengar suara Rafa dari ujung t
"Apa yang terjadi?, " tanya Radian saat melihat anak tertuanya duduk di sofa yang ada di ruang kerja. Rumah tampak sepi, hanya ada mereka berdua. "Papa pasti sudah tahu. Masa tidak ada yang melapor?. " Rafa berdecak, mana mungkin ayahnya tidak mengawasi keadaan kantor. Ada beberapa orang kepercayaan yang masih sangat loyal.Dan Dia tahu itu. Radian menatap anaknya, serius ,dan berusaha menemukan jawaban atas pertanyaan yang bercokol di pikirannya sejak tadi siang. "Bagaimana selanjutnya?, keputusan apa yang hendak kamu ambil?." Radian akhirnya bertanya untuk lebih jelas daripada sibuk menerka. "Papa pasti sudah tahu juga, kalau di posisi sekarang, aku bakal apa?." "Jangan main tebak tebakan, pusing, Nak!." "Sepertinya Perusahaan masih butuh Papa, bukan aku. Saat Papa masuk usia pensiun, ada Restu yang gantikan." "Kamu menyerah lagi?." "Papa lebih tahu, apa yang menjadi minatku untuk berkarir, lagipula a
Mobil yang dikendarai Rafa berhenti di depan sebuah rumah minimalis yang berada dalam suatu komplek perumahan di daerah Tangerang.Rumah yang tampak sepi, dua buah motor terparkir di halaman. Pemiliknya pasti ada di dalam, mungkin sedang menunggu kedatangan mereka."Bener yang ini rumahnya?." Nanda memeriksa nomor rumah sesuai dengan info dari Davi, beberapa jam yang lalu."Iya, google ngga mungkin salah."Rafa menutup aplikasi maps yang memberinya petunjuk sejak awal keberangkatan.Pintu rumah terbuka, seorang wanita menyambut kedatangan mereka yang membawa banyak pelastik berisi oleh oleh untuk semua penghuni rumah."Sudah datang, dari tadi? Ayo masuk."Nanda mengenali wanita itu adalah istri Papa yang sekarang. Dia hanya tersenyum, tidak menjawab pertanyaan."Baru saja, belum lama. " Nanda menoleh ke samping, suaminya sedang tersenyum dan menjawab pertanyaan Irawaty.Dua orang bocah menyusu
"Nginap dua malam?nanti aku bagaimana?satu malam aja cukup, jam sembilan aku jemput." Rafa tidak setuju keinginan istrinya untuk menginap di tempat Desi terlalu lama.Dia tidak mau tidur sendirian hanya ditemani guling.Nanda yang baru selesai membereskan piring bekas sarapan bergegas menghampiri lelaki itu."Desi menikah tidak setiap hari, kasihan dia sebatang kara. Di hotel sendirian ngga boleh ke mana mana ,dipingit ."Nanda berusaha membujuk suaminya."Ya, tapi kan sekarang kamu udah punya suami, bukan anak gaul seperti dulu.""Kapan aku jadi anak gaul? Temenku cuma dia doang. Emangnya Kamu ,di sekolah juga udah jadi artis. ""Artis apaan? Ngarang.""Pokoknya Kamu terkenal seantero sekolah, banyak penggemarnya.gitu, ngerti ngga sih? , malah ngomongin hal ngga penting. pokoknya aku udah minta izin, aku nginap dua hari, titik.""Awas aja kalo berani. " Rafa tetap melarang."Jangan posesif ya!. ""
Desi dan Arpan sudah sah menjadi sepasang suami istri tadi pagi. Sore ini waktunya resepsi. Rafa yang tugasnya sudah digantikan fotografer lain dari pihak Wedding Organizer terlihat duduk santai sambil makan hidangan khas acara pernikahan. Davi yang datang bersama Mutia dan Alisa menghampiri lelaki itu, ingin berkumpul sebagai keluarga. "Istri Lo mana?."Davi menanyakan keberadaan adiknya. "Dipanggil Desi, tuh ada di Pelaminan. " Rafa menunjuk Nanda yang berdiri di samping kiri Desi. Beberapa orang tamu sedang mengantri untuk bersalaman. "Ooh, kirain tadi siapa yang jadi bridesmaid."ujar Mutia. Rafa melambaikan tangan pada Nanda. Menyuruh perempuan itu turun. Dua orang kakak Arpan akan menggantikan posisinya. Nanda yang sudah ada di bawah, langsung memeluk Alisa. "Tante, katanya udah nikah sama Om?," tanya anak perempuan itu. "Iya, sudah. " "Kok aku ngga dia
Amara mengikuti langkah Rafa yang akan mengantarnya sampai ke taksi online yang dipesan Lelaki itu. "Kamu masih lama di sini? , Aku bisa nunggu padahal, pulang sama sama." Perempuan itu mempercepat langkah agar sejalan dengan Rafa yang tampak terburu buru. "Aku sudah ada janji. " Rafa melihat ke arah ponsel, mobil xenia hitam sudah datang , sesuai dengan yang tertera di aplikasi. "Itu mobilnya!," tunjuk lelaki itu. "Oh ya, soal istriku, tolong hargai Dia, Apa yang terjadi dengan hubungan kita di masa lalu, itu kesalahanku. " "Istri?. " "Nanda, aku sudah menikahinya. " Rafa berlalu, kembali masuk ke gedung resepsi, mengabaikan Amara yang masih terkejut dengan apa yang didengarnya. *** Rafa dan istrinya sudah check out dari hotel, dan sesuai keinginan Nanda harusnya mereka akan mulai tinggal di apartemen milik perempuan itu. Tapi ternyata Rafa punya rencana lain, saat mereka berdua ting
Aktivitas pagi di rumah baru, sendirian, karena suami bekerja. Nanda mencuci semua pakaian kotor milik Dia dan Rafa yang menggunung kemudian menjemurnya di lantai atas hingga tampak berderet.Pukul satu siang, setelah memakan mie instan, perempuan itu membuka satu tas ransel milik Rafa.Tadi pagi dia menemukan harta karun di sana. Buku diary miliknya, ternyata lelaki itu membawa benda itu ke mana mana di dalam tas yang selalu Ia bawa saat pemotretan atau pergi ke suatu tempat.Ada beberapa coretan di setiap lembar tulisan atau halaman, termasuk untuk bagian judul. Rafa menutup kata NEVER dengan tulisan ALWAYS.Coretan dan komentar di beberapa halaman berbentuk tulisan tangan yang sedikit berantakan, tidak terlalu bagus, sepertinya disengaja. Biar dibaca dan terkesan lucu.Komentarnya tidak jauh dari KataApaan nih?, Galau terus, Halu pasti, bangun! Jangan mimpi, Nangis lagi, Lucu juga, mending tidur, Kenapa lagi? ,Bet
Rafa yang berada di balik kemudi melihat ada panggilan telpon dari adiknya, Raga. Suasana jalan yang mulai sepi memudahkan lelaki itu untuk segera menepi. Menjawab panggilan itu segera."Maminya Irene meninggal,kita bertemu di rumah, " Kata Raga di detik awal panggilan tersambung."Banyak orang di sana, gue ngga mau mancing keributan. ""Cari sendiri kalau begitu. ""Di mana Lo sembunyikan istri gue, Hah?. ""Temukan sendiri, seperti yang Lo minta,gue tidak akan lagi mengusik Kalian. "Panggilan berhenti.Rafa mencari kontak nama lain. Seseorang yang kemarin berseteru dengan istrinya di gedung resepsi. Panggilan tersambung setelah beberapa saat menunggu. Tiba tiba ada keraguan, Rafa yang kebingungan menutup kembali panggilan dan beralih menelpon adik dari perempuan itu."Kenapa?. " tanya Lelaki bernama Ananta merasa heran mendapat telpon dari teman sekaligus rivalnya tersebut."Lo di Jakarta?.""Iy