Share

Bab 7

Author: FK_Fahira
last update Huling Na-update: 2022-04-26 14:17:27

"Sekuat apapun kalian membujukku, tak akan bisa mengurungkan niatku. Vit, percayalah Lidya itu perempuan yang baik. Kamu hanya perlu sedikit beradaptasi, seiring berjalannya waktu kamu akan terbiasa dengan posisimu. Kamu hanya perlu belajar untuk sedikit berbagi."

Mendengar ucapan Mas Pandu membuat hati ini terasa nyeri, serasa ada yang meremasnya, kuat. Satu ucapan tapi mampu memporak-porandakan cinta ini. Satu ucapan tapi membuatku seperti terhempas dengan begitu kerasnya.

Apa dia pikir semudah itu membagi seorang suami?

Kukira dengan kedatangan Mama mertua bisa merubah segalanya. Namun semua hanya angan-angan belaka. Ucapan dan kemarahan Mama mertua tidak ada artinya. 

Hanya air mata sebagai bentuk betapa sakit dan kecewa nya diri ini. 

"Sudah. Tidak perlu berdebat lagi. Sama sekali tidak ada gunanya. Aku pergi, mulai malam ini belajarlah untuk berbagi!" 

Mas Pandu beranjak dari tempat duduknya, melenggang pergi begitu saja tanpa memperdulikan Mama mertua yang terus memanggil namanya. 

Sesaat kemudian terdengar suara deru mobil menjauh dari halaman rumah.

Tubuhku kembali terguncang dengan hebatnya di pelukan Mama seiring keluarnya suara isakan dan deraian air mata.

Hancur.

Hancur sudah impianku bersama Mas Pandu seumur hidupku. 

"Kamu yang sabar ya. Maafin Mama karena nggak berhasil membujuk Pandu," lirih Mama seraya mengelus pundakku.

"Jangan pernah berpikiran untuk bercerai ya, Vit. Selamanya kamu akan menjadi menantu Mama," lanjut Mama dengan tegas. Kurenggangkan pelukan kami, menatap Mama dengan pandangan mengabur.

"Mana mungkin Vita sanggup untuk berbagi suami, Ma? Lebih baik Vita berpisah daripada dimadu."

"Kamu nggak kasihan sama Daffa? Di usianya yang masih hitungan hari harus kehilangan figur seorang ayah?"

Kepalaku menunduk, dalam.

"Vit... terkadang sebagai seorang Ibu, kita perlu mengesampingkan ego, rasa sakit dan kecewa untuk keutuhan rumah tangga dan paling utama demi kebahagiaan Daffa."

Terdengar Mama mertua menghembuskan napas panjang.

"Kamu mau tumbuh kembang Daffa tanpa merasakan kasih sayang seorang ayah?" 

Jleb.

Ucapan Mama bagaikan sebuah belati tajam yang menancap tepat di ulu hati. Apakah aku akan menjadi seorang ibu yang egois jika memilih untuk berpisah?

Aku yakin tidak ada seorang pun yang mau memisahkan seorang anak dengan ayahnya. Tak ada seorang pun yang menginginkan kehancuran rumah tangganya, apalagi sampai dimasuki orang ketiga.

"Aku nggak sanggup, Ma, jika harus berbagi suami," ucapku lirih dengan kepala tetap menunduk. Sedetik kemudian tangan mama meraih tanganku, meremasnya, perlahan.

"Kamu perempuan yang kuat. Mama yakin kamu bisa melewati ini semua. Mama punya ide...," ucapan Mama membuat dahiku mengernyit.

"Ide? Ide apa, Ma?" tanyaku.

"Biarkan jika Pandu ingin menikah lagi, tapi kita buat perempuan itu tak betah hingga akhirnya hanya kamulah satu-satunya perempuan yang ada di hatinya."

"Maksudnya?" 

"Ya pokoknya kita buat dia tidak betah. Kamu mau tahu caranya?" Aku mengangguk cepat saat mendengar tawaran Mama. 

"Mama bisikin," ucap Mama.

Mataku membelalak sempurna saat mendengar rencana yang akan dilakukannya. 

"Vita nggak mau, Ma!" Tegas aku menolak usulan Mama.

"Ayolah, Vit.... Dulu memang Mama menginginkan Pandu menikah lagi saat kamu tidak kunjung mendapatkan keturunan, tapi saat ini apa yang Mama inginkan sudah terwujud. Kamu memberi Mama cucu laki-laki yang tampan."

"Kalau caranya seperti itu, yang ada pasti aku bisa gila, Ma."

"Kita coba ya. Beberapa hari saja," ucap Mama dengan raut wajah menghiba.

"Baiklah, Ma," jawabku mengalah.

****

Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, namun Mas Pandu tak kunjung pulang. Apakah mulai malam ini ia akan bermalam di rumah perempuan itu? Perempuan yang dielu-elukan kebaikannya oleh Mas Pandu.

Aku menoleh ke arah Daffa yang sedang tertidur tepat di sampingku. Kuusap pelan pipinya. 

"Selalu temani Mama ya, Sayang," lirihku.

Terdengar suara ponsel berdering, kuraih benda pipih yang tergeletak di atas nakas. Kutekan tombol power, satu pesan diterima dari kontak bernama Aulia.

Cepat kubuka aplikasi berwarna hijau dan berlogo telepon, kutekan unduh saat ternyata sebuah gambar lah yang dikirim oleh Aulia.

Dada ini terasa panas, emosi seketika meluap saat melihat gambar itu ternyata sebuah foto Mas Pandu yang berjalan beriringan dengan seorang perempuan cantik berambut lurus sebatas pinggang. Tangan kanan Mas Pandu memeluk pinggang perempuan bertubuh langsing itu, yang hanya mengenakan gaun tanpa lengan dan hanya sebatas lutut. 

Siapapun pasti bisa menebak, ada hubungan di antara mereka. Bahkan mereka terlihat saling melempar senyum. Senyum yang begitu memuakkan.

Tanpa sadar kuremas ponsel itu.

[Suami kamu baru cek out dari hotel]

Pesan masuk dari Aulia membuat dada ini kembali terasa sesak. Mas Pandu meminta izin untuk menikah lagi dengan alasan kalau ia tak ingin berzina. Lantas apa yang dia lakukan saat ini?

[Kamu masih percaya kalau suamimu tidak bermain api di belakangmu?]

Satu pesan kembali masuk, pastinya dari nomor Aulia.

Kuhela napas panjang dan kukeluarkan secara perlahan.

Kuketik pesan balasan untuk Aulia.

[Terima kasih, Aulia.]

Ponsel kembali berdering. Pertanda ada pesan masuk.

[Ya. Sama-sama. Setidaknya mulai saat ini berpikirlah langkah apa yang akan kamu ambil. Kebahagianmu jauh lebih penting daripada mempertahankan seorang pengkhianat.]

Kuletakkan ponsel itu kembali di atas nakas, tanpa membalas pesan masuk dari Aulia.

"Kau telah bermain api di belakangku, Mas. Kau telah torehkan luka di hatiku, kau telah mengkhianati cinta suciku. Aku bersumpah tak akan ada lagi air mata yang keluar hanya untuk menangisi pengkhianatanmu. Tunggu saja pembalasanku, akan kubuat kau hancur dalam rasa penyesalan!" 

****

*Keesokan hari, di siang hari*

"Vita! Vit...!" Teriakan dari pemilik suara yang amat kukenal itu terdengar menggelegar memenuhi gendang telinga. Tubuhku menggeliat, melemaskan otot-otot di tubuhku.

Tak berselang lama pintu kamar terbuka dengan kasar. Sedetik kemudian terlihatlah sosok Mas Pandu yang memasang wajah murka, apalagi sorot matanya terlihat penuh amarah. 

"Kamu apa-apaan, Vit?!" bentak Mas Pandu saat ia sudah berdiri di sampingku. Pelan aku beringsut dari ranjang lalu duduk di tepi ranjang.

"Kecilin suara kamu, Mas, Daffa masih tidur," ucapku datar. 

"Maksud kamu apa melakukan semua itu, ha?!" desis Mas Pandu yang membuat kedua alisku saling bertautan.

"Maksudmu apa, Mas? Aku tidak mengerti. Aku tidak melakukan apapun," jawabku jujur. Tiba-tiba Mas Pandu melemparkan ponsel miliknya dengan kasar tepat di sampingku.

"Kamu kenapa sih, Mas? Aku melakukan apa?" 

"Jangan kamu kira aku nggak tahu rencanamu, Vit!"

Tanpa menjawab ucapan Mas Pandu cepat kuambil benda pipih itu. Kutekan tombol power, lalu kuusap layar datar itu ke atas.

Mataku kembali menyipit saat ada beberapa foto yang menampilkan sosok Mas Pandu bersama... Seorang wanita.

Beberapa foto ini diunggah oleh akun yang sepertinya sebuah akun fake, terbukti hanya gambar bunga mawar hitam sebagai pelengkap foto profilnya. Foto-foto ini diunggah satu jam yang lalu, tepat pukul 11.00 wib.

Tunggu!

Sepertinya wanita ini tidak asing.

Ya. Aku ingat, dia adalah perempuan bersama Mas Pandu kemarin yang ada di dalam foto dikirim oleh Aulia.

Kuscroll berkali-kali hingga terpampanglah banyak foto Mas Pandu bersama perempuan itu yang sangat terlihat begitu mesra. Salah satunya saat perempuan itu bergelayut manja di lengan Mas Pandu. Dan masih ada banyak foto lagi yang membuat hati ini semakin... hancur. 

Kuhela napas panjang, sejenak kupejamkan mataku. Sudah tak ada tangis dan air mata. Mungkin karena rasa kecewa yang terus mendera, hingga akhirnya aku mati rasa.

Gerakan Mas Pandu saat mengambil ponsel dari tanganku membuat tubuhku tersentak kaget.

"Kau tahu apa akibatnya menyebarluaskan foto ini? Keluarga Lidya menginginkan aku menikahinya secara resmi, Vita. Mereka takut jika Lidya dicap sebagai orang ketiga. Dan semua orang akan tahu kalau bukan hanya kamu saja yang menjadi istriku!" desis Mas Pandu seraya memperlihatkan layar ponselnya.

"Aku tidak melakukan apapun, Mas! Bagaimana mungkin aku bisa mengikutimu lalu mengambil fotomu sedangkan kondisi tubuhku saja masih seperti ini," sungutku tak terima.

"Dan satu lagi, bukankah memang kenyataannya seperti itu kalau Lidya memang seorang Pelakor, pencuri dan orang ketiga? lantas kenapa kalian tak terima?" lanjutku.

Tiba-tiba nama Aulia muncul di kepala. Apakah semua itu ulah Aulia? Apakah dia yang menyebarkan foto itu?

Ya. Aku harus menanyakan soal ini dengannya. Satu yang kusayangkan, kenapa dia tak meminta persetujuanku terlebih dahulu. Bukankah itu sama saja menyebarkan aib rumah tanggaku?

"Kau pikir aku tak tau, Kau menyuruh orang untuk mengikutiku kan?!" geramnya. Aku menggeleng.

Aku beranjak lalu melangkah, aku memandang ke arah luar melalui jendela kamar.

"Nggak ada gunanya aku melakukan hal seperti itu. Bahkan itu membuat diriku malu! Malu karena semua orang akan tahu betapa bej*tnya suamiku," ucapku penuh penekanan.

"Tidak perlu mengelak, Vit. Aku sudah tahu. Kau tak suka dengan Lidya, lalu kau lakukan segala cara untuk mencemarkan nama baiknya!" tuduhnya.

Aku menoleh ke arah Mas Pandu, lalu tersenyum sinis. 

"Kenapa aku harus melakukan hal itu jika namanya saja sudah tercemar dengan sendirinya," ucapku dengan enteng. 

Mas Pandu berdecak kesal, kemudian pergi begitu saja. Aku tersenyum miris. Baru saja ia datang setelah semalam tidak pulang, dia langsung pergi kembali. Bahkan tidak menanyakan keadaan anaknya sama sekali. 

"Sepertinya kamu begitu mencintainya, Mas," lirihku.

Tak berselang lama ponsel terus berdering. Aku melangkah mengambil ponsel. Nama 'Mama' terpampang dengan jelas sebagai pemanggilnya. 

Saat ingin kugeser tombol hijau, kuurungkan kembali niatku. Hingga kulakukan beberapa kali. 

Rasa bimbang menyelinap, takut jika Mama meneleponku hanya untuk menanyakan soal foto mesra yang tersebar di aplikasi biru.

Akhirnya kuangkat panggilan Mama.

"Halo, Ma ...."

Bersambung, ya. 

Kaugnay na kabanata

  • Neraka untuk Adik Madu   Bab 8

    "Assalamualaikum, Ma...," ucapku setelah kuangkat panggilan itu. Jantung ini terpacu jauh lebih kencang."Waalaikum salam. Vit kamu tahu foto suami kamu yang tersebar di dunia maya?"Deg.Sesaat kupejamkan kedua mataku. Benar dugaanku, soal itulah yang membuat Mama menghubungiku."Fo–foto mana, Ma? Vita nggak tahu," ucapku berbohong."Lihatlah akun faceb**k bernama Senja Mentari, dia memposting beberapa foto suami kamu dengan perempuan lain. Sekarang di mana Pandu?" Terdengar sekali nada suara Mama seperti orang menahan amarah."Mas Pandu sedang bekerja, Ma. Biar nanti kutanyakan sama Mas Pandu sial itu.""Jika suami kamu terbukti selingkuh, tinggalkan dia! Kau mengerti?!""I–iya, Ma. Sudah ya Ma,

    Huling Na-update : 2022-04-26
  • Neraka untuk Adik Madu   Bab 9

    Wajah itu terlihat bingung menatapku. Keningnya berkerut dengan alis yang saling bertautan.Kututup mulutku dengan telapak tanganku agar tawa ini bisa terhenti.Bagaimana aku tak menertawakan dirinya, saat ini ia menggunakan dalih agama untuk mendukung niatnya memperistri perempuan lain, sedangkan sebelumnya Mas Pandu telah mencicipi tubuh perempuan yang belum halal untuk disentuhnya?"Kenapa kamu tertawa? Bukankah yang kukatakan itu benar adanya? Bahkan Tuhan menjanjikan surga untuk perempuan yang rela dan ikhlas untuk di madu."Aku mengangguk seraya menahan bibir agar tak lagi menyemburkan tawa. Mas Pandu mengangkat sebelah alisnya."Memang poligami itu diizinkan dalam agama," ucapku terjeda. Mas Pandu mengangguk."Aku pun juga mendukung seorang lelaki diperbolehkan untuk poligami. Bahkan aku jug

    Huling Na-update : 2022-04-26
  • Neraka untuk Adik Madu   Bab 10

    "Hai, selamat pagi," sapaku yang membuat Lidya terkesiap. Lidya melihat uluran tanganku yang menggantung di udara. Dengan cepat dia menerima uluran tanganku."Pagi juga, Mbak Vita," ucapnya dengan suara yang dibuat-buat. Aku tersenyum, paksa."Silahkan duduk," ucapku dengan tenang, meskipun gemuruh di dada terasa tak beraturan.Aku berjalan menuju sofa single, lalu menghempaskan tubuhku di sana. Sebenarnya ingin sekali kuhajar perempuan itu, kucakar wajahnya dan kurobek mulutnya itu.Namun sepertinya aku tidak sekejam itu. Aku masih memiliki hati, tidak seperti dirinya.Entah memang mati atau dipaksa mati nurani pada diri Mas Pandu, tanpa memikirkan perasaanku dia duduk tepat di samping Lidya, selingkuhannya itu. Bahkan sesekali mereka saling melirik lalu tersenyum. Aku tahu itu."Seperti permintaan kamu, Vit, aku memba

    Huling Na-update : 2022-04-26
  • Neraka untuk Adik Madu   Bab 11

    "Bu ... ini ponsel milik siapa?" Tiba-tiba Mbak Ratih berucap seraya menyerahkan benda pipih yang begitu asing di penglihatanku ke arahku.Kuletakkan sendok yang kugunakan untuk menyuap makanan. Kuterima ponsel itu.Dahiku mengernyit saat kubolak-balik ponsel itu namun tetap tak kukenali siapa pemilik ponsel yang ada di tanganku ini. Ponsel berukuran lima inchi dengan warna putih. Akhirnya kutekan tombol power."Tidak dikunci," lirihku.Saat kuusap layar ponsel itu, foto perempuan yang baru saja bertamu ke rumahku langsung terpampang dengan jelas di layar pipih itu.Ya, aku yakin ini ponsel milik Lidya. Tidak salah lagi. Karena wallpaper tersebut bergambar foto Lidya.Lalu ponsel ini ada di tangan Mbak Ratih?"Apakah ponsel ini tertinggal atau memang sengaja ditinggal?" lirihku.&

    Huling Na-update : 2022-04-26
  • Neraka untuk Adik Madu   Bab 12

    RAHASIA YANG TERKUAK******Mobil yang sejenak terparkir di halaman rumah, kembali melaju."Mbok, titip Daffa," teriakku pada Simbok yang entah mendengarnya atau tidak. Aku berjalan menuju di mana kunci mobil berada.Saat aku melangkah ke luar, terlihat Mbak Ratih tergopoh-gopoh berjalan ke arahku."Ada apa, Bu? Nyari simbok?" sesaat kuhentikan langkahku."Bilang ke Simbok, titip Daffa sebentar, Mbak," ucapku."Iya, Bu," jawabnya.Aku melangkah menuju carport. Aku duduk di balik kemudi. Segera kulajukan kendaraanku ke luar dari halaman dan berbelok ke area mana Mas Pandu tadi berbelok.Kutambah kecepatan laju mobil, untuk mencari di mana mobil Mas Pandu saat ini.Usahaku tidak sia-sia. Mobil Mas Pandu melaju tepat di depanku.

    Huling Na-update : 2022-04-26
  • Neraka untuk Adik Madu   Bab 13

    Beberapa saat mendengarkan obrolan mereka, menurutku hanya ada beberapa poin yang penting, selebihnya hanya obrolan yang menurutku begitu memuakkan. Daripada kubuang-buang waktuku, aku memutuskan untuk keluar dari restoran, pastinya setelah membayar semua tagihan makanku.Di sepanjang perjalanan menuju di mana mobilku terparkir, pikiran ini terus berkelana kemana-mana. Memikirkan banyak hal yang tentunya membuat kepala ini berdenyut nyeri.Kubuka pintu mobil lalu tubuhku menyelinap masuk dan duduk di belakang kemudi. Kuputar kunci lalu sedetik kemudian suara deru mobil terdengar.Kembali kulajukan kendaraanku menuju rumah dengan perasaan penuh amarah. Meninggalkan mereka yang sedang bersenang-senang.Di sepanjang perjalanan, berkali-kali tanganku memukul setir mobil sebagai bentuk luapan kemarahan yang kini sedang terasa.Aku sungguh tak menyangka,

    Huling Na-update : 2022-04-26
  • Neraka untuk Adik Madu   Bab 14

    Di sepanjang malam mata ini terus terjaga. Setiap jam aku terus mengecek suhu tubuh Daffa. Hanya ingin memastikan apa demam Daffa semakin tinggi atau tidak. Kali ini bisa bernapas lega, demam di tubuh Daffa semakin menurun.Aku menoleh ke arah jam yang ada di tembok, jarum jam menunjukkan pukul 21:00 wib. Mas Pandu juga tak kunjung pulang. Jangankan pulang, menghubunhikh walau hanya sekedar menanyakan bagaimana keadaan anaknya yang sedang sakit pun tidak.Jujur saja, sikap Mas Pandu yang seperti itu membuat hati ini terasa nyeri. Serasa ada yang meremasnya. Kuat.Ternyata perempuan itu sudah berhasil mencuri hati Mas Pandu seluruhnya. Kini hanya ada nama Lidya seorang yang bertahta di dalam kerajaan hatinya. Tak ada lagi ruang untuk aku dan juga Daffa.Ponsel yang sedari tadi tergeletak itu bergetar, kuraih benda itu di atas nakas.Satu pesan dit

    Huling Na-update : 2022-04-26
  • Neraka untuk Adik Madu   Bab 15

    Perempuan paruh baya itu terlihat keluar dari mobil dengan menenteng tas di tangan kanannya. Perempuan itu tersenyum ke arahku setelah pandangan kami bertemu. Kubalas senyuman itu.Ya, perempuan itu adalah Mama mertuaku.Terlihat ia melangkah ke arahku yang sedang duduk di teras rumah. Dengan terpaksa kucium punggung tangan Mama setelah tangannya terulur ke arahku."Sini Daffa biar Mama gendong."Sebenarnya ada rasa berat saat menyerahkan bayiku pada perempuan tak berhati itu. Namun Mama langsung mengambil alih Daffa dari pangkuanku."Mama dari mana?" tanyaku sesaat setelah Mama menghenyakkan tubuhnya di kursi yang ada di sampingku. Pandangannya tertuju pada Daffa."Dari rumah tadi," ucapnya tanpa menoleh ke arahku.Memang jarak rumah kami tidak jauh, hanya membutuhkan waktu tempuh 45 menit saja.

    Huling Na-update : 2022-04-26

Pinakabagong kabanata

  • Neraka untuk Adik Madu   Ending

    Pov Pandu**Bertahun-tahun lamanya aku mendekam di balik jeruji besi karena kasus penculikan anak yang tak jadi itu. Selama bertahun-tahun itu pula aku hidup dalam penuh perasaan penyesalan. Apalagi aku hanya bisa memantau perkembangan Daffa melalui foto-foto yang ditunjukkan oleh Mama yang tentu saja membuat diri ini semakin sesak tiada terkira. Andai, andai dan andai. Andai aku tak melakukan perselingkuhan itu, pasti sampai saat ini aku hidup bahagia bersama keluarga kecilku. Hidup bersama Vita dan juga Daffa. Namun, penyesalan hanya tinggallah penyesalan. Tak berguna. Hukuman dengan beberapa tahun hidup di balik jeruji besi bagiku tak ada apa-apanya dibandingkan hidup dalam kungkungan sebuah penyesalan.Memang, kehancuran seorang lelaki akan terjadi jika ia telah menyakiti pasangannya. Dan aku telah membuktikannya. Soal Lidya, aku sudah tak tahu lagi bagaimana kabarnya. Perempuan itu tengah hidup bahagia di sana. Ia sedang menikmati perannya sebagai seorang psk. Tak bisa

  • Neraka untuk Adik Madu   Bab 89

    Pov Author**Dua orang polisi ditugaskan untuk berpura-pura menjadi pelanggan yang tengah mencari gadis belia pada Mami Zessy. Tentunya hal ini ada campur tangan dari Indah. Indah beralasan di hadapan mami Zessy jikalau kedua polisi yang tengah menyamar itu adalah salah seorang kenalannya yang berniat untuk mencari jasa esek-esek. Oleh sebab itulah Indah mengajaknya ke tempat dirinya bekerja dan bernaung selama ini. Kedua polisi yang menyamar itu pun masuk ke dalam club rahasia milik mami Zessy tanpa adanya kendala yang berarti. Cukup lancar sebab Indah lah jalur mereka masuk ke dalam sana. Hingga akhirnya kedua polisi itu benar-benar berada di dalam club di mana di dalamnya benar-benar seperti apa yang Indah ceritakan saat pelaporan kemarin. Diam-diam kedua polisi itu merekam setiap kejadian dan perbuatan orang-orang yang ada di dalamnya. Mulai dari penari striptis, para ladies escort peneman para pria hidung belang, serta model bug*l yang siap disewa bagi siapa yang berani memb

  • Neraka untuk Adik Madu   Bab 88

    Mendengar kalimat demi kalimat yang terlontar dari bibir Mami Zessy, seketika membuat dadaku terasa bergemuruh dengan hebat dan tanpa sadar tanganku terkepal dengan kuat. "Bagaimana pun caranya, kalian harus berhasil menyingkirkan Indah secepatnya. Perempuan itu sudah tak guna. Penyakitan pula. Jika penyakit yang diidap oleh Indah terdengar oleh pelanggan, takutnya nanti akan memberikan nilai buruk," ucap Mami Zessy yang seketika membuat jantung berdegup dengan kencang. "Kenapa tidak disuruh pergi saja, Bos? Nggak perlu repot-repot melenyapkan dia kan," ungkap salah satu orang yang ada di sana. Aku hapal betul siapa pemilik suara itu. Parto. Ya, suara itu adalah Parto. Anak buah Mami Zessy. "Kalau dia keluar begitu saja, dia bisa menyebarkan keberadaan lokalisasi ini. Bisa gawat jika ada polisi yang dengar," ucap Mami Zessy. Kali ini nada suaranya sedikit meninggi. Tentu karena tak suka dengan apa yang dikatakan oleh anak buahnya itu. "Baik, Bos. Secepatnya kami akan membereskan

  • Neraka untuk Adik Madu   Bab 87

    Pov Indah**Mataku mengerjap beberapa kali saat samar-samar aku mendengar suara yang sangat aku kenal sedang menggerutu. Sejenak aku diam, mengumpulkan kesadaranku yang sepenuhnya belum kembali. Aku memindai ke segala sudut ruangan. Ternyata aku sedang di dalam kamar milikku. "Bukankah aku tadi sedang melayani tamu?" batinku bertanya pada diri sendiri. Ya, aku ingat betul. Tadi aku melayani tamu dalam keadaan kepala yang begitu pusing. Tubuh terasa begitu tak sehat. Sekelebat aku teringat jika aku tadi pingsan saat akan memulai tugasku. Aku menatap Mami Zessy yang tengah berdiri dengan posisi memunggungiku. Kuhela napas panjang dan kukeluarkan secara perlahan. Dengan gerakan pelan, aku bangkit dari pembaringan. Baru saja tubuhku ingin bangkit, tiba-tiba kepala terasa berdenyut sakit. Seketika kembali kurebahkan tubuhku sembari kupijit pelipisku dengan pelan. Mendengar suara yang kutimbulkan dari pergerakanku, seketika membuat tubuh Mami Zessy memutar. Kini pandangan kami salin

  • Neraka untuk Adik Madu   Bab 86

    Pov Indah**"Kamu udah denger kalau Lidya telah meninggal secara mengenaskan?" Pertanyaan yang dilontarkan oleh salah satu teman seprofesiku itu seketika membuatku tersentak kaget. "Maksud kamu mati mengenaskan bagaimana?" tanyaku sembari menatapnya dengan bingung. "Lidya meninggal sewaktu melayani pelanggan yang memiliki kelainan seks. Kamu tahu kan Om Handoko? Nah, itu dia orangnya," ucapnya yang semakin membuat keningku berkerut. Ya, aku tahu saat Om Handoko berjalan mesra dengan sebelah tangan merangkul pinggang Lidya menuju ke arah kamar. Banyak yang mengidam-idamkan dibooking oleh Om Handoko karena uangnya yang berlimpah, apalagi setiap ke sini, Om Handoko selalu menyewa kamar VVIP. Dan sempat ada kabar jika siapa pun yang melayani lelaki itu, pasti akan diberikan bonus yang terbilang begitu banyak. Tak ayal juga kalau Om Handoko juga terkadang berani membayar dua kali lipat. Wajar saja jika Om Handoko memberikan bonus sebanyak itu, pada para ladies yang hanya menemaninya

  • Neraka untuk Adik Madu   Bab 85

    Pov Author**Jarum jam di dinding sedang menunjukkan pukul sepuluh malam. Hanya detak jarum jam yang memecah keheningan malam, sedangkan di sudut kamar di mana meja rias itu berada, Lidya sedang duduk di depan cermin sembari memoleskan aneka make up ke wajah cantiknya. Perempuan itu menghabiskan waktunya lebih lama untuk mempercantik dirinya di malam ini, karena akan ada tamu yang selalu ia tunggu-tunggu kedatangannya. Tentu saja Lidya ingin terlihat paripurna di depan pria yang akan membayar jasanya malam ini. Ia merupakan pelanggan paling royal. Pria itu akan membayar Lidya mahal. Tidak hanya itu, Lidya juga akan mendapatkan uang jutaan rupiah untuk bonus jika Lidya berhasil memuaskan hasratnya. Selama bertahun-tahun bekerja menjadi pemuas napsu, Lidya sudah lebih dari lima kali melayani pelanggannya yang akan ia temui malam ini.Lidya tak pernah kapok dengan lelaki ini. Ya, lelaki yang malam ini akan menyewanya adalah salah satu pelanggannya yang memiliki kelainan seks. Sesuai

  • Neraka untuk Adik Madu   Bab 84

    "Kamu kerja di sini?" tanya Pak Gunawan dengan raut wajah mencemooh saat sudah berdiri di hadapanku. Aku mengalihkan pandanganku. Ternyata si tua bangka ini selain doyan kawin juga suka jajan kayak gini. Emang keterlaluan. Udah mau bau kamboja, eh malah berkilah. Nggak sadar umur kayaknya ini orang."Kalau kamu dulu mau nikah sama aku, kamu nggak bakalan jadi pelac*r di sini. Sok-sokan nolak. Padahal kalau kamu mau nikah denganku, hidupmu bakalan enak." Aku hanya mencebikkan bibirku saat mendengarkan penuturan lelaki itu sembari memutar bola mata malas. Terlihat Pak Gunawan seperti sedang mencari seseorang tak berselang lama ia berjalan menuju ke arah Mami Zessy. Terjadi perbincangan di antara mereka lalu tak berselang lama Pak Gunawan kembali mendekat ke arahku. "Sekarang layanin aku," ucap Pak Gunawan sembari menarik tanganku begitu saja. Aku menepis cekalan tangan yang sudah dipenuhi oleh keriput itu. Mendapatkan penolakanku, tentu saja membuat Pak Gunawan langsung menolehkan

  • Neraka untuk Adik Madu   Bab 83

    "Pelayanan kamu sungguh memuaskan. Tak menyesal saya bayar kamu mahal," bisik lelaki yang baru pertama kali membooking jasaku. Aku tersenyum samar lalu berkata, "Sering-sering ke sini ya." Aku memainkan jemariku di dada lelaki itu sembari sesekali mencubit kecil dada yang ditumbuhi beberapa bulu halus di bagian sana. Ya, aku dan dia saat ini sedang merebahkan tubuh di ranjang setelah merasakan kenikmatan yang luar biasa. Kugunakan lengan lelaki itu sebagai bantalan kepalaku. "Pasti," ucapnya kemudian. Bergegas aku bangkit dari pembaringan lalu beringsut dari ranjang dan mengambil satu per satu pakaianku yang tercecer di lantai kamar ini. Aku mulai menggunakan baju-bajuku dengan posisi memunggungi lelaki itu. "Kamu nggak pulang? Masih betah di sini?" ucapku sembari mengerling nakal ke arahnya setelah semua baju sudah kukenakan. Sedangkan ia masih merebahkan tubuhnya dengan kedua lengan ditekuk ke belakang sebagai bantal, sembari menatapku dan tersenyum samar. "Sebenarnya aku masi

  • Neraka untuk Adik Madu   Bab 82

    Pov Pandu**"Meskipun saya hanya seorang pembantu, saya juga harus memilih soal pasangan lah, Pak. Masa iya saya mau dijadikan istri kedua?""Pembantu?" tanya kami serempak. Lidya mengangguk cepat. "Iya, saya bekerja di sini sebagai pembantu. Tentunya atas keinginan saya sendiri. Bukan karena seperti yang dikatakan oleh dia kalau saya dijadikan alat pelunas hutang. Ini saya baru pulang belanja." Lidya memperlihatkan kantong kresek yang ada di tangannya. Terkejutlah aku dengan pengakuan yang Lidya kemukakan. Bagaimana mungkin ia mengatakan jika aku hanyalah sekedar teman yang sempat ingin memilikinya namun ia menolak? Bagaimana mungkin ia mengatakan jika ia di sini bekerja hanya sebagai pembantu. Aku yakin, pasti ada yang tidak beres di sini. Pasti Lidya disuruh dan diancam agar tidak mengatakan yang sebenarnya. Aku yakin Lidya dalam pengaruh tekanan. "Sayang, kamu jangan takut. Ada dua polisi di sini. Bicaralah dengan jujur. Katakan jika kamu diculik dan dijadikan psk di sini.

I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status