Neraka untuk Adik Madu

Neraka untuk Adik Madu

last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-05
Oleh:  FK_FahiraTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 Peringkat. 1 Ulasan
90Bab
29.1KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Vita, seorang perempuan yang cantik, cerdas dan berasal dari keluarga kaya. Perempuan itu menerima pinangan dari lelaki berlatar belakang sederhana. Begitu pun dengan yang dilakukan oleh kedua orangtua Vita, mereka menerima lelaki pilihan anak semata wayangnya itu. Namun siapa sangka, di saat Vita merasakan kebahagiaan yang luar biasa setelah kelahiran putranya, tanpa perasaan sang suami membawakan madu untuknya. Rencana demi rencana telah Vita susun, hingga pada akhirnya sang pengkhianat masuk ke dalam neraka yang ia ciptakan.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1

Suara derit pintu terdengar seiring daun pintu terbuka, membuatku menoleh ke arah sumber suara. Sedetik kemudian terlihatlah sosok lelaki tampan bertubuh tegap, dengan kumis tipis dan berahang tegas. 

Lelaki itu tersenyum lalu melangkah mendekatiku yang sedang duduk di tepi ranjang. Langkahnya terhenti lalu menimpa tubuhnya di sampingku.

"Jagoan Papa udah bobok ya ternyata. Padahal mau Papa ajak nonton bola," ucap Mas Pandu seraya mengelus pipi Daffa. 

"Tadi bangun Kemana-mana, aku kasih ASI terus dia tidur lagi, Mas," jawabku berbisik. Aku beringsut dari tidur dengan gerakan pelan, tak ingin mengganggu Daffa yang sedang nyaman. 

“Mau ditaruh kotak?” 

"Iya, Mas."

"Sini, biar Mas bantu." Mas Pandu mengambil alih Daffa dari gendonganku. Dengan pelan, ia membawa Daffa lalu meletakkannya di box bayi.

Kembali kurebahkan tubuhku dengan sandaran di kepala ranjang. Mas Pandu kembali mendekatiku lalu duduk tepat di sampingku. ia menghembuskan napas panjang berulang kali dengan pandangannya lurus ke depan. Aku tahu, pasti ada suatu hal penting yang ingin ia ciptakan.

"Kenapa, Mas? Ada yang mau bertanya?" pertanyaan memecah keheningan. Lelaki itu menoleh ke arahku, lalu mengangguk pelan.

"Ada apa?" bertanya

"Mas harap, kamu jangan marah. Dengarkan penjelasan Mas sampai akhir." 

"Tergantung."

"Tergantung?" tanyanya dengan kening berkerut dan alis yang saling bertautan. Aku mengangguk, "Tergantung apa yang ingin kamu hasilkan."

"Tapi janji, jangan menyela dan berkunjung ke Mas sampai selesai."

"Oke. Baiklah."

"Vit, Mas berencana untuk menikah lagi." 

Bagaikan dihantam palu godam. Tubuhku tersentak. Bibirku melongo sempurna dengan kedua bola mata yang melotot tak percaya. ekspresiku ekspresiku, kututup mulutku dengan telapak tangan yang mulai gemetar.

"Aku–menikah lagi?" pastikan, mungkin aku hanya salah dengar. Kalau pun tak salah dengar, berharap apa yang diucapkan Mas Pandu hanya sebatas gurauan.

"Iya." Terasa Mas Pandu meraih genggaman, lalu digenggamnya dengan erat. "Dengarkan penjelasanku dulu...," pintanya.

Aku bergeming. 

Keadaan menjadi hening, hanya terdengar detak jarum jam. Kutarik tangan dari genggaman Mas Pandu. 

"Aku kurang apa, Mas, hingga kamu berniat menikah lagi?" Dengan nada suara bergetar akhirnya satu pertanyaan lolos dari tenggorokanku. Lelaki itu berusaha lagi untuk menggenggam tanganku. Namun aku terus menghindari gerakan-gerakan itu.

"Empat puluh hari ke depan kamu tidak bisa melakukan kewajiban kamu selayaknya seorang istri, Vit."

"Kewajiban apa yang kamu maksud, Mas? kita sudah terikat untuk menyewa Seni, setidaknya sampai Daffa mulai? Oke. Jika kamu memintaku untuk memenuhi kewajibanku sebagaimana layaknya seorang istri, aku akan melakukannya, Mas. Biar kubilang sendiri sama Mbok Jum, supaya dia mencari pekerjaan yang lain," jawabku berusaha tenang meskipun dada bergemuruh tak karuan.

"Bukan. Bukan soal itu."

"Lalu apa? Urusan ranjang?" bertanya cepat dan Mas Pandu mengangguk. Untuk kesekian kali tubuhnya ini kembali tersentak kaget.

"Mas, bekas jahitan karena melahirkan putramu belum juga kering, tapi dengan entengnya kamu mengatakan ingin menikah lagi?" desisku terhenti. Kuhembuskan napas kasar. 

Kepalaku tak percaya, pandanganku semakin mengabur. "Dan karena urusan kepuasan kamu ingin menikah lagi. Benar-benar keterlaluan!" 

"Vit, latihan lebih baik aku menikah, daripada harus berzina dengan menyewa perempuan di luar sana? Memilih aku untuk berselingkuh?" ucap Mas Pandu penuh penekanan. Aku benar-benar tak habis pikir dibuatnya.

Aku tersenyum miris. "Mas, bukan hanya kamu saja yang merasakan hal seperti ini. Bahkan banyak lelaki di luar sana yang menahan hasratnya karena istri takut melakukan hubungan pasca jalan lahir mereka dijahit. Bukan hanya sebulan dua bulan, Mas. Tapi berbulan-bulan. Suaminya mengerti akan ketakutan istri. Suaminya tak berani adalah istrinya. Suaminya rela menunggu wanitanya hingga rasa takut itu hilang sendirinya. Lantas, mengapa kamu tidak bisa menahan sebentar saja, Mas?" 

"Jangan samakan aku dengan lelaki lain!"

"Aku tidak menyamakanmu dengan orang lain. Aku hanya memberikan contoh!" geramku.

"Jadi kamu lebih memilih aku berselingkuh hingga akhirnya berzina?" Nada suara Mas Pandu mulai meninggi. Kuhembuskan napas panjang. berharap mampu melihat sedikit emosi yang mulai terbakar.

Andai bekas jahitan pasca melahirkan ini sudah kering, pasti kuhajar lelaki yang ada di depanku saat ini. 

"Meskipun aku menikah lagi, kamu masih memiliki hak. Semua orang hanya akan tahu kamu satu-satunya istriku. Kamu yang memegang aset-asetku." Nada suaranya sedikit melemah.

"Untuk apa mereka mengetahui kalau aku satu-satunya istrimu, sedangkan kenyataanya kau berikan madu untukku? Untuk apa kupegang aset-aset itu, jika sebenarnya harus kubagi suamiku?"

"Vit!" 

"Dan parahnya lagi, kau berikan madu untukku sebagai hadiah setelah melahirkan putramu. Benar-benar hadiah yang mengejutkan." Kali ini kutatap dengan tajam wajah lelaki itu. Sorot matanya yang dipenuhi binar cinta, kali ini hanya kutemukan sorot mata yang ... entah.

"Apapun keputusanmu, tak akan bisa mengurungkan niatku!" katanya.

Cairan bening itu kini telah berubah menjadi buliran-buliran yang mulai berdesakan untuk mencari jalan keluarnya.

Kuusap sudut pandang kasar, sebelum butiran itu terjatuh dari tempatnya. Aku beringsut dari ranjang tidur, lalu melangkah. Pandanganku membocorkan ke luar jendela. Air mata mulai berderai dengan begitu derasnya, seiring dengan sesak di dada yang kian mendera.

Sakit. 

Sakit sekali rasanya. 

Bahkan, jauh lebih dibandingkan dibandingkan saat bertaruh nyawa untuk melahirkan anak dari seorang lelaki yang telah menorehkan luka. Jauh lebih perih dan nyeri dibandingkan saat dokter mulai menjahit bekas luka.

"Apa perempuan itu juga mau untuk kamu nikahi?" bertanya tanpa menoleh ke arah Mas Pandu. 

"Ya," pelan, sontak aku menoleh ke arahnya.

"Jadi yang kedua?" bertanya lagi, dan Mas Pandu mengangguk. 

"Dia perempuan baik, Vit. Aku yakin, dia bisa menjadi madu yang baik untukmu." Aku melangkah mendekati Mas Pandu. Tak ada fakta kutemukan rasa bersalah dari wajahnya. Bahkan sorot matanya penuh dengan permintaan.

"Mas, wanita baik-baik itu tak akan mengambil alih milik perempuan lain. Perempuan baik-baik itu tidak akan menjadi badai untuk menghancurkan istana orang lain. Kau tahu, wanita yang kau sebut akan menjadi yang baik untukku itu tak ubahnya seperti pencuri !" 

"Lidya bukan pencuri, Vit. Dia tidak mengambilku dari kamu. Kau hanya berbagi. Itu saja. Lalu, apa susahnya?!"

Plak!

Satu tamparan keras mendarat di wajah lelaki yang selama ini begitu kuhormati, kusegani, dan kusayangi. Kini, lelaki yang sudah kucintai dengan teganya menorehkan luka di hati. Tega menghancurkan cinta yang suci. 

"Beraninya kau hadiahku?!" 

"Hatiku jauh lebih sakit daripada tamparan yang kuberikan, Mas!" teriakku kesetanan, kedua tanganku terkepal dengan kuat. Namun tiba-tiba Daffa menangis kencang. Kuhembuskan napas kasar, lalu menuju ke mana Daffa berada. 

Dengan pelan kuambil bayi mungil itu lalu kegendong. Aku duduk di tepi ranjang, di seberang di mana Mas Pandu berada. Kulepas doa kancing bajuku, lalu kuberikan Asi untuk Daffa, berharap segera berhenti menangisnya. Namun daffa menolak untuk kuberikan ASI. 

Aku kembali beranjak, kutimang-timang. Namun Daffa semakin meronta hingga tangisnya semakin kencang. 

"Jangan menangis, Sayang...." Terus kutimang bayi mungil itu. Namun tangisnya tak kunjung reda.

"Diamkan Daffa, baru kita bicara lagi!" Terlihat Mas Pandu beranjak dari tempat duduknya lalu berjalan ke arah pintu.

rem!

Suara dentuman yang kencang akibat beradunya daun pintu dan tembok akibat dari Mas Pandu menutup pintu dengan kencang, hingga membuat tangisan Daffa semakin tak terkendalikan.

"Diam dong, Sayang. Jangan nangis." Saya semakin bingung dibuatnya. Perasaan kesal yang belum reda karena Mas Pandu, kini ditambah Daffa yang terus meronta dan menangis. Membuat kepala ini semakin berdenyut sakit.

"Apasih maumu? Dikasih ASI nggak mau. Ditimang tangismu tak kunjung reda. Jangan bikin Mama kesal, Daf ...." Kuletakkan Daffa di atas kasur, hingga tangisnya semakin menggema memenuhi ruangan. Aku duduk frustasi di tepi ranjang. Kuusap. aku menoleh ke arah bayi mungil yang tak henti-hentinya mengeluarkan suara yang membuat diri ini kesal.

berikut akan pesan Mama, 'Bayi itu sensitif akan perasaan Ibunya. Jika anak menangis dalam gendongan ibunya sendiri. Mungkin dia merasa tak nyaman. Itu bisa jadi pikiran dan hati ibunya sedang kacau. Sering-sering ber-istighfar, supaya pikiran kamu tenang dan bayi nyaman di pelukan kamu. Kelak ... jangan terlalu larut dalam pikiran sampai stres, karena tak bisa dipungkiri bayi pun akan menikmati pula itu.'

Kupejamkan kedua mataku, "Astagfirullah...," lirihku berulang kali. Kuhela napas panjang dan kukeluarkan secara perlahan. Terkesan membuat saya merasa sedikit emosi. Kuulangi beberapa kali hingga rasa sesak itu sedikit berkurang. 

Kuangkat kembali Daffa, kutimang-timang dia dengan kukecup pipinya.

Beberapa saat kemudian, Daffa mulai sedikit tenang. Kuberikan ASI untuknya dan dia pun menerimanya. Ternyata memang benar yang dikatakan oleh Mama. Kutatap wajah mungil itu yang sempat kujadikan pelampiasan keinginan, ada rasa sesal karena sempat membentaknya.

Setelah Daffa mulai kembali terpejam, kuletakkan kembali ia tidak seperti semula. Kubelai pipinya, namun tiba-tiba bibir mungil itu tersenyum. Senyum yang dianggap sebagai sisa amarah dan gemuruh di dalam dada. 

Bersambung ya.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
miss calla
Gak ada lanjutan lagi ya?
2022-05-11 10:10:47
1
90 Bab
Bab 1
Suara derit pintu terdengar seiring daun pintu terbuka, membuatku menoleh ke arah sumber suara. Sedetik kemudian terlihatlah sosok lelaki tampan bertubuh tegap, dengan kumis tipis dan berahang tegas.  Lelaki itu tersenyum lalu melangkah mendekatiku yang sedang duduk di tepi ranjang. Langkahnya terhenti lalu menimpa tubuhnya di sampingku.  "Jagoan Papa udah bobok ya ternyata. Padahal mau Papa ajak nonton bola," ucap Mas Pandu seraya mengelus pipi Daffa.   
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-04-20
Baca selengkapnya
Bab 2
Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 20.00 Wib. Sejak Mas Pandu ke luar karena tangisan Daffa, ia tak kunjung pulang. Aku beringsut dari sebelah ranjang, melihat Daffa sedang tertidur nyenyak. Lalu aku melangkah menuju jendela, kusibak tirai dan kubuka jendela. adalah angin yang menghambur ke tubuhku.   Aku berdiri dengan tubuh bersandar, ucapan Mas Pandu saat ia mengatakan keinginannya terus terngiang di telingaku. Hingga membuat dada ini kembali terasa sesak. Seperti ada bongkahan batu yang menghimpit d
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-04-20
Baca selengkapnya
Bab 3
Mataku mengerjap pelan saat terasa ada seseorang yang menggoyang-goyangkan tubuhku dan memanggil namaku dengan pelan.  "Ada apa, Mbok?" bertanya saat lamat-lamat terlihat Mbok Jum sedang berdiri di samping sampingku. Kedua mataku kembali menutup, sungguh kedua mata ini masih ingin terpejam. Enggan untuk terbuka.  "Den Daffa nangis, Bu. Mungkin dia haus," jawab Mbok Jum dengan posisi berdiri seraya menimang Daffa.  
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-04-20
Baca selengkapnya
Bab 4
Suara Mbok Jum yang memanggilku dengan diiringi ketukan halus pada daun pintu membuatku tersadar dari lamunan."Masuk," ucapku datar dengan tubuh yang masih terduduk di ranjang dan bersandar di kepala ranjang. Sedetik kemudian terlihat tubuh Mbok Jum menyembul dari balik pintu. Perempuan berbaju sederhana yang telah mengabdikan dirinya selama tujuh tahun menjadi ART di rumahku itu melangkah mendekat dengan membawa nampan di kedua tangannya. "Bu Vita sarapan dulu ya. Kasihan dari tadi pagi perutnya belum terisi," ucap Mbok Jum seraya menyerahkan s
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-04-20
Baca selengkapnya
Bab 5
"Sudah tenang?" ucap Aulia sewaktu-waktu setelah tangisku mereda. Kuurai pelukan itu, setelah kutumpahkan sesak, kecewa dan sakit hati yang ada di dadaku bersamaan dengan air mata yang keluar.   Aku mengangguk. Terasa tangan meremas genggaman tangan.   "Ceritalah. Akan kudengarkan segala beban yang ada di dalam benakmu." Aku mengangguk mendengar ucapan Aulia. Kuhela napas panjang dan kukeluarkan secara perlahan sebelum kumu
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-04-20
Baca selengkapnya
Bab 6
"Mbok." Panggilanku membuat tubuh Mbok Jum terlonjak kaget, cepat ia menoleh ke arahku. Lalu terlihat Mbok Jum meletakkan serbet yang tadi ia gunakan untuk membersihkan guci di ruangan keluarga. Tepat di depan kamarku."Maaf, Bu. Simbok kaget," ucapnya dengan tubuh sedikit membungkuk."Daffa di mana, Mbok?""Den Daffa?" tanya Mbok Jum seperti tidak percaya, aku mengangguk. Sedetik kemudian terlihat cairan bening menggenang di kedua pelupuk matanya."Mbok?!" "Eh, iya, Bu. Ibu sudah baikan?""Ya. Saya baik-baik saja, Mbok."Cepat Mbok Jum menghapus buliran bening yang hampir saja terjatuh dari tempatnya."Simbok nangis?""Enggak, Bu. Sebentar, Bu. Tadi Bu Vita tanya di mana Den Daffa kan? Bu Vita istirahat di kamar saja. Biar Simbok bawa Den Daffa ke kamar Bu Vita."
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-04-26
Baca selengkapnya
Bab 7
"Sekuat apapun kalian membujukku, tak akan bisa mengurungkan niatku. Vit, percayalah Lidya itu perempuan yang baik. Kamu hanya perlu sedikit beradaptasi, seiring berjalannya waktu kamu akan terbiasa dengan posisimu. Kamu hanya perlu belajar untuk sedikit berbagi."   Mendengar ucapan Mas Pandu membuat hati ini terasa nyeri, serasa ada yang meremasnya, kuat. Satu ucapan tapi mampu memporak-porandakan cinta ini. Satu ucapan tapi membuatku seperti terhempas dengan begitu kerasnya.  Apa dia pikir semudah itu membagi seorang suami?  Kukira dengan kedatangan Mama mertua bisa merubah segalanya. Namun semua hanya angan-angan belaka. Ucapan dan kemarahan Mama mertua tidak ada artinya.   Hanya air mata sebagai bentuk betapa sakit dan kecewa nya diri ini.   "Sudah. Tidak perlu berdebat lagi. Sama sekali t
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-04-26
Baca selengkapnya
Bab 8
"Assalamualaikum, Ma...," ucapku setelah kuangkat panggilan itu. Jantung ini terpacu jauh lebih kencang.  "Waalaikum salam. Vit kamu tahu foto suami kamu yang tersebar di dunia maya?"  Deg.  Sesaat kupejamkan kedua mataku. Benar dugaanku, soal itulah yang membuat Mama menghubungiku.  "Fo–foto mana, Ma? Vita nggak tahu," ucapku berbohong.  "Lihatlah akun faceb**k bernama Senja Mentari, dia memposting beberapa foto suami kamu dengan perempuan lain. Sekarang di mana Pandu?" Terdengar sekali nada suara Mama seperti orang menahan amarah.  "Mas Pandu sedang bekerja, Ma. Biar nanti kutanyakan sama Mas Pandu sial itu."  "Jika suami kamu terbukti selingkuh, tinggalkan dia! Kau mengerti?!"   "I–iya, Ma. Sudah ya Ma,
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-04-26
Baca selengkapnya
Bab 9
Wajah itu terlihat bingung menatapku. Keningnya berkerut dengan alis yang saling bertautan.  Kututup mulutku dengan telapak tanganku agar tawa ini bisa terhenti. Bagaimana aku tak menertawakan dirinya, saat ini ia menggunakan dalih agama untuk mendukung niatnya memperistri perempuan lain, sedangkan sebelumnya Mas Pandu telah mencicipi tubuh perempuan yang belum halal untuk disentuhnya?  "Kenapa kamu tertawa? Bukankah yang kukatakan itu benar adanya? Bahkan Tuhan menjanjikan surga untuk perempuan yang rela dan ikhlas untuk di madu."  Aku mengangguk seraya menahan bibir agar tak lagi menyemburkan tawa. Mas Pandu mengangkat sebelah alisnya.  "Memang poligami itu diizinkan dalam agama," ucapku terjeda. Mas Pandu mengangguk.  "Aku pun juga mendukung seorang lelaki diperbolehkan untuk poligami. Bahkan aku jug
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-04-26
Baca selengkapnya
Bab 10
"Hai, selamat pagi," sapaku yang membuat Lidya terkesiap. Lidya melihat uluran tanganku yang menggantung di udara. Dengan cepat dia menerima uluran tanganku.  "Pagi juga, Mbak Vita," ucapnya dengan suara yang dibuat-buat. Aku tersenyum, paksa.  "Silahkan duduk," ucapku dengan tenang, meskipun gemuruh di dada terasa tak beraturan.Aku berjalan menuju sofa single, lalu menghempaskan tubuhku di sana. Sebenarnya ingin sekali kuhajar perempuan itu, kucakar wajahnya dan kurobek mulutnya itu.  Namun sepertinya aku tidak sekejam itu. Aku masih memiliki hati, tidak seperti dirinya. Entah memang mati atau dipaksa mati nurani pada diri Mas Pandu, tanpa memikirkan perasaanku dia duduk tepat di samping Lidya, selingkuhannya itu. Bahkan sesekali mereka saling melirik lalu tersenyum. Aku tahu itu.   "Seperti permintaan kamu, Vit, aku memba
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-04-26
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status